Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Makan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang
wajib di penuhi seorang manusia untuk bertahan hidup. Keadaan ini
dibuktikan denganadanya sistem pencernaan atau traktus gastrointestinal
yang merupakan salah satusistem yang mendukung tubuh manusia. Sistem
pencernaan atau gastrointestinal terdiri dari beberapa organ, yaitu mulut,
esofagus, gaster, colon dan anus.Sistem pencernaan akan terganggu
apabila salah satu atau beberapa organ pencernaan terjadi inflamasi,
kerusakan, maupun ketidaknormalan. Salah satugangguan pencernaan
yang paling sering dijumpai dan diderita masyarakat adalah gastritis atau
di masyarakat umum sering disebut dengan penyakit maag ataudalam
istilah kesehatan dikenal dengan gastritis.
Gastritis merupakan penyakit yang sering kita jumpai dalam
masyarakatmaupun dalam bangsa penyakit dalam. Kurang tahunya dan
cara penanganan yangtepat merupakan salah satu penyebabnya. Gastritis
adalah proses inflamasi padalapisan mukosa dan sub mukosa pada
lambung. Pada orang awam seringmenyebutnya dengan penyakit maag.
Gastritis merupakan salah satu yang paling banyak dijumpai klinik
penyakit dalam pada umumnya. Masyarakat sering menganggap remeh
panyakit gastritis, padahal ini akan semakin besar dan parah maka
inflamasi pada lapisan mukosa akan tampak sembab, merah, dan mudah
berdarah.
Penyakit gastritis sering terjadi pada remaja, orang-orang yang
stres,karena stres dapat meningkatkan produksi asam lambung,
pengkonsumsi alkoholdan obat-obatan anti inflamasi non steroid. Gejala
yang timbul pada penyakit gastritis adalah rasa tidak enak pada perut,
perut kembung, sakit kepala, mual, lidah berlapis. Penyakit gastritis sangat
menganggu aktifitas sehari -hari, karena penderita akan merasa nyeri dan
rasa sakit tidak enak pada perut. Selain dapat menyebabkan rasa tidak

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 1


enak, juga menyebabkan peredaran saluran cerna atas, ulkus, anemia
kerena gangguan absorbsi vitamin B 12.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pencernaan !
2. Mengapa Pak Ridwan Mengeluh Muntah Berwarna Kecoklatan ,
Mual , Nyeri Ulu Hati Dan BAB Berwarna Pekat Seperti Aspal?
Dan Bagaimana Patofisioligi Terjadinya Muntah Dan BAB
Berwarna Hitam? Jelaskan !
3. Apakah Ada Hubungan Pak Ridwan Sering Mengkonsumi Obat
Anti Nyeri Dengan Keluhan Yang Dialami? Jelaskan !
4. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik !
5. Diagnosa Banding Pada Skenario !
6. Diagnosa Kerja Pada Skenario !

1.3 TUJUAN
1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Anatomi Dan Fisiologi
Saluran Pencernaan !
2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Pak Ridwan Mengeluh
Muntah Berwarna Kecoklatan , Mual , Nyeri Ulu Hati Dan BAB
Berwarna Pekat Seperti Aspal? Dan Bagaimana Patofisioligi
Terjadinya Muntah Dan BAB Berwarna Hitam !
3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Hubungan Pak Ridwan
Sering Mengkonsumi Obat Anti Nyeri Dengan Keluhan Yang
Dialami !
4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Interpretasi Hasil
Pemeriksaan Fisik !
5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Diagnosa Banding Pada
Skenario !
6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Diagnosa Kerja Pada
Skenario !

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 2


1.4 SKENARIO

LBM I
“MUNTAH DAN BERAK DARAH”

Pak Ridwan, laki-laki 45 tahun dibawa keluarganya ke UGD RS


dengan keluhan muntah 4x sejak kemarin, muntah berisi makanan dan
terdapat cairan berwarna kecoklatan sekitar ½ gelas minum, disertai mual
dan nyeri ulu hati. Pak Ridwan juga mengeluh BAB warna hitam pekat
seperti aspal 2x sejak tadi pagi. Istrinya mengatakan Pak Ridwan sering
mengkonsumsi obat anti nyeri yang dibeli ditoko obat bila timbul keluhan
nyeri pada lututnya.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan TD : 120/80 , N :
96x/menit, P : 24x/menit, S : 36,5˚C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
nyeri tekan epigastrium dan tidak ada tanda-tanda penyakit hati kronis.
Dokter jaga UGD juga melakukan pemeriksaan penunjang untuk
mengetahui diagnosis pasti.

1.5 TERMINOLOGI

1. Mual (Nausea) : perasaan tidak menyenangkan yang ada sebelum


muntah. Ini biasa disertai berkeringat, bertambahnya air liur, dan
kontraksi ritmis otot-otot dinding perut.
2. Muntah (Vomitus) : pengeluaran isi lambung dengan kekuatan
secara aktif akibat adanya kontraksi abdomen, pilorus, elevasi
kardia, disertai relaksasi sfingter esofagus bagian bawah dan
dilatasi esophagus.
3. Nyeri Tekan Epigastrium : nyeri yang berhubungan dengan rasa
tajam dan terlokalisasi yang dirasakan oleh seseorang pada daerah
tengah atas perut.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 3


BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan


Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.

Gambar. Anatomi Sistem Pencernaan Manusia

Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai


dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang
berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi
dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang
bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan yaitu :

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 4


1. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan


air. Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan
jalan masuk untuk system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian
dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh
organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana
terdiri dari manis, 8 asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf
olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan
dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih
mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-
bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai
mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

2. Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.


Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe
yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan
makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan
ruas tulang belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga
hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak
berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang
disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian
yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama
tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi
dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring
bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga.
Bagian media 9 disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 5


akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan
orofaring dengan laring.

3. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang


dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses
peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang
belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu
bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah
(campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama
terdiri dari otot halus).

4. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga
bagian yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai
gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur
makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan
prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel
– sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida
menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna
memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai
penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

5. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan
yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 6


vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa
(sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan
lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke
dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam 11 jumlah yang bisa di
cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal
kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

b. Usus Kosong (Jejenum)

Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1- 2 meter
adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus
kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 7


c. Usus Penyerapan (Illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam empedu.

6. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar
terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens
(kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri
yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan
12 membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga
berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting
untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir
dan air, dan terjadilah diare.

7. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.
Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding
rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem
saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 8


defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus
besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan
terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan
lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
13 lannya dari usus.

2. 2 Mengapa Pak Ridwan Mengeluh Muntah Berwarna Kecoklatan ,


Mual , Nyeri Ulu Hati Dan BAB Berwarna Pekat Seperti Aspal? Dan
Bagaimana Patofisioligi Terjadinya Muntah Dan BAB Berwarna
Hitam? Jelaskan !

Gambar. Patofisiologi Muntah

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 9


Muntah yang terjadi pada pasien di scenario itu karena adanya
distensi , iritasi , rangsangan kimiawi. Dimana impuls-impuls aferen
berjalan ke pusat muntah yaitu medulla oblongata sebagai aferen vagus
dan simpatis yang berasala dari traktus gastrointestinal. Obat-obatan
tertentu juga bisa merangsang terjadinya muntah dengan mengaktifkan
pusat muntah yang disebut CTR (chemoreseptor triggered reseptor) yang
terletak di dasar Ventrikel 4 otak . Proses terjadinya muntah itu yang
pertama karena adanya peningkatan tekanan di gastrointestinal, iritasi
mukosanya , distensi ataupun rangsangan kimiawi . Yang nantinya akan
menyebabkan hantaran impuls-impuls di saraf aferen gastrointestinal ke
pusat muntah yaitu medulla oblongata sehingga dari pusat muntah ini
terdapat hantaran impuls-impuls ke saraf eferen yang menuju ke
gastrointestinal tract yang menyebabkan inspirasi dalam , lalu
terangkatnya os hyoideus , kemudian laring mendorong spinchter
esophageal terbuka dan terjadi penutupan glotis , kemudian pallatum mole
terangkat, menutup nares posterior.

Muntah berwarna kecoklatan pada pasien diskenario itu bisa


terjadi karena adanya gastritis ataupun ulkus peptikum . Kita tahu gastritis
itu peradangan mukosa,submukosa gaster yang disebabkan oleh konsumsi
obat-obatan NSAID , Infeksi oleh Helicobacter pylory, kosnumsi alcohol,
makanan pedas, dll. Sedangkan untuk tukak peptic ini terjadi karena
terjadi peradangan atau kerusakan mukosa,submukosa dan tunica
muscularis gaster atau duedonum dan penyebabnya sam seperti gastrtitis.
Kedua kelainan diatas itu bisa menyebabkan perdarahan pada gaster atau
duedonum yang nantinya darah itu akan tercampur dengan asam lambung
sehingga warnanya saat dimuntahkan itu berwarna kecoklatan . Dan BAB
warna hitam ini bisa terjadi karena darah yang bercamour dengan asam
lambung tadi itu bercampur dengan makanan di lambung, ditambah lagi
dengan proses pewarnaan feses oleh bilirubin sehinggan menyebabkan
fesesnya itu menjadi wardanya kehitaman . Bisa juga fese berwarna
kehitaman itu terjadi karena penyakit-penyakit saluran pencernaan bawah
dan juga hipertensi vena porta yang disebabkan oleh hepatitis atau sirosis
hepatic . Akan tetapi disini tidak terdapat gejala-atau tanda yang

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 10


mengarahkan ke hipertensi vena porta ataupun penyakit saluran cerna
bawah yang menyebabkan feses berwarna hitam . Jadi kami setuju
penyebab feses berwarna hitam itu karena terjadi peradangan di struktur
lambung atau duedunum bukan karena penyakit saluran cerna bagian
bawah .

2. 3 Apakah Ada Hubungan Pak Ridwan Sering Mengkonsumi Obat Anti


Nyeri Dengan Keluhan Yang Dialami? Jelaskan !
Ada hubungannya. NSAIDs mempunyai kemampuan untuk
menghambat cyclo-oxygenase (COX), dan sebagai hasilnya terjadi
hambatan sistesis prostaglandin, sehingga memberikan efek seperti yang
telah disebutkan sebelumnya. Sayangnya, penghambatan sistesis
prostaglandin mengakibatkan gangguan pada gastrointestinal/GI
(dyspepsia, nausea, dan gastritis, hingga GI bleeding and perforation).

NSAIDs memberikan manfaat anti inflamasi melalui aksinya pada


enzim siklooksigenase-2 (COX-2). Pada saat yang sama, mereka dapat
menyebabkan tukak lambung melalui aksinya pada enzim
siklooksigenase-1 (COX-1). Analgesic seperti asetaminofen lebih spesifik
pada bentuk ke 3 siklooksigenase yang terutama berada di otak dan
bertanggungjawab terhadap demam dan rasa sakit.

Beberapa NSAIDs mempunyai efek samping yang buruk


dibanding yang lain, meskipun aksi anti inflamasi mereka sama. Hal ini
tergantung pada spesifisitas masing-masing obat dalam merintangi COX.
Kebanyakan NSAIDs merintangi COX-1 lebih besar dibanding COX-2,
sehingga ratio spesifisitas aksinya menjadi besar. Obat-obat jenis ini
mempunyai resiko efek samping yang lebih besar. Sebagai contoh, Aspirin
166 kali lebih besar aksinya pada COX-1 dibanding COX-2, dan diketahui
mempunyai potensi menyebabkan tukak yang tinggi. Obat lain dengan
efek samping tinggi pada GI adalah Sulindak, Tolmetin dan Piroksikam.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 11


2. 4 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik !

Dan interpretasi pemeriksaan fisiknya disini didapatkan nyeri region


epigastrium : munujukan adanya kelainan pada organ-organ yang terdapat
pada region tersebut. Tekanan darah : 120/80 normal, Nadi :90x/mnt
normal , RR : 24x/mnt takipneu , Suhu : 36.5oC normal .

2. 5 Diagnosa Banding Pada Skenario !

A. NSAID GASTROPHATY

I. Pengertian
Gastropati NSAID adalah gejala gastropati yang mengacu kepada
spektrum komplikasi saluran cerna bagian atas yang dihubungkan oleh
penggunaan obat anti inflamasi non steroid dengan durasi waktu tertentu,
dan biasanya disebabkan oleh penggunaan jangka panjang NSAID.
Disebut gastropati NSAID bila terdapat kumpulan gejala-gejala gastropati
yang bervariasi seperti dispepsia, nyeri abdominal, sampai komplikasi
yang fatal seperti perforasi, ulserasi, dan perdarahan dimana gejala-gejala
tersebut tidak ditemukan sebelum menggunakan NSAID.

II. Etiologi
Resiko untuk mendapatkan efek samping NSAID tidak sama untuk semua
orang. Faktor-faktor resiko yang penting adalah usia lanjut lebih dari 60
tahun, digunakan bersama-sama dengan steroid, riwayat pernah
mengalami efek samping NSAID, dosis tinggi atau kombinasi lebih dari
satu macam NSAID dan disabilitas. Selain itu infeksi H. Pylori juga dapat
memicu efek samping dari NSAID tersebut. Faktor lain yang mungkin
mempengaruhi efek samping NSAID adalah riwayat merokok dan
konsumsi alkohol. Menurut American Journal of Gastroenterology risiko
gastrointestinal NSAID dibagi menjadi risiko rendah (tidak ada faktor
risiko), sedang (1 atau 2 faktor risiko berupa usia di atas 65 tahun, NSAID
dosis tinggi, riwayat ulkus tidak terkomplikasi, penggunaan bersama

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 12


aspirin, kortikosteroid atau antikoagulan), tinggi (>2 faktor risiko atau
riwayat ulkus yang terkomplikasi).

III. Patofisiologi

NSAID merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu


topikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena
NSAID bersifat asam dan lipofili, sehingga mempermudah trapping ion
hidrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik
NSAID lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi
prostaglandin menurun secara bermakna. Seperti diketahui prostaglandin
merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa
lambung. Efek sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah
mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan
meningkakan epitel defensif. Ia memperkuat sawar mukosa lambung
duodenum dengan meningkatkan kadar fosfolipid mukosa sehingga
meningkatkan hidrofobisitas permukaan mukosa, dengan demikian
mengurangi difusi balik ion hidrogen.

Selain itu, prostaglandin juga menyebabkan hiperplasia mukosa


lambung duodenum (terutama di antara antrum lambung), dengan
memperpanjang daur hidup sel-sel epitel yang sehat (terutama sel-sel di
permukaan yang memproduksi mukus), tanpa meningkatkan aktivitas
proliferasi. Elemen kompleks yang melindungi mukosa gastroduodenal
merupakan prostaglandin endogenous yang disintesis di mukosa traktus
gastrointestinal bagian atas. COX (siklooksigenase) merupakan tahap
katalitisator dalam produksi prostaglandin.

Sampai saat ini dikenal ada dua bentuk COX, yakni COX-1 dan
COX-2. COX-1 ditemukan terutama dalam gastrointestinal, ginjal,
endotelin, otak dan trombosit dan berperan penting dalam pembentukan
prostaglandin dari asam arakidonat. COX-2 pula ditemukan dalam otak
dan ginjal yang juga bertanggungjawab dalam respon inflamasi.
Endotelvaskular secara terus-menerus menghasilkan vasodilator
prostaglandin E dan I yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 13


1) akan timbul vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun dan
menyebabkan nekrosis epitel. Sebagian besar obat NSAID bekerja sebagai
inhibitor non selektif enzim siklooksigenase, dimana obat ini menghambat
isoenzim siklooksigenase 1 (COX-1) dan siklooksigenase 2 (COX-2).
Siklooksigenase mengkatalisis pembentukkan prostaglandin dan
tromboksan dari asam arakidonat. Asam arakidonat ini dihasilkan dari
lapisan ganda fosfolipid oleh fosfolipase A2. Prostaglandin bekerja
sebagai molekul pembawa dalam proses inflamasi.

Penghambatan COX oleh NSAID ini lebih lanjut dikaitkan dengan


perubahan produksi mediator inflamasi. Sebagai konsekuensi dari
penghambatan COX-2, terjadi sintesis leukotrien yang disempurnakan
dapat terjadi oleh shunting metabolisme asam arakidonat terhadap
jalur oxygenase. Leukotrien yang memberikan kontribusi terhadap cedera
mukosa lambung dengan mendorong iskemia jaringan dan peradangan.
Peningkatan ekspresi molekul adhesi seperti molekul adhesi antar sel-1
oleh mediator pro-inflamasi seperti tumor nekrosis faktor mengarah ke
peningkatan adheren dan aktivasi neutrofil-endotel.

IV. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis bervariasi dari tanpa gejala, gejala ringan
dengan manifestasi tersering dispepsia, heartburn, abdominal discomfort,
dan nausea; hingga gejala berat seperti tukak peptik, perdarahan dan
perforasi. Keluhan lain yang biasa dirasakan pasien adalah mengalami
gangguan pada saluran pencernaan atas, berupa nafsu makan menurun,
perut kembung dan perasaan penuh di perut, mual, muntah dan
bersendawa. Jika telah terjadi pendarahan aktif dapat bermanifestasi
hematemesis dan melena.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 14


V. Diagnosis
Diagnosis gastropati NSAID dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
dapat ditemukan gejala gastrointestinal seperti dispepsia, heartburn,
abdominal discomfort, dan nausea nafsu makan menurun, perut kembung
dan perasaan penuh di perut, mual, muntah dan bersendawa. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pada daerah epigastrium
dan dapat ditemukan distensi abdomen pada gejala yang berat.

Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan EGD


(Esofagogastroduedenoscopy) dan pemeriksaan histopatologi. Pada EGD
dapat dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil dan kadang-kadang
disertai pendarahan kecil. Lesi seperi ini dapat sembuh sendiri. Lesi yang
lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multiple, pendarahan luas dan
perforasi saluran cerna. Secara histopatologi tidak ditemukan gambaran
yang khas. Dapat dijumpai regenerasi epithelial, hiperplasi foveolar,
edema lamina propria dan ekspansi serabut otot polos ke arah mukosa.
Ekspansi dianggap abnormal jika sudah mencapai kira-kira sepertiga
bagian atas.

B. GASTRITIS

I. Pengertian

Gastritis adalah proses infamasi pada mukosa dan submukosa lambung.


Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di
klinik, karena diagnosisnya sering hanya berdasarka gejala klinis bukan
pemeriksaan histopatologi.

Pembagian gastritis :

1. Gastritis akut
Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik
ialah gastritis akut erosif. Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 15


mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosif. Disebut
erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa
muskularis.

2. Gastritis kronis
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa
lambungyang menahun. Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian
permukaan mukosa lambung yang berkepanjangan yangdisebabkan baik
oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh bakteri
helicobacter pylori.

II. Etiologi
Infeksi kuman Helicobacter pylori meruapakn kausa gastritis
yang amat penting. Di negara berkembang prevalensi infeksi
Helicobacter pylori pada orang dewasa mendekati 90%. Sedangkan pada
anak-anak prevalensi infeksi Helicobacter pylori lebih tinggi lagi. Hal ini
menunjukkan pentingnya infeksi pada masa balita. Di Indonesia,
prevalensi infeksi kuman Helicobacter pylori yang dinilai dengan urea
breath test pada pasien dispepsi dewasa, menunjukkan tendensi menurun.
Di negara maju, prevalensi infeksi kuman Helicobacter pylori pada anank
sangat rendah. Diantara orang dewasa prevalensi infeksi kuman
Helicobacter pylori lebih tinggi dari pada anak-anak tetapi lebih rendah
dari pada di Negra aberkembang yakni sekitar 30%.

Penggunaan antibiotika, terutama utuk infeksi paru dicurigai


mempengaruhi penularan kuman dikomunitas karena antibiotikan
tersebut mampu megeradikasi ifeksi Helicobacter pylori, walaupun
persentase keberhasilannya rendah. Pada awal infeksi oleh kuman
Helicobacter pylori mukosa lambung akan menunjukkan respons
inflamasi akut. Secara endoskopik sering tampak sebagai erosi dan tukak
multipel antrum atau lesi hemoragik. Gastritis akut akibat Helicobacter

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 16


pylori sering diabaikan oleh pasien sehingga penyakitnya berlanjut
menjadi kronik.

Gangguan fungsi sistm imun dihubungkan dengan gastritis kronik


setelah ditemukan autoantibodi terhadap faktor intrinsik dan terhadap
secretory canalicular structure sel parietal pada pasien dengan anemia
pernisiosa. Antibodi terhadap sel parietal mempunyai korelasi yang lebih
baik dengan gastritis kronik korpus dalam berbagai gradiasi,
dibandingkan dengan antibodi terhadap faktor intrinsik. Pasien gastritis
kronik yang mengandung antibodi sel parietal dalam serumnya dan
menderita anemia pernisiosa, mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut
: menderita gastritis kronik yang secara histologis menujukkan gambaran
gastritis kronik atropik, predominasi kropus dan pada pemeriksaan darah
menunjukkan hipergastrinemia, pasien-pasien tersebut sering juga
menderita penyakit lain yang diakibatkan oleh gangguan fungsi sistem
imun. Masih harus dibuktikan bahwa infeksi kuman Helicobacter pylori
dapat menjadi pemacu reaksi imunologis tersebut. Kecurigaan terhadap
peran infkesi Helicobacter pylori diawali dengan kenyataan bahwa pasien
yang terinfeksi oleh kuman Helicobacter pylori mempunyai antibodi
terhadap secretory canalicular structure sel parietal jauh lebih tinggi dari
pada mereka yang tidak terinfeksi.

Terdapat beberapa jenis virus yang dapat menginfeksi mukosa


lambung misalnya enteric rotavirus dan calicivirus. Kedua jenis virus
tersebut dapat langsung menimbulkan gastroenteritis, tetapi secara
histopatologi tidak spesifik. Hanya cytomegalovirus yang dapat
menimbulkan gambaran histopatologi yang khas infeksi cytomegalovirus
pada gaster biasanya merupakan bagian dari infeksi pada banyak organ
lain, terutama pada organ muda dan imunocompromized. Jamur Candida
species, Histoplasma capsulatum dan Mukonaceae dapat menginfeksi
mukosa gaster hanya pada pasien imunocompromized. Pasien yang sistem
imunnya baik biasanya tidak dapat terinfeksi oleh jamur. Sama dengan
jamur, mukosa lambung bukan tempat yang mudah terkena infeksi
parasit.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 17


Obat anti-inflamasi nonsteroid merupakan penyebab gastropati
yang amat penting. Gastropati akibat OAINS bervariasi sangat luas, dari
hanya berupa keluhan nyeri uluhati sampai pada tukak peptik dengan
komplikasi perdarahan saluran cerna bagian atas.

Factor-faktor penyebab iritasi lambung menurut arief Mansjoer, 2001 :

Faktor agresif Faktor defensive

· Asam lambung · Mukus

· Pepsin · Bikarbonas mukosa

· AINSD · Prostaglandin
mikrosirkulasi
· Empedu

· Infeksi virus

· Infeksi bakteri ; H. pylori

· Bahan korosif; asam dan basa

III. Patofisiologi

Gambar. Patofisiologi Gastritis

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 18


1. Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya
obat-obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada
para yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV
(Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di
dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan
menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun
makananyang merangsang akan menyebabkan sel
epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengur
angi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memprotek
si mukosa lambung agar tidak ikut tercerna.

Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meni


ngkat.Respon mukosa lambung akibat penurunansekresi mukus dapat
berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan
mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa
akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi
dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri
karena prosesregenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48
jam setelah perdarahan.

2. Gastritis Kronis
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga
terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang - ulang dan terjadi
penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi
kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel
pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL.
Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambu
ng juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh
dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.

Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan perist


altik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul
kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini
juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 19


akan menyebabkan kerusakan pembuluh
darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimb
ulkan perdarahan.

IV. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis Gastritis menurut Price, Sylvia A, 2001, yaitu :

a) Gastritis akut

Dapat bervariasi dari keluhan seperti anoreksia atau mual, sampai gejala
yang lebih berat seperti nyeri epigastrium, muntah, perdarahan dan
hematomesis.

b) Gastritis kronik

Manifestasi klinik pada gastritis ini umumnya bervariasi dan tak jelas
seperti perasaan penuh, anoreksia dan adanya distress epigastrik yang tak
nyata.

V. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan


histopatologi. Sebaliknya biopsi dilakukan dengan sistematis sesuai dengan
update sydney system yang mengharuskan mencantumkan topografi.
Gambaran endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-
erosiaon, raised erosion, perdarahan, edematous rugae. Perubahan-perubahan
histopatologis selain menggambarkan perubahan morfologi sering juga dapat
menggambarkan proses yang mendasari, misalnya otoimun atau resons
adaptif mukosa lambung. Perubahan-perubahan yang terjadi berupa
degradasi epitel, hyperplasia foveolar, infiltrasi neutrofil, inflamasi sel
mononuklear, folikel limpoid, atropi, intestinal metaplasia, hyperplasia sel
endokrin, kerusakan sel parietal. Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga
menyertakan pemeriksaan kuman Helicobacter pylori.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 20


C. TUKAK PEPTIK

I. Pengertian
Tukak didefinisikan sebagai kerusakan integritas mukosa lambung
dan/atau duodenum yang menyebabkan terjadinya inflamasi lokal (Valle,
2005). Disebut tukak apabila robekan mukosa berdiameter ≥ 5 mm
kedalaman sampai submukosa dan muskularis mukosa atau secara klinis
tukak adalah hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengan
diameter ≥ 5 mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis.
Robekan mukosa < 5 mm disebut erosi dimana nekrosis tidak sampai ke
muskularis mukosa dan submukosa. Tukak peptik merujuk kepada
penyakit di salur pencernaan bagian atas yang disebabkan oleh asam dan
pepsin. Spektum penyakit tukak peptik adalah luas meliputi kerusakan
mukosa, eritema, erosi mukosa dan ulkus.

II. Etiologi
1. Infeksi Helicobacter Pylori

Sekitar 90% dari tukak duodenum dan 75 % dari tukak lambung


berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori. Helicobacter Pylori
adalah bakteri gram negatif, hidup dalam suasana asam pada
lambung/duodenum, ukuran panjang sekitar 3µm dan diameter 0,5µm,
punya ≥ 1 flagel pada salah satu ujungnya, terdapat hanya pada lapisan
mukus permukaan epitel antrum lambung, karena pada epithelium
lambung terdapat reseptor adherens in vivo yang dikenali oleh H.Pylori,
dan dapat menembus sel epitel/antar epitel.

Tiga mekanisme terjadinya tukak peptik adalah pertama dengan


memproduksi toksik yang menyebabkan kerusakan jaringan lokal.
Protease dan fospolipase menekan sekresi mukus sehingga daya tahan
mukosa menurun menyebabkan asam lambung berdifusi balik. Hal ini
menyebabkan nekrosis jaringan dan akhirnya berkomplikasi menjadi
tukak peptik. Kedua mekanisme terjadi tukak peptik dengan menginduksi

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 21


respon imun lokal pada mukos sehingga terjadi kegagalan respon
inflamasi dan reaksi imun untuk mengeliminasi bakteri ini melalui
mobilisasi melalui mediator inflamasi & sel-sel limfosit/PMN. Seterusnya,
peningkatkan level gastrin menyebabkan meningkatnya sekresi asam
lambung yang masuk ke duodenum lalu menjadi tukak duodenum.

2. Sekresi asam lambung

Normal produksi asam lambung kira-kira 20 mEq/jam. Pada penderita


tukak, produksi asam lambung dapat mencapai 40 mEq/jam.

3. Pertahanan Mukosal Lambung

NSAIDs, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain dapat menimbulkan


kerusakan pada mukosa lambung akibat difusi balik asam klorida
menyebabkan kerusakan jaringan, khususnya pada pembuluh darah.
Penggunaan NSAIDs, menghambat kerja dari enzim siklooksigenase
(COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi prostaglandin.
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada
penggunaan NSAIDs melalui 4 tahap yaitu : pertama, penurunkan sekresi
mukus dan bikarbonat yang dihasilkan oleh sel epitel pada lambung dan
duodenum menyebabkan pertahanan lambung dan duodenum menurun.
Kedua, penggunaan NSAIDs menyebabkan gangguan sekresi asam dan
proliferasi sel-sel mukosa. Ketiga, terjadi penurunan aliran darah mukosa.
Hal demikian terjadi akibat hambatan COX-1 akan menimbulkan
vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun dan terjadi nekrosis sel
epitel. Tahap keempat berlakunya kerusakan mikrovaskuler yang
diperberat oleh platelet dan mekanisme koagulasi. Hambatan pada COX-2
menyebabkan peningkatan perlekatan leukosit PMN pada endotel vaskuler
gastroduodenal dan mesentrik, dimulai dengan pelepasan protease, radikal
bebas oksigen berakibat kerusakan epitel dan endotel menyebabkan statis
aliran mikrovaskular sehingga terjadinya iskemia dan akhirnya terjadi
tukak peptik.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 22


III. Patofisiologi
Kerusakan pada mukosa gastroduodenum berpunca daripada
ketidakseimbangan antara faktor-faktor yang merusak mukosa dengan
faktor yang melindungi mukosa tersebut. Oleh sebab itu, kerusakan
mukosa tidak hanya terjadi apabila terdapat banyak faktor yang
merusakkan mukosa tetapi juga dapat terjadi apabila mekanisme proteksi
mukosa gagal. Faktor pertahanan ini antara lain adalah pembentukan dan
sekresi mukus, sekresi bikarbonat, aliran darah mukosa dan difusi kembali
ion hidrogen pada epitel serta regenerasi epitel.
Di samping kedua faktor tadi ada faktor yang merupakan faktor
predisposisi (kontribusi) untuk terjadinya tukak peptik antara lain daerah
geografis, jenis kelamin, faktor stress, herediter, merokok, obat-obatan dan
infeksi bakteria agresif. Pada pengguna NSAIDs, contohnya,
indomethacin, diclofenac, dan aspirin (terutamanya pada dosis tinggi),
kerjanya yang menghambat enzim siklooksigenase menyebabkan sintesis
prostaglandin dari asam arakidonat turut terhambat. Efek yang tidak
diinginkan pada penggunaan NSAIDs adalah penghambatan sistesis
prostaglandin secara sistemik terutama pada epitel lambung dan
duodenum sehingga melemahkan proteksi mukosa. Tukak dapat terjadi
setelah beberapa hari atau minggu penggunaan NSAIDs dan efek terhadap
hambatan aggregasi trombosit menyebabkan bahaya perdarahan pada
tukak (Silbernagl, 2000).

IV. Manifestasi Klinis


1. Nyeri abdomen seperti terbakar (dispepsia) sering terjadi di malam hari.
Nyeri biasanya terletak di area tengah epigastrium, dan sering bersifat
ritmik.
2. Nyeri yang terjadi ketika lambung kosong (sebagai contoh di malam
hari) sering menjadi tanda ulkus duodenum, dan kondisi ini adalah yang
paling sering terjadi.
3. Nyeri yang terjadi segera setelah atau selama malam adalah ulkus
gaster. Kadang, nyeri dapat menyebar ke punggung atau bahu.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 23


4. Nyeri sering hilang-timbul: nyeri sering terjadi setiap hari selama
beberapa minggu kemudian menghilang sampai periode perburukan
selanjutnya .
5. Penurunan berat badan juga biasanya menyertai ulkus gaster.
Penambahan berat badan dapat terjadi bersamaan dengan ulkus duodenum
akibat makan dapat meredakan rasa tidak nyaman.

V. Diagnosis

Sekitar 90% dari penderita mengeluh nyeri pada epigastrium, seperti


terbakar disertai mual, muntah, perut kembung, berat badan menurun,
hematemesis, melena dan anemia disebabkan erosi yg superficial atau erosi
dalam pada mukosa gastrointestinal (McPhee, 1997).

Pemeriksaan Penunjang Gold Standar adalah pemeriksaan endoskopi


saluran cerna bagian atas ( UGIE-Upper Gastrointestinal Endoscopy) dan
biopsi lambung (untuk deteksi kuman H.Pylori, massa tumor, kondisi mukosa
lambung)

1. Pemeriksaan Radiologi. Barium Meal Kontras Ganda dapat


digunakan untuk menegakkan diagnosis tukak peptik. Gambaran berupa
kawah, batas jelas disertai lipatan mukosa teratur dari pinggiran tukak.
Apabila permukaan pinggir tukak tidak teratur dicurigai ganas.

2. Pemeriksaan Endoskopi Berupa luka terbuka dengan pinggiran


teratur, mukosa licin dan normal disertai lipatan yang teratur yang keluar dari
pinggiran tukak. Gambaran tukak akibat keganasan adalah :Boorman-
I/polipoid, B-II/ulcerative, B-III/infiltrative, B-IV/linitis plastika (scirrhus)
Universitas Universitas Sumatera Sumatera Utara .Dianjurkan untuk biopsi &
endoskopi ulang 8-12 minggu setelah terapi eradikasi. Keunggulan endoskopi
dibanding radiologi adalah : dapat mendeteksi lesi kecil diameter < 0,5 cm,
dapat melihat lesi yang tertutupi darah dengan penyemprotan air,dapat
memastikan suatu tukak ganas atau jinak, dapat menentukan adanya kuman
H.Pylori sebagai penyebab tukak.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 24


D. SINDROMA DISPEPSIA

I. Pengertian

Dyspepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri


dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan. Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau
sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual,kembung, muntah, rasa
penuh, atau cepat kenyang, sendawa. Sindrom dyspepsia juga merupakan
kumpulan gejala yang sudah dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri
epigastrium, kembung, rasa penuh, serta mual-mual.

II. Etiologi

Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit


acid reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung
terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang
membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di
dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat
menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat
ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah:

- Menelan udara (aerofagi)


- Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
- Iritasi lambung (gastritis)
- Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
- Kanker lambung
- Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
- Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan
produknya)
- Kelainan gerakan usus
- Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
- Infeksi Helicobacter pylory

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 25


Penyebab dyspepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Dyspepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik


sebagai penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis,
kolesistitis dan lainnya).
b. Dyspepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non
ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.

III. Patofisiologi

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak


jelas, zat-zat seperti nikotin dan alcohol serta adanya kondisi kejiwaan
stress. Pemasukan makanan menjadi kurang dapat mengakibatkan erosi
pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung. Kondisi
Demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan
di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak
adekuat baik makanan maupun cairan.

Gambar. Patofisiologi Sindroma Dispepsia

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 26


IV. Manifestasi Klinis

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang


dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :


- Nyeri epigastrum terlokalisasi
- Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
- Nyeri saat lapar
- Nyeri episodic
2. Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti:
- Mudah kenyang
- Perut cepat terasa penuh saat makan
- Mual
- Muntah
- Upper abdominal boating
- Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dyspepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat
akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut
dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.

Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin
disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada
beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang
lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan
yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).

Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak
memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan
atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani
pemeriksaan.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 27


V. Diagnosis
Semua pasien dengan dispepsia yang persisten memerlukan
pengambilan riwayat pasien menyeluruh (anamnesis) dan pemeriksaan
fisik untuk menentukan penyebabnya. Bagi banyak pasien, diet, gaya
hidup, atau pengubahan dalam hal pengobatan dapat meringankan gejala
mereka. Karena penyebab yang mendasari keluhan dispepsia berkisar dari
kelebihan gas sampai ulkus peptikum atau pun keganasan, “gejala alarm”
harus dicari dan diselidiki ketika muncul. Anemia, penurunan berat badan,
tanda-tanda perdarahan gastrointestinal, cepat kenyang, atau disfagia harus
dievaluasi. Keluhan awal, terutama pada pasien yang lebih tua dari usia 45
tahun, atau dengan keluhan kronis yang jelas memburuk harus dievaluasi.
Tes paling akurat untuk dispepsia adalah upper endoscopy yang
memvisualisasi mukosa untuk ulkus, radang yang lain, esofagitis erosif,
atau keganasan dan pada saat yang sama juga memungkinkan dilakukan
biopsi untuk diagnosis histologis dan/ dokumentasi dari infeksi
Helicobacter pylori. Radiografi dengan pewarnaan kontras (barium)
kurang sensitif dan spesifik dibandingkan dengan upper endoscopy tetapi
dapat digunakan sebagai alternatif. Ultrasonografi pada kuadran kanan
atas dapat dilakukan jika ada kecurigaan penyakit di daerah pankreas atau
empedu sebagaimana dibuktikan oleh riwayat pasien atau melalui enzim
hati yang abnormal (Leppert dan Peipert, 2004).

2. 6 Diagnosa Kerja Pada Skenario !

 NSAID GASTROPHATY

I. Pengertian
Gastropati NSAID adalah gejala gastropati yang mengacu kepada
spektrum komplikasi saluran cerna bagian atas yang dihubungkan oleh
penggunaan obat anti inflamasi non steroid dengan durasi waktu tertentu,
dan biasanya disebabkan oleh penggunaan jangka panjang NSAID.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 28


Disebut gastropati NSAID bila terdapat kumpulan gejala-gejala gastropati
yang bervariasi seperti dispepsia, nyeri abdominal, sampai komplikasi
yang fatal seperti perforasi, ulserasi, dan perdarahan dimana gejala-gejala
tersebut tidak ditemukan sebelum menggunakan NSAID.

II. Etiologi
Resiko untuk mendapatkan efek samping NSAID tidak sama untuk
semua orang. Faktor-faktor resiko yang penting adalah usia lanjut lebih
dari 60 tahun, digunakan bersama-sama dengan steroid, riwayat pernah
mengalami efek samping NSAID, dosis tinggi atau kombinasi lebih dari
satu macam NSAID dan disabilitas. Selain itu infeksi H. Pylori juga dapat
memicu efek samping dari NSAID tersebut. Faktor lain yang mungkin
mempengaruhi efek samping NSAID adalah riwayat merokok dan
konsumsi alkohol. Menurut American Journal of Gastroenterology risiko
gastrointestinal NSAID dibagi menjadi risiko rendah (tidak ada faktor
risiko), sedang (1 atau 2 faktor risiko berupa usia di atas 65 tahun, NSAID
dosis tinggi, riwayat ulkus tidak terkomplikasi, penggunaan bersama
aspirin, kortikosteroid atau antikoagulan), tinggi (>2 faktor risiko atau
riwayat ulkus yang terkomplikasi).

III. Patofisiologi

NSAID merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu


topikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena
NSAID bersifat asam dan lipofili, sehingga mempermudah trapping ion
hidrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik
NSAID lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi
prostaglandin menurun secara bermakna. Seperti diketahui prostaglandin
merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa
lambung. Efek sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah
mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan
meningkakan epitel defensif. Ia memperkuat sawar mukosa lambung

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 29


duodenum dengan meningkatkan kadar fosfolipid mukosa sehingga
meningkatkan hidrofobisitas permukaan mukosa, dengan demikian
mengurangi difusi balik ion hidrogen.

Selain itu, prostaglandin juga menyebabkan hiperplasia mukosa


lambung duodenum (terutama di antara antrum lambung), dengan
memperpanjang daur hidup sel-sel epitel yang sehat (terutama sel-sel di
permukaan yang memproduksi mukus), tanpa meningkatkan aktivitas
proliferasi. Elemen kompleks yang melindungi mukosa gastroduodenal
merupakan prostaglandin endogenous yang disintesis di mukosa traktus
gastrointestinal bagian atas. COX (siklooksigenase) merupakan tahap
katalitisator dalam produksi prostaglandin.

Sampai saat ini dikenal ada dua bentuk COX, yakni COX-1 dan
COX-2. COX-1 ditemukan terutama dalam gastrointestinal, ginjal,
endotelin, otak dan trombosit dan berperan penting dalam pembentukan
prostaglandin dari asam arakidonat. COX-2 pula ditemukan dalam otak
dan ginjal yang juga bertanggungjawab dalam respon inflamasi.
Endotelvaskular secara terus-menerus menghasilkan vasodilator
prostaglandin E dan I yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-
1) akan timbul vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun dan
menyebabkan nekrosis epitel. Sebagian besar obat NSAID bekerja sebagai
inhibitor non selektif enzim siklooksigenase, dimana obat ini menghambat
isoenzim siklooksigenase 1 (COX-1) dan siklooksigenase 2 (COX-2).
Siklooksigenase mengkatalisis pembentukkan prostaglandin dan
tromboksan dari asam arakidonat. Asam arakidonat ini dihasilkan dari
lapisan ganda fosfolipid oleh fosfolipase A2. Prostaglandin bekerja
sebagai molekul pembawa dalam proses inflamasi.

Penghambatan COX oleh NSAID ini lebih lanjut dikaitkan dengan


perubahan produksi mediator inflamasi. Sebagai konsekuensi dari
penghambatan COX-2, terjadi sintesis leukotrien yang disempurnakan
dapat terjadi oleh shunting metabolisme asam arakidonat terhadap
jalur oxygenase. Leukotrien yang memberikan kontribusi terhadap cedera
mukosa lambung dengan mendorong iskemia jaringan dan peradangan.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 30


Peningkatan ekspresi molekul adhesi seperti molekul adhesi antar sel-1
oleh mediator pro-inflamasi seperti tumor nekrosis faktor mengarah ke
peningkatan adheren dan aktivasi neutrofil-endotel.

IV. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis bervariasi dari tanpa gejala, gejala ringan
dengan manifestasi tersering dispepsia, heartburn, abdominal discomfort,
dan nausea; hingga gejala berat seperti tukak peptik, perdarahan dan
perforasi. Keluhan lain yang biasa dirasakan pasien adalah mengalami
gangguan pada saluran pencernaan atas, berupa nafsu makan menurun,
perut kembung dan perasaan penuh di perut, mual, muntah dan
bersendawa. Jika telah terjadi pendarahan aktif dapat bermanifestasi
hematemesis dan melena.

V. Diagnosis
Diagnosis gastropati NSAID dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
dapat ditemukan gejala gastrointestinal seperti dispepsia, heartburn,
abdominal discomfort, dan nausea nafsu makan menurun, perut kembung
dan perasaan penuh di perut, mual, muntah dan bersendawa. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pada daerah epigastrium
dan dapat ditemukan distensi abdomen pada gejala yang berat.

Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan EGD


(Esofagogastroduedenoscopy) dan pemeriksaan histopatologi. Pada EGD
dapat dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil dan kadang-kadang
disertai pendarahan kecil. Lesi seperi ini dapat sembuh sendiri. Lesi yang
lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multiple, pendarahan luas dan
perforasi saluran cerna. Secara histopatologi tidak ditemukan gambaran
yang khas. Dapat dijumpai regenerasi epithelial, hiperplasi foveolar,
edema lamina propria dan ekspansi serabut otot polos ke arah mukosa.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 31


VI. Penatalaksanaan

Penanganan perlukaan mukosa karena NSAID terdiri dari penanganan


terhadap ulkus aktif dan pencegahan primer terhadap perlukaan di kemudian
hari. Rekomendasi penanganan dan pencegahan kerusakan mukosa untuk
gastropati NSAID dapat dilihat pada tabel dibawah. Idealnya, NSAID
dihentikan sebagai langkah pertama terapi ulkus. Selanjutnya, pada penderita
diberikan obat penghambat sekresi asam (penghambat H2, PPIs). Akan tetapi,
penghentian NSAID tidak selalu memungkinkan karena beratnya penyakit
yang mendasari. Penggunaan protein pump inhibitor (PPI) berhubungan
dengan penyembuhan ulkus dan mencegah relaps pada penderita yang
menggunakan NSAID jangka panjang.

Untuk pencegahan ulkus primer dapat digunakan misoprostol (4 kali


200 μg per hari) atau PPI. Penghambat H2 dosis tinggi (famotidine 2 kali 40
mg per hari) dapat dianjurkan sebagai pengganti PPI walaupun PPI seperti
omeprazole dan pantoprazole lebih superior. Penghambat COX-2 selektif,
selesoksib dan rofesoksib, nyatanya 100 kali lebih selektif dalam menghambat
COX-2 dibanding NSAID standar, tetapi penggunaannya meningkatkan
gangguan kardiovaskular. Efek pencegahan komplikasi gastrointestinal oleh
selesoksib dan rofesoksib hilang ketika digunakan bersama aspirin dosis
rendah. Oleh karena itu, terapi untuk melindungi lambung dibutuhkan pada
penderita yang menggunakan penghambat COX-2 dan aspirin.

Obat Gastroprotektif
- Misoprostol

Misoprostol adalah analog prostaglandin yang digunakan untuk


menggantikan secara lokal pembentukan prostaglandin yang dihambat
oleh NSAID. Menurut metaanalisis dilakukan oleh Koch, misoprostol
mencegah kerusakan GI: ulserasi lambung ditemukan dikurangi secara
signifikan dalam kedua penggunaan NSAID kronis dan akut, sedangkan
ulserasi duodenum berkurang secara signifikan hanya dalam pengobatan
kronis. Dalam studi aplikasi mukosa misoprostol 200 mg 4 kali sehari

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 32


terbukti mengurangi tingkat keseluruhan komplikasi NSAID sekitar 40%.
Namun, penggunaan misoprostol dosis tinggi dibatasi karena
efek samping terhadap GI. Selain itu, penggunaan misoprostol tidak
berhubungan dengan pengurangan gejala dyspepsia.

- Sucralfat dan Antasida

Selain mengurangi paparan asam pada epitel yang rusak dengan


membentuk gel pelindung (sucralfate) atau dengan netralisasi asam
lambung (antasida), kedua regimen telah ditunjukkan untuk mendorong
berbagai mekanisme gastroprotektif. Sukralfat dapat menghambat
hidrolisis protein mukosa oleh pepsin. Sukralfat masih dapat digunakan
pada pencegahan tukak akibar stress, meskipun kurang efektif. Karena
diaktivasi oleh asam, maka sukralfat digunakan pada kondisi lambung
kosong. Efek samping yang paling banyak terjadi yaitu konstipasi.
Antasida diberikan untuk menetralkan asam lambung dengan
mempertahankan PH cukup tinggi sehingga pepsin tidak diaktifkan,
sehingga mukosa terlindungi dan nyeri mereda. Preparat antasida yang
paling banyak digunakan adalah campuran dari alumunium hidroksida
dengan magnesium hidroksida. Efek samping yang sering terjadi adalah
konstipasi dan diare.

- Antagonis Reseptor H2

Dengan struktur serupa dengan histamin, antagonis reseptor H2


tersedia dalam empat macam obat yaitu simetidin, ranitidin, famotidin,
dan nizatidin. Walaupun setiap obat memiliki potensi berbeda, seluruh
obat secara bermakna menghambat sekresi asam secara sebanding dalam
dosis terapi. Tingkat penyembuhan ulkus sama ketika digunakan dalam
dosis yang tepat. Dua kali sehari dengan dosis standard dapat menurunkan
angka kejadian ulkus gaster. Selain itu, antagonis reseptor H2 dapat
menurunkan risiko tukak duodenum tetapi perlindungan terhadap tukak
lambung rendah. Dosis malam yang sesuai adalah ranitidin 300 mg,
famotidin 40 mg dan nizatidin 300 mg.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 33


- Proton Pump (H+,K+-ATPase) Inhibitors

Proton pump inhibitors merupakan pilihan komedikasi untuk


mencegah gastropati NSAID. Obat ini efektif untuk penyembuhan ulkus
melalui mekanisme penghambatan HCl, menghambat pengasaman
fagolisosom dari aktivasi neutrofil, dan melindungi sel epitel serta endotel
dari stres oksidatif melalui induksi haem oxygenase-1 (HO-1). Enzim HO-
1 adalah enzim pelindung jaringan dengan fungsi vasodilatasi, anti
inflamasi, dan antioksidan. Waktu paruh PPIs adalah 18 jam dan
dibutuhkan 2-5 hari untuk menormalkan kembali sekresi asam lambung
setelah pemberian obat dihentikan. Efikasi maksimal didapatkan pada
pemberian sebelum makan. Obat PPI menyebabkan pengurangan gejala
klinis dispepsia karena NSAID dibanding antagonis reseptor H2 maupun
miso-prostol. Lansoprazol dan misoprostol dosis penuh. secara klinis
menunjukkan efek ekuivalen. Esomeprazole 20 dan 40 mg meredakan
gejala gastrointestinal bagian atas pada penderita yang tetap menggunakan
NSAID.

Tabel. Rekomendasi Penganan Kerusakan Mukosa karena Penggunaan


NSAID

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 34


VII. Komplikasi

Jika tidak tertangani dengan baik, komplikasi gastropati OAINS dapat


muncul pada penderita. Komplikasi tersebut meliputi perdarahan gastrointestinal
(hematemesis, melena), perforasi, striktura, syok hipovolemik, dan
kematian.8 Pada gastropati NSAID, dapat terjadi ulkus, yang memiliki beberapa
komplikasi yakni:9

 Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus


peptikumadalah dua penyebab paling umum perdarahan saluran
gastrointestinal.
 Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus
kedalam rongga peritoneal tanpa disertai tanda.
 Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa lambung
kedalam struktur sekitarnya seperti pankreas, saluran bilieratau omentum
hepatik.
 Obstruksi pilorik terjadi bila area distal pada sfingter pilorik menjadi
jaringan parut dan mengeras karena spasme atau edema atau karena jaringan
parut yang terbentuk bila ulkus sembuh atau rusak.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 35


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari hasil diskusi SGD LBM I yang berjudul “Muntah dan Berak Darah”
berdasarkan keluhan yang dialami pasien dan pasien memiliki riwayat sering
meminum obat anti nyeri maka kami kelompok II mendiagnosa sementara pasien
mengalami NSAID Gastrophaty. Tetapi untuk memastikan diagnose harus
dilakukan pemeriksaan penunjang.

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 36


DAFTAR PUSTAKA

Suyata, Bustami E, Bardiman S, Bakry F. A comparison of efficacy


betweenrebamipide and omeprazole in the treatment of nsaids gastropathy. TheIndone
sian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy Vol. 5, No. 3,
December 2004; p.89-94.

Tugushi M. Nonsteroidal anti inflamatory drug (NSAID) associatedgastropathies [onli


ne]. World Medicine [cited January 28 2011]. Availablefrom:http://www.worldmedici
ne.ge/?Lang=2&level1=5&event=publication&id=39

Hirlan. Gastritis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,


SetiatiS (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.4 Jilid.I. Jakarta: PusatPenerbita
n Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. p.335-7.

Scheiman JM. Nonsteroidal antiinflamatory drug (NSAID)-induced


gastropathy.In: Kim, Karen (editor). Acute gastrointestinal bleeding; diagnosis andtrea
tment. New Jersey: Humana Press Inc. 2004. p.75-93

Becker JC, Domschke W, Pohie T. Current approaches to prevent NSAID-induced


gastropathy – COX selectivity and beyond. Br J Clin Pharmacol 58 :6.2004; p.587–
600.

Lindseth GN. Gangguan lambung dan duodenum. In: Price SA, Wilson
LM(editors). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit Ed.6 Vol.1.Jakarta:
Penerbit ECG. 2002. p.417-35.

Tarigan P. Tukak Gaster. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,Setiati
S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.4 Jilid.I. Jakarta: PusatPenerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006. p.338-48.

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit ed. 6 vol.1. EGC. Jakarta.

Warpadji Sarwono, et al, 1996, Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI

LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 37


LBM I “Muntah dan Berak Darah” Page 38

Anda mungkin juga menyukai