Anda di halaman 1dari 3

2.

1 Diagnosis

Baby blues syndrome adalah tekanan atau stress yang dialami oleh seorang
wanita pasca melahirkan karena penderita beranggapan bahwa kehadiran bayi akan
mengganggu atau merusak suatu hal dalam hidupnya seperti karier,
kecantikan/penampilan dan aktivitas rutin yang dianggap penting dalam hidupnya.
Penderita baby blues syndrome kebanyakannya adalah kalangan wanita karier, artis,
model dan wanita modern tetapi sindrom ini tidak menutup kemungkinan
menyerang pada wanita muda (pernikahan dini) dan semua wanita pasca
melahirkan(1)

Perubahan sikap yang negatif dengan kondisi emosional yang kurang terkontrol
seperti sering marah, cepat tersinggung, dan menjauh dari bayi yang baru dilahirkan,
susah tidur dan tiba-tiba sering menangis. Apabila ini tidak segera ditangani
berdampak negatif terhadap kesehatan jiwa penderita. Sindrom ini umumnya terjadi
dalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk sekitar hari
ketiga atau empat setelah persalinan. Seseorang terdiagnosis baby blues syndrome
apabila terlihat secara psikologis kejiwaannya seperti di bawah ini: (2)
 Perasaan lekas marah, cemas, khawatir ataupun was was yang
berlebihan, sedih, murung, dan sering menangis, dan perubahan suasana
hati yang cepat dari kegembiraan hingga kesedihan.
 Perasaan ketidakmampuan, misalnya dalam mengurus anak.

 Adanya perasaan putus asa


Jika pasien mengalaminya lebih dari 2 minggu, bisa jadi pasien mengalami
postpartum depression. Apabila gejala diatas tidak disadari dan lama kelamaan
tekanan atau stres yang dirasakan semakin kuat atau semakin besar maka penderita
akan mengalami depresi pasca melahirkan yang berat.
Jika telah mengalami hal ini maka diperlukan penanganan secara berkala,
gejala dari depresi tersebut adalah:
 Kelelahan yang berkepanjangan, susah tidur, dan insomnia.

 Hilangnya perasaan bahagia dan minat untuk melakukan hal-


hal yang menyenangkan.
 Tidak memperhatikan diri sendiri dan menarik diri dari keluarga dan
teman.

 Tidak memperhatikan atau bahkan perhatian yang berlebihan pada anak.

 Perasaan takut telah menyakiti anak.

 Tidak tertarik pada seks.

 Perasaan berubah-ubah dengan ekstrim, terganggu proses berpikir dan


konsentrasi.
 Kesulitan dalam membuat keputusan sederhana.

Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara
langsung postpartum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simptom
yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan depresi postpartum blues bila
memenuhi kriteria dan gejala yang ada. Kekurangan hormone thyroid yang
ditemukan pada individu yang mengalami kelelahan luar biasa (fatique) ditemukan
juga pada ibu yang mengalami postpartum blues mempunyai jumlah kadar thyroid
yang sangat rendah.(3)

Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan


pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan
beberapa kuesioner dengan alat bantu. Endinburgh Postnatal Depression Scale
(EPDS) merupakan kuesioner dengan validasi yang teruji yang dapat mengukur
intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-
pertanyaan berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah
serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada postpartum blues. Kuesiner ini
terdiri dari 10 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan memiliki 4 pilihan jawaban
yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan
yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu
dan rata rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit, nilai scoring lebih besar 12
memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis
postpartum blues. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin
dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 minggu kemudian. (3)
REFERENSI

1. Rai S, Pathak A, Sharma I. "Postpartum psychiatric disorders: Early diagnosis


and management". Indian J Psychiatry. 2015;57(Suppl 2):S216–S221.
doi:10.4103/0019-5545.161481

2. Ryan D. "Psychiatric disorders in the postpartum period". BC Med Journal.


2005; 47:100-3.

3. Debra A. Scrandis (2007) "Depression after Delivery: Risk Factors, Diagnostic


and Therapeutic Consideraions" 22 (October), pp. 1670-1682.

Anda mungkin juga menyukai