Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
E-mail: rizkianisa@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini membahas timbulan dan komposisi sampah rumah tangga pada Kampung Maruga, Tangerang
Selatan sebagai dasar usulan desain Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) terintegrasi
Bank Sampah pada kawasan ini. Metode yang digunakan yaitu SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan
dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Hasil penelitian menyatakan jumlah
timbulan sampah saat ini mencapai 0,39 kg/orang/hari. Komposisi sampah rumah tangga di Kampung Maruga
terdiri dari 65,8% organik yang berasal dari sisa makanan dan sampah kebun, 11,5% plastik, 9,2% kertas, 3,5%
tekstil, 3% adsorbent (pamper dan pembalut), 2,8% logam, 1% kaca, 0,8% kayu, 0,6% limbah B3, 0,4% karet,
0,2% limbah elektronik, 0,1% styrofoam, dan 1% lainnya. Tempat Pengolahan Sampah 3R terintegrasi bank
sampah didesain dengan kapasitas 0,835 ton/hari atau 7,7 m3/hari. Total luas minimum desain unit pengolahan
sampah mencapai 255 m2 yang terdiri dari area bank sampah, area pencacahan, area pengomposan, area
pengayakan, area penyimpanan, kantor, gudang, kamar mandi, balai serbaguna dan lahan berkebun.
Design Material Recovery Facility Reduce, Reuse, Recycle (MRF 3R) Integrated with
Waste Bank in The Settlement Area
(Case Study: Kampung Maruga, Tangerang Selatan)
Abstract
This study focuses ini the household solid waste generation and composition at Kampung Maruga, Tangerang
Selatan for the basis of design Material Recovery Facility Reduce, Reuse, Recycle (MRF 3R) with the
integration of Waste Bank in this area. The method which being used is SNI 19-3964-1994 on Methods of
Sample Collection and Measurement and The Composition of Urban Waste. The results stated the solid waste
currently are 0,39 kg/person/day. The composition of household waste in Kampung Maruga consist of 65,8%
organic which is come from food scraps and yard waste, 11,5% plastic, 9,2% paper, 3,5% textil, 3% adsorbent
(pampers and band), 2,8% metal, 1% glass, 0,8% wood, 0,6% hazardous waste, 0,4% rubber, 0,2% electronic
waste, 0,1% styrofoam, and the other 1%. Material recovery facility with the integration of waste bank is
designed with a capacity of 0,835 ton/day or 7,7 m3/day. Total area minimum of material recovery facility
design reaches 255 m2 consisting of a waste bank area, enumeration area, composting area, screening area,
storage area, office area, toilet, multi purpose couch and plantation area.
Keywords: Solid waste generation, solid waste composition, Kampung Maruga, material recovery facility, waste
bank.
Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota satelit yang berperan sebagai kota
pendukung DKI Jakarta, dimana sebagian besar penduduknya bekerja di Jakarta. Berdasarkan
data statistik Tangerang Selatan Dalam Angka (2013) jumlah penduduk Kota Tangerang
Selatan sebanyak 1.405.170 jiwa. Tata ruang Kota Tangerang Selatan berfungsi sebagai
permukiman yang mendukung perekonomian Jakarta sesuai dengan arah pengembangan kota
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008. Berdasarkan Citra Satelit Geo Eye
tahun 2010, penggunaan lahan terbesar berupa perumahan dengan luas 9.941 Ha atau 67,54%.
Sejalan dengan pertambahan penduduk, jumlah permukiman teratur seperti klaster maupun
perumahan BTN terus meningkat sehingga permukiman tradisional (perkampungan) yang
merupakan permukiman warga asli semakin terdesak.
Tingginya laju pertumbuhan penduduk Kota Tangerang Selatan yaitu sebesar 4,74%
per tahun selama periode 2000-2010 (diatas rata-rata pertumbuhan nasional sebesar 1,49%)
(Badan Pusat Statistik, 2010) akan diiringi dengan peningkatan jumlah timbulan sampah.
Pada permukiman teratur, seperti klaster atau perumahan BTN, umumnya telah memiliki
sistem pengelolaan sampah yang baik dengan jadwal pengambilan sampah teratur yang
selanjutnya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir. Sedangkan pada perkampungan
umumnya tidak memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik dan biasanya sampah dibuang
sembarang tempat.
Salah satu kampung yang terdapat di Tangerang Selatan yang akan dijadikan lokasi
penelitian adalah Kampung Maruga, dengan pertimbangan: 1) merupakan perkampungan
masyarakat lokal dengan jumlah penduduk 2.119 jiwa/624 KK (Data Administrasi Wilayah,
2012) dan belum memiliki sistem pengelolaan sampah. Menurut Standard Nasional Indonesia
(SNI) No. 3242 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah permukiman, idealnya untuk
permukiman dengan jumlah Kepala Keluarga minimal 500 KK atau 2500 jiwa memiliki satu
Tempat Pengolahan Sampah (TPS); 2) Penduduk yang ada umumnya membuang sampah
sembarang tempat; 3) Penduduknya umumnya belum sadar lingkungan karena tingkat
pendidikannya rendah (SD-SMA), 4) Daerah ini tidak termasuk cakupan pelayanan
pengangkutan sampah Dinas Kebersihan Kota Tangerang Selatan karena truk pengangkut
sulit menjangkau lokasi akibat akses jalan yang sempit serta masyarakatnya sebagian besar
berpenghasilan rendah sehingga enggan membayar retribusi pelayanan pengangkutan sampah.
Kondisi tersebut diatas mengakibatkan banyak penduduk Kampung Maruga yang
membuang sampah pada sembarang tempat seperti pada bantaran sungai yang berpotensi
Tinjauan Teoritis
Johan Silas (1993) mengatakan bahwa kampung adalah pemusatan hunian dalam
kawasan tertentu di kota yang berkembang secara swadaya. Kampung sebagai bentuk tempat
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Berikut ini adalah hasil pengukuran timbulan dan komposisi sampah di Kampung
Maruga.
Tabel 2. Jumlah Timbulan Sampah Kampung Maruga Setiap Hari Penelitian
Timbulan (kg)
hari hari hari hari hari hari hari hari
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7 ke-8
57,5 52 48,25 32,85 39,55 36,05 45,35 36,35
Sumber: Hasil Pengukuran, 2014
Selain itu pengambilan data juga dilakukan melalui kuesioner yang ditujukan untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan masyarakat terkait pengelolaan sampah dan tanggapan
masyarakat akan sistem pengelolaan yang dapat diterapkan, salah satunya yaitu bank sampah.
Penyebaran kuesioner ini dilakukan pada dua hari terakhir periode pengambilan data sampel
sampah, yaitu tepatnya pada tanggal 31 Januari 2014 hingga 1 Februari 2014.
Hasil dari kuesioner menunjukkan rata-rata sekitar 73% masyarakat telah mengetahui
jenis sampah organik dan anorganik serta pengertian 3R dan barang-barang yang dapat didaur
ulang. Kemauan masyarakat untuk turut serta mengelola sampah merupakan hal yang paling
mempengaruhi kesuksesan pengelolaan sampah. Meski selama ini sebagian besar masyarakat
tidak memilah sampahnya namun kesediaan masyarakat untuk memilah sampah di rumah
sendiri cukup tinggi yaitu 77% penduduk bersedia memilah sampahnya.
Sekitar 83% warga telah mengetahui apa yang dimaksud dengan Bank Sampah dan
manfaatnya bagi lingkungan serta masyarakat. 23% masyarakat mengetahui Bank Sampah
melalui televisi. Kemauan untuk ikut bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah dalam
meningkatkan kualitas lingkungan ditunjukkan dengan kemauan warga untuk mengelola Bank
Sampah dan ikut dalam kegiatan Bank Sampah sebagai berikut.
Pembahasan
Dari data timbulan sampah pada tabel 2 kemudian dibuat grafik timbulan sampah
sebagai berikut:
70
60 57,5
52
Berat Total (kg)
50 48,25
39,55 45,35
40
36,05 36,35
30 32,85
20
10
0
25 26 27 28 29 30 31 1
Januari Januari Januari Januari Januari Januari Januari Februari
2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014
Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu
1 2 3 4 5 6 7 8
Dari grafik diatas dapat dilihat perubahan timbulan sampah di Kampung Maruga
selama 8 hari penelitian. Total berat timbulan sampah terbesar adalah 57,5 kg/hari yang
terjadi di hari ke-1 pengukuran. Hal ini terjadi karena di hari pertama pengumpulan sampah,
banyak masyarakat yang mengikutsertakan sampah yang dihasilkan di hari-hari sebelumnya,
dimana sampah tersebut belum sempat dibuang ke tempat pembuangan sampah ataupun
dibakar, sehingga jumlah timbulan tersebut tidak hanya menggambarkan jumlah timbulan di
10
Logam;%2,81
Adsorbent; 2,98 %
Tekstil; 3,45 %
Kertas; 9,21%
Sisa makanan dan sampah kebun (sampah organik) merupakan komponen penyusun
limbah padat terbesar di Kampung Maruga (66%). Disusul oleh plastik, yang menyusun 12%
dari limbah padat. Berikutnya diisi oleh kertas (9%), tekstil (3%), adsorbent atau pamper dan
pembalut (3%), logam (3%), kaca (1%), dan sampah lainnya (1%). Sedangkan adalah kayu,
limbah berbahaya dan beracun (B3) yang terdiri dari baterai dan obat-obatan kimia, karet,
limbah elektronik, dan styrofoam yang masing-masingnya menyusun < 1% limbah padat di
11
12
13
Untuk mendesain tata letak TPS, terlebih dahulu dihitung neraca keseimbangan
massa (mass balance) dengan menggunakan data timbulan dan komposisi sampah. Dari
neraca massa dapat diketahui kuantitas sampah pada setiap kegiatan pengolahan sampah di
TPS, sehingga dapat dilakukan perancangan tata letak TPS. Pembuatan neraca keseimbangan
14
Pada dasarnya sebuah TPS terbagi menjadi tiga bagian area utama yaitu area tipping
floor, area pemrosesan, dan area penyimpanan. Namun, area tipping floor pada TPS ini bukan
merupakan area penghamparan sampah yang telah dikumpulkan oleh armada pengangkut
melainkan berwujud area bank sampah. Area bank sampah ini memiliki fungsi yang sama
dengan area tipping floor yaitu menerima sampah yang datang ke TPS. Area pemrosesan
merupakan area pemrosesan sampah organik menjadi kompos. Area pemrosesan ini terbagi
menjadi area pencacahan, area pengomposan, dan area pengayakan kompos. Sampah
anorganik yang telah terkumpul akan ditempatkan di area penyimpanan. Berikut ini
merupakan luas masing-masing area pada TPS 3R.
1. Bank sampah ini terdiri dari dua area yaitu area pencatatan dan penimbangan.
Area pencatatan dan penimbangan masing-masingnya memiliki luas 4 m2
2. Luas area pencacahan merupakan luas yang diperlukan untuk mesin pencacah
dan menyediakan ruang gerak bagi petugas pencacah. Sehingga, luas area
pencacahan merupakan luas mesin pencacah yang masing-masing sisinya
15
16
Keterangan:
1. Area pencatatan Bank Sampah
2. Area penimbangan Bank Sampah
3. Area pencacahan
4. Area pengomposan
5. Area pengayakan kompos
6. Area penyimpanan sampah anorganik
7. Gudang
8. Bak residu
9. Kamar mandi
10. Kantor
11. Balai serbaguna
12. Lahan berkebun
13. Lahan parkir
17
Kesimpulan
18
Saran
Agar pengelolaan TPS 3R yang terintegrasi dengan Bank Sampah dapat terlaksana
dengan baik dan berkelanjutan, penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Melakukan kegiatan sosialisasi secara rutin dan bertahap kepada warga
Kampung Maruga mengenai pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah (TPS
3R) terintegrasi Bank Sampah yang akan diterapkan
2. Menerapkan dan melakukan uji coba sistem bank sampah terlebih dahulu
dengan melibatkan partisipasi aktif warga Kampung Maruga
3. Perlu adanya monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengelolaan
sampah untuk mendapatkan umpan balik (feed back) guna penyempurnaan
pengelolaan sampah yang ada
4. Replikasi di daerah permukiman lainnya dapat dilakukan dengan kapasitas
yang disesuaikan dengan volume sampah dan ketersediaan lahan yang ada
serta karakteristik masyarakat setempat.
Daftar Referensi
19
20