Anda di halaman 1dari 20

DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE, REUSE,

RECYCLE (TPS 3R) TERINTEGRASI BANK SAMPAH PADA


KAWASAN PERKAMPUNGAN (STUDI KASUS: KAMPUNG MARUGA,
TANGERANG SELATAN)

Rizki Anisa, Djoko M. Hartono dan El Khobar Muhaemin Nazech

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

E-mail: rizkianisa@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini membahas timbulan dan komposisi sampah rumah tangga pada Kampung Maruga, Tangerang
Selatan sebagai dasar usulan desain Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) terintegrasi
Bank Sampah pada kawasan ini. Metode yang digunakan yaitu SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan
dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Hasil penelitian menyatakan jumlah
timbulan sampah saat ini mencapai 0,39 kg/orang/hari. Komposisi sampah rumah tangga di Kampung Maruga
terdiri dari 65,8% organik yang berasal dari sisa makanan dan sampah kebun, 11,5% plastik, 9,2% kertas, 3,5%
tekstil, 3% adsorbent (pamper dan pembalut), 2,8% logam, 1% kaca, 0,8% kayu, 0,6% limbah B3, 0,4% karet,
0,2% limbah elektronik, 0,1% styrofoam, dan 1% lainnya. Tempat Pengolahan Sampah 3R terintegrasi bank
sampah didesain dengan kapasitas 0,835 ton/hari atau 7,7 m3/hari. Total luas minimum desain unit pengolahan
sampah mencapai 255 m2 yang terdiri dari area bank sampah, area pencacahan, area pengomposan, area
pengayakan, area penyimpanan, kantor, gudang, kamar mandi, balai serbaguna dan lahan berkebun.

Design Material Recovery Facility Reduce, Reuse, Recycle (MRF 3R) Integrated with
Waste Bank in The Settlement Area
(Case Study: Kampung Maruga, Tangerang Selatan)

Abstract

This study focuses ini the household solid waste generation and composition at Kampung Maruga, Tangerang
Selatan for the basis of design Material Recovery Facility Reduce, Reuse, Recycle (MRF 3R) with the
integration of Waste Bank in this area. The method which being used is SNI 19-3964-1994 on Methods of
Sample Collection and Measurement and The Composition of Urban Waste. The results stated the solid waste
currently are 0,39 kg/person/day. The composition of household waste in Kampung Maruga consist of 65,8%
organic which is come from food scraps and yard waste, 11,5% plastic, 9,2% paper, 3,5% textil, 3% adsorbent
(pampers and band), 2,8% metal, 1% glass, 0,8% wood, 0,6% hazardous waste, 0,4% rubber, 0,2% electronic
waste, 0,1% styrofoam, and the other 1%. Material recovery facility with the integration of waste bank is
designed with a capacity of 0,835 ton/day or 7,7 m3/day. Total area minimum of material recovery facility
design reaches 255 m2 consisting of a waste bank area, enumeration area, composting area, screening area,
storage area, office area, toilet, multi purpose couch and plantation area.

Keywords: Solid waste generation, solid waste composition, Kampung Maruga, material recovery facility, waste
bank.

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


Pendahuluan

Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota satelit yang berperan sebagai kota
pendukung DKI Jakarta, dimana sebagian besar penduduknya bekerja di Jakarta. Berdasarkan
data statistik Tangerang Selatan Dalam Angka (2013) jumlah penduduk Kota Tangerang
Selatan sebanyak 1.405.170 jiwa. Tata ruang Kota Tangerang Selatan berfungsi sebagai
permukiman yang mendukung perekonomian Jakarta sesuai dengan arah pengembangan kota
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008. Berdasarkan Citra Satelit Geo Eye
tahun 2010, penggunaan lahan terbesar berupa perumahan dengan luas 9.941 Ha atau 67,54%.
Sejalan dengan pertambahan penduduk, jumlah permukiman teratur seperti klaster maupun
perumahan BTN terus meningkat sehingga permukiman tradisional (perkampungan) yang
merupakan permukiman warga asli semakin terdesak.
Tingginya laju pertumbuhan penduduk Kota Tangerang Selatan yaitu sebesar 4,74%
per tahun selama periode 2000-2010 (diatas rata-rata pertumbuhan nasional sebesar 1,49%)
(Badan Pusat Statistik, 2010) akan diiringi dengan peningkatan jumlah timbulan sampah.
Pada permukiman teratur, seperti klaster atau perumahan BTN, umumnya telah memiliki
sistem pengelolaan sampah yang baik dengan jadwal pengambilan sampah teratur yang
selanjutnya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir. Sedangkan pada perkampungan
umumnya tidak memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik dan biasanya sampah dibuang
sembarang tempat.
Salah satu kampung yang terdapat di Tangerang Selatan yang akan dijadikan lokasi
penelitian adalah Kampung Maruga, dengan pertimbangan: 1) merupakan perkampungan
masyarakat lokal dengan jumlah penduduk 2.119 jiwa/624 KK (Data Administrasi Wilayah,
2012) dan belum memiliki sistem pengelolaan sampah. Menurut Standard Nasional Indonesia
(SNI) No. 3242 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah permukiman, idealnya untuk
permukiman dengan jumlah Kepala Keluarga minimal 500 KK atau 2500 jiwa memiliki satu
Tempat Pengolahan Sampah (TPS); 2) Penduduk yang ada umumnya membuang sampah
sembarang tempat; 3) Penduduknya umumnya belum sadar lingkungan karena tingkat
pendidikannya rendah (SD-SMA), 4) Daerah ini tidak termasuk cakupan pelayanan
pengangkutan sampah Dinas Kebersihan Kota Tangerang Selatan karena truk pengangkut
sulit menjangkau lokasi akibat akses jalan yang sempit serta masyarakatnya sebagian besar
berpenghasilan rendah sehingga enggan membayar retribusi pelayanan pengangkutan sampah.
Kondisi tersebut diatas mengakibatkan banyak penduduk Kampung Maruga yang
membuang sampah pada sembarang tempat seperti pada bantaran sungai yang berpotensi

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


mengakibatkan pendangkalan, penyumbatan serta pencemaran air sungai. Untuk itu, kawasan
perkampungan perlu difasilitasi dalam pengelolaan sampah sedekat mungkin dengan tempat
tinggal penduduk. Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pembangunan Bidang Persampahan
dilaksanakan antara lain melalui pembangunan industri kecil daur ulang sampah di suatu
kawasan dengan mengutamakan peran aktif masyarakat. Industri kecil daur ulang ini dapat
berupa Tempat Pengolahan Sampah (TPS) dengan desain yang sesuai dengan timbulan dan
karakteristik sampah yang ada, dimana pengelolaannya mengutamakan peran serta
masyarakat melalui bank sampah yang terintegrasi dengan TPS. Pendekatan melalui TPS
lebih tepat dibanding sistem lainnya karena TPS selain dapat menyelesaikan masalah
timbunan sampah, juga dapat memberikan manfaat langsung secara ekonomi melalui
penjualan kompos dan material lain seperti plastik, logam, kaca, dan sebagainya yang bernilai
ekonomi tinggi. Manfaat lain dengan adanya TPS akan meningkatkan kualitas lingkungan
kawasan melalui pengelolaan sampah yang lebih baik dan ramah lingkungan.
Dalam pengelolaan TPS diperlukan pemilahan sampah di sumber terlebih dahulu,
untuk memudahkan pemrosesan selanjutnya. Melalui integrasi TPS dengan Bank Sampah
diharapkan akan meningkatkan kinerja TPS. Pengelolaan sampah yang baik melalui
pemberdayaan masyarakat akan memberikan pembelajaran bagi masyarakat agar turut
bertanggung jawab dalam penanganan sampah yang ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan
UU N0.18 Tahun 2008 dimana kebijakan pengelolaan sampah yang hanya bertumpu pada
pendekatan kumpul-angkut-buang dengan mengandalkan (Tempat Pemrosesan Akhir) TPA
harus diubah dengan pendekatan reduce at source dan resource recycle melalui penerapan 3R.
Pada perancangan Tempat Pengolahan Sampah diperlukan data mengenai timbulan
sampah berikut komposisinya untuk menentukan pengolahan yang dapat dilakukan serta
kapasitas TPS yang dibutuhkan. Maka, adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengukur jumlah timbulan sampah per orang per hari di Kampung Maruga
2. Mengukur persentase jenis komposisi sampah per hari di Kampung Maruga
3. Merancang desain Tempat Pengolahan Sampah serta proses pengolahan yang
dapat diterapkan guna mengurangi timbulan sampah pada Kampung Maruga.

Tinjauan Teoritis

Johan Silas (1993) mengatakan bahwa kampung adalah pemusatan hunian dalam
kawasan tertentu di kota yang berkembang secara swadaya. Kampung sebagai bentuk tempat

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


yang tradisional dari masyarakat lokal terhadap pembangunan perkotaan di Indonesia yang
telah tumbuh secara alami dan bertahap (Kenworthy, 1997). Namun, proses tersebut
berlangsung tanpa perencanaan, bimbingan atau peraturan pemerintah yang sesuai dengan
kode bangunan setempat. Proses pembangunan kampung juga cenderung kurang akan
penyediaan layanan yang terkoordinasi. Perkembangan pembangunan kampung dilakukan
secara bertahap walaupun sering memanfaatkan lahan yang tidak cocok untuk menjadi tempat
pemukiman (Sihombing, 2010). Sehingga seringkali memicu berbagai permasalahan
lingkungan salah satunya yaitu permasalahan sampah.
Sampah atau limbah padat adalah material yang sudah tidak mempunyai nilai lagi
atau tidak dapat digunakan lagi (Tchobanoglous, 1993). Menurut Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 33 Tahun 2010 tentang pedoman pengelolaan sampah, sampah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat yang terdiri atas
sampah rumah tangga maupun sampah sejenis sampah rumah tangga. Sampah rumah tangga
adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang sebagian
besar terdiri dari sampah organik, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Timbulan sampah
dapat diperoleh dengan sampling (estimasi) berdasarkan standar yang sudah tersedia salah
satunya mengukur langsung satuan timbulan sampah dari sejumlah sampel (rumah tangga dan
non-rumah tangga) yang ditentukan secara random-proposional di sumber selama 8 hari
berturut-turut (SNI 19-3964-1994). Beberapa studi memberikan angka timbulan sampah kota
di Indonesia berkisar antara 2-3 liter/orang/hari dengan komposisi sampah organik 70-80%
(Damanhuri dan Padmi, 2010). Besar timbulan sampah berdasarkan komponen sumber
sampah dalam SNI 19-3983-1995 tentang spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan
kota sedang di Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Sampah
Komponen Sumber Volume Berat
No Satuan
Sampah (liter) (kg)
1 Rumah permanen per orang/hari 2,25-2,50 0,35-0,40
2 Rumah semi permanen per orang/hari 2,00-2,25 0,30-0,35
3 Rumah non permanen per orang/hari 1,75-2,00 0,25-0,30
4 Kantor per pegawai/hari 0,50-0,75 0,025-0,10
5 Toko/ruko per petugas/hari 2,50-3,00 0,15-0,35
6 Sekolah per murid/hari 0,10-0,15 0,01-0,02
7 Jalan arteri sekunder per meter/hari 0,10-0,15 0,02-0,1
8 Jalan kolektor sekunder per meter/hari 0,10-0,15 0,01-0,05
2
9 Jalan lokal per meter /hari 0,05-0,1 0,005-0,025
10 Pasar per meter/hari 0,20-0,60 0,1-0,3
Sumber: SNI 19-3983-1995

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2010 tentang pedoman
pengelolaan sampah, pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi perencanaan, pengurangan, dan penanganan sampah.
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya menyatakan bahwa peran serta
masyarakat pada pengelolaan sampah selain dalam hal membayar retribusi kebersihan adalah
diharapkan untuk memilah, mengolah sendiri, memberi kepada yang membutuhkan,
menyerahkan kepada pengelola, dan menyediakan wadah terpisah. Sistem Pengelolaan
Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM) dicirikan oleh adanya keterlibatan masyarakat
penggunanya dalam kegiatan perencanaan dan pengoperasian sistem tersebut (AMPL, 2008).
Salah satu komponen pokok dalam pengelolaan sampah mandiri dan produktif berbasis
masyarakat adalah terdapat fasilitas pendukung untuk pengelolaan sampah skala kawasan
berupa area kerja pengelolaan sampah yang disebut Tempat Pengolahan Sampah dengan
prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang disingkat menjadi TPS 3R atau di negara lain
disebut dengan Material Recovery Facility (MRF). Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan
Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga, TPS 3R adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan,
pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang skala kawasan. TPS 3R harus memenuhi
persayaratan teknis sebagai berikut: 1) Luas TPS 3R, lebih besar dari 200 m2; 2) Tersedia
sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah; 3) TPS
3R dilengkapi dengan ruang pemilahan, pengomposan sampah organik, dan/atau unit
penghasil gas bio, gudang, zona penyangga, dan tidak mengganggu estetika serta lalu lintas;
4) Jenis pembangunan penampung sisa pengolahan sampah di TPS 3R bukan merupakan
wadah permanen; 5) Penempatan lokasi TPS 3R sedekat mungkin dengan daerah pelayanan
dalam radius tidak lebih dari 1 km; 6) Luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan; 6)
Lokasinya mudah diakses; 8) Tidak mencemari lingkungan; dan 9) Memiliki jadwal
pengumpulan dan pengangkutan. Pengoperasian TPS 3R meliputi kegiatan: 1) Penampungan
sampah; 2) Pemilahan sampah; 3) Pengolahan sampah organik; 4) Pendaur ulangan sampah
non organik; 5) Pengelolaan sampah spesifik rumah tangga dan B3 sesuai dengan ketentuan
yang berlaku; 6) Pengumpulan sampah residu ke dalam container untuk diangkut ke TPA
sampah.
Pengolahan sampah organik dapat dilakukan melalui komposting. Komposting
merupakan upaya mengolah sampah organik melalui proses pembusukan yang terkontrol atau
terkendali (USAID). Warrell (2008) memaparkan asas pengomposan yaitu mikroorganisme

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


mengekstrak energi dari unsur organik melalui reaksi eksoterm yang memecah material
menjadi material yang lebih sederhana. Komposting skala domestik diantaranya dapat
dilakukan dengan 1) windrow; 2) Aerated static pile; 3) In-vessel. Metode windrow
merupakan metode yang paling mudah dan murah untuk diterapkan (USAID).
Keberadaan TPS 3R dapat diintegrasikan dengan sistem pengelolaan sampah berbasis
masyarakat seperti Bank Sampah (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia
Nomor 03/PRT/M/2013). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integrasi sebagai
kata benda merupakan pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat, sebagai kata
kerja yaitu mengintegrasikan artinya adalah menggabungkan; menyatukan, dan berintegrasi
artinya adalah berpadu (bergabung supaya menjadi kesatuan yang utuh). Arti kata bank adalah
tempat menyimpan sementara, dan bank sampah adalah tempat menyimpan sementara
sampah untuk dipisahkan sesuai macamnya (Juliandoni, 2013). Bank sampah adalah salah
satu strategi penerapan 3R dalam pengelolaan sampah di tingkat masyarakat (Kementerian
Lingkungan Hidup, 2012). Selain itu, masyarakat dapat memperoleh tambahan penghasilan
atas kegiatan penghasilan atas kegiatan menabung sampah yang dihasilkannya (Suwerda dan
Yamtana, 2009). Bank sampah dalam suatu kota juga mempunyai peranan penting dalam
meraih gelar adipura, karena penilaian tersebut melihat sejauh mana masyarakat kotanya
dalam mengelola sampah rumah tangganya sendiri. Manfaat lain dari bank sampah adalah
mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar sehingga mampu mengurangi angka
pengangguran (Juliandoni, 2013). Alur kerja bank sampah adalah sebagai berikut: 1) Pilah
sampah sesuai jenis dari rumah; 2) Setorkan ke bank sampah; 3) Registrasi/pendaftaran; 4)
Sampah ditimbang; 5) Dicatat dan dibukukan; 6) Nasabah menerima buku tabungan; 7)
Sampah diangkut oleh pengepul.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian ini dilakukan


pengukuran jumlah timbulan sampah dan persentase jenis komposisi sampah sebagai input
bagi rancangan Tempat Pengolahan Sampah. Variabel penelitian yaitu: 1) Jumlah timbulan
sampah per orang dalam satu hari di Kampung Maruga; 2) Persentase jenis komposisi sampah
dalam satu hari di Kampung Maruga; 3) Rancangan Tempat Pengolahan Sampah 3R
Terintegrasi Bank Sampah yang dapat diterapkan pada Kampung Maruga. Penelitian
dilakukan di Kampung Maruga yang terletak di Kelurahan Serua, Kecamatan Ciputat, Kota
Tangerang Selatan. Luas Kampung Maruga adalah sebesar ± 0,5 km2. Kampung Maruga

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


terdiri dari satu Rukun Warga yaitu RW 04 yang terdiri dari 7 Rukun Tetangga (RT) dengan
624 Kepala Keluarga (KK) didalamnya. Penduduk tahun 2012 berjumlah 2.139 jiwa dan
tahun 2010 berjumlah 2.091 jiwa. Lokasi ini merupakan salah satu perkampungan padat
penduduk yang belum memiliki sistem pengelolaan sampah dimana sampah dibuang ke lahan
kosong ataupun dibakar.
Metode yang digunakan untuk mengukur jumlah timbulan dan persentase jenis
komposisi sampah di Kampung Maruga yaitu pengamatan langsung atau observasi dengan
teknik pengambilan sampel SNI 19-3964-1994. Sedangkan dalam membuat rancangan
Tempat Pengolahan Sampah (TPS) pada Kampung Maruga dilakukan berdasarkan analisis
hasil timbulan dan komposisi sampah serta hasil kuesioner. Kuesioner ini diperlukan untuk
mendukung usulan alternatif pengelolaan sampah yang akan diajukan untuk masyarakat di
Kampung Maruga. Melalui penyebaran kuesioner dapat diketahui kemauan penghuni untuk
berpartisipasi dalam sistem pengelolaan sampah yang akan diajukan. Penyebaran kuesioner
dilakukan terhadap responden yang berasal dari sampel penelitian pengukuran timbulan
limbah padat agar dapat menunjukkan korelasi data kuesioner dengan data timbulan dan
komposisi sampah.
Penentuan ukuran sampel dihitung dengan Rumus Slovin. Rumus ini digunakan
karena ukuran populasi diketahui. Populasi penelitian adalah seluruh penduduk di Kampung
Maruga. Dari hasil perhitungan dengan tingkat kepercayaan 80%, didapat total sampel rumah
yang harus diambil sampahnya adalah 34 Kepala Keluarga (KK). Teknik sampling yang
digunakan adalah pengambilan sampel probabilitas/acak yaitu suatu metode pemilihan
sampel, dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi
anggota sampel. Namun, untuk pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified random
sampling yaitu teknik pengambilan sampel sederhana dimana sampel diambil berdasarkan
tingkatan yang ada dalam populasi. Karena data pendapatan penduduk sulit didapat, maka
tingkatan yang digunakan adalah tingkatan luas rumah yang dianggap dapat mewakili tingkat
ekonomi masyarakat. Tingkatan luas rumah di Kampung Maruga dibagi menjadi tiga kategori
berdasarkan SNI 3242:2008 tentang pengelolaan sampah di permukiman. Berdasarkan
persentase dari jumlah tiap kategori rumah dikalikan dengan jumlah sampel yang telah
ditentukan, didapatkan jumlah sampel dari masing-masing kategori adalah sebagai berikut 1)
< 36 m2 sebanyak 17 rumah; 2) 36-45 m2 sebanyak 14 rumah; 3) > 54 m2 sebanyak 3 rumah
dengan total 34 KK yang terdiri dari 130 penduduk.
Berdasarkan SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran
Contoh Timbulan dan Komposisi Limbah Padat Perkotaan, sampel sampah rumah tangga

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


diambil secara langsung dari sumber yaitu rumah penduduk. Pengambilan data penelitian atau
sampel dilakukan selama 8 hari beturut-turut mulai dari hari Sabtu, tanggal 25 Januari 2014,
hingga hari Sabtu, tanggal 1 Februari 2014 dan dilaksanakan dalam musim hujan.
Pengambilan data yang dilakukan adalah pengukuran timbulan sampah dan pengukuran
komposisi sampah. Peralatan yang dibutuhkan dalam proses pengambilan dan pengukuran
sampel antara lain: 1) Alat pengambil contoh berupa kantung plastik; 2) Alat pengukur
volume contoh berupa kotak berukuran 40 L, yang dilengkapi dengan skala tinggi; 3)
Timbangan; 4) Perlengkapan berupa alat pemindah (seperti sekop) dan sarung tangan. Metode
pengukuran yang digunakan yaitu sampah terkumpul diukur volumenya dengan wadah
pengukur 40 liter dan ditimbang beratnya dan dicatat, kemudian dipisahkan berdasarkan
komponen komposisi sampah, ditimbang berat masing-masing komponen dan dicatat
beratnya.
Dari data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan, yaitu data mengenai
timbulan dan komposisi sampah yang dihasilkan di Kampung Maruga serta hasil kuesioner,
maka akan dibuat rancangan Tempat Pengolahan Sampah Terintegrasi Bank Sampah yang
dapat diterapkan guna mengurangi timbulan sampah pada Kampung Maruga.

Hasil Penelitian

Berikut ini adalah hasil pengukuran timbulan dan komposisi sampah di Kampung
Maruga.
Tabel 2. Jumlah Timbulan Sampah Kampung Maruga Setiap Hari Penelitian
Timbulan (kg)
hari hari hari hari hari hari hari hari
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7 ke-8
57,5 52 48,25 32,85 39,55 36,05 45,35 36,35
Sumber: Hasil Pengukuran, 2014

Tabel 3. Persentase Komposisi Sampah Kampung Maruga


No Komponen Berat Rata-rata Persentase (%)
1 Plastik 4,91 11,47
2 Kertas 3,94 9,21
3 Adsorbent 1,27 2,98
4 Logam 1,20 2,81
5 B3 0,26 0,62
6 Kaca 0,44 1,02
7 Elektronik 0,09 0,21
Sumber: Hasil Pengukuran, 2014

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


Tabel 4. Persentase Komposisi Sampah Kampung Maruga (Lanjutan)
No Komponen Berat Rata-rata Persentase (%)
8 Tekstil 1,47 3,45
9 Styrofoam 0,06 0,13
10 Karet 0,19 0,44
11 Kayu 0,36 0,84
Sisa Makanan & Sampah
12 28,14 65,81
Kebun
13 Lainnya 0,43 1,00
Total 42,76 100,00
Sumber: Hasil Pengukuran, 2014

Selain itu pengambilan data juga dilakukan melalui kuesioner yang ditujukan untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan masyarakat terkait pengelolaan sampah dan tanggapan
masyarakat akan sistem pengelolaan yang dapat diterapkan, salah satunya yaitu bank sampah.
Penyebaran kuesioner ini dilakukan pada dua hari terakhir periode pengambilan data sampel
sampah, yaitu tepatnya pada tanggal 31 Januari 2014 hingga 1 Februari 2014.
Hasil dari kuesioner menunjukkan rata-rata sekitar 73% masyarakat telah mengetahui
jenis sampah organik dan anorganik serta pengertian 3R dan barang-barang yang dapat didaur
ulang. Kemauan masyarakat untuk turut serta mengelola sampah merupakan hal yang paling
mempengaruhi kesuksesan pengelolaan sampah. Meski selama ini sebagian besar masyarakat
tidak memilah sampahnya namun kesediaan masyarakat untuk memilah sampah di rumah
sendiri cukup tinggi yaitu 77% penduduk bersedia memilah sampahnya.
Sekitar 83% warga telah mengetahui apa yang dimaksud dengan Bank Sampah dan
manfaatnya bagi lingkungan serta masyarakat. 23% masyarakat mengetahui Bank Sampah
melalui televisi. Kemauan untuk ikut bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah dalam
meningkatkan kualitas lingkungan ditunjukkan dengan kemauan warga untuk mengelola Bank
Sampah dan ikut dalam kegiatan Bank Sampah sebagai berikut.

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


Tanggapan Terhadap Ajakan Pengelolaan Bank
Sampah
10% Merasa tertarik dengan keuntungan
yang didapat dan ingin mencari
informasi mengenai pengelolaan
Bank Sampah
45% Merasa tertarik dan ingin ikut dalam
kegiatan pengelolaan Bank Sampah
45%
Tidak mau ikut dalam pengelolaan
Bank Sampah

Gambar 1. Persentase Tanggapan Masyarakat Terhadap Ajakan Pengelolaan Bank Sampah


Sumber: Hasil Kuesioner, 2014

Pembahasan

Dari data timbulan sampah pada tabel 2 kemudian dibuat grafik timbulan sampah
sebagai berikut:
70
60 57,5
52
Berat Total (kg)

50 48,25
39,55 45,35
40
36,05 36,35
30 32,85
20
10
0
25 26 27 28 29 30 31 1
Januari Januari Januari Januari Januari Januari Januari Februari
2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014
Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu
1 2 3 4 5 6 7 8

Gambar 2. Grafik Berat Timbulan Sampah Per Hari


Sumber: Hasil Pengolahan, 2014

Dari grafik diatas dapat dilihat perubahan timbulan sampah di Kampung Maruga
selama 8 hari penelitian. Total berat timbulan sampah terbesar adalah 57,5 kg/hari yang
terjadi di hari ke-1 pengukuran. Hal ini terjadi karena di hari pertama pengumpulan sampah,
banyak masyarakat yang mengikutsertakan sampah yang dihasilkan di hari-hari sebelumnya,
dimana sampah tersebut belum sempat dibuang ke tempat pembuangan sampah ataupun
dibakar, sehingga jumlah timbulan tersebut tidak hanya menggambarkan jumlah timbulan di

10

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


hari tersebut. Kemudian jumlah timbulan cenderung menurun di hari berikutnya, hal ini
terjadi karena banyak masyarakat yang beraktivitas di luar rumah pada hari kerja. Namun, di
hari Jumat tanggal 31 Januari 2014 jumlah timbulan sampah meningkat cukup signifikan. Hal
ini terjadi akibat di tanggal 31 Januari 2014 jatuh sebagai Tahun Baru Imlek yang merupakan
hari libur nasional, maka banyak rumah tangga yang mempersiapkan banyak hidangan di hari
Kamis, akibatnya jumlah sampah yang dikumpulkan di hari Jumat pagi pun meningkat. Pada
hari Minggu berat sampah tinggi juga dikarenakan masyarakat cenderung untuk
menghabiskan waktu di rumah sebelum beraktivitas kembali di hari Senin.
Berikut ini merupakan grafik persentase komposisi sampah di Kampung Maruga
berdasarkan data pada Tabel 3.

Logam;%2,81
Adsorbent; 2,98 %
Tekstil; 3,45 %

Kertas; 9,21%

Plastik; 11,47% Sisa Makanan &


Sampah Kebun ;
65,81 %

Gambar 3. Persentase Komposisi Sampah Kampung Maruga


Sumber: Hasil Pengolahan, 2014

Sisa makanan dan sampah kebun (sampah organik) merupakan komponen penyusun
limbah padat terbesar di Kampung Maruga (66%). Disusul oleh plastik, yang menyusun 12%
dari limbah padat. Berikutnya diisi oleh kertas (9%), tekstil (3%), adsorbent atau pamper dan
pembalut (3%), logam (3%), kaca (1%), dan sampah lainnya (1%). Sedangkan adalah kayu,
limbah berbahaya dan beracun (B3) yang terdiri dari baterai dan obat-obatan kimia, karet,
limbah elektronik, dan styrofoam yang masing-masingnya menyusun < 1% limbah padat di

11

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


Kampung Maruga. Sisa makanan banyak menyusun komposisi sampah di Kampung Maruga
karena sebagian besar masyarakat memiliki usaha makanan.
Berdasarkan hasil pengukuran selama 8 hari berturut-turut, berat jenis rata-rata
timbulan sampah di Kampung Maruga adalah 108,51 kg/m3. Timbulan sampah per orang per
hari di Kampung Maruga adalah 0,39 kg/orang/hari. Sedangkan timbulan sampah per orang
per hari dalam satuan (m3/orang/hari) adalah 0,00359. Berdasarkan SNI 19-3983-1995 (Tabel
2), apabila pengamatan lapangan belum tersedia, untuk menghitung besaran sistem pada kota
sedang dan kecil dapat digunakan angka timbulan sampah 2-2,5 L/orang/hari atau 0,25-0,4
kg/orang/hari. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat timbulan limbah padat di
Kampung Maruga adalah sebesar 0,39 kg/orang/hari dengan volume 3,59 L/orang/hari. Dari
perbandingan tersebut, dapat diketahui bahwa berat timbulan di Kampung Maruga sesuai
dengan SNI 19-3983-1995 mengenai timbulan limbah padat di kota sedang namun memiliki
volume yang lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kampung Maruga
menghasilkan timbulan limbah padat yang cukup besar di banding rata-rata masyarakat di
kota sedang.
Potensi reduksi sampah dapat dilihat dari komposisi penyusun sampah di suatu
wilayah. Berdasarkan data komposisi yang dihasilkan dari penelitian pengukuran timbulan
yang dilakukan, sampah penyusun timbulan di Kampung Maruga didominasi sampah organik
yang berupa sisa makanan dan sampah anorganik yang masih dapat dimanfaatkan juga tidak
sedikit jumlahnya. Sampah anorganik masih memiliki nilai ekonomi. Sampah yang dihasilkan
oleh warga Kampung Maruga sangat berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi kompos dan
barang daur ulang. Berdasarkan data jumlah masing-masing komposisi yang telah diukur
sebelumnya, maka dapat diketahui berat dan volume sampah menurut potensi
pemanfaatannya. Dengan demikian Kampung Maruga memiliki potensi reduksi sampah
melalui komposting dan daur ulang sebesar 96% dari total timbulan sampah. Melihat potensi
bahan anorganik yang cukup tinggi yaitu 30% maka dapat dikembangkan sebagai bank
sampah untuk menarik minat masyarakat memilah sampah sejak di sumber.
Kampung Maruga dihuni oleh 2139 penduduk. Sehingga, total berat dan volume
sampah yang dihasilkan di Kampung Maruga setiap harinya adalah sebagai berikut:
1. Berat sampah = 834,21 kg/hari
2. Volume sampah (m3) = 7,68 m3/hari
3. Volume sampah (L) = 2139 penduduk x 3,59 liter/orang/hari = 7679 liter/hari

12

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


Maka, untuk keperluan rancangan sistem pengelolaan sampah, timbulan sampah di
Kampung Maruga hanya dibulatkan menjadi 835 kg/hari atau sama dengan 0,835 ton/hari
dengan volume 7,7 m3/hari.
Perencanaan pengelolaan sampah dengan konsep TPS 3R terintegrasi Bank Sampah
ini dipilih sebagai salah satu upaya mengelola sampah tanpa mengesampingkan faktor
ekonomi. Tempat Pengolahan Sampah terintegrasi Bank Sampah merupakan perpaduan TPS
dengan bank sampah menjadi suatu kesatuan dimana bank sampah dijadikan sebagai salah
satu proses tahapan dalam sistem TPS. Proses pengangkutan sampah ke TPS dilakukan
sendiri oleh masyarakat sebagai sumber penghasil dengan adanya Bank Sampah sebagai alat
penarik masyarakat untuk menabungkan sampahnya. Integrasi atau penggabungan bank
sampah dan TPS akan memberikan manfaat satu sama lain. Bank sampah dapat mengolah dan
memanfaat sampah yang diperoleh secara langsung tanpa perlu jauh mengangkutnya. Beban
pekerjaan di TPS akan berkurang dengan adanya bank sampah karena proses pemilahan pun
tidak lagi dibutuhkan apabila terdapat bank sampah sebagai tahapan pendahulu. Berikut ini
merupakan mekanisme bank sampah yang dapat diterapkan.

Gambar 4. Mekanisme Bank Sampah


Sumber: Hasil Pengolahan, 2014

Proses pengolahan sampah mencakup pengolahan sampah organik dan anorganik.


Sampah organik merupakan sampah sisa makanan dan sampah kebun, sampah anorganik
merupakan sampah selain kedua jenis sampah tersebut. Proses pengolahan sampah organik
akan dilakukan dengan metode komposting. Pengolahan sampah anorganik akan dilakukan
dengan bank sampah yang mengumpulkan sampah anorganik yang bernilai ekonomi untuk
kemudian dijual ataupun didaur ulang.

13

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


Pengomposan menggunakan metode windrow. Bahan organik yang telah dicacah
kemudian disusun menjadi tumpukan. Bahan baku kompos ditumpuk dengan tinggi tumpukan
0,6 sampai 1 meter, lebar 1-5 meter. Sementara panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Tipikal bentuk melintang gundukan dapat berupa trapezium. Dalam, tiga puluh sampai empat
puluh (30 – 40) hari suhu akan menurun sampai dengan suhu ruangan berwarna coklat tua
atau kehitaman, kemudian kompos masuk pada tahap pematangan selama ± 14 hari.
Prasarana yang akan disediakan untuk menunjang kegiatan TPS 3R ini antara lain
kantor, balai serbaguna, dan sedikit lahan berkebun. Pada balai serbaguna, akan diadakan
kegiatan pelatihan dan praktik pemanfaatan sampah anorganik menjadi barang kerajinan
kepada ibu-ibu rumah tangga di Kampung Maruga. Sedangkan sarana yang merupakan
peralatan yang dapat digunakan dalam kegiatan penangangan sampah antara lain sekop, pacul,
garu, gerobak, kontainer beroda, selang air, sapu, dan sebagainya. Proses pengolahan sampah
yang akan dilakukan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 5. Proses Pengolahan Sampah Pada TPS 3R Terintegrasi Bank Sampah


Sumber: Hasil Pengolahan, 2014

Untuk mendesain tata letak TPS, terlebih dahulu dihitung neraca keseimbangan
massa (mass balance) dengan menggunakan data timbulan dan komposisi sampah. Dari
neraca massa dapat diketahui kuantitas sampah pada setiap kegiatan pengolahan sampah di
TPS, sehingga dapat dilakukan perancangan tata letak TPS. Pembuatan neraca keseimbangan

14

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


massa menggunakan software STAN dengan satuan berat kilogram. Berdasarkan potensi
reduksi yang telah dihitung, residu sampah yang masuk ke TPS sebanyak 4%. Selama proses
pengomposan akan terjadi penyusutan volume mencapai 30-50% dari bobot awal tergantung
kadar air awal. Dalam perhitungan ini, persentasi reduksi berat bahan yang dikomposkan
diasumsikan sebesar 30%. Asumsi residu yang berasal dari hasil pengayakan kompos sebesar
0,1%. Untuk sampah anorganik, diasumsikan seluruh bahan yang telah terpilah dapat diproses
secara sempurna dan dapat dijual maupun didaur ulang seluruhnya. Maka, neraca
keseimbangan massa TPS 3R terintegrasi bank sampah adalah sebagai berikut.

Gambar 6. Neraca Keseimbangan Massa TPS 3R


Sumber: Hasil Pengolahan, 2014

Pada dasarnya sebuah TPS terbagi menjadi tiga bagian area utama yaitu area tipping
floor, area pemrosesan, dan area penyimpanan. Namun, area tipping floor pada TPS ini bukan
merupakan area penghamparan sampah yang telah dikumpulkan oleh armada pengangkut
melainkan berwujud area bank sampah. Area bank sampah ini memiliki fungsi yang sama
dengan area tipping floor yaitu menerima sampah yang datang ke TPS. Area pemrosesan
merupakan area pemrosesan sampah organik menjadi kompos. Area pemrosesan ini terbagi
menjadi area pencacahan, area pengomposan, dan area pengayakan kompos. Sampah
anorganik yang telah terkumpul akan ditempatkan di area penyimpanan. Berikut ini
merupakan luas masing-masing area pada TPS 3R.
1. Bank sampah ini terdiri dari dua area yaitu area pencatatan dan penimbangan.
Area pencatatan dan penimbangan masing-masingnya memiliki luas 4 m2
2. Luas area pencacahan merupakan luas yang diperlukan untuk mesin pencacah
dan menyediakan ruang gerak bagi petugas pencacah. Sehingga, luas area
pencacahan merupakan luas mesin pencacah yang masing-masing sisinya

15

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


ditambahkan tambahan panjang 1 (meter) di kanan dan kiri sebagai ruang
gerak petugas pencacah. Mesin pencacah memiliki ukuran p x l x t = (2000 x
1000 x 1500) mm dengan kapasitas 5-7 m3/jam berbahan bakar diesel. Maka,
perhitungan luas area pencacahan adalah 12 m2
3.
Luas area pengomposan ditentukan berdasarkan metode pengomposan dan
sarana peralatan yang digunakan. Metode pengomposan menggunakan
metode open windrow, dengan lama waktu pengomposan 50 hari
(Tchobanoglous, 2002). Ukuran windrow dibulatkan menjadi berukuran
tinggi 1 meter dan lebar 2 meter. Luas area yang dibutuhkan adalah 171 m2
4. Luas area pengayakan kompos disesuaikan dengan dimensi alat pengayak
kompos yang ada di pasaran. Maka luas area pengayakan kompos adalah 13,5
m2
5. Area penyimpanan dirancang untuk dapat menampung material yang dapat
terkumpul selama 1 hari atau untuk kapasitas 1 (satu) hari. Luas penimbunan
material terpilah dihitung dengan waktu penyimpanan maksimum yaitu
selama 1 hari (7 jam kerja) (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik
Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013). Maka, luas area penyimpanan yang
dibutuhkan adalah 5 m2
6. Residu akan ditempatkan dalam bak atau kontainer tertutup di dalam TPS
untuk menghindari terbentuknya TPS liar disebabkan orang tidak
bertanggung jawab yang membuang sampah di bak ini apabila ditempatkan di
luar bangunan TPS. Berdasarkan perhitungan jumlah residu dari neraca
keseimbangan massa pada Gambar 6 jumlah residu sampah keseluruhan
adalah 35,37 kg, maka kebutuhan luas untuk menampung residu adalah 1 m2
7. Luas kantor yang dibutuhkan apabila di dalam kantor tersedia kamar mandi
dengan luas 4 m2 dan hanya ½ dari tenaga kerja yang bekerja di dalam kantor
setiap harinya (luas area 2 m2/orang) adalah 14 m2
8. Gudang diperlukan untuk menyimpan peralatan dan juga kompos yang sudah
dikemas dan siap dijual. Penyimpanan kompos dirancang untuk dapat
menampung hasil kompos dalam 2 hari karena tidak setiap hari kompos
didistribusikan untuk dijual. Peralatan dan perlengkapan memerlukan area
penyimpanan sekitar 3 m2. Luas area gudang yang dibutuhkan adalah 11 m2
9. Balai serbaguna disamping TPS akan dibangun dengan ukuran minimum 3
meter x 3 meter. Sehingga, luas area balai sebaguna adalah 9 m2.

16

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


10. Sisa lahan disamping TPS dapat dimanfaatkan menjadi lahan berkebun untuk
meningkatkan nilai jual kompos yang sudah berbentuk pupuk untuk tanaman
hias maupun tanaman pangan yang dapat dibudidayakan dan kemudian
dijual. Lahan kebun minimum sama dengan luas balai serbaguna yaitu 9 m2.
Maka, luas area minimum yang dibutuhkan untuk Unit Pengolahan Sampah
terintegrasi Bank Sampah di Kampung Maruga adalah 245,5 m2 dibulatkan menjadi 255 m2.
Penempatan lokasi akan dilakukan sedekat mungkin dengan daerah pelayanan dalam radius
tidak lebih dari 1 km agar lokasi TPS mudah diakses oleh masyarakat. Terdapat banyak lahan
kosong di Kampung Maruga dan terdapat salah satu lokasi yang berada tidak jauh dari jalan
raya dan berada di tengah wilayah Kampung Maruga sehingga dapat dicakup dari warga di
seluruh penjuru. Bangunan utama TPS 3R ini akan dibangun dengan struktur pasangan bata,
sedangkan balai serbaguna dibuat dengan struktur kayu ataupun bambu. Dengan demikian,
denah rancangan UPS adalah sebagai berikut:

Keterangan:
1. Area pencatatan Bank Sampah
2. Area penimbangan Bank Sampah
3. Area pencacahan
4. Area pengomposan
5. Area pengayakan kompos
6. Area penyimpanan sampah anorganik
7. Gudang
8. Bak residu
9. Kamar mandi
10. Kantor
11. Balai serbaguna
12. Lahan berkebun
13. Lahan parkir

Gambar 7. Layout TPS 3R Terintegrasi Bank Sampah


Skala 1:200

17

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


Sumber: Hasil Pengolahan, 2014

Secara umum kendala terhadap keberlanjutan sistem pengelolaan sampah berbasis


masyarakat adalah manajemen yang belum baik. Sehingga, peranan terhadap kesempatan
kerja dan pendapatan keluarga masih kecil (Nuryani, 2012). TPS perlu dikembangkan selain
melalui pengomposan juga daur ulang sampah anorganik melalui pengembangan bank
sampah untuk meningkatkan pemasukan untuk keberlanjutan pembiayaan operasional
pengelolaan TPS (Aryenti dan Darwati, 2012). Penerapan langkah-langkah keberlanjutan
dapat membantu perbaikan manajemen sistem pengelolaan sampah dengan Tempat
Pengolahan Sampah Berbasis 3R (TPS 3R) terintegrasi Bank Sampah. Sistem pengelolaan
sampah ini harus terus dikembangkan dan direplikasi di daerah-daerah lainnya karena
bermanfaat dalam penyediaan pupuk organik, menjaga kebersihan lingkungan dan memberi
manfaat ekonomi bagi masyarakat. Sehingga apabila kesadaran dan kemauan warga untuk
berpartisipasi aktif tinggi, sistem ini tidak akan ragu untuk terus berlanjut.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, dapat


disimpulkan bahwa:
1. Volume rata-rata seluruh timbulan sampah pada Kampung Maruga adalah
sebesar 7,68 m3/hari dengan berat 834,21 kg/hari. Sedangkan rata-rata
timbulan sebesar 0,39 kg/orang/hari atau 0,00359 m3/orang/hari.
2. Sampah pada Kampung Maruga terdiri dari 65,81% organik yang berasal dari
sisa makanan dan sampah kebun, 11,47% plastik, 9,21% kertas, 3,45% tekstil,
2,98% adsorbent (pamper dan pembalut), 2,81% logam, 1,02% kaca, 0,84%
kayu, 0,62% limbah B3, 0,44% karet, 0,21% limbah elektronik, 0,13%
styrofoam, dan 1% lainnya.
3. Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) terintegrasi
Bank Sampah dirancang dengan kapasitas 0,835 ton/hari atau 7,7 m3/hari,
melayani 100% penduduk di Kampung Maruga (2.139 jiwa). Pengolahan
yang dilakukan di TPS 3R ini terdiri dari: a) pengolahan sampah organik
menjadi kompos dan b) pengolahan sampah anorganik dengan dijual atau
didaur ulang melalui Bank Sampah. TPS 3R ini terdiri dari tiga area utama
yaitu area bank sampah, area pemrosesan, dan area penyimpanan dengan luas

18

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


minimum 255 m2. Tersedia banyak lahan kosong di Kampung Maruga,
sehingga TPS 3R dapat diterapkan pada kawasan ini.

Saran

Agar pengelolaan TPS 3R yang terintegrasi dengan Bank Sampah dapat terlaksana
dengan baik dan berkelanjutan, penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Melakukan kegiatan sosialisasi secara rutin dan bertahap kepada warga
Kampung Maruga mengenai pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah (TPS
3R) terintegrasi Bank Sampah yang akan diterapkan
2. Menerapkan dan melakukan uji coba sistem bank sampah terlebih dahulu
dengan melibatkan partisipasi aktif warga Kampung Maruga
3. Perlu adanya monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengelolaan
sampah untuk mendapatkan umpan balik (feed back) guna penyempurnaan
pengelolaan sampah yang ada
4. Replikasi di daerah permukiman lainnya dapat dilakukan dengan kapasitas
yang disesuaikan dengan volume sampah dan ketersediaan lahan yang ada
serta karakteristik masyarakat setempat.

Daftar Referensi

Abadi, Ronny Setiawan. 2013. “Keberlanjutan Pengelolaan Sampah Domestik di Kampung


Menoreh, Kelurahan Sampangan, Semarang”. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota
Volume 9 (1): 87-96 Maret 2013.
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2012. Kota Tangerang Selatan Dalam Angka
2012. Tangerang: BPS Kota Tangerang Selatan.
Damanhuri, E., dan Padmi,T. 2010. Diktat Kuliah TL-3104. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2009. Pedoman Umum 3R Berbasis Masyarakat di Kawasan
Permukiman. Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman,
Departemen Pekerjaan Umum.
Direktorat Jenderal Cipta Karya. Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum.

19

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014


Juliandoni, Adriyandi. 2013. Pelaksanaan Bank Sampah Dalam Sistem Pengelolaan Sampah
di Kelurahan Gunung Bahagia Balikpapan. Fakultas hukum Universitas
Mulawarman.
Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL). 2008. Saatnya
Masyarakat Berkawan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen
Pekerjaan Umum, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kesehatan, dan
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2012. Implementasi 3R Melalui Bank
Sampah. Kementerial Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Kenworthy, J. 1997. Urban Ecology in Indonesia: The Kampung Improvement Program
(KIP). Asian Sustainable Development, Murdoch University, Perth.
Nuryani, Aan. 2012. Peranan Bank Sampah Gemah Ripah Terhadap Kesempatan Kerja dan
Pendapatan Keluarga di Kecamatan Bantul Kabupaten Bantul Daerah Istimewa
Yogyakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
Sihombing, Anthony. 2010. Conflicting Images of Kampung and Kota in Jakarta.
Saarbrucken: Lambert Academic Publishing.
Silas, Johan. 1993. Housing Beyond Home. Surabaya: Pidato Pengukuhan Guru Besar Teknik
Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Sri Rachmawati Hidayah Siregar. 2011. Studi Timbulan dan Komposisi Sampah Sebagai
Dasar Usulan Desain Unit Pengolahan Sampah Jalan Raya Tajur, Kota Bogor.
Depok: Universitas Indonesia.
Suwerda, Bambang dan Yamtana. 2009. “‘Gemah Ripah’, Bank Sampah Berbasis Masyarakat
di Pedukuhan Badegan, Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, Vol.2, No.3 Hal 103-107.
Tchobanoglous, George. 1993. Integrated Solid Waste Management. Mc. Graw Hill Book Co.
Singapore.
Tchobanoglous, George and Frank Kreith. 2002. Handbook Of Solid Waste Management
Second Edition. Mc. Graw Hill Handbook.
Worrell, William A. dan P. Aarne Vesilind. 2008. Solid Waste Engineering. Cengage
Learning Asia Pte Ltd (Philippine Branch).
United States Agency International Development (USAID). Modul Pelatihan Pengelolaan
Sampah Berbasis Masyarakat. Jakarta: Environmental Services Program.

20

Desain tempat..., Rizki Anisa, FT, 2014

Anda mungkin juga menyukai