Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

“W” DENGAN DIAGNOSA


FRAKTUR FEMUR DI RUANGAN ANGGREK LT. 1
RSUD SAWERIGADING PALOPO
TAHUN 2020

OLEH :

RUSDIANI. B
01.2016.022

PRESEPTOR INSTITUSI PRESEPTOR LAHAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

KURNIA JAYA PERSADA

PALOPO 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan taufiq dan hidayah-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan askep keluarga ini dengan lancar. Penulisan

askep ini merupakan salah satu kegiatan sebagai tugas yang harus diselesaikan.

Askep ini juga menjadi salah satu aspek penilaian sebagai nilai tambah.

Penulisan askep ini juga sebagai pelatihan bagi kami sebagai bekal untuk

pembuatan Karya Tulis Ilmiah yang nanti akan berguna bagi kami dan menjadi dasar

dari nilai akhir. Oleh karna itu makalah merupakan salah satu aspek yang sangat

penting dalam kegiatan belajar di lingkungan pendidikan kami.

Kritik dan saran yang membangun selalu diterima demi sempurnanya askep ini.

Akhirnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua

pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan askep ini, sehingga dapat tersusun

dengan baik.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya
gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang,
periosteum, dan jaringan yang ada disekitarnya. Yang dimaksud dengan
fraktur ekstremitas adalah fraktur yang terjadi pada komponen ekstremitas
atas (radius, ulna, dll) dan ekstremitas bawah (femur, tibia, fibula, dll).

Di Amerika Serikat, 5,6 juta kejadian patah tulang terjadi setiap


tahunnya dan merupakan 2% dari kejadian trauma. Patah tulang yang
terisolasi menyebabkan angka morbiditas yang tinggi seperti penderitaan
fisik, kehilangan waktu produktif dan tekanan mental. Patah tulang
ekstremitas dengan energy tinggi juga menyebabkan angka mortalitas tinggi
apabila terjadi multi trauma dan perdarahan hebat. Kematian paling sering
terjadi pada 1-4 jam pertama setelah trauma apabila tidak ditangani dengan
baik. (Parahita & Kurniyanta) Kasus fraktur femur merupakan yang paling
sering yaitu sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan
fibula (11%), dimana penyebab terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu
lintas yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau
kendaraan rekreasi (62,6%) dan jatuh dari ketinggian (37,3%) dan mayoritas
adalah pria (63,8%). Insiden fraktur femur pada wanita adalah fraktur
terbanyak kedua (17,0% per 10.000 orang per tahun) dan nomer tujuh pada
pria (5,3 per orang per tahun). Puncak distribusi usia pada fraktur femur
adalah pada usia dewasa (15-34 tahun) dan orang tua (diatas 70 tahun).
(Desiartama & Aryana, 2017).
A. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan dengan dianosa fraktur femur

B. Tujuan
Setelah melakukan asuhan keperawatan diharapkan mahasiswa mampu :
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa fraktur
femur Di RSUD Sawerigading Kota Palopo.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian klien dengan diagnosa fraktur femur di Ruang
Anggrek RSUD Sawerigading.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan diagnosa fraktur
femur di Ruang Anggrek RSUD Sawerigading.
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa fraktur
femur di Ruang Anggrek RSUD Sawerigading.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnose fraktur
femur di Ruang Anggrek RSUD Sawerigading.
e. Mengevaluasi klien dengan diagnosa fraktur femur di Ruang Anggrek
RSUD Sawerigading.
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa fraktur
femur di Ruang Anggrek RSUD Sawerigading.
LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

A. Definisi
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa
terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian).
Patah pada tulang femur dapat menimbulkan perdarahan cukup banyak serta
mengakibatkan penderita mengalami syok.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang
berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma
langsung dan trauma tidak langsung. Dimana trauma langsung menyebabkan
tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma
tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan
fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh
(Sjamsuhidajat, 2011).

B. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme


trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.

d. Berdasarkan jumlah garis patah.


1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
f. Berdasarkan posisi frakur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal

g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulangulang.


h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
C. Etiologi

Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat


dibedakan menjadi:

a. Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga


tulang patah secara spontan

2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan
fraktur klavikula

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak

b. Fraktur patologik Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma


minor mengakibatkan :

1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali

2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul salah satu proses yang progresif

3) Rakhitis

4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

D. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.Sewaktu tulang patah
perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur.Sel- sel darah putih
dan sel berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat
tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati.Insufisiensi pembuluh darah atau
penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di
tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat
anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini di namakan sindrom compartment.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis menurut Black dan Hawks (2014)
Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat,
pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis.
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
a. Deformitas Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan
deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan
pemendekan tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan
sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi
cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan
sekitar.
c. Memar Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme otot Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk
mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-
masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur
dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang
bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
f. Ketegangan Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang
terjadi.
g. Kehilangan fungsi Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan
fraktur atau karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang
terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari
bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur.
i. Perubahan neurovaskular Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan
saraf perifer atau struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan
rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari
fraktur
j. Syok Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar
atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Istianah (2017) Pemeriksan Diagnostik antara lain:
a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
b. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan fraktur
lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun
pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai
respon terhadap peradangan.
G. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang
harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi,
redukasi, retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai
akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat
menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi/reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk manipulasi fragmen tulang yang
patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk
memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi,
atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena
edema edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur
menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
(Mansjoer, 2002).
3. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan framen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmun tulang
harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinue, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu
sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau
kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat
dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjor, 2000) Prinsip
dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan pada
bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian
pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar eksternal
frame atau rigid bars yang berfungsi untuk menstabilisasi fraktur. Alat ini
dapat digunakan sebagai temporary tretment untuk trauma muskuloskeletal
atau sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang
terjadi pada tulang dan jaringan lunak (Muttaqin, 2008)
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktyr. Bila keadaan memungkinkan, harus
segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan
anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000).
Analisa Data
DATA ETIOLOGI KASUS MASALAH
KEPERAWATAN
1. DS : Fraktur Femur Nyeri akut
- Klien mengeluh nyeri ↓
pada femur sebelah kanan Pos operasi
- Klien mengatakan nyeri ↓
seperti tertusuk-tusuk Luka operasi
DO : ↓
- Klien tampak meringis Merangsang hipotalamus
P : Nyeri femur kiri ↓
Q : Hilang timbul Nyeri akut
R : Femur sebelah kiri
S : Skala
T : Pada saat bergerak

2. DS : Fraktur femur Hambatan mobilitas fisik


- Klien mengatakan kaki ↓
kirinya tidak bisa Post operasi
digerakkan ↓
DO : Luka operasi
- Klien dibantu dalam ↓
bergerak Tidak mampu bergerak
- Klien nampak susah ↓
bergerak Hambatan mobilitas fisik
3. DS : Fraktur femur Ansietas
- Klien selalu menanyakan ↓
keadaannya Post operasi
DO : ↓
- Klien nampak cemas dan Luka operasi
bingung ↓
Tak mampu bergerak

Perubahan status kesehatan

Cemas

ansietas
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardia, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membrane mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
b. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
c. Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara napas terdengar
rochi/aspirasi.
2. Pengkajian Sekunder
a. Anamnesa
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua
membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas
badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit saat ini
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui jenis kuman penyebab
Pada pengkajian klien dengan meningitis, biasanya didapatkan keluhan
yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit
kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai
akibat iritasi meningen.Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan
gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit.
c. Riwayat penyakit dahulu pengkajian penyakit yang pernah dialami klien
yang memungkingkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi
keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi jalan
napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala, dan
adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.

3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat
Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena, keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
Hipertensi (kadang terlihat sebgai respon nyeri/ansietas) hipotensi
(respon terhadap kehilangan darah) tachikardia
c. Penurunan nadi pada bagian distal yang cedera capillary refill melambat
d. Pucat pada bagian yang terkena masa hematoma pada sisi cedera
e. Neurosensori kesemutan
f. Deformitas, krepitasi, pemendekan
g. Kelemahan
h. Kenyamanan nyeri tiba-tiba saat cedera
i. Spasme/kram otot
j. Keamanan
k. Laserasi kulit
l. Perdarahan, Perubahan warna Pembengkakan local (Musliha, 2010)

B. Diagnosa
1. Nyeri akut b/d berhubungan dengan Agen injuri fisik
2. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan muskuloskeletal
3. Ansietas b/d perubahan status kesehatan
No Diagnosa Noc Nic
1. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan dengan -Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
Agen injuri fisik. Setelah dilakukan secara komprehensif
DS : tinfakan keperawatan termasuk lokasi,
- Klien mengeluh selama 1x24 jam. Pasien karakteristik, durasi,
nyeri pada femur tidak mengalami nyeri, frekuensi, kualitas dan
sebelah kanan dengan kriteria hasil: faktor presipitasi
- Klien -Mampu mengontrol 2. Observasi reaksi nonverbal
mengatakan nyeri nyeri (tahu penyebab dari ketidaknyamanan
seperti tertusuk- nyeri, mampu 3. Bantu pasien dan keluarga
tusuk menggunakan tehnik untuk mencari dan
DO : nonfarmakologi untuk menemukan dukungan
- Klien tampak mengurangi nyeri, 4. Kontrol lingkungan yang
meringis mencari bantuan) dapat mempengaruhi nyeri
P : Nyeri femur seperti suhu ruangan,
kiri pencahayaan dan
Q : Hilang timbul kebisingan
R : Femur 5. Kurangi faktor presipitasi
sebelah kiri nyeri
S : Skala 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
T : Pada saat untuk menentukan
bergerak intervensi

2. Hambatan mobilitas NOC NIC


fisik b/d gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan dalam
muskuloskeletala tindakan keperawatan bergerak
DS : selama 1x24 jam. 2. Observasi kemampuan
- Klien Hambatan mobilitas dalam bergerak
mengatakan kaki fisik teratasi dengan 3. Bantu klien berpindah
kirinya tidak bisa kriteria hasil : sesuai kebutuhan
digerakkan - Klien meningkat dalam 4. Anjurkan untuk
DO : aktivitas fisik mobilisasi sebanyak
- Klien dibantu -Mengerti tujuan dari dan sesering mungkin
dalam bergerak peningkatan mobilitas 5. Kolaborasi dengan ahli
- Klien nampak terapi tata cara
susah bergerak ambulasi sesuai
kebutuhan

3. Ansietas berhubungan NOC : NIC :


dengan perubahan Kontrol kecemasan 1. Kaji adanya kecemasan
status kesehatan Setelah dilakukan 2. Observasi tingkat
DS : tindakan keperawatan kecemasan
- Klien selalu selama 1x24 jam. 3. Gunakan pendekatan
mengatakan Hambatan mobilitas yang menyenangkan
keadaannya fisik teratasi dengan 4. Berikan informasi
DO : kriteria hasil : mengenai diagnosa
- Klien - Postur tubuh, tindakan prognosis
nampak ekspresi 5. Instruksi pada pasien
cemas dan wajah, untuk menggunakan
bingung bahasa tubuh teknik relaksasi.
dan tingkat
aktivitas
menunjukkan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed., Vol.
Vol. 2). Jakarta: EGC.

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran (3 ed.). Jakarta: Medika


Aesculapius.

Mansjoer, A. (2002). Kapita Selekta Kedokteran (3 ed., Vol. Jilid 1). Jakarta: Medika
Aesculapius FKUI.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. (P. E. Karyuni, Ed.) Jakarta: EGC.

Newton CD.Etiology, Classification, and Diagnosis of Fracture.http://www.ivis.org


[diakses 14 Mei 2011].

Sjamsuhidajat. . 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC,.840-841.

Smeltzer, Suzann. 2009. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8.Vol
3.Jakarta : EGCZydlo, Stanley M..

Anda mungkin juga menyukai