Anda di halaman 1dari 27

Konsep dan Asuhan Keperawatan

Gangguan Pencernaan Anak (Atresia Esophagus)

OLEH
KELOMPOK 5 :
Debi Sambak C12115005
Inggrid Aprilianty Rowa C12115308
Deka Khusnul Ainiyah C12115508
Andi Febrina Sosiawati C12115517
Mariani Afandy C12115013
Nurlaila Sari C12115040
Nurlia Rahma C12115326
Putri Yani C12115021
Ririn Andilolo C12115317
Sumita Rianti Bahris C12115031
Yunisa C12113025

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatnya sehingga makalah tentang “Asuhan Gangguan Pencernaan Anak
Atresia Esophagus” untuk mata kuliah system pencernaan dapat terselesaikan.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh dosen yang bersangkutan kepada kami kelompok 5 sebagai mahasiswa
program studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasnuddin.

Makalah ini berisi materi tentang gangguan pencernaan pada anak mengenai
dari Atresia Esophagus. Makalah ini dibuat untuk mengetahui materi tentang Atresia
Esophagus khususnya pada bayi/anak. Dengan makalah ini, diharapkan dapat
memudahkan kita dalam mempelajari materi system pencernaan khususnya mengenai
Atresia Esophagus pada bayi/anak. Kami menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari cara penulisan maupun isi dari makalah ini, karenanya kami
siap menerima baik kritik maupun saran dari dosen pembimbing dan pembaca demi
tercapainya kesempurnaan dalam pembuatan berikutnya.

Kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan


makalah ini, kami sampaikan penghargaan dan terima kasih. Semoga Tuhan yang
Maha Esa senantiasa melimpahkan berkat dan bimbingannya kepada kita semua.

Makassar, 17 September 2017

Penyusun

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
BAB I ............................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
A. Latar Belakang .................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 5
C. Tujuan Pembelajaran ......................................................................................... 5
BAB II ........................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6
A. Pengertian Atresia Esophagus ........................................................................... 6
B. Etiologi Atresia Esophagus ............................................................................... 7
C. Manifestasi Klinis Atresia Esophagus .............................................................. 7
D. Komplikasi ........................................................................................................ 8
E. Pemeriksaan Diagnosic ..................................................................................... 8
F. Penatalaksanaan Atresia Esophagus ................................................................. 9
G. Pengobatan Atresia Esophagus ......................................................................... 9
H. Prinsip Pengobatan dan Manajemen Perawatan ............................................... 9
I. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Atresia Esofagus ................................... 11
J. Kasus .............................................................................................................. 11
BAB III ....................................................................................................................... 26
PENUTUP ................................................................................................................... 26
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 26
B. Saran ................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 27

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum terjadi dalam bentuk fistula trakeoesofageal. Dari 95%
kasus ditemukan kantong esophagus berakhir buntu dan kantong bagian
bawah berhubungan langsung dengan bagian belakang trakea. Berbgai tipe
kelainan atresia esophagus dapat ditemukan, menurut Sacharin (1996) dalam
buku (Solidikin, 2011) ada 4 tipe yaitu : tipe A, B, C, dan D. sedangkan Wong
(1996) dalam buku (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, &
Schwartz, 2008) menyebutkan lima tipe yaitu : A, B, C, D san E. tipe-tipe
tersebut berdasar kelainan pada hubungan antara esophagus dan atresia.
Atresia esophagus dapat terjadi tanpa fistula, hal ini dibedakan dengan
tidak adanya udara didalam lambung saat perkusi dan foto polos abdomen,
terjadi pada 10% dari kasus ini (Catsel 1992) dalam buku (Solidikin, 2011).
Atresia esophagus sering disertai kelainan bawaan lain, biasanya kelainan
jantung, gastrointestinal (atresia duodeni, atresia ani), dan kelainan tulang
(hemivertebrata). Akibat atresia, saliva akan terkumpul diujung bagian yang
buntu, dan akan mengalir keluar atau masuk kedalam trakea (bila terdapat
fistula), hal ini akan lebih berbahaya bila melalui fistula trakeoesofagus
karena cairan lambung dapat mengalir kedalam paru-paru.
Kadang-kadang sebuah fistula dapat terjadi antara esophagus utuh
dnegan trakea, gelaja dapat terjadi setelah umur beberapa hari. Bayi atau anak
menunjukkan ciri khas seperti tercekik dan batuk setelah menelan cairan,
tidak terjadi setelah menelan makanan padat. Fistula trakeoesofagus
merupakan salah satu penyebab pneumonia berulang, fistula mungkin cukup
sulit untuk dideteksi, bahkan dengan cine radiografi.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian atresia esophgaus ?
2. Apa saja etiologi dari atresia esophgaus ?
3. Bagaimana tanda dan gejala atresia esophagus ?
4. Bagaimana kompikasi dari atresia esophagus ?
5. Bagaimana penatalaksanaan atresia esophagus ?
6. Bagaimana pengobatan atresia esophagus ?
7. Bagaimana prinsip pengobatan dan manajemen perawatan atresia
esophagus ?

C. Tujuan Pembelajaran
1. Mampu mengetahui pengertian atresia esophgaus
2. Mampu mengetahui etiologi dari atresia esophgaus
3. Mampu mengetahui tanda dan gejala atresia esophagus
4. Mampu mengetahui kompikasi dari atresia esophagus
5. Mampu meengetahui penatalaksanaan atresia esophagus
6. Mampu mengetahui pengobatan atresia esophagus
7. Mampu mengetahui Prinsip pengobatan dan manajemen perawatan atresia
esophagus

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Atresia Esophagus

Atresia esophagus adalah


malformasi yang disebabkan
oleh kegagalan esophagus untuk
melakukan pasase yang kontinu,
esophagus mungkin tidak
membentuk sambungan dengan
trakea (fistula trajeoesofagus).

Menurut (Solidikin, 2011) ada berbagai tipe kelainan esophagus adalah


sebagai berikut :
1. Tipe A (5-8%), kantong buntu disetiap esofagus, terpisah jauh, dan
tanpa hubungan ke trakea. Kedua ujung esofagus terpisah 1 cm atau
lebih.
2. Tipe B (jarang) kantong buntu disetiap esofagus dengan fistula dari
trakea kesegmen esofagus bagian atas, dimana esofagus bagian
bawah tidak mempunyai hubungan dengan trakea, kantong bagian
bawah sangat pendek dan hanya menonjol sedikit diatas diafragma.
3. Tipe C (80-95%), segmen esofagus proksimal berakhir pada kantong
buntu dan segmen distl dihubungkan ke trakea atau bronkus primer
dengan fistula pada atau dekat bifurkasi dimana hanya kantong
bagian atas yang berhubungan dengan trakea.
4. Tipe D (jarang) kedua segmen esofagus atas dan bawah dihubungkan
ketrakea.

6
5. Tipe E (lebih jarang disbanding A atau C), trakea dan esofagus
normal diubungkan dengan fistula umum.

B. Etiologi Atresia Esophagus


Ateresia esophagus terjadi sekitar 1 dari 4.425 kelahiran hidup.
Menurut (Solidikin, 2011) Penyakit ini, secara embriologis anomaly ini
terjadi akibat :
1. Diferensiasi usus depan yang tidak sempurna dalam memisahkan diri
masing-masing untuk menjadi esophagus dan trachea.
2. Perkembangan sel entodermal yang tidak lengkap sehingga
menyebabkan terjadinya atresia.
3. Perlekatan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga
terjadi fistula tracheosofagus. Faktor genetic tidak berperan dalam
pathogenesis kelainan ini. (Rendle, Gray, & Dodge, 2005)

C. Tanda dan Gejala Atresia Esophagus


Adanya penemuan khas terlihat pada jam-jam awal kehidupan, dan
penentuan penyakit harus dibuat sebelum diberikan makanan pertama
(Rendle, Gray, & Dodge, 2005). Tanda ataupun gejala dapat berupa :
1. Salivasi yang berlebihan dimana saliva cenderung mengalir dari mulut
dalam bentuk seperti buih
2. Apabila diusahakan pemberian makanan maka akan terjadi batuk dan
sumbatan, kesukaran bernapas dan ditemukan sianosis.
3. Terdapat kesukaran pemberian makanan yang mengarah pneumonia
aspirasi, walaupun demikian hal ini jarang terbukti mencapai 2-3 hari
setelah dimulainya pemberian makanan
4. Dapat terjadi pneumonitis yang disebabkan kerusakan akibat refluks
cairan lambung melalui kantong bagian bawah.

7
D. Komplikasi
1. Pneumonia aspirasi yang disebabkan karena usaha makan
2. Atelektasis pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
3. Dismotilitas esophagus, terjadi karena kelemahan dinding otot
esophagus
4. Gastrosophagus refluks atau asam lambung naik
5. Fistula tracheosophagus berulang
6. Disfagia atau kesulian menelan (Behrman, 2002)

E. Pemeriksaan Diagnosic
Dalam pemeriksaan USG pada usia kehamilan sekitar 26 mingu
ditemukan polyhidramnion tetapi pembesaran perut ibu tidak sesuai
dengan umur kehamilan (lebih kecil). Kesulitan memasukkan kateter ke
dalam lambung akan memperkuat kecurigaan. Kateter biasanya berhenti
mendadak pada 10-11 cm dari garis gusi atas, dan gambaran rontgen
menunjukkan kateter menggulung di kantong esophagus atas. Kadang-
kadang, pada foto rontgen polos dada terlihat esophagus melebar dengan
udara di dalamnya. Adanya udara dalam perut menunjukkan fistula
diantara trakea dan esophagus distal. Media kontras yang digunakan pada
foto rontgen seharusnya larut dalam air ; jumlah kurang dari 1 ml yang
diberikan di bawah pengamatan fluoroskopi cukup untuk memberikan
gambaran kebuntuan kantong bagian atas. Gambaran video esophagus,
saat pengisian bahan kontras, biasanya efektif. Lubang fistula pada trakea
mungkin dapat ditemukan dengan bronkoskopi. Pencarian malformasi
yang menyertai dengan teliti harus dilakukan. Banyak orang
menganjurkan ultrasonografi jantung praoperatif untuk mendeteksi yang
cukup berat. (Behrman, 2002)

8
F. Penatalaksanaan Atresia Esophagus
1. Pada anak segera dipasangkan kateter ke dalam esophagus dan bila
mungkin dilakukan penghisapan terus-menerus.
2. Pemberian antibiotic pada kasus dengan resiko infeksi
3. Kadang-kadang keadaan bayi memerlukan tindakan bedah dalam 2
tahap, tahap pertama berupa pengikatan fistula serta pemasangan pipa
gastrostomi untuk pemberian makanan, tahap kedua berupa tindakan
anastomosis kedua ujung esophagus. (Behrman, 2002)

G. Pengobatan Atresia Esophagus


Ateresia esophagus adalah kasus gawat darurat. Prabedah, penderita
seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung
masuk ke paru-paru. Kantong esophagus harus secara teratur dikosongkan
dengan pompa untuk mencegah aspirasi secret. Perhatian yang cermat
harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan
pengelolaan anomaly penyerta. Kadang-kadang, kondisi penderita
mengharuskan operasi tersebut dilakukan secara bertahap, tahap pertama
biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi untuk
memasukkan makanan, dan langkah kedua adalah anastomosis kedua
ujung esophagus. Delapan sampai 10 hari setelah anastomosis primer,
makanan lewat mulut biasanya dapat diterima. Esofagografi pada hari ke
10 akan menolong menilai keberhasilan anastomosis. (Behrman, 2002)

H. Prinsip Pengobatan dan Manajemen Perawatan

9
Diagnose dini dan persiapan prabedah penting untuk keberhasilan
manajemen pengobatan. Jika diagnosis tidak dibuat segera setelah lahir,
maka akan terdapat derajat tertentu kerusakan paru, fisioterapi dapat
membantu melepaskan sekresi dalam. Hal ini dapat dilakukan dengan sika
gigi berlapis kasa yang dioprasikan dengan baterai yang digerakkan diatas
dada bayi. Fisioterapi yang lebih aktif secara normal diperlukan (Wong,
Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2008).
Pada anak dengan atresia esofagus dapat segera dipasang kateter
kedalam esofagus dan bila mungkin dilakukan pengisapan terus-menerus,
karena jika sekresi dibiarkan tertimbun dalam tenggorokan maka bayi atau
anak dalam bahaya tercekik. Oleh karena itu dilakukan penyedotan oral
dan nasofaringeal yang kemungkinan dapat dilakukan dalam interval jam.
Terkadang diperlukan aspirasi mucus setiap setengah jam, namun
penyedotan yang dilakukan terlalu sering akan mendorong sekresi dan
memaksa dilakukannya penanganan terlalu sering.
Anak dipersiapkan untuk segera dilakukan tindakan operasi, karena
pembedahan dapat menyelamatkan nyawa. Keputusan tindakan akan
dilakukan penutupan fistula dengan segera atau hanya dilakukan
gastrostomy, tergantung pada jenis kelaianan dan keadaan umum anak
pada saat itu. Anastomosis ujung ke ujung primer biasanya diusahakan
dengan eksisi fistula, bila tidak mungkin dilakukan anastmisis maka
dilakukan gastromi dan kantong buntu diekstresiorisasi, sehingga saliva
yang tertelan tidak memasuki paru.
Perawatan pascabeah terdiri atas pemberian makanan parenteral
selama 48 jam, kemudian dilanjtkan dengan pemberian makanan
gastrotomi dimulai dengan saline kekuatan setengah, lalu diikuti dengan
dekstrosa 5% dalam air selama 2-3 kali pemberian makanan, setelah itu
secara bertahap dapat diberikan susu. Biasanya penggunaan sonde (NGT)
dapat dihentikan pada hari ke-10 dan diganti dengan makanan per oral.

10
Penelanan barium haris dilakukan bila terdapat dispepsia untuk
menentukan apakah telah timbul stenosis atau tidak.
Posisi tidur anak tergantung pada ada tidaknya fistula karena aspirasi
cairan lambung lebih berbahaya dari saliva. Anak dengan fistula
trakeoesofagus ditidurkan setengah duduk, sedangan anak tanpa fistula
diposisikan dengan kepala lebih rendah (posisi Trendelenburg). Perawatan
bayi dalam posisi tengkurap merupakan metode lain yang dapat dipakai
untuk kemungkinan drainase sekresi yang adekuat dan mencegah sekresi
memasuki paru-paru, walaupun demikia anak tetap harus direposisi secara
teratur untuk membantu sirkulasi dan ekspansi paru (Wong, Hockenberry-
Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2008).

I. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Atresia Esofagus


 Pengkajian Keperawatan
Lakukan penkajian bayi baru lahir secara umum dan
menyeluruh, kemudian lakukan pengkajian pada hal yang mengarah
pada manifestasi atresia esofagus dan fistula trakeaesofagus (FTE),
seperti : saliva berlebihan dan mengalir, tersedak , sianosis, apnea,
peningkatan distress pernapasan setelah pemberian makanan, dan
adanya distensi abdomen. Penting untuk melakukan pemantauan
dengn ketat tanda-tanda distress pernapasan (Solidikin, 2011).
Lakukan prosedur diagnositk seperti radiografi dada dan abdomen,
kateter dengan perlahan dimasukkan ke dalam esofagus, apabila
ditemukan tahanan artinya lumen tersebut tersumbat. Jika ditemukan
atresia, kateter akan tertahan 10 sampai 12 cm dari tepi alveoler.
Setelah kateter terpasang, lalu dpat dilakukan pengambilan gambar
melaui foto X-ray. Pada suatu kondisi (jarang), media kontras
diteteskan melalui suatu kateter uretra, jhal ini akan memberikan

11
gambaran dari kantong esofagus yang buntu. Apabila memungkinkan,
diambil juga gambaran lateral untuk memperlihatkan adanya fistula.
Selama pemeriksaan bayi harus tidur terlengkup dan media diaspirasi
setelah selesainya pemeriksaan. Apabila terdapat
fistulatrakheoesofagus, seperti pada sembilan puluh persen kasus,
gmbaran sinar X-ray aka memeperlihatkan udara didalam lambung.
 Diagnosa dan intervensi

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan abnormal


anatara esofagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.
Sasaran anak Hasil yang diharapkan Intervensi
Memepertahankan  Jalan napas  Lakukan pengisapan
jalan napas yang paten pasien paten sesuai kebutuhan
tanpa aspirasi.  Bayi tidak untuk menghilangkan
teraspirasi penumpukan sekret
sekresi diorofaring.
 Pernapasan tetap  Beri posisi telentang
dalam batas dengan kepala
normal ditempatkan pada
sandaran yang
ditinggikan (kurang
lebih derajat) untuk
menurunkan tekanan
pada rongga torakal
dan meminimalkan
refluks sekresi
lambung ke esofagus
distal dan ke dalam

12
trakea, serta bronkhi.
 Beri oksigen bila bayi
sianosis, untuk
membentu
menghilangkan
distres pernapasan.
 Jangan menggunakan
tekanan positif
(misalnya kantong
resusitasi atau
masker) karena dapat
memasukkan udara
ke dalam lambung
dan usus, yang
menimbulkan
tekanan tambahan
pada rongga torakal.
 Puaskan anak untuk
mencegah aspirasi.
 Pertahanankan
pengisap segmen
esofagus secara
intermiten atau
kontinu, bila
dipesankan pada asa
praoperasi, jaga agar
kantong buntu
tersebut tetap kosong.

13
 Tinggalkan selang
gastrostomibila ada-
terbuka untuk
drainase gravitasi,
sehingga udara dapat
keluar dana
meminimalkan resiko
regurgitasi isis
lambung ke dalam
trakea.
2. Kerusakan (kasulitan) menelan erhubungan dengan obstruksi
menkanis
Sasaran Hasil yang diharapkan Intervensi
 Anak  Anak mendapat  Beri makanan
mendapatkan nutrisi cukup dan melaluai
nutrisi adekuat menunjukkan gastrostomi
 Anak belajar penambahan sesuai ketentuan
makan pe oral berat badan yang untuk
(setelah memuaskan memberikan
perbaikan nutrisi, sampai
selesai) pemberian oral
memungkinkan,
 Lanjutkan
pemberian
makanan oral
sesuai ketentuan,
sesuai kondisi
anak dan

14
perbaikan
pembedahan.
 Obsrvasi dengan
ketat untuk
memastikan
anak/bayi
mampu menelan
tanpa terdesak.
 Pantau masukan,
keluaran, dan
berat badan,
untuk mengkaji
 Anak keadekuatan
mengonsumsi masukan nutrisi.
jumlah nutrisi  Beri empeng
yang adekuat dan pada bayi, untuk
tidak meberikan
menunjukkan pengisapan non-
penolakan nutrisi.
terhadap  Ajarkan keluarga
makanan, tentang teknik
malnutrisi, atau pembarian
diplasia makan yang
tepat, untuk
mempersiapkan
diri terhadap
pemulang.
 Kenalkan

15
makanan dengan
berbagai tekstur
dan bau, untuk
merangsang
minat makan.
 Mulai dengan
makanan halus
dan lanjutkan
dengan makanan
yang lebih padat
sesuai kesiapan
anak.
 Potong makanan
menjadi ukuran
yang lebih kecil,
bukan bentuk
bulat, untuk
mencegah resiko
tersedak.
 Hindari makanan
speerti roti sosis
atau potongan
besar daging,
untuk
menurunkan
risiko tersedak
 Ajarkan anak
untuk

16
mengunyak
makanan dengan
baik, mencegah
resiko tersedak
 Rujuk pada ahli
terapi wicara
atau okupasi, bila
tepat, untuk
memudahkan
pembelajaran.
3. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan
Sasaran Hasil yang diharapkan Intervensi
Anak tidak mengalami Anak tidak Isap hanya dengan
trauma pada sisi menunjukkan bukti- kateter yang diukur
pembedahan bukti cedera pada sisi sebelum sampai ke jarak
pembedahan yang tidak mencapai sisi
pembedahan untuk
mencegah trauma pada
mukosa.
4. Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan
karena pembedahan
Sasaran Hasil yang di harapkan Intervensi
Anak mengalami rasa  Anak/bayi  Beri stimulus
aman tanpa istirahat tenang, taktil (mislanya
ketidaknyamanan sadar bila membelai,
terjaga, dan mengayun),
melakukan untuk
pengisapan non- memudahkan

17
nutrisi perkembangan
 Mulut optimal dan
tetapbersih dan meningkatkan
lembab kenyamanan.
 Nyeri yang  Beri perawatan
dialami anak mulut tetap
minimal atau bersih dan
tidak ada. memberan
mukosa lembab.
 Beri empeng
dengan sering
untuk
memberikan
penghisap non-
nutrisi
 Berikan
analgesik sesuai
ketentuan.
 Motivasi orang
tua untuk
berpartisipasi
dalam perawatan
anak, untuk
membrikan rasa
nyaman dan
aman.
5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak dengan defek
fisik

18
Sasaran Hasil yang Diharapkan Intervessi
Keluarga deipersiapkan Keluarga menunjukkan  Ajarkan pada
untuk perawatan anak kemampuan keluarga tentang
dirumah memberikan perawatan keterampilan dan
pada ana/bayi, observasi
memahami tanda-tanda kebutuhan
komplikasi dan tindakan rumah.
yang tepat.  Beri posisi untuk
mencegah
aspirasi
 Identifikasi
tanda-tanda
distres
pernapasan untuk
mencegah
keterlambatan
tindakan.
 Kebutuhan alat
dan bahan yang
diperlukan
 Perawatan
gastronomi dan
esofagus bila
bayi telah
dioprasi,
termasuk teknik-
teknik seperti
penghisap,

19
pemberian
makan,
perawatan sisi
operasi dan/atau
ostomi, serta
ganti balutn
untuk menjamin
perawatan yang
tepat setelah
pulang.

 DAFTAR CEK PENDOKUMENTASIAN

Menurut (Solidikin, 2011), Dokumentasi yang dapat dilakukan


selama di RS
 Status anak dan lembar hasil pengkajian
 Perubahan-perubahan pada status anak
 Hasil-hasil diagnostik dan laboratorium
 Intake nutrisi
 Statu pertumbuhan dan perkembangan
 Respons anak terhadap terapi
 Reaksi keluarga terhdap pembedahaan dan hospiyalisasi anak
 Panduan pengajaran pasien dan keluarga
 Pnduan rencana pemulangan.

20
Kasus
Ny “A” datang membawa anaknya yang sedang sakit ke RS Melati . Ny “A”
mengeluh bayinya muntah setelah disusui, pada saat pasca persalinan bayi tidak mau
menyusu, dan bayi tersedak saat berupaya menelan makanan. Ny “A” juga mengeluh
bayinya kadang susah bernapas. Bayi Ny “A” berumur 14 hari dengan BB 2200 gram
dan PB 47 cm, dan berjenis kelamin laki-laki. Ny “A” berkata ada riwayat merokok
dan minum alcohol selama kehamilan. Pada pemeriksaan fisik di temukan bayi
terlihat dispnea, membrane mukosa pucat, sianosis, ditemukan suara nafas tambahan
(ronkhi basah), ditemukan retraksi dinding dada dan pada saat dilakukan palpasi,
perut bayi tampak kembung. Selain ditemukan pula suhu : 37 Pernafasan : 60x/menit
Nadi : 140x/menit pada bayi Ny “Ä”. Diagnosis klinis ditemukan bayi dengan sekresi
saliva berlebihan(ngiler). Setelah di periksa oleh dokter bayi Ny “A” di diagnosa
menderita Atresia Esophagus.
1. Identifikasi Pasien
 Nama bayi : Bayi Ny “A”
 Umur bayi : 14 hari
 Tgl/jam lahir : 3 Maret 2013/ 10.00 WIB
 Jenis Kelamin : laki-laki
 BB : 2.200 gr
 Panjang Badan : 47 cm
 Diagnosa Medis : Atresia Esofagus
2. Keluhan Utama
 Ny. A mengeluh bayinya muntah setelah disusui
 Pada saat pasca persalinan bayi tidak mau menyusu
 Bayi tersedak saat berupaya menelan makanan
 Ny “A” juga mengeluh bayinya kadang susah bernapas
3. Riwayat
 Ny.A memiliki kebiasaan merokok dan minum alcohol sewaktu hamil
4. Pemeriksaan Fisik
 Pada pemeriksaan fisik di temukan bayi terlihat dispnea, membrane
mukosa pucat, sianosis
 Ditemukan suara nafas tambahan (Ronkhi Basah)
 Ditemukan retraksi pada dinding dada
 Pada saat dilakukan palpasi, perut bayi tampak kembung
 Suhu : 37oC
 RR : 60x/menit

21
 HR : 140x/menit
 BB saat ini : 2500 gr
 Panjang badan : 47 cm
 Diagnosis klinis ditemukan bayi dengan sekresi saliva berlebihan
(ngiler)

5. Analisa Data

Data subjektif Data Objektif Masalah keperawatan

 Ny “Ä” mengeluh  Ditemukan suara Ketidakefektifan bersihan


bayinya kadang nafas tambahan jalan nafas
susah bernapas (ronkhi basah)
 Ny “A” mengeluh  Ditemukan retraksi
bayinya sering pada dinding dada
muntah saat di  Dispnea
susui  Sianosis
 RR : 60x/menit
 HR : 140x/menit
 Bayi tersedak saat  Diagnosis klinis Gangguan menelan
berupaya menelan ditemukan bayi
makanan dengan sekresi
saliva berlebihan
 Ny “A” mengeluh  BB saat ini : 2500 Ketidakseimbangan nutrisi
bayinya muntah gr : kurang dari kebutuhan
setelah disusui  membrane mukosa tubuh
pucat
 Pada saat dilakukan
palpasi, perut bayi
tampak kembung

Diagnosa Keperawatan :
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya obstruksi jalan napas dan
mucus berlebihan (Herdman & Kamitsuru , 2015)
Batasan Karakteristik :
 Perubahan frekuensi napas
 Dyspnea
 Suara napas tambahan (ronkhi basah)

22
NOC :
1. Status pernapasan : Kepatenan Jalan Napas
Kriteria Hasil : Dalam 1x 24 jam bayi diharapkan bersihan jalan napas efektif
dengan kriteria hasil :
 Frekuensi pernapasan dalam kisaran normal
 Suara napas tambahan tidak ada
 Dispnea tidak ada

NIC :
1. Manajemen jalan napas
 Buka jalan napas dengan teknik chin lieft atau jaw thrust, sebagaimana
mestinya
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Buang secret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau
menyedot lender
 Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak
ada dan adanya suara tambahan
 Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana
mestinya
 Posisikan untuk meringankan sesak nafas
 Monitor status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya.

2. Monitor Pernafasan
 Monitor kecepatan,irama,kedalaman, dan kesulitan bernafas
 Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan,penggunaan otot-otot
bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta
 Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi
 Auskultasi suara nafas setelah tindakan, untuk dicatat
 Monitor hasil pemeriksaan ventilasi mekanik, catat peningkatan tekanan
inspirasi dan penurunan volume tidal
 Monitor sekresi pernafasan pasien

3. Monitor Tanda- Tanda Vital


 Monitor tekanan darah, nadi,suhu, dan status pernapasan dengan tepat.

23
 Monitor tekanan nadi yang melebar atau menyempit
 Monitor suara paru-paru
 Monitor oksimetri nadi
 Monitor pola pernapasan abnormal
2) Gangguan menelan b.d abnormalitas jalan napas atas
Batasan Karakteristik :
 Ngiler
 Tersedak sebelum menelan
 Muntah
 Mengisap putting susu tidak efisien

NOC :
1. Status Menelan
Dalam 2x 24 jam bayi diharapkan gangguan menelan berkurang dengan
kriteria hasil :
 Menangani sekresi mulut
 Produksi ludah berkurang (Moorhead, Johnson, Mass, & Swanson,
2013)

NIC
1. Penghisapan Lendir pada Jalan Napas
 Tentukan perlunya suksion mulut atau trakea
 Auskultasi suara nafas sebelum dan setelah tindakan suksion
 Pilih kanul suksion yang diameternya separuh dari diameter pipa
endotrakeal, pipa trakeostomi atau jalan nafas pasien
 Bersihkan area sekitar stoma trakea setelah menyelesaikannya suksion
trachea, sebagaimana mestinya
 Monitor dan catat warna, jumlah konsistensi secret(Bulechek , Butcher,
Dochterman, & Wagner, 2013).
3) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan
mencerna makanan
Batasan Karakteristik :
 Berat badan 20 % atau lebih di bawah rentang berat badan ideal

24
 Membrane mukosa pucat

NOC :
1. Status Nutrisi Bayi
Dalam 1x 24 jam bayi diharapkan nutrisi yang seimbang sesuai dengan
kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil :
 Intake nutrisi yang adekuat
 Toleransi makanan adekuat
 Perbandingan berat/tinggi badan

NIC :
1. Manajemen nutrisi
 Tentukan status gizi anak dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
gizi
 Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi
 Monitor kalori dan asupan makanan
 Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan berat
badan.

2. Keberhasilan Menyusui : Bayi


Dalam 1x 24 jam bayi diharapkan nutrisi yang seimbang sesuai dengan
kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil :
 Posisi nyaman selama menyusui
 Mengenali bayi menelan dengan adekuat

NIC
1. Konseling laktasi
 Bantu menjamin adanya kelekatan bayi ke dada dengan cara yang
tepat (misalnya monitor posisi tubuh bayi dengan cara yang tepat
 Instruksikan posisi menyusui yang bervariasi (misalnya menggendong
bayi dengan posisi kepalanya berada di siku, menggendong abyi di
bawah lengan pada sisi yang digunakan untuk menyusui dan miring)

25
 Monitor kemampuan bayi untuk menghisap menggunakan jari yang
bersih untuk menstimulasi reflex menghisap dan latch on/ perlekatan
mulut bayi ke aerola ibu dengan tepat.
 Bantu dengan laktasi ulang, jika diperlukan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia esophagus adalah malformasi yang disebabkan oleh kegagalan
esophagus untuk melakukan pasase yang kontinu, esophagus mungkin tidak
membentuk sambungan dengan trakea (fistula trajeoesofagus). Berbagai tipe
kelainan esophagus Tipe A, Tipe B, Tipe C, Tipe D dan Tipe E. Pada anak
dengan atresia esofagus dapat segera dipasang kateter kedalam esofagus dan
bila mungkin dilakukan pengisapan terus-menerus, karena jika sekresi dibiarkan
tertimbun dalam tenggorokan maka bayi atau anak dalam bahaya tercekik.

B. Saran
Mengingat penyakit atresia esophagus merupakan penyakit yang
membahayakan bagi keberlangsungan hidup bayi/anak-anak maka penanganan
penyakit ini diupayakan secara maksimal dengan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan baik melalui tenaga kesehatan, prasarana dan sarana kesehatan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, K. A. (2002). Ilmu Kesehatan Anak Nelson . Jakarta : EGC.

Bulechek , G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013).


Nursing Interventions Classification (NIC). Singapore : ELSEVIER.

Herdman, T. H., & Kamitsuru , S. (2015). Diagnosis Keperawatan Defenisi &


Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcome
Classification (NOC). Singapore: ELSEVIER.

Rendle, J., Gray, O., & Dodge, J. (2005). Sinopsis Pediatri. Tanggerang : Binarupa
Aksara .

Solidikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anaak Gangguan SIstem Gastrointestinal


dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika .

Wong, D. L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M. L., & Schwartz,
P. (2008). Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

27

Anda mungkin juga menyukai