Fabian Junge
Daftar Isi
1 Pengantar 7
3 Politik Masa Lalu Secara Hukum Pidana antara 1998 dan 2000 10
4 Studi kasus: Pengadilan HAM ad hoc untuk Kasus Tanjung Priok 1984 16
7 Daftar Pustaka 47
Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi. 7
demonstran Islam di Tanjung Priok 1984, terhadap orang-orang yang masih berpenga-
penembakan misterius awal tahun 1980an, ruh yang berada di balik layar.
pembantaian terhadap anggota-anggota Usaha-usaha untuk menggeluti masa lalu
kelompok sempalan Islam di Talangsari yang dibalut kekerasan tidak memberikan
1989, penculikan para aktivis oposan 1997 rasa keadilan bagi korban, justru memperku-
dan 1998, penembakan terhadap demonn- at impunitas yang mengungtungkan para
stran mahasiswa di Universitas Trisakti dan pelaku dan negara. Akibatnya, tertutuplah
di jembatan Semanggi 1998 serta kerusuhan bagi para korban memperoleh hak untuk
Mei 1998 itu hanyalah bagian dari rentetan penjelasan, keadilan dan penggantian keru-
panjang pelanggaran HAM, yang menjadi gian atas kesengsaraan yang telah diderita.
tanggungjawab satuan-satuan tersebut. Di Indonesia juga, selalu kehilangan peluang
samping penumpasan terhadap pengecam untuk memberikan dorongan-dorongan
rejim dari kelompok islam dan pro demo- demi tatanan baru yang demokratis kepada
krasi, para buruh dan petani pun selalu men- sistem politiknya, demi pengukuhan negara
jadi korban kekerajan. Para buruh, karena hukum dan menempatkan aparat keamanan
memprotes kondisi kerja yang tak manusia- di bawah pengawasan sipil. Membongkar,
wi, dan para petani, karena mempertahan- mengadili dan mengkritik kembali kejahatan
kan diri dari penggusuran tanah yang masa lalu sangatlah penting pula untuk
dikorbankan demi kepentingan proyek-pro- mengembangkan suatu budaya politik yang
yek pembangunan raksasa. Secara de facto, memandang sejarah secara jujur dan tidak
konflik separatis yang mewarnai wilayah- dogmatis.
wilayah seperti Aceh, Papua dan pendudu- Studi berikut ini menganalisa pengadilan
kan Timor Timor yang melanggar hukum hak asasi manusia ad hoc untuk kejahatan
internasional, berada di bawah kekuasaan yang dilakukan di Tanjung Priok pada tahun
militer. Di wilayah-wilayah ini, pembunu- 1984. Pengadilan ad hoc Tanjung Priok ada-
han, pemerkosaan, penyiksaan dan pengusi- lah kasus sangat penting dan menarik karena
ran menjadi fenomena sehari-hari. sampai saat ini baru pengadilan ad hoc Tan-
Kini, sepuluh tahun setelah turunnya Suhar- jung Priok-lah yang berhasil membawa kasus
to, perincian yang jelas tak lengkap tentang kejahatan terhadap kemanusiaan yang terja-
kekejaman-kekejaman tersebut di atas, di dimasa Soeharto berkuasa. Untuk itu,
haruslah ditambah dengan perincian tentang bagian pertama akan kami jelaskan istilah
harapan-harapan yang tak terpenuhi dan „politik masa lalu“ dan permasalahan berda-
peluang-peluang yang terlewatkan. Benar, sar penelitian ini. Bagian berikutnya membe-
sesuai dengan tuntutan para korban dan rikan ringkasan perkembangan politik masa
para pendukung HAM telah dilakukan ber- lalu sejak mundurnya Suharto. Bagian utama
bagai tindakan untuk membongkar kasus- studi ini adalah studi kasus mengenai penga-
kasus kekerasan negara tertentu serta meng- dilan ad hoc Tanjung Priok. Setelah studi
hukum pelaku-pelakunya. Namun, berbagai kasus itu akan kami tinjau asal-usul kegaga-
penyelidikan itu toh dihentikan atau diblokir lan pengadilan ini. Di bagian terakhir akan
oleh pihak kejaksaan dan parlemen. Pihak kami ringkas hasil penelitian dan meninjau
Yudikatif menjatuhkan vonis minimal, prospek atas kegiatan-kegiatan yang meny-
membebaskan terdakwa kendati bukti-bukti angkut politik masa lalu di Indonesia.
memberatkannya atau melalaikan gugatan
Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi. 9
1 Fuchs, Ruth/Nolte, Detlef: „Politikfeld Vergangenheitspolitik: Zur Analyse der Aufarbeitung von Menschenrechts-
verletzungen in Lateinamerika.“ Lateinamerika Analysen 9 (2004): 66-67.
10 Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi.
2 Croissant, Aurel (2002): Von der Transition zur defekten Demokratie. Demokratische Entwicklung in den Philippinen,
Südkorea und Thailand. Wiesbaden, Westdeutscher Verlag: 30-34;
Lauth, Hans-Joachim (2004): Demokratie und Demokratiemessung. Eine konzeptionelle Grundlegung für den interkul-
turellen Vergleich. Wiesbaden, Verlag für Sozialwissenschaften: 141-151.
Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi. 11
3 Klinken, Gerry van: „The Battle for History after Suharto. Beyond Sacred Dates, Great Men, and Legal Milestones.“ Cri-
tical Asian Studies 33/3 (2001): 328-336.
4 Linton, Suzannah: „Accounting for Atrocities in Indonesia.“ Singapore Year Book of International Law 10 (2006): 4.
5 Case, William (2001): Politics in Southeast Asia. Democracy or Less?. Richmond, Curzon: 71-79;
Hadiz, Vedi R./Robison, Richard (2004): Reorganising Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Mar-
kets. London, RoutledgeCurzon: 241-244.
12 Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi.
progresif tanpa mengancam kepentingan elit gan dari perwira yang berpangkat rendah
lama. Pemerintah melalui jalan pemecahan dan tidak memberikan penjelasan kasus
dengan kompromi telah berusaha untuk secara tuntas serta tidak menghakimi dalang
menenangkan seluruh kelompok yang ber- dari kejahatan tersebut7
sangkutan6. Presiden-presiden di masa beri- Tindakan yang ragu-ragu ini menyebabkan
kutnya berpegang teguh pada strategi ini. korban dan pelaku reformasi progresif tidak
Segera setelah lengsernya Suharto, tindakan puas. Tuntutan mereka akan penjelasan yang
kejahatan atas pelanggaran HAM yang terja- lebih konsekuen lagi dan hukuman bagi
di pada masa reformasi 1997-1988 menjadi penindasan HAM di masa lalu baru berhasil
tema pokok dalam perdebatan terbuka. setelah peristiwa kelabu di Timor Leste 1999
Dibawah Habibie dibentuk sebuah Tim menjadi sebuah momen penting. Dalam
Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk kaitannya dengan referendum kemerdekaan
menyelidiki kerusuhan Mei 1998. Tim terse- provinsi, milisi-milisi yang direkrut, dilatih,
but terdiri dari anggota Komnas HAM, dipersenjatai, dibiayai dan diperintah oleh
pemerintah, polisi, militer dan beberapa militer Indonesia telah melakukan pelangga-
pihak dari masyarakat sipil. Laporan TGPF ran HAM secara brutal. Hal ini menggun-
menyebutkan sekitar 300-1200 korban cangkan masyarakat dunia dan menyerukan
meninggal, 52 kasus pemerkosaan yang seba- komunitas internasional untuk tidak diam
gian besar korbannya adalah perempuan lagi. Sebuah komisi penyelidikan PBB men-
keturunan tionghoa dan perusakan berat gemukan adanya pelanggaran HAM berat
toko-toko dan rumah-rumah penduduk sehubungan dengan referendum. Komisi ter-
keturunan tionghoa dari sekelompok orang sebut menganjurkan persidangan di depan
yang main hakim sendiri. Ada dugaan bahwa pengadilan internasional seperti pengadilan
tindakan kekerasan tersebut disutradarai ad hoc internasional yang menangani kasus
oleh perwira tinggi militer, yaitu mantan Ruanda dan negara bekas Yugoslavia8.
Komandan Kopassus Prabowo Subianto dan Pemerintah Indonesia mengelak dan men-
Pangdam Jaya Syafrie Syamsuddin. Namun, janjikan akan mengadili pelanggaran terha-
secara bertentangan dengan rekomendasi dap hukum pidana internasional di pengadi-
TGPF, keterlibatan militer yang diduga itu lan nasional. Bila pengadilan ini gagal, maka
tidak diseldiki lebih lanjut. Disamping PBB akan mengajukan opsi untuk melaksan-
penyelidikan di atas berlangsung dua proses akan pengadilan internasional.
di depan pengadilan militer, yang satu Untuk memungkinkan pengusutan tindak
menangani kasus penembakan mahasiswa di pidana terhadap pelanggaran HAM berat di
depan kampus Trisakti Mei 1988, dan yang pengadilan nasional, DPR telah mensahkan
lainnya menangani kasus penculikan aktivis sebuah Undang-Undang bagi pengadilan
di tahun 1997 dan 1988 oleh Kopassus. HAM. Karena hal ini merupakan kerangka
Namun kedua proses tersebut hanya mem- utama hukum pidana di Indonesia atas poli-
berikan hukuman ringan bagi pelaku lapan- tik masa lalu, maka dibawah ini akan dite-
6 Linton (2006): 4.
7 ICG (International Crisis Group) (2001): „Indonesia: Impunity versus Accountability for Gross Human Rights
Violations.“ Jakarta/Brüssel, ICG: 3-5.
8 UN DOC A/54/726: „Report of the International Commission of Inquiry on East Timor to the Secretary General.“
31. Januar 2000.
Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi. 13
rangkan secara singkat perihal Undang- angan memvonis atas genosida9 dan kejaha-
undang tersebut, yaitu Undang-Undang tan terhadap kemanusiaan10. Definisi-defini-
Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan si untuk tindak kejahatan ini diambil dari
HAM. Statuta Roma tentang pengadilan pidana
internasional. Kebalikan dari hukum pidana
biasa Indonesia, definisi tersebut merefleksi-
3.1 | Undang-Undang tentang kan beratnya pelanggaran HAM masif yang
terencana atau sebagai hasil kebijakan yang
Pengadilan Hak Asasi Manusia
menciptakan suasana politik yang memun-
Undang-undang 26/2000 tentang Pengadilan ginkan pelanggaran HAM berat. Kejahatan-
Hak Asasi Manusia memungkinkan pengu- kejahatan perang tidak turut dimasukan,
sutan pelanggaran hukum pidana interna- meskipun Indonesia telah meratifikasi kon-
sional di depan pengadilan nasional. Menu- vensi Jenewa 1949 pada tahun 1958. Dengan
rut UU tersebut, harus dibentuk empat pen- demikian UU tersebut tidak menyertakan
gadilan HAM tetap di Jakarta, Makassar, pengusutan pelanggaran HAM berat yang
Medan dan Surabaya. Namun, sampai saat paling sering terjadi di Indonesia kini, yaitu
ini hanya dua pengadilan HAM tetap yang kejahatan perang pada konflik bersenjata
telah disusun, yaitu di Jakarta dan di Makas- intern, hal mana militer sebagai pelaku
sar. UU 26/2000 juga memungkinkan penyu- utama dilindungi. Juga penyiksaan sebagai
susunan pengadilan ad hoc untuk mengusut kejahatan asli, bukan sebagai unsur dari
tindak kejahatan yang dilakukan sebelum kejahatan terhadap kemanusiaan, tidak ter-
undang-undang tersebut diberlakukan. Pen- cantum di UU tersebut, meskipun Indonesia
gadilan hak asasi manusia mendapat kewen- telah meratifikasi konvensi anti penyiksaan
9 Pasal 8 UU 26/2000 tentang pengadilan HAM mendefinisikan genosida sebagai „setiap perbuatan yang dilakukan den-
gan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama dengan cara:
a. membunuh anggota kelompok;
b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
c. menciptakan kondisi kehidupan yang bisa mengakibatkan kemusnahan fisik dari kelompok baik seluruhnya
atau sebagaian.
d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
10 Pasal 9 UU 26/2000 tentang pengadilan HAM mendefinisikan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai „suatu perbua-
tan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang luas atau sistematik dengan pengertian bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
a. pembunuhan;
b. pemusnahan;
c. perbudakan;
d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan
pokok hukum internasional;
f. penyiksaan;
g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara
paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang serupa;
h. penganiayaan terhadap suatu kelompok atau perkumpulan tertentu yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang
bertentangan dengan hukum internasional;
i. penghilangan orang secara paksa; atau
j. kejahatan apartheid.“
14 Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi.
tahun 1998 dan penyiksaan diangkat secara Proses pengadilan HAM terbagi dalam tiga
sistematis sebagai metode penyelidikan poli- langkah: paling awal adalah proses penyelidi-
si dan sebagai metode represif di daerah- kan yang dimulai oleh Komnas HAM. Bila
daerah konflik11. pihak komisi dalam penyelidikannya mene-
Artikel 42 dari UU 26/2000 menampung mui adanya pelanggaran HAM berat, maka
konsep tanggung jawab komando ke dalam komisi melimpahkan kasus ini pada Kejak-
hukum Indonesia. Hal ini memberi kemung- saan Agung. Kejaksaan Agung memulai lang-
kinan untuk menghukum atasan dari pelaku kah ke dua dengan proses penyidikan, hal
pelanggaran HAM berat, baik sipil maupun mana bila Kejaksaan Agung mengajukan tun-
militer, dalam arti delik pembiaran. Unsur- tutan maka langkah ketiga yaitu proses per-
unsur tindakan pidana ini adalah pertama- sidangan di depan pengadilan HAM dimulai.
tama pasukan yang melakukan kejahatan Dalam hal pengadilan HAM ad hoc masih
berada di bawah kekuasaan atau pengendali- belum jelas, apakah Kejaksaan Agung berke-
an efektif terdakwa, kedua, terdakwa menge- wajiban memulai penyidikan bila pembentu-
tahui atau seharusnya mengetahui bahwa kan pengadilan ad hoc belum ditetapkan.
bawahannya sudah atau sedang melakukan Tentang penataan pengadilan HAM ad hoc
kejahatan, dan ketiga, terdakwa gagal untuk akan diputuskan oleh pihak legislatif dan
mengambil langkah-langkah yang diperlu- eksekutif. Hanya presiden atas saran DPR
kan untuk mencegah atau menghentikan melalui dekrit dapat menyusun pengadilan
tindak pidana atau berupaya untuk menghu- HAM ad hoc. Proses tersebut sejak dari awal
kum pelaku. Dengan demikian terdakwa terpolitisir karena proses tersebut meletak-
tidak melakukan pengendalian secara patut kan wewenang untuk memutuskan pertany-
terhadap bawahannya. Hal ini menunjukkan aan-pertanyaan yuridis ke tangan DPR dan
suatu inovasi yuridis yang penting, karena pemerintah, seperti apakah sebuah kejadian
pada organisasi struktur militer semangat mengandung pelanggran HAM berat dan
kesatuan sangat menonjol, yang mewajibkan apakah kejadian tersebut menuntut adanya
setiap anggota untuk menutupi tindakan pengadilan ad hoc. Itu berarti bahwa penyu-
keliru anggota lain agar tidak dapat dihu- sunan pengadilan ad hoc dalam kasus tersen-
kum. Perasaan aman dan impunitas yang diri tidak tergantung dari status hukumnya,
lahir dari masalah ini adalah kemerosotan melainkan dari perhitungan politik pihak
moral dimana didalamnya berkembang yang terlibat dan tekanan yang mempenga-
pelanggaran HAM12. Pasal 42 memberikan ruhi bermacam-macam kelompok yang ber-
satu instrumen penting terhadap masalah minat akan hal tersebut.
ini. Pasal tersebut menyatakan bahwa bukan Meskipun adanya kelemahan-kelemahan UU
hanya tindakan langsung para perwira ren- 26/2000 menunjukkan sebuah inovasi
dah yang bisa dihukum melainkan juga tin- hukum yang penting. UU tersebut memaha-
dak pidana pihak dalang, yaitu pelaku atasan mi beratnya kejahatan terhadap kemanusi-
yang mengawasi para pelaku lapangan. aan dan genosida lebih baik dari pada
12 Häusler, Bernd (2004): „Justice for the Victims - A Legal Opinion on the Indonesian Human Rights Trials Concerning
Crimes Committed in East Timor in 1999“. Deutsche Kommission Justitia et Pax / Diakonie Menschenrechte / Misereor
/ Missio / Watch Indonesia: 31, 76.
Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi. 15
hukum pidana biasa dan memungkinkan sekuen menghakimi kejahatan yang terjadi
dakwaan bagi dalang pelanggaran HAM di Timor Timur pada tahun 1999.
berat. Disamping itu UU ini memungkinkan Meskipun banyaknya kekurangan-kekuran-
pengusutan pidana bagi anggota militer atas gan tersebut para pembela HAM dan korban
kejahatan terhadap kemanusiaan dan geno- setelah diberlakukannnya Undang-Undang
sida diluar pengadilan militer yang sampai 26/2000 mengkonsentrasikan diri menuntut
sekarang ini belum mampu mengadili per- penataan pengadilan hak asasi manusia ad
wira militer tinggi dan dipandang memiliki hoc untuk berbagai macam kasus pelangga-
sedikit kemandirian. ran hak asasi manusia di masa lampau. Pada
banyak kasus Komnas HAM melaksanakan
penyelidikan sebagai langkah pertama proses
3.2 | Politik Masa Lalu Pasca pengadilan ad hoc menurut Undang-Undang
26/2000. Pihak komisi telah memeriksa dian-
Pengesahan UU No. 26/2000
taranya kejahatan-kejahatan di Timor Timur
Sidang pertama di pengadilan hak asasi 1999, penembakan para demonstran muslim
manusia ad hoc yang dilaksanakan untuk di Tanjung Priok 1984, kerusuhan Mei 1998,
mengusut tindak kejahatan di Timor Timur penembakan para demonstran mahasiswa di
1999 secara umum dianggap gagal13. Kele- universitas Trisakti dan jembatan Semanggi
mahan-kelemahan yang paling mendasar 1998 dan 1999 serta penculikan para aktivis
adalah strategi argumentasi para penuntut 1997 dan 1998. Diseluruh pemeriksaan sam-
umum yang gagal menunjukkan unsur- pailah pihak komisi pada kesimpulan bahwa
unsur delik kejahatan terhadap kemanusi- telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia
aan; pembuktian penuntut umum yang tidak berat yang dilakukan oleh pejabat militer
banyak bisa dijadikan barang bukti itu keb- secara langsung atau pejabat militer yang
anyakan berdasarkan pada keterangan para tidak melakukan pengendalian efektif kepa-
saksi yang sudah direkayasa secara sepihak, da bawahannya. Pihak komisi dalam rangka
hal ini disebabkan karena para saksi tersebut Undang-Undang 26/2000 menganjurkan
sedikit yang mengalami tindak kekerasan penyidikan kejaksaan dan pengusutan tindak
terhadap diri sendirinya; tidak tertuduhnya pidana terhadap sebagian perwira militer
pejabat-pejabat tinggi yang diduga sebagai tinggi dibawa kedepan pengadilan hak asasi
pelaku dalam laporan penyelidikan; 12 dari manusia ad hoc. Akan tetapi kebanyakan
18 terdakwa dinyatakan tidak bersalah mes- anjuran tersebut tidak pernah melewati sta-
kipun bukti-bukti yang cukup kuat. Enam dium penyelidikan, karena kejaksaan agung
terdakwa lainnya dibebaskan dalam proses menolak untuk memulai penyidikan. Kejak-
naik banding. Kejadian ini disebabkan kur- saan agung menyebut bukti akan ketidak
angnya independen pihak peradilan dan jelasan Undang-undang seperti yang sudah
kurangnya kesungguhan politik kejaksaan disebut diatas dan berpendapat bahwa
agung dan pemerintahan untuk secara kon- pihaknya baru bisa bekerja kalau pembentu-
13 Lihat: Cohen, David (2003): „Intended to Fail. The Trials Before the ad hoc Human Rights Court in Jakarta.“
New York, ICTJ (International Center for Transitional Justice);
Häusler (2003);
UN DOC S/2005/458/Ann II: „Report to the Secretary General of the Commission of Experts to Review the Prosecution
of Serious Violations of Human Rights in Timor-Leste (then East Timor) in 1999,“ 26 Mai 2005.
16 Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi.
kan pengadilan ad hoc untuk kasus yang cak dalam konflik mengeneai hegemoni ide-
setimpal sudah ditetapkan. Kebalikannya ologis yang berkisar antara rejim dan para
pihak Parlemen menyatakan pendiriannya pengkritiknya yang beragama Islam
bahwa pengadilan ad hoc tidak bisa ditata
selama kejaksaan agung tidak memulai peny-
idikan. Bahkan, pada saat Komnas HAM 4 | Studi kasus:
sedang melakukan penyelidikan kasus Tri-
Pengadilan HAM ad hoc untuk
sakti dan Semanggi, dalam waktu yang ber-
samaan, DPR memberikan suatu keterangan Kasus Tanjung Priok 1984
yang mengatakan bahwa kasus-kasus terse- Dalam alinea ini dibahas sebuah analisa dari
but tidak menunjukkan adanya penindasan pengadilan HAM ad hoc terhadap kejahatan
hak asasi manusia berat. Patut dipertanyakan di Tanjung Priok 1984. Analisa ini dibagi
apakah organ legislativ berwenang dan kom- dalam empat bagian: bagian pertama mem-
peten atas pertanyaan-pertanyaan hukum. bahas kejadian di Tanjung Priok 1984. Beri-
Masalah pokoknya adalah ketidak jelasan kutnya disambung analisa faktor-faktor poli-
aturan atas mekanisme dan wewenang dalam tik yang menghantar pada penyusunan pen-
undang-undang 26/2000. gadilan. Bagian ke tiga membahas proses
Proses-proses di depan pengadilan hak asasi pengadilan HAM ad hoc di Jakarta dan men-
manusia ad hoc yang telah selasai berkutat anyakan apakah sidang itu dilaksanakan
pertama dengan kejahatan di Timor Leste sesuai dengan standar negara hukum dan
1999 dan kedua dengan kejahatan di Tanjung apakah proses tersebut berhasil mencapai
Priok 1984. Karena pengadilan Timor Timur tujuannya untuk membongkar kasus dan
menyidangkan tindak kejahatan yang terjadi menghukum semua yang bertanggung jawab.
setelah lengsernya Suharto, maka proses Sedangkan bagian terakhir membahas sebab-
peradilan untuk Tanjung Priok adalah satu- sebab bila pengadilan itu gagal atau berhasil.
satunya sidang terhadap pelanggaran hak
asasi manusia berat yang terjadi selama masa
rejim yang otoriter. Namun pengadilan Tan- 4.1 | Peristiwa Tanjung Priok 1984
jung Priok hampir tidak mendapat perhatian
internasional kalau dibanding pengadilan Sejak akhir tahun tujuhpuluhan rejim
Timor Timur. Kejahatan di Tanjung Priok Suharto berusaha dengan kuat membangun
berlangsung pada kurun waktu yang menja- hegemoni ideologi Pancasila14. Rejim Suhar-
di bagian sejarah Orde Baru yang penting. to setelah menyingkiran gerakan politik kiri
Kejahatan tersebut membentuk sebuah pun- memandang organisasi-organisasi Islam
14 Filosofi negara Pancasila yang merangkum lima prinsip yang luas, dulunya dirancang presiden pertama Indonesia
Sukarno sebagai usulan kompromi bagi unsur etnik, agama dan ideologi Indonesia yang terbelah setelah kemerdekaan.
Dibawah Suharto Pancasila diinterprestasikan sebagai intisari sebuah ideologi, yang memahami negara dan masyarakat
sebagai kesatuan organik dan menyerupai kekeluargaan. Harmoni, ketertiban dan stabilitas baik dalam hubungan
antara negara dan masyarakat maupun juga antar lembaga negara serta peniadaan hak-hak individu seolah-olah demi
kesejahteraan bersama yang ditentukan oleh pimpinan negara merupakan elemen pokok ideologi ini (Nasution 1992:
90-95; Bouchier/Hadiz 2003: 12). Pancasila yang merupakan juga preambul dari Undang Undang Dasar 1945 menjadi
sebuah instrumen pengawas dan penyeragaman masyarakat. Tahun 1966 Pancasila melalui TAP MPRS disebut sebagai
sumber hukum yang tertinggi. Tahun 1985 dua Undang-Undang memaksa partai-partai dan organisasi sosial untuk
mengakui Pancasila sebagai satu-satunya dasar ideologi mereka (perundang-undangan asas tunggal). Pancasila dan
UUD 45 mendapat semacam status sakral dan menjadi motif legitimasi Orde Baru yang selalu diulang-ulang.
Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi. 17
politik sebagai musuh utamanya. Organisasi Sulaeman bereskalasi dan berakhir dengan
Islam politik disebut sebagai kelompok pembakaran motor sertu Hermanus oleh
„ekstrim kanan“ yang mengancam kesejaht- sekelompok orang yang berang serta menye-
eraan masyarakat. Pada waktu itu para peng- rang sertu Hermanus yang sedang bersama
kritik yang paling tajam berasal dari organi- seorang petugas lainnya. Selanjutnya Rambe,
sasi-organisasi Islam. Mereka menentang Sulaeman, pengurus mushola Achmad Sahi
kebijakan-kebijakan seperti indoktrinasi ide- dan seorang tuna karya Muhamad Noor
ologi di institusi-institusi pendidikan atau ditangkap oleh Hermanu.
perencanaan perundang-undangan asas Pada tanggal 12 September Amir Biki dan
tunggal, dimana kebijakan tersebut memak- mubaligh lainnya ikut acara tabligh akbar
sa partai-partai dan organisasi-organisasi yang berisikan kritik terhadap pemerintah.
untuk menerima Pancasila sebagai satu- Sebetulnya acara ini tidak ada hubungannya
satunya dasar ideologi mereka. Mereka dengan kasus penangkapan tersebut. Namun
mengkhawatirkan kehilangan pengaruh di Amir Biki dan pendakwah lainnya menggu-
masyarakat dan tidak mau menempatkan nakan kesempatan tersebut untuk mengaju-
agamanya di posisi ke dua. kan tuntutan pembebasan atas empat taha-
Juga di Tanjung Priok, sebuah daerah pelab- nan yang sudah disebut diatas. Ketika ultima-
uhan di sebelah utara Jakarta, pada awal tum yang diajukan Biki yaitu bila pembeba-
tahun 1984 muncul sebuah gerakan perlawa- san empat tersangka tersebut hingga pukul
nan. Amir Biki, pengusaha dan mubaligh, 11 malam tidak dipenuhi, ia mengerahkan
mengorganisir beberapa tabligh akbar dim- massa yang berkumpul untuk mengadakan
ana dalam acara tersebut terdapat kotbah- aksi protes. Sekitar 1,500 massa berjalan beri-
kotbah kritis tentang korupsi, dominasi eko- ring-iring menuju markas Kodim Jakarta
nomi masyarakat indonesia keturunan Utara, tempat dimana empat orang tersangka
tionghoa dan perencanaan perundang- tadi ditahan. Pada saat massa berada di depan
undangan asas tunggal. Polres Metro Jakarta Utara mereka di hadang
Awal September 1984 terjadi konflik antara oleh satuan regu artileri pertahanan „Udara
jemaat mesjid Assa’dah di Tanjung Priok dan Sedang“ - Arhanudse - yang segera melepas-
petugas Babinsa setempat, sersan satu Her- kan tembakan ke arah massa.
manu. Setelah jemaat tidak menggubris Sampai hari ini seberapa jauh dan penyebab
perintah Hermanu yang menyuruh agar pembantaian ini belum jelas. Pimpinan mili-
mencabut spanduk-spanduk yang mengkri- ter pada waktu itu menyatakan bahwa praju-
tik pemerintah di sekitar mesjid tersebut, rit artileri atas dasar pertahanan darurat
maka sersan satu tersebut dengan cara yang menembaki massa yang bersenjata. Sembilan
tidak sopan mencoba sendiri mencabut pos- dinyatakan tewas dan lima puluh tiga luka-
ter tersebut. Hal ini membuat marah para luka15. Para saksi dan kelompok-kelompok
jemaat. Usaha peleraian yang dilakukan pada oposisi memberitakan tentang aksi militer
tanggal 10 September oleh dua orang takmir yang terencana itu bahwa jumlah korban
masjid Syarifuddin Rambe dan Sofwan meninggal ditafsir lebih banyak lagi, yaitu
15 Burns, Peter: „The Post Priok Trials: Religious Principles and Legal Issues.“ Indonesia 47 (1989): 62-64.
18 Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi.
berkisar antara 400 sampai 700 orang16. pamflet-pamflet yang mempertanyakan versi
Organisasi-organisasi HAM berkesimpulan resmi dari kejadian 12 September 1984. Sela-
bahwa mantan Panglima ABRI (Angkatan ma dua tahun kemudian, ratusan orang
Bersenjata Indonesia) Benny Murdani dan ditangkap dan dihukum karena dianggap
Pangdam V Jaya Try Sutrisno telah memerin- teroris atau Islam radikal dalam pengadilan
tahkan atau setidaknya dengan sadar telah yang tidak sah19.
membiarkan aksi pembantaian tersebut17. Pembantaian Tanjung Priok dan tindak
Menurut laporan para saksi mata Murdani represif selanjutnya mengakhiri sementara
dan Sutrisno muncul pada tanggal 12 Sep- perselisihan dengan Islam politik yang
tember tengah malam di tempat kejadian merupakan penentang rejim paling keras
mengontrol pelaksaan menutup-nutupi aksi yang ada setelah era runtuhnya PKI. Dengan
pembantaian tersebut. Mayat-mayat dima- melemahnya pihak penentang ini maka
sukkan ke dalam truk-truk militer lalu di rejim pada tahun 1985 berhasil menerapkan
bawa ke tempat lain dan dikuburkan di tem- Undang-Undang asas tunggal. Ideologi Pan-
pat-tempat yang tidak diketahui. Sedangkan casila selama beberapa tahun memperoleh
korban luka-luka dilarikan ke rumah sakit hegemoni yang dulunya belum berhasil
Angkatan Darat Gatot Subroto, dimana diraih: Orde Baru berada pada puncak keku-
mereka dilarang untuk menerima kunjun- asaannya20.
gan dari keluarga mereka18.
Pembantaian Tanjung Priok adalah awal
mula dari gelombang tindak represif terha- 4.2 | Sejarah Pembentukan
dap kritikus-kritikus yang menentang Orde
Pengadilan HAM ad hoc
Baru. Korban yang luka-luka pada aksi
demonstrasi tersebut dijatuhi hukuman Bagian ini membahas perihal-perihal per-
karena aksi perlawanan menentang kekua- kembangan politik mana yang memungkin-
saan negara. Pada masa berikutnya ratusan kan disusunnya pengadilan Tanjung Priok.
orang diantaranya sederetan tokoh-tokoh Karena seperti yang sudah diterangkan dia-
kritikus rejim yang sebagian besar dari kal- tas bahwa penyusunan pengadilan ad hoc
angan Islam, ditangkap, disiksa dan dalam adalah sebuah keputusan politik dari DPR
proses pengadilan sandiwara dijatuhi huk- dan presiden, yang menarik adalah strategi-
uman penjara antara beberapa bulan sampai strategi dari kelompok-kelompok yang ber-
puluhan tahun. minat serta konteks politik yang didalamnya
Mereka dituduh dengan „menyebarkan rasa dibentuk pengadilan tersebut.
ketidak puasan“ secara tidak langsung telah Pihak-pihak dan organisasi-organisasi yang
menyebabkan aksi demonstrasi. Ada juga bekerja setelah usainya Orde Baru mengenai
yang dituduh memiliki atau menyebarkan masalah Tanjung Priok secara garis besar
16 Elsam (2004a): „Preliminary Conclusive Report Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc Kasus Tanjung Priok.“ Jakarta,
Elsam: 2;
Linton (2006): 21.
17 Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) (2003): „Sakrialisasi Ideologi Memakan Korban. Tanjung
Priok, Sebuah Laporan Investigasi.“ Jakarta, Kontras: 32-35.
18 Tapol: „Tanjung Priok revisited.“ Tapol Bulletin 159 (2000): 22-23.
19 Amnesty International (1986): Indonesia: Muslim Prisoners of Conscience. London, Amnesty International: 62-64;
Tapol (1987): Indonesia: Muslims On Trial. London, Tapol: 39-42.
20 Liddle, R. Willam: „Indonesia in 1987. The New Order at the Height of its Power.“ Asian Survey 28/2 (1988): 183-184.
Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi. 19
dibagi kedalam dua kelompok: pertama koa- kini menjadi bahan diskusi. Kehausan atas
lisi korban. Koalisi ini terdiri dari korban, penjelasan yang menyeluruh dan peng-
beberapa politikus partai dan kelompok- hukuman semua pelanggaran HAM meru-
kelompok masyarakat sipil reformasi yang pakan sebuah momentum yang kuat yang
menuntut penjelasan kasus tersebut dan muncul segera setelah lengsernya Suharto,
penghukuman para pelaku. Kedua koalisi sehingga memperkuat tuntutan-tuntutan
pelaku. Koalisi ini bekerja secara reaktif atas kasus-kasus kejahatan secara satu per
untuk menghambat atau melemahkan kebi- satu.
jakan yang dituntut oleh koalisi korban. Disamping itu pada masa kepresidenan
Mereka terdiri dari perwira militer yang Habibie pengaruh dari beberapa organisasi
diduga bertanggungjawab, bekas partai Islam yang mendukung beliau seperti ICMI
pemerintah Golkar dan kemudian beberapa (Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia)
korban kasus Tanjung Priok. dan DDII (Dewan Dakwah Islam Indonesia)
lebih kuat. Sebagian anggota dari kelompok-
kelompok tersebut menaruh simpati pada
4.2.1 | Pembentukan dan Kegiatan- korban kasus Tanjung Priok yang sebagian
besar beragama Islam. Setelah berakhirnya
Kegiatan Koalisi Korban
masa Orde Baru tahanan-tahanan politik
Munculnya koalisi korban dimungkinkan dibebaskan, diantaranya juga tahanan-taha-
oleh beberapa perkembangan yang berkaitan nan Tanjung Priok. Kebebasan berpolitik
dengan berakhirnya Orde Baru: Dengan ter- yang dihasilkan dalam masa reformasi juga
bukanya debat-debat politik maka kasus- mengijinkan pembentukan organisasi-orga-
kasus yang pada waktu itu dianggap tabu nisasi korban21.
21 Sulistiyanto, Priyambudi: „Politics of justice and reconciliation in post-Suharto Indonesia.“ Journal of Contemporary
Asia 37/1 (2007): 78.
20 Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi.
direkrut dari masyarakat secara ad hoc, maka komunis direhabilitasi, tapi mengapa untuk
anggota KP3T seluruhnya terdiri dari tokoh- kasus Priok tidak segara dituntaskan?“27.
tokoh yang telah berkarir di bidang hukum Beberapa politikus dari partai-partai Islam
dan politik pada masa Orde Baru. Seperti menanggapi kritik yang disebut diatas. Ach-
Djoko Sugianto, pensiunan hakim agung, mad Sumargono, ketua partai PBB di DPR
pemimpin KP3T yang pada saat itu sebagai menyebutnya sebagai kekecewaan untuk
ketua Komnas HAM, dan pada tahun 1985 semua ummat Islam28. Juga Mentri Kehaki-
terlibat sebagai hakim atas proses subversi man dan HAM Yusril Ihza Mahendra (PBB)
terhadap 28 orang yang pada masa menuduh Komnas HAM menilai kasus-
demonstrasi Tanjung Priok menderita luka- kasus pelanggaran HAM dengan ukuran
luka25. ganda: „When investigating East Timor they
Jadi tidak mengherankan bila laporan KP3T were serious, but when investigating the Tan-
yang dikemukakan pada bulan Juni 2000 jung Priok case they were reluctant (Ketika
menerima begitu saja versi yang dipropagan- mereka menyelidiki Timor Timur mereka
da militer sejak pertengahan tahun 80-an serius, tetapi saat menyelidiki kasus Tanjung
tentang kasus Tanjung Priok. Laporan terse- Priok mereka ragu-ragu)“ 29.
but menyatakan bahwa massa yang bersenja- Atas kritik ini presiden Wahid menuntut
ta telah menyerang beberapa militer yang penyidikan yang menyeluruh oleh pihak
ada pada waktu kejadian, dimana militer ter- kejaksaan agung. Untuk menghindari ini
sebut selanjutnya atas dasar pertahanan dar- kejaksaan agung mengembalikan laporan
urat terpaksa menembaki para demonstran. KP3T kepada Komnas HAM. Pertama-tama
Menurut laporan KP3T, meskipun terdapat Kejaksaan Agung meminta agar laporan
26 korban meninggal dan 55 luka-luka, dilengkapi, berikutnya Komnas HAM
namun tidak ada petunjuk-petunjuk adanya memulai penyelidikan yang kedua. Laporan
pembantaian yang sistematis dan terencana. tentang penyelidikan kedua yang berakhir
Laporan tersebut tidak menyebutkan nama- pada bulan Oktober 2000 lebih terinci. Lapo-
nama dari tertuduh dan akhirnya menyaran- ran tersebut memuat uraian yang detail dari
kan sebuah penyelidikan intern dari TNI dan kasus yang terjadi dan berkeyakinan bahwa
rehabilitasi serta kompensasi bagi korban penembakan pada tanggal 12 September
oleh pemerintah26. 1984 dan penangkapan serta penyiksaan
Koalisi korban kecewa atas laporan tersebut. menunjukkan adanya pelanggaran HAM
Terutama mereka menkritikkan dugaan pen- berat dan sistematis. Laporan ini juga
diskriminasian antara korban kasus-kasus menyebut 23 pelaku terduga - diantaranya
pelanggaran HAM yang berbeda-beda. Beri- Benny Murdani dan Try Sutrisno - dan
kut pernyataan Beni Biki: „Persoalan Timor- menyarankan agar para pelaku terduga ini
Timur bisa cepat diselesaikan, orang-orang digugat di depan pengadilan HAM ad hoc30.
25 Detik: „Memeriksa Priok, Melindungi Jenderal. KP3T, Komisi yang Penuh Masalah.“ Supriyanto, Didik / Suwarjono,
7.5.2000.
26 Komnas HAM (2000a): „Ringkasan Eksekutif Dari Laporan Hasil Penyelidikan dan Pemeriksaan Pelanggaran Hak Asasi
Manusia di Tanjung Priok Tanggal 12 September 1984.“ Jakarta, Komnas HAM: 4-11.
27 Republika: „Korban Tragedi Priok akan Gugat Soeharto, Try dan LB Moerdani“. 27.8.1999.
28 Indonesian Observer: „Students attack rights body headquarter“. 21.6.2000.
29 ICG (2001): 9.
30 Komnas HAM (2000b): „Laporan Tindak Lanjut Hasil Penyelidikan dan Pemeriksaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia
di Tanjung Priok Jakarta, Komnas HAM: 5-8; 16-18; 20.
22 Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi.
31 Straits Times: „Mega under fire over choice of AG“. Kearny, Marianne. 16.8.2001.
32 Jakarta Post: „Tanjung Priok rights tribunal to begin.“ 29.8.2003.
33 Piagam Islah tentang Peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984. Penandatangan: Syarifuddin Rambe, Ahmad Sahi, Try
Sutrisno, Pranowo, Rudolf A. Butar-Butar, Sriyanto dll. 1 Maret 2001.
34 Hasworo, Rinto Tri (2005): „Mekanisme Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Perspektif U.U. No. 26 Tahun 2000
Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Studi Kasus Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc Tanjung Priok. Diss., Uni-
versitas Indonesia, Depok: 109.
Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi. 23
35 Jakarta Post: „Parties reach peace deal over Priok bloodshed.“ 8.3.2001.
36 Kontras (2006): „Summary Report Kontras Pengadilan HAM ad hoc Tanjung Priok 1984. Pengadilan HAM Tanjung
Priok: Pemutarbalikan Fakta dan Pengabaian Keadilan Korban“. Jakarta, Kontras: 2-3.
37 Jakarta Post: „House approves ad hoc human rights court.“ 22.3.2001.
38 Tapol: „Will these Generals ever be brought to trial?“ Tapol Bulletin 168 (2002): 20.
Juwana, Hikmahanto (2007): Human Rights-Practice in the Post-Soeharto Era: 1998-2006. Juwana, Hikmahanto/Sak-
umoto, Naoyuki (Hrsg.): Reforming Laws and Institutions in Indonesia: An Assessment. Mihamaku, Institute of Deve-
lopment Economics/Japan External Trade Organization: 130.
24 Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi.
pengadilan secara waktu dan tempat. Penga- kekuatan partai-partai dan kelompok-
dilan Timor Timur hanya boleh menghakimi kelompok Islam yang bersimpati pada kor-
kejahatan-kejahatan yang terjadi pada bulan ban kasus Tanjung Priok yang beragama
April dan September 1999 di daerah-daerah Islam. Karena merekalah yang mengalami
tertentu. Sementara itu pengadilan Tanjung kekerasan politik yang disebabkan oleh per-
Priok hanya mengurusi kejahatan-kejahatan tentangan mereka terhadap politik Orde
yang terjadi pada bulan September 1984 di Baru yang dimotivasi oleh agama. Hal ini
Tanjung Priok. Keputusan Megawati diinter- menjelaskan mengapa pengadilan kasus Tan-
pretasikan secara keseluruhan sebagai sebu- jung Priok bisa jadi, namun tidak didirikan
ah percobaan untuk mempersulit pembukti- pengadilan ad hoc untuk kasus-kasus pelang-
an jaksa penuntut umum, apakah dalam garan HAM lainnya. Nampaknya di Indone-
kedua kasus tersebut terdapat serangan yang sia politik masa lalu menurut hukum pidana
sistematis dan meluas terhadap penduduk seperti pendirian pengadilan HAM ad hoc
sipil, yang adalah syarat utama untuk sebuah yang prosedurnya sulit amat itu, tidak terja-
hukuman atas kejahatan terhadap kemanusi- di atas dasar hukum yang jelas dan indepen-
aan. Karena politik asas tunggal dan tinda- den, melainkan atas dasar kepentingan poli-
kan-tindakan lainnya seperti penangkapan tik para pengambil keputusan di bidang
sewenang-wenang, penyiksaan dan pengadi- legislatif dan eksekutif. Dengan demikian
lan sandiwara yang terjadi dalam konteks modus politik masa lalu hukum pidana dit-
kasus Tanjung Priok setelah penembakan, entukan oleh pengaruh politik kelompok-
sebagian besar terjadi diluar batasan ruang kelompok yang berkepentingan yang dapat
dan waktu tersebut. Langkah ini dapat dini- dimobilisasikan pada saatnya.
lai sebagai tanda surutnya keinginan politik
untuk politik masa lalu yang konsekuen ter-
hadap mantan petinggi militer sejak kekua- 4.3 | Persidangan di depan
saan diambil Megawati.
Pengadilan HAM ad hoc
Analisa berikut membahas sidang pengadi-
4.2.4 | Kesimpulan Sementara lan pertama kasus Tanjung Priok di pengadi-
lan HAM ad hoc yang dilaksanakan dari
Seperti yang ditunjuk dalam bagian ini, pen- tanggal 8 September 2003 sampai 21 Agustut
gadilan Tanjung Priok hanya dapat dibentuk 2004 di Jakarta. Analisa ini berdasarkan ber-
dalam konteks politik yang tertentu. Tekanan kas pengadilan seperti surat dakwaan dan
internasional yang kuat untuk mengadili putusan hakim, laporan pemantauan penga-
kejahatan di Timor Timur 1999 membuka dilan LSM HAM Elsam dan Kontras, dan
kesempatan untuk membuat sebuah desakan juga pada analisa pengadilan Timor Timur
terhadap DPR dan presiden untuk menyu- oleh Cohen dan Häusler yang sejauh mung-
sun juga pengadilan Tanjung Priok. Untuk kin menyediakan sebagai referensi untuk
itu diupayakan sebuah argumentasi, hukum- menyimpulkan soal sidang hukum Tanjung
an tindak kejahatan di Timor Timur dirasa Priok tadi. Kriteria-kriteria penilaian penga-
mendiskriminasi korban kasus Tanjung dilan adalah prinsip-prinsip persamaan
Priok yang beragama Islam. Argumentasi ini hukum terlepas dari status sosial, kemandiri-
menjadi mungkin berkat bertambahnya an hakim dan jaksa, tindakan negara yang
Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi. 25
berdasarkan hukum dan juga proses yang jawab utama dalam hal ini diemban oleh
sesuai, dalam arti perlakuan yang sama atas jaksa dan hakim, dimana mereka tidak mem-
kasus-kasus yang sama dan profesionalitas punyai minat dan kemampuan untuk mela-
aparat penegak hukum. Pertanyaan utama kukan prosedur secara mandiri dan semesti-
adalah apakah proses tersebut telah menca- nya.
pai tujuannya, yaitu pengungkapan kasus
Tanjung Priok dan identifikasi dan hukuman
bagi pihak yang bertanggung jawab. 4.3.1 | Dakwaan: Lemahnya
Perkara kasus Tanjung Priok terdiri dari
Argumentasi dan
empat sidang terhadap 14 perwira militer.
Mereka dituduh melakukan kejahatan terha- Pengacuhan terhadap
dap kemanusiaan, berupa tindak langsung Laporan Komnas HAM
atau tindakan pembiaran dalam arti tang-
gung jawab komando. Dua sidang berakhir Bila seseorang membandingkan surat dak-
dengan vonis tidak bersalah, dan dua lain- waan jaksa penuntut umum dengan laporan
nya menghukum para terdakwa salah dan KP3T, yang menarik perhatian adalah bahwa
masuk penjara selama dua atau tiga, bahkan pihak jaksa penuntut umum sangat mengab-
sepuluh tahun . Semua terdakwa pada proses aikan saran-saran KP3T. Oleh karena itu
naik banding dinyatakan tidak bersalah. para terduga yang tertinggi sama sekali tidak
Ketidakbecusan prosedur-prosedur yang dituntut. Juga menjadi sulit bagi pihak
paling mencolok adalah: kejaksaan untuk mengargumentasikan
a) Fakta bahwa tersangka menurut laporan bahwa para terdakwa telah memenuhi unsur
Komnas HAM yang kebetulan menjadi delik kejahatan terhadap kemanusian.
pejabat tinggi tidak jadi dituntut; Mandat KP3T membatasi diri pada pengum-
b) Argumentasi jaksa yang lemah, di mana pulan fakta-fakta dan saran-saran sebagai
versi dari kejaksaan yang mengecilkan landasan penyidikan kejaksaan yang selan-
kejadian-kejadian ini sangat kurang jutnya. Sesuai dengan itu laporan dari penye-
memungkinkan untuk menyatakan lidikan memuat kesimpulan kejadian-kejadi-
kasus Tanjung Priok sebagai serangan an, sebuah penafsiran hukum dari perbuatan
sistematis dan luas terhadap penduduk tindak pidana dan saran pengusutan huk-
sipil; uman bagi pihak yang nama-namanya dise-
c) pembuktian jaksa yang lemah terutama but dalam laporan. Menurut laporan, kasus
selama proses pemeriksaan saksi; Tanjung Priok adalah titik puncak konflik
d) pengintimidasian dan pengaruh militer antara Babinsa setempat, sersan satu Herma-
yang tidak dihindari atas para saksi, nu dan jemaat mushala Sa’Adah, yang mun-
jaksa dan hakim. cul hanya dalam suasana politik yang dipan-
e) Penyanggahan keputusan-keputusan as-panasi oleh mubaligh Islam kritis.
hakim. Demonstrasi oleh lebih dari ribuan umat
Oleh karena kelemahan-kelemahan ini, yang yang pada tanggal 12 September bergerak
pada alinea-alinea berikutnya akan dibahas menuju markas besar Kodim Jakarta Utara,
lebih mendalam lagi, perkara tersebut tidak bertujuan untuk menuntut pembebasan
dapat mencapai tujuannya dan tidak meme- empat anggota jemaat mereka yang ditahan.
nuhi asas-asas negara hukum . Tanggung Gerakan mereka ini ditahan oleh regu ketiga
26 Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi.
Arhanudse yang terdiri dari 14 prajurit yang Jakarta Utara, Letkol Rudolf A. Butar-Butar
dipimpin oleh sersan dua Sutrisno Mascung melakukan penembakan kearah demonstran
dibawah komando langsung kapten Sriyanto. setelah melakukan tembakan peringatan.
Menurut KP3T, ketika Sriyanto dan regu Kejadian ini menyebabkan sekurang-kuran-
diserang massa, regu tersebut dengan sepen- gnya 24 orang tewas dan 54 luka-luka.
getahuan dan sepersetujuan mantan Dandim Sebentar kemudian tiba Try Sutrisno dan
Benny Murdani di tempat kejadian dan men- penting dalam Orde Baru: Mayjen Try
gatur agar korban tewas dan luka-luka dilari- Sutrisno, yang saat peristiwa Tanjung Priok
kan ke Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot adalah Pangdam V Jaya dan pada masa beri-
Subroto. Korban tewas dikuburkan di tem- kutnya sebagai wakil Presiden R.I, serta Jen-
pat-tempat yang berbeda dan tak diketahui, dral Benny Murdani, Panglima ABRI dan
sedangkan korban luka-luka ditangkap dan Panglima Kopkamtib. Sutrisno dan Murdani
disiksa di penjara militer yang berbeda-beda. dituduh telah mengkoordinir penguburan
Pada hari-hari berikutnya 160 orang oleh korban secara tersembunyi dan mengkoordi-
karena diduga punya hubungan dengan nir penangkapan sewenang-wenang berikut-
demonstrasi ditangkap tanpa surat penang- nya setelah tanggal 12 September.
kapan dan disiksa. Laporan KP3T mengkla- Kebalikan dengan hal ini, kejaksaan hanya
sifikasikan kejadian ini sebagai pelanggaran memberikan tuduhan terhadap 14 orang.
HAM berat dalam bentuk pembunuhan Khususnya tidak didakwanyaTry Sutrisno
kilat, penangkapan sewenang-wenang, peny- dan Benny Murdani, sebagai pihak terduga
iksaan dan penghilangan orang secara paksa. yang tertinggi dalam laporan KP3T, harus
Laporan tersebut menyebutkan terdapat 23 dipandang dengan kritis. Bahwa tujuan dari
terduga, diantara mereka terdapat 14 pelaku Pengadilan HAM ad hoc adalah untuk men-
langsung dan sembilan pelaku yang melaku- cari bertanggung jawaban atas peristiwa Tan-
kan pembiaran kepada bawahannya39. jung Priok sampai tingkat tertinggi dari
Bila seseorang membandingkan tindak pid- rejim orde baru. Dengan tidak menuntut
ana dan nama pelaku terduga yang disebut Murdani and Sutrisno, jaksa penuntut
oleh KP3T dengan dakwaan jaksa penuntut umum gagal sejak awal dari kerja penunta-
umum, maka akan jadi jelas bahwa pihak san kasus Tanjung Priok.
kejaksaan tidak mau menerima dan melan- Sungguh disesalkan bahwa Murdani dan
juti saran-saran yang diajukan Komnas Sutrisno tidak dituntut meskipun laporan
HAM (lihat Tabel 2). Laporan KP3T menya- KP3T memberikan petunjuk penting bagi
lahkan pihak-pihak sebagai berikut: Sutrisno keikuttahuan dan keterlibatan mereka dalam
Mascung dan regu bawahnnya disebut seba- tindakan menutup-nutupi kejadian kelabu,
gai pelaku langsung. Kapten Sriyanto dan seperti juga keterlibatan pada penyiksaan
Letkol. Butar-Butar disebut sebagai pelaku dan penangkapan berikutnya. Padahal lapo-
pembiaran. Artinya mereka memiliki kom- ran ini memberi kemungkinan untuk mem-
ando atas regu dan tidak menghindari buat dakwaan dibawah pasal pertanggung-
pelanggaran HAM berat. Brigjen. Sumardi jawaban Komando dari UU 26/2000. Kejak-
dan Mayor Darminto, anggota Rumah Sakit saan dengan demikian tidak melakukantu-
Angkatan Darat Gatot Subroto, dipersalah- gasnya untuk melakukan penyidikan yang
kan karena terlibat dalam aksi menghilang- lebih dalam lagi atas dasar petunjuk Komnas
kan jejak. Kolonel Pranowo diduga bertang- HAM. Malah Kejaksaan hanya mendakwa
gung jawab atas penangkapan dan penyik- pihak-pihak yang disebut dibawah ini:
saan para korban yang luka-luka di penjara Daripada sembilan orang yang disebut
militer Cimanggis dan Guntur. Sebagai pela- dalam laporan KP3T, hanya Rudolf Butar-
ku utama disebutkan dua tokoh pimpinan Butar dan Pranowo didakwa telah melaku-
kan tindak pidana pembiaran. Dakwaan ter- ran, melainkan surat dakwaan menerangkan
hadap Butar-Butar pertama berhubungan sebaliknya, seperti pembelaan terhadap
dengan pembunuhan yang dilakukan oleh tuduhan pembunuhan dan percobaan pem-
Mascung dkk., kedua berhunungan dengan bunuhan yang dilakukan melalui pembiaran.
terjadinya perampasan kebebasan fisik dan Karena surat dakwaan itu secara lengkap
penganiayaan empat orang yang ditahan menjelaskan bahwa Sriyanto, dalam kasus
sebelum demonstrasi pada tanggal 12 Sep- serangan massa, telah memerintah regu
tember 1984 oleh pihak-pihak yang tidak untuk memberi tembakan peringatan,
disebut dan tidak dituntut, tetapi yang bera- bahwa regu telah mengabaikan perintah ini
da dibawah komandonya. Butar-Butar dan bahwa Sriyanto setelah tembakan-tem-
didakwa tidak mencegah tindakan bawahan- bakan pertama telah memerintah secara lan-
nya ini, meskipun ia mengetahui. Dengan sung untuk menghentikan tembakan41.
demikian ia melanggar kewajiban pengawa- Disamping pelaku utama yang tidak masuk
san. Dakwaan terhadap Pranowo berhubun- dakwaan, rekonstruksi kejadian yang menge-
gan dengan perampasan kebebasan fisik dan cilkan peristiwa Tanjung Priok merupakan
penyiksaan 169 orang setelah tanggal 12 Sep- titik lemah sentral yang kedua bagi dakwaan.
tember 1984 oleh pelaku-pelaku yang tidak Rekonstruksi ini sangat menyulitkan argu-
disebut dan tidak dituntut. Para pelaku ter- mentasi untuk terpenuhinya unsur-unsur
sebut dikatakan berada dibawah komando delik kejahatan terhadap kemanusiaan. Sya-
Pranowo sebagai pimpinan penjara militer rat pertama adanya delik kejahatan terhadap
Guntur40. kemanusiaan adalah serangan terhadap pen-
Dalam proses terhadap Sutrino Mascung duduk sipil yang sistematis atau meluas. Sya-
dkk. dan juga terhadap Sriyanto, para terdak- rat kedua adalah pengetahuan pelaku bahwa
wa ini dituntut karena penembakan atas para dengan melakukan satu atau beberapa unsur
demonstran pada tanggal 12 September delik seperti pembunuhan, pemusnahan
1984, yang merupakan tindakan langsung atau penyiksaan mereka turut terlibat dalam
kejahatan terhadap kemanusiaan dalam ben- serangan tersebut. Lemahnya dakwaan terse-
tuk pembunuhan. Patut diperhatikan teruta- but menjadi jelas jika kita memperhatikan
ma adalah surat dakwaan terhadap Sriyanto: bagaimana jaksa berusaha membuktikan
Meskipun dituntut karena pembunuhan dan sifat-sifat sistematis dan meluas atas delik-
percobaan pembunuhan, namun surat dak- delik tersebut.
waan tidak menyebutkan kapan dan bagaim- Untuk membuktikan bahwa peristiwa terse-
ana Sriyanto melakukan tindakan tersebut. but merupakan sebuah serangan yang siste-
Dan meskipun dinyatakan bahwa ia adalah matis, dijelaskan dalam surat dakwaan
komandan langsung dari regu, namun ia bahwa suasana politik yang memanas di
dituduh bukan dalam kasus delik pembia- sekitar Tanjung Priok disebabkan oleh pen-
40 Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Penuntut Umum Ad Hoc: Surat Dakwaan atas Nama Terdakwa Rudolf A. Butar-
Butar. Jakarta, 8. September 2003 (02/HAM/TJ.PRIOK/09/2003): 3, 8-10, 13-15;
Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Penuntut Umum Ad Hoc: Surat Dakwaan atas Nama Terdakwa Pranowo. Jakarta,
8. September 2003 (03/HAM/TJ.PRIOK/09/2003): 2, 8, 10.
41 Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Penuntut Umum Ad Hoc: Surat Dakwaan atas Nama Terdakwa Sutrisno Mascung
dkk. Jakarta, 23. August 2003 01/HAM/TJ.PRIOK/09/2003): 5, 12,19.
Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Penuntut Umum Ad Hoc: Surat Dakwaan atas Nama Terdakwa Sriyanto. Jakarta,
23. September 2003 (04/HAM/TJ.PRIOK/09/2003), S. 7-9, 13-15, 19-20.
Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi. 29
gajian umum yang ekstrim. Dimana dalam Sesuai dengan itu pemantau persidangan
kesempatan itu beberapa mubaligh berkhot- mengkritik bahwa jaksa melihat kejahatan di
bah mengeluarkan kritikan yang tajam ter- Tanjung Priok tidak dalam hubungannya
hadap kebijakan pemerintah yang dirasa dengan pertentangan pada waktu itu antara
mendiskriminasi, seperti politik asas tunggal pimpinan Orde Baru dan pihak oposisi yang
atau larangan mengenakan jilbab di sekolah. beragama Islam seputar pengejewantahan
Dalam situasi yang memanas ini perselesi- Pancasila sebagai ideologi hegemonial di
han dengan serda Hermanu seputar masalah mana suasana politik ini menyebakan tinda-
penangkapan empat anggota jemaat As Sa’A- kan penindasan terhadap para pengkritik
da mencapai puncaknya dalam demonstrasi rejim yang beragama Islam. Politik ini
massal pada tanggal 12 September 1984. menurut kritik, sebetulnya bisa ditafsirkan
Dalam rekonstruksi kejadian tidak digam- sebagai politik yang menjadikan tanah subur
barkan dengan jelas bagaimana tembakan ke untuk pelanggaran HAM berat di Tanjung
arah massa itu terjadi. Yang jelas, dalam surat Priok. Seandainya pandangan ini ditimbang
dakwaan tembakan-tembakan itu digambar- sepatutnya, maka akan tercipta sebuah argu-
kan sebagai hasil bentrokan spontan antara mentasi yang jauh lebih berbobot untuk
para demonstran dan militer42. Rekonstruk- membuktikan adanya sebuah serangan yang
si kejadian Tanjung Priok mengimplikasikan sistematis44.
bahwa bukan para terduga melainkan para Surat dakwaan menganggap bahwa delik ser-
kritikus Orde Baru yang beragama Islamlah angan yang meluas terpenuhi dengan adanya
yang bersalah atas kejadian tersebut. jumlah korban 10 sampai 23 orang tewas dan
Susah untuk dimengerti bagaimana jaksa 11 sampai 64 orang luka-luka. Para peman-
dengan rekonstruksi kejadian diatas berha- tau mengkritik bahwa delik ini tidak juga
rap untuk bisa membuktikan adanya seran- dimengerti dalam arti geografis atau sebagai
gan sistematis dan meluas. Setidak-tidaknya tindakan dari sebuah pola tertentu yang diu-
hal ini menunjukkan ada suatu pengertian lang-ulang, dimana hal ini tidak sepadan
yang keliru atas unsur-unsur delik sistematis dengan yurisdiksi pengadilan mengenai
dan meluas. Karena, dalam pengertian Timor Timur. Menurut tafsiran seperti ini,
hukum internasional saat kini, unsur delik demikian para pemantau, kejaksaan sebetul-
serangan yang sistematis, yang diambil dari nya bisa memberikan argumentasinya untuk
Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana pemenuhan unsur delik serangan meluas,
Internasional, terpenuhi kalau negara atau kalau kejaksaan memperhatikan banyaknya
lembaga lainnya telah melakukan kebijakan penangkapan yang sewenang-wenang, peny-
yang menciptakan suasana politik yang iksaan dan pengadilan sandiwara terhadap
memungkinkan terjadinya unsur-unsur pengkritik rejim yang beragama Islam dan
delik kejahatan terhadap kemanusiaan pengkritik rejim lainnya yang terjadi setelah
seperti pembunuhan, penyiksaan dan lain tanggal 12 September 1984 di beberapa
sebagainya43. wilayah Indonesian lainnya seperti di Garut,
Jakarta, Tasikmalya, Ciamis, Lampung dan terdapat selama proses pembuktian, teruta-
Makassar dalam hubungannya dengan peri- ma selama proses pemeriksaan saksi. Untuk
stiswa Tanjung Priok. hukuman kepada para tersangka kejaksaan
Kesimpulannya, perlu ditegaskan bahwa harus berusaha membuktikan unsur-unsur
surat dakwaan jauh lebih banyak mengang- delik dalam proses pemeriksaan saksi dan
gap sepele laporan KP3T dari pada meleng- pengajuan barang-barang bukti46. Revisi
kapinya. Rekonstruksi kejadian yang menya- keterangan saksi, lemahnya strategi pemerik-
takan bahwa penembakan pada tanggal 12 saan jaksa penuntut umum dan juga tak ter-
September 1984 adalah hasil bentrokan halanginya intimidasi kepada para saksi oleh
spontan antara arak-arakan massa yang militer sangat menghambat jaksa penuntut
agresif dan regu yang dipimpin oleh Mas- umum dalam pelaksanaan pembuktian.
cung dan Sriyanto, sepertie juga tidak diper- Saksi yang dihadirkan sebagian besar adalah
hatikannya konteks politik dan pengerahan korban peristiwa Tanjung Priok dan juga ter-
aksi penindasan setelah 12 September meng- dakwa di satu dari empat perkara Tanjung
hasilkan sebuah argumentasi yang tidak ber- Priok lainnya yang sudah disebut dalam ali-
bobot untuk membuktikan adanya serangan nea tadi. Sebagian besar korban yang dipe-
yang sistematis atau meluas atas masyarakat riksa dalam rangka penyidikan sebagai saksi,
sipil. pada masa persidangan mengajukan revisi
Kesan yang mendesak para pemantau penga- keterangan yang dulu mereka berikan untuk
dilan adalah di samping kurangnya pengala- berita acara atau bahkan mereka mencabut
man dengan hukum pidana internasional keterangan tersebut. Korban yang dimaksud
terutama kurangnya semangat untuk men- disini adalah korban yang sebelumnya telah
gungkapkan kebenaran dari para jaksa menyetujui perjanjian Islah dengan para
penuntut umum yang menyebabkan mereka pelaku.
tidak berusaha dengan sungguh-sungguh Penelitian dari organisasi HAM KontraS
untuk membuktikan delik ini45. Dengan menunjukkan, bahwa revisi keterangan dia-
adanya rekonstruksi kejadian yang mengecil- kibatkan pengaruh militer terhadap korban
kan peristiwa dan dakwaan hanya terhadap Islah. Korban itu sejak perjanjian Islah telah
pelaku tingkat rendah maka kesempatan menerima secara berkala bantuan materi
untuk mengungkap latar belakang, penyebab dari para tersangka, sehingga muncul
dan rekonstruksi kejadian yang tepat atas dugaan bahwa telah terjadi hubungan keteri-
kasus Tanjung Priok terlewatkan. katan. Ketika diwawancarai, beberapa kor-
ban mengakui pernah bertemu dengan petu-
gas Babinkum (Badan Pembinaan Hukum)
4.3.2 | Kelemahan-kelemahan sebelum mereka diperiksa di pengadilan.
Menurut para korban itu, Babinkum berha-
selama Proses Pembuktian
rap agar mereka mencabut keterangan yang
Kekurangan-kekurangan selanjutnya yang telah mereka buat di BAP (Berita Acara
patut diperhatikan atas kasus Tanjung Priok Pemeriksaan). Contohnya seorang saksi di
45 Elsam (2004b): „Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok: Gagal Melakukan Penuntutan yang Efektif
(Letzter Fortschrittsbericht über den Menschenrechtsgerichtshof für Tanjung Priok: Das Versagen, eine effektive Ankla-
ge zu führen)“. Jakarta, Elsam: 5.
46 Elsam (2004a): 31.
Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi. 31
persidangan terhadap Butar-Butar mengata- dengan para pelaku., sehingga punya rasa
kan: „Sebelum Persidangan pemeriksaan dendam terhadap militer. Hal ini membuat
saksi, saya dipanggil oleh Babinkum TNI AD, mereka sangat terbawa emosi sampai mem-
dan disuruh berbohong mengenai Berita berikan kesaksian yang berlebih-lebihan atas
Acara Pemeriksaan“. Kehadiran perwira kejadian waktu itu48.
tinggi Kopassus dalam pertemuan itu turut Mengherankan bahwa jaksa penuntut umum
memberikan ancaman kepada para saksi. menerima saja perubahan keterangan saksi
Setelah pemeriksaan di pengadilan para kor- ini, meskipun memperlemah posisinya. Hal
ban mendapatkan 500.000 Rupiah. Bagi kor- ini dengan jelas mempengaruhihasil proses
ban Islah lainnya ditanggung ongkos perjal- pengadilan, karena korban Islah merupakan
anan ke tempat persidangan. Para korban mayoritas saksi jaksa penuntut umum.
Islah selama acara persidangan memakai Pihak-pihak yang sama sering dipanggil
kaos dengan tulisan „islah adalah kebahagi- sebagai saksi dalam seluruh empat perkara,
aan kami“47. meskipun jaksa penuntut umum berdasar-
Korban Islah dengan revisi keterangan mere- kan pengalaman dengan persidangan sebel-
ka menyepelekan kejadian di Tanjung Priok umnya seharusnya sudah mengetahui bahwa
dan meringankan para tersangka. Contoh- para saksi tersebut akan menarik keterang-
nya adalah pemeriksaan tentang rinci-rinci annya dan meringankan para terdakwa.
kejadian penembakan pihak Mascung dkk. Kelemahan lainnya adalah strategi pemerik-
Banyak saksi menerangkan di penyidikan saan jaksa penuntut umum dan hakim. Jaksa
bahwa para demonstran tidak bersenjata dan penuntut umum jarang memanggil saksi
bersikap damai, namun di persidangan yang bisa membuat pernyataan yang mem-
mereka mengatakan bahwa para demonstran beratkan para pelaku. Yang sering terjadi
bersenjata dan menyerang Sriyanto dan regu adalah saksi dari satu persidangan dipanggil
artileri sebelum para prajurit tersebut balik dengan suka-sukanya untuk hadir di persid-
menembak. Juga banyak korban di penyidi- angan lainnya, tanpa memperhatikan peran-
kan menegaskan bahwa regu tidak memberi- annya selama kejadian Tanjung Priok, meski-
kan tembakan peringatan. Namun dalam pun pernyataan mereka dalam kasus yang
persidangan para saksi yang sama merubah lagi disidangkan sama sekali tidak relevan.
keterangannya dan mengatakan sudah men- Contohnya adalah A.M. Fatwa yang setelah
dengar tembakan peringatan sebelum terjadi tanggal 12 Sepetember 1984 ditangkap seca-
tembakan ke arah masa. Atas pertanyaan ra sewenang-wenang dan disiksa, sehingga
para hakim mengenai alasan-alasan peruba- sebetulnya ia bisa membuat pernyataan yang
han pernyataan tersebut mereka selalu men- relevan terhadap tersangka Pranowo. Namun
jawab bahwa mereka pada saat penyidikan ia diperiksa pula dalam persidangan terha-
masih belum menyetujui perjanjian Islah dap Butar-Butar tentang jalannya kejadian
very highest ranks support them (Ini merupa- tan dan bebas dari rasa takut. menjawab per-
kan pesan kepada Peradilan bahwa para ter- mintaan atas perlindungan saksi dengan
dakwa merupakan anggota militer yang baik tidak perduli dan meminta para pemohon
dan institusi militer sangat mendukung para lapor kepada polisi. Lalu polisi memberikan
terdakwa)“52. Para hakim dalam persidangan referensi ke polisi militer, yaitu instansi yang
Timor Leste mengakui pula bahwa kehadiran justru mau diberatkan oleh para saksi. Den-
pihak militer dimaksudkan untuk menginti- gan demikian dapat diduga bahwa banyak
midasi diri sendirinya serta jaksa penuntut saksi memberikan kesaksiannya dengan rasa
umum. Boleh dianggap bahwa para hakim takut di mana hal ini mungkin membuat
dan jaksa penuntut umum dalam pengadilan pernyataannya tersebut menjadi sepele dan
Tanjung Priok memahami ini dengan pen- ringan55.
gertian yang sama.
Para saksi pula merasa terintimidasi oleh
karena selalu hadirnya militer, sampai 4.3.3 | Keputusan-Keputusan
kadang-kadang tidak berani masuk ke ruang
Hakim yang Kontradiktif
persidangan. Nampaknya para saksi telah
menjadi sasaran kampanye intimidasi. Bebe- Disebabkan keadaan materi, analisa ini tidak
rapa saksi melaporkan adanya ancaman dapat membahas pembelaan, melainkan
pembunuhan yang mereka peroleh melalui menaruh perhatian langsung pada keputu-
telefon atau dari pihak yang tidak dikenal di san hakim. Keputusan terhadap Mascung
depan ruang pengadilan53. dkk., Sriyanto dan Butar-Butar perlu menga-
Patut untuk diperhatikan terutama bahwa lami perhatian khusus. Karena meskipun
kejaksaan dan hakim tidak mengambil tin- pihak-pihak tersebut dalam hubungannya
dakan untuk melawan itu semua. Mereka dituduh dengan kejadian yang sama, yaitu
tidak melarang kehadiran militer yang bers- penembakan pada tanggal 12 September
eragam di ruang pengadilan dan juga tidak 1984, Mascung dkk. dan Butar-Butar dijatu-
menawarkan perlindungan bagi saksi yang kan hukuman, tetapi Sriyanto divonis bebas.
merasa terancam, walau sebenarnya hakim Perbedaan keputusan ini bukan diakibatkan
dan jaksa secara eksplisit berwajib demi penilaian atas peranan individu yang berbe-
hukum untuk menjamin perlindungan para da-beda, melainkan keputusan ini adalah
saksi - meskipun UU Perlindungan Saksi dan hasil dari tafsiran yang sangat bertentangan
Korban belum ada pada saat itu54. Kejaksaan mengenai peristiwa Tanjung Priok sendiri,
yang seharusnya sangat berminat bila saksi yaitu permasalahan apakah peristiwa itu
bisa membuat pernyataannya tanpa hamba- benar-benar telah memenuhi syarat supaya
bisa dinilai sebagai kejahatan terhadap kem- demikian Mascung dkk. dianggap bersalah
anusiaan. Hal ini sekali lagi disebabkan versi- karena mereka sadar bahwa dengan melaku-
versi rekonstruksi kejadian yang bertentan- kan penembakan mereka turut terlibat
gan, di mana jatuhnya keputusan berdasar- dalam serangan sistematis dan luas terhadap
kan rekonstruksi tersebut. penduduk sipil. Mereka divonis hukuman
Para hakim dalam keputusan terhadap Mas- penjara dua sampai tiga tahun57.
cung dkk. berpendapat bahwa massa demon- Secara sangat bertentangan dengan keputu-
stran telah menyerang Sriyanto dan regu di san tadi Sriyanto dianggap tidak bersalah
bawah pimpinan Mascung. Namun para ter- atas seluruh delik-delik tuntutan dan divonis
sangka dianggap bersalah atas pembunuhan bebas. Para hakim menganggap dalam kasus
dan percobaan pembunuhan karena mereka Sriyanto terbukti bahwa tembakan ke arah
tidak menembak dengan terpaksa untuk demonstran diletuskan untuk memperta-
membela diri, melainkan mereka dengan hankan diri karena Sriyanto dan regu di
sengaja membunuh massa demonstran den- bawah komando Mascung diserang oleh
gan mengabaikan perintah komandan Sriy- massa yang bersenjata. Mascung dkk. tidak
anto untuk memberikan tembakan peringa- melakukan pembunuhan. Tembakan perin-
tan dulu sebelum menembak dengan timah gatan yang dilepaskan regu banyak yang
panas. Unsur delik serangan yang meluas memantul ke tanah. Pantulan-pantulan
menurut keputusan itu telah terbukti oleh inilah yang menyebabkan kematian dan
karena tingginya jumlah korban. Unsur delik luka-luka. Karena keseluruhan kejadian
serangan yang sistematis jadi terpenuhi kare- dianggap sebuah bentrokan yang spontan
na Butar-Butar sebelum malam tanggal 12 dan tak terencana antara demonstran dan
September telah mengetahui adanya rencana militer, para hakim berpandangan bahwa
demonstransi, sehingga oleh karena itu ia delik serangan yang sistematis terhadap
telah memerintahkan operasi militer untuk masyarakat sipil tidak terpenuhi. Butar-
mengamankan tempat-tempat strategis di Butar yang pada saat itu adalah komandan
Jakarta Utara. Menurut keputusan hakim, Kodim tidak memerintahkan untuk menem-
hal ini merupakan sebuah rencana atau kebi- baki massa, dan kasus penembakan itu den-
jakan yang menciptakan suasana gan demikian bukan hasil dari rencana yang
politik,dimana Mascung dkk. telah didorong ia buat atau hasil dari kebijakan yang men-
untuk melakukan kejahatan. Dalam keputu- ciptakan suasana yang memungkinkan keja-
san terhadap Butar-Butar para hakim juga hatan. Juga delik serangan yang meluas tidak
berpendapat bahwa Mascung dkk. telah terpenuhi, karena jumlah korban dengan 23
menembaki massa tak bersenjata dengan sampai 52 jiwa bisa dianggap sedikit. Karena
tujuan membunuh tanpa memberikan tem- pada tanggal 12 September 1984 menurut
bakan peringatan sebelumnya56. Dengan rekonstruksi kejadian tersebut tidak terjadi
56 Transkrip Keterangan Putusan Terdakwa Soetrisno Mascung dkk., 20. August 2004. 1-3, 7-8, 15;
Majelis Hakim pengadilan HAM ad hoc Jakarta: Putusan atas Terdakwa Rudolf A. Butar-Butar, Jakarta, 29. April 2004
(03/PID/HAM/Ad Hoc/2003/PH/Jakarta Pusat): 40-41, 52, 54.
57 Keputusan hukuman terhadap Mascung dkk dengan demikian berada dibawah ukuran hukuman minimal untuk keja-
hatan terhadap kemanusiaan dalam bentuk pembunuhan yang ditetapkan di UU tentang pengadilan HAM. Hukuman
minimal ini menjerat sepuluh tahun penjara (UU26/2000 pasal 37). Para hakim mendasari ukuran hukuman yang ber-
tentangan dengan hukum ini dengan menyatakan bahwa mayoritas korban telah memaafkan para tersangka dalam per-
janjian Islah dan selama persidangan telah memohon keputusan tidak bersalah untuk para tersangka. Hal ini berakibat
peringanan hukuman (Transkrip Keterangan Putusan Sutrisno Mascun dkk, S 8-10).
Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi. 35
kejahatan terhadap kemanusiaan, maka Sriy- bak massa yang menyerang untuk memper-
anto tidak dapat dihukum atas kesalahan tahankan diri. Jumlah korban dianggap sedi-
itu58. kit. Namun sebaliknya banyaknya jumlah
Kontradiksi lainnya terdapat diantara kepu- korban menurut keputusan terhadap Mas-
tusan terhadap Butar-Butar dan Sriyanto. cung dkk. dan Butar-Butar membuktikan
Keputusan terhadap Butar-Butar menyata- delik serangan yang meluas. Massa menurut
kan bahwa ia bersalah atas delik pembiaran keputusan ini dinyatakan tidak bersenjata,
sesuai dengan pasal 42 UU 26/2000 yang regu dibawah komando Mascung dan Sriy-
sudah dijelaskan di atas, itu sebab regu pim- anto telah menembak bukan karena mem-
pinan komando Mascung melalui Sriyanto pertahankan diri, melainkan dengan kesen-
sebagai perwira penghubung secara efektif gajaan yang brutal dan sebagai akibat dari
berada dibawah pengawasan Butar-Butar. kebijakan yang menciptakan suasana yang
Butar-Butar diberitahu oleh Sriyanto menge- memungkinkan kejahatan tersebut. Berkai-
nai situasi di tempat kejadian melalui radio tan dengan tanggung jawab komando ada
dan dengan begitu beliau telah mengetahui keanehan dalam keputusan terhadap Sriyan-
terjadinya penindasan HAM yang dilakukan to. Keputusan tersebut mengusut secara ter-
oleh bawahannya. Namun ia sama sekali perinci garis komando pada saat penemba-
tidak melakukan pencegahan. Oleh karena kan meskipun itu tidak relevan, karena Sriy-
itu menurut keputusan hakim Butar-Butar anto tidak dituntut dibawah pasal 42 UU
telah melanggar kewajiban untuk mengen- 26/2000 tentang jawaban komando. Yang
dali dan mengawas perlakuan bawahannya59. mencolok terutama adalah keputusan terha-
Yang paling menonjol disini adalah penilaian dap Sriyanto bertentangan secara terang-ter-
bahwa Sriyanto sebagai perwira penghubung angan dengan keputusan terhadap Butar-
mempunyai komando langsung atas regu Butar yang menganggap Sriyanto sebagai
selama regu tersebut melepaskan tembakan. perwira penghubung memegang komando
Hal ini bertentangan dengan keputusan ter- atas Mascung dkk. ketika regu melepaskan
hadap Sriyanto yang menganggap sebagai tembakan. Maka keputusan-keputusan pen-
terbukti bahwa komando atas regu di bahwa gadilan tidak berhubungan antara satu sama
Mascung sudah diberi kepada markas besar lain dan sangat saling bertentangan. Ini
polisi Jakarta Utara yang meminta regu itu hanya bisa terjadi karena para hakim menga-
demi pengamanan diri sesaat sebelum tem- dopsi secara mutlak narasi yang berbeda-
bakan dilepaskan. Menurut versi ini Sriyanto beda atas kejadian 12 September 1984 dari
dan juga Butar-Butar pada waktu kejadian pada mendasari keputusan mereka atas
tidak bertanggung jawab atas regu itu. sebuah pengertian akan jalannya kejadian
Kita rangkum sekali lagi: Menurut keputu- yang sebelumnya telah ditemukan bersama-
san terhadap Sriyanto tidak ada serangan sama, serta berdasarkan sikap dan beratnya
yang sistematis atau meluas terhadap pendu- kejahatan yang terjadi, seperti telah diprak-
duk sipil dan militer dibawah perintah Mas- tekkan dalam pengadilan internasional ad
cung dan Sriyanto secara spontan menem- hoc tentang Ruanda dan bekas Yugoslavia.
58 Majelis Hakim pengadilan HAM ad hoc Jakarta: Putusan atas Terdakwa Sriyanto. Jakarta, 20. August 2004
(04/PID/HAM/Ad Hoc/2003/PH/Jakarta Pusat): 5, 11-12, 34, 36, 40, 37, 56-58.
59 03/PID/HAM/Ad Hoc/2003/PH/Jakarta Pusat: 40-41, 47, 49-51;
04/PID/HAM/Ad Hoc/2003/PH/Jakarta Pusat: 11, 30, 51.
36 Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi.
kan kesan adanya perkara yang sesuai asas- pemecatan pegawai yang patuh demi hukum
asas negara hukum. Di dalam berikut akan diganti dengan kesepakatan diam-diam yang
dibahas asal-usul gagalnya pengadilan. menurut kesepakatan ini para hakim, jaksa
dan pengacara atas loyalitasnya kepada presi-
den dan militer mendapatkan kesempatan
5.1 | Kelemahan-kelemahan pada untuk memperkaya diri sendiri. Korupsi
yang tidak begitu sistematis benar ada sejak
Sistim Peradilan
dulu. Tetapi sekarang korupsi menjadi ciri
Sikap para hakim dan jaksa penuntut umum khas sistem peradilan, dan dengan demikian
akan dapat disimaki pada latar belakang merampas fungsi peradilan untuk mengawa-
ketitdakmandirian kedua lembaga mereka si dan melindungi hak-hak masyarakat.
masing-masing. Baik kehakiman dan kejak- Sampai tahun 1965 penjualan keputusan
saan ditandai budaya kelembagaan hirarki pengadilan dan penyuapan jaksa dan hakim
militer yang mengakibatkan pengertian atas adalah lumrah, pengacara berfungsi sebagai
diri sendirinya tidak wajib loyal kepada Broker antara jaksa atau tertuduh dan pen-
hukum dan peradilan yang independen, gadilan. „Mafia pengadilan“ merasuki insti-
melainkan harus loyal kepada kebijakan tusi peradilan sampai ke segala sudut.
pemerintah.. Kurangnya kemandirian yustisi Orde Baru meneruskan situasi ini. Rejim
itu adalah warisan dari rejim-rejim otoriter yang memberikan peluang kepada penjabat
di bawah Sukarno dan Suharto. negara untuk memperkaya diri sendiri dan
Karena sistem peradilan di Orde Baru, seper- mendorong modernisasi ekonomi secara
ti halnya militer, pada kenyataannya ber- otoriter dan bertentangan dengan hak-hak
fungsi untuk menindas kelompok-kelompok masyarakat, tidak memiliki kepentingan
oposisi. Penggunaan sistem peradilan seba- akan sistem peradilan yang mandiri maupun
gai alat penindasan mensyaratkan kepatu- jaminan hukum yang lain. Ideologi negara
hannya dibawah kepentingan dan tujuan yang bersifat kekeluargaan menjadi legitima-
rejim. Landasan-landasannya telah diletak- sinya. Karena demokrasi Pancasila ditentu-
kan selama periode demokrasi terpimpin kan sebagai satu-satunya bentuk organisasi
1959-1965. Menurut Sukarno, pemisahan negara yang khas Indonesia, maka Orde Baru
kekuasaan dan negara hukum adalah konsep dalam kesimpulannya menolak ideologi-ide-
dari neokolonialisme dan anti Indonesia. oligi lainnya seperti liberalisme yang dengan
Konsep Hukum Revolusi membenarkan mengajarkan pemisahan kekuasaan negara
campur tangan oleh pihak eksekutif pada serta saling pengawasan kekuasaan-kekua-
kegiatan-kegiatan bidang yudikatif demi saan itu dianggap tidak Indonesianis. Abdul-
kepentingan revolusi. Penghapusan formal kadir Besar, jaksa militer dan seorang ideolog
atas indepensi bidang yustisi terdapat dalam menulis pada awal tahun 70-an: „The drafters
UU 19/1964 tentang Kekuasaan Kehakiman of the 1945 Constitution consciously avoided
dan UU 13/1965 tentang Pengadilan yang basing our system of government on Montes-
memberi hak kepada presiden untuk inter- quieu’s theory of the separation of powers
vensi langsung dalam pemgambilan keputu- because they regarded that theory to be part of
san pengadilan. Hasil dari pada hal tersebut liberal democratic theory (Para penyusun
adalah runtuhnya sistem peradilan yang UUD 1945 secara sadar mencegah pendasa-
cepat. Otonomi sistem peradilan dengan ran sistem kenegaraan kita dengan teori
38 Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi.
Montesquieu tentang pemisahan kekuasaan han“ Suharto serta di atas kertas adanya
karena teori tersebut mengacu pada teori pembagian kekuasaan, terutama UU 14/70
demokratik liberal)“60. tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekua-
Pemisahan kekuasaan negara meskipun ter- saan Kehakiman memenuhi tujuan tersebut.
tulis dalam UUD, namun menurut ideologi UU ini menggantikan UU 19/1964 dan
Orde Baru ketiga kekuasaan negara (legisla- 13/1965, dan menghapuskan kesempatan
tif, eksekutif, yudikatif) tidak dihendaki campur tangan pihak eksekutif secara formal
untuk bisa saling mendominasi atau menga- serta mengembalikan kemandirian yustisi
wasi, karena dikhawatir bahwa ini bisa men- secara resmi. Namun, karena UU ini mele-
gakibatkan saling mencurigai dan ketidakh- takkan keputusan perihal sistem peradilan
armonisan. Daripada itu diwujudkan sebuah yang organisatoris, administratif, finansialis
negara „integral“ yang berseragam di mana dan personil ke tangan Departemen Kehaki-
ketiga kekuasaan negara tersebut bekerjasa- man, maka pihak eksekutif tetap mendapat-
ma demi kepentingan bersama. Selama Orde kan pengaruh atas hakim yang sekarang
Baru, negara hukum secara de facto berarti berada di bawah masing-masing Mahkama
kepatuhan lembaga yudikatif atas kebijakan Agung dan Departemen Kehakiman sekali-
rejim yang ingin mencapai stabilitas politik, gus.
ketertiban dan pembangunan61. Secara para- Disamping itu hakim dan jaksa merupakan
doks, Orde Baru menggambarkan dirinya bagian dari Golkar karena dipaksa menjadi
sekaligus sebagai pembaru dan penjaga anggota Korpri, sehingga dengan gampang
negara hukum. Gambar ini diperuntukkan bisa diawasi oleh pimpinan partai itu, atau
demi dua tujuan sekaligus, yaitu untuk dengan kata lain oleh Presiden sendiri63.
membangun sebuah citra dan identitas yang Menurut pengertian diri sendirinya, sebagai
jelas berbeda dengan masa kekuasaan Sukar- pegawai para hakim harus loyal terhadap
no yang dianggap kacau itu, dan untuk pimpinan negara dan bukan terhadap oto-
menenangkan investor dan pemberi kredit nomi pengadilan64. Kejaksaan mengerti diri-
asing yang Suharto membutuhkan sebagai nya sendiri sebagai pelaksana pedoman poli-
sumber dana untuk sistem patronasenya62. tik. Korupsi sistematis yang paling lambat
Di samping secara teratur diadakan „pemili- pada pertengahan tahun 70-an tersebar sam-
60 Besar, Abdulkadir (1972): The Family State. Bourchier, David/Hadiz, Vedi R. (2003) (Eds.): Indonesian Politics and
Society. A Reader. London/New York, RoutledgeCurzon: 43.
61 Lev, Daniel (2007): The State and Law Reform in Indonesia. Lindsey, Timothy. (Eds.): Law Reform in Developing and
Transitional States. London, Routledge: 242-243;
Lindsey, Timothy (1999a): From Rule of Law to Law of the Rulers - to Reformation?. Lindsey, Timothy. (Ed.): Indone-
sia. Law and Society. Sydney, Federation Press: 13-14.
Lubis, Todung Mulya (1999): The Rechtsstaat and Human Rights. Lindsey, Tim. (Ed.): Indonesia. Law and Society. Syd-
ney, Federation Press: 172, 189-190.
62 Lindsey, Timothy (1999b): Introduction: An Overview of Indonesian Law: Lindsey, Timothy. (Ed.): Indonesia. Law and
Society. Sydney, Federation Press: 8.
63 Melalui partai pemerintah Golkar, Orde Baru berusaha mengikat segala segmen masyarakat ke dalam aparat kekuasaan-
nya yang otoriter dan korporatis. Korporatisme menandai organisasi kepentingan sosial menurut identitas-identitas
profesional atau primordial (Ufen 2002: 84). Schmitter (1974: 96) mendefinisikan varian korporatisme yang otoriter:
„Corporatism can be defined as a system of interest representation in which the constituent units are organised into a
limited number of singular, compulsory, non-competetive, hierarchically ordered and functionally differentiated catego-
ries recognised (...) by the state and granted a deliberate representational monopoly within their respective categories in
exchange for observing certain controls on their selection of leaders and articulation of demands and supports“.
64 Lev, Daniel: „Judicial Authority and the Struggle for an Indonesian Rechtsstaat.“ Law & Society Review 13/1 (1978): 53-56.
Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi. 39
pai ke tingkat Mahkamah Agung memung- lembaga seakan-akan lembaga militer. Pand-
kinkan bagi elit kekuasaan untuk mempen- angan profesi yang menghormati kemandiri-
garuhi keputusan pengadilansecara infor- an yustisi tidak disokong. Pendidikan para
mal. Hal ini menyebabkan bahwa gugatan jaksa mengutamakan disiplin dan loyalitas
hak-hak individu di depan pengadilan ter- terhadap pemimpinnya daripada prestasi
gantung harta dan pengaruh politik. kerja masing-masing individu. Latihan keras
Setelah berakhirnya masa Orde Baru ada kemiliteran, latihan berbaris dan memakaia
reformasi hukum yang penting. Antara lain seragam mendominasi pendidikan jaksa,
ketetapan paling penting dari konvensi HAM sehingga ciri militaristik ini diteruskan tanpa
PBB sudah ditampung dalam UUD melalui mau berhenti-henti. Akibatnya, jaksa penun-
amendemen, seperti juga tujuan atas negara tut umum merasa lebih terikat dengan
hukum dan kemandirian sistem peradilan. pemerintah dan militer daripada keadilan
Reformasi kelembagaan yang penting adalah dan kemandirian yustisi. Dengan demikian
pembentukan Mahkamah Konstitusi yang tidak realistis untuk mengharapkan bahwa
sejak permulaan berfungsi cukup mandiri, dalam pengadilan Tanjung Priok para jaksa
dan pendirian sebuah komisi yudisial yang akan berlaku secara independen dan profe-
bertugas untuk mengawasi kemandirian sis- sional padahal yang menjadi terdakwa pada
tem peradilan65. Langkah reformasi yang sidang ini justru adalah anggota militer, di
paling signifikan terdapat dalam UU „satu mana selama 35 tahun kejaksaan meman-
atap“. UU ini melengkapi UU no.14/1970 dang diri sebagai kaki tangan militer66.
tentang Kekuasaan Kehakiman dengan Tidak hanya pengertian akan diri sendiri,
memindahkan kewenangan atas keputusan- tapi juga mekanisme internal kejaksaan, baik
keputusan administratif, organisatoris dan yang formal maupun yang tidak formal, den-
finansial di pengadilan dari Departemen gan erat bertentangan dengan kemandirian
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ke Mah- individual para jaksa. Sebab dalam struktur
kamah Agung. Namun demikian undang- jawatan yang hirarkis itu karir individual ter-
undang ini baru diterapkan pada awal tahun gantung bukan dari prestasi kerja masing-
2004, sehingga karir masing-masing hakim masing individu, seperti dari kualitas dak-
yang berjabat selama pengadilan ad hoc Tan- waan-dakwaan atau jumlah keputusan huk-
jung Priok tetap tergantung dari eksekutif. uman yang dihasilkan melainkan dari loyali-
Warisan dari jaman otoriter, yaitu penghan- tas perseorangan terhadap pemimpinnya.
curan kemandirian sistem peradilan yang Motivasi jaksa dalam sebuah persidangan
dimulai pada masa Sukarno dan keterikatan terutama ditentukan pesanan apa yang ia
lembaga-lembaga peradilan ke dalam sistem disinyalir oleh atasannya - sampai ke tingkat
korporatis Orde Baru sampai kini juga mem- Jaksa Agung: apakah dalam kasus ini tuntu-
bebani sistem peradilan dan secara masif tan yang serius dikehendaki, tidak? Atau,
menganggu kemandiriannya. Selama 35 dengan mengutip Cohen: „The nature of the
tahun kejaksaan dipimpin oleh perwira ting- Indonesian system for the administration of
gi dan sampai kini mengerti dirinya sebagai justice is such that the lack of political will at
65 Stockmann, Petra (2007): „The New Indonesian Constitutional Court. A study into its beginnings and first years of
work.“ Jakarta, Hanns Seidel Stiftung / Watch Indonesia: 99-150.
66 Cohen (2003): 48-51.
40 Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi.
the highest level is like a paralyzing narcotic politik akan bisa menjadi panas, dan kurang
that seeps downward through the whole system menawarkan kesempatanatas apapun, walau
(Adalah sifat-dasar dari sistem peradilan di tetap mengandung risiko besar atas karir
Indonesia bahwa kuragnya kemauan politik profesional masing-masing jaksa68.
pada tingkat paling tinggi merembesi selu- Hampir sama dengan situasi para hakim
ruh sistem seperti narkotik yang melumpuh- yang lembaga profesionalnya sampai pada
kan)“67. Jadi, jika Jaksa Agung secara halus berakhirnya Orde Baru terikat ke dalam apa-
mengisyaratkan ketiadaan semangatnya ratur negara dengan persatuan pegawai yang
untuk membongkar sebuah kasus, misalnya korporatis, yaitu Korpri. Para hakim sampai
pura-pura kurang disediakan dana, maka kini tetap memandang dirinya tidak sebagai
para jaksa yang telah peka atas artinya isyarat pelaksana hukum, melainkan sebagai pega-
macam ini akan mengikuti petunjuk yang wai negeri yang menurut pemandangan
tidak langsung ini demi kepentingan karir umum di Indonesia mesti loyal kepada tuju-
diri sendirinya. an pemerintah69. Tambahan lagi adalah isya-
Oleh karena Jaksa Agung tetap berpandan- rat ancaman militer selama pengadilan kasus
gan bahwa tujuan lembaganya adalah Tanjung Priok. Perlu dicatat pula bahwa
penerapan kebijakan pemerintah, maka dia ancaman dari pihak militer selama persidan-
pula terbuka terhadap isyarat dari pihak gan kasus Tanjung Priok sungguh-sungguh
pemerintah tentang keinginan politiknya. harus ditanggapi secara serius di suatu nega-
Dalam kasus Tanjung Priok misalnya kurang ra, di mana hakim yang telah menghukum
adanya kemauan politik di pihak pemerintah seorang kalangan elit lama bisa saja ditem-
diisyaratkann dengan cara membatasi waktu bak mati di jalan70.
dan tempat yurisdiksi pengadilan (Keppres Kesimpulannya, kurangnya kemandirian
96/2000), penunda-nundaan pengesahan para jaksa dan hakim yang membuat mereka
Keppres itu, dan pendanaan pengadilan peka pada tiadaan keinginan politik
yang sangat minim. Tidak mengherankan pemerintah perlu dianggap sebagai penye-
bila para jaksa dalam kasus Tanjung Priok bab langsung atas gagalnya pengadilan Tan-
cenderung menggelar pengadilan hanya jung Priok. Tinggal pertanyaan mengenai
sebagai formalitas belaka, tanpa mereka den- apa yang menyebabkan kurang keinginan
gan serius bertujuan untuk menghukum politik pemerintah atas pengungkapan kebe-
para terdakwa. Karena di sebuah sidang pen- naran dan penuntutan pertanggunganjawab
gadilan terhadap anggota militer yang sangat atas kasus Tanjung Priok menurut hukum
berpengaruh seperti Sriyanto, kejaksaan dan pidana. Demi penjelasan soal ini perlu kami
pemerintah tidak mempunyai kepentingan pandang suatu dimensi demokrasi yang telah
atas pelaksanaan pengadilan secara konse- dijelaskan di bab 2, yaitu dimensi kekuasaan
kuen, sebab perkara seperti itu menurut efektif.
5.2 | Kembalinya Peran Militer Untuk memastikan diri atas dukungan dari
pihak militer, ia membiarkan militer sendiri
Tuntutan menurut politik masa lalu kebany- mengembangkan sebuah strategi untuk
akan dialamatkan kepada militer yang diang- reformasi internal73. Sebuah lokakarya mili-
gap bertanggung jawab atas banyaknya ter di bawah pimpinan jenderal yang bero-
pelanggaran HAM selama masa Orde Baru. rientasi reformasi seperti Susilo Bambang
Secara bersamaan militer menolak segala Yudhoyono dan Agus Wirahadikusuma
macam politik masa lalu. Kalau keinginan menyusun sebuah konsep pengganti peranan
politik pihak pemerintah menentukan dwifungsi ABRI. Doktrin yang disebutkan
keseriusan penuntut umum dan hakim atas sebagai paradigma baru memberi alasan
politik masa lalu yang konsekuen dan dituju- pula untuk mengganti nama militer dari
kan ke arah militer maka di sini perlu ditan- ABRI menjadi TNI (Tentara Nasional Indo-
yakan seberapa jauh militer setelah tahun nesia). Peranan militer di masa datang dite-
1998 bisa menahan atau memperoleh kem- tapkan dalam empat pokok persoalan:
bali peranannya. Atau dengan kata lain, sebe- 1. militer tidak selalu perlu berdiri di bari-
rapa jauh ketergantungan pemerintah dari san terdepan politik;
militer pada saat pengadilan Tanjung Priok. 2. militer tidak lagi mencoba untuk men-
Pembahasan usaha reformasi militer selama duduki posisi-posisi di pemerintahan,
masa transisi akan menjawab pertanyaan itu. melainkan hanya memberikan pengaruh
Segera setelah berakhirnya rejim otoriter atas keputusan pemerintah saja;
militer Indonesia berada dalam posisi defen- 3. pengaruh politik tidak lagi dilaksanakan
sif. Gerakan demokrasi dengan berapi-api secara langsung melainkan tidak lang-
menuntut penghapusan dwifungsi71 dan sung;
hukuman terhadap perwira militer atas 4. Militer berpedoman pada prinsip keber-
pelanggaran HAM masa lalu. Kerusuhan Mei samaan dengan komponen negara lain
1998, yang dianggap perlu dipertanggungja- dalam pengambilan keputusan-keputu-
wabkan militer, dan penembakan atas san yang penting dengan.
demonstran mahasiswa di Universitas Tri- Jadi di satu sisi klaim atas posisi jabatan
sakti, Jakarta, pada bulan Mei serta penem- dalam lembaga negara sipil diserahkan,
bakan demonstran lainnya di daerah namun di sisi lainnya militer mempertahan-
Semanggi, Jakarta, pada bulan November kan pengaruh yang tidak langsung atas kepu-
1998 mendesak militer lebih jauh ke sudut72. tusan-keputusan penting. Paling tidak den-
Di dalam suasana politik ini ABRI (Angka- gan demikian sudah dinyalakan lampu hijau
tan Bersenjata Republik Indonesia) tergan- untuk rentetan pembaharuan. TNI meneri-
tung dari perlindungan presiden. Sebaliknya ma pemisahan militer dan polisi, serta pula
Presiden Habibie karena posisinya yang pengurangan kursi di DPR secara berangsur-
lemah dalam koalisi rejim membutuhkan angsur hingga sampai pada penghapusan
militer sebagai stabilisator kekuasaannya. total di tahun 2004. Pembaharuan di ling-
71 Doktrin dari dwifungsi yang artinya fungsi ganda militer, memperuntukkan militer disamping pertahanan ke luar dan
menjaga stabilitas ke dalam juga mengambil alih tugas-tugas sosial dan politik (Ufen 2002: 92).
72 Crouch, Harold (1999): Wiranto and Habibie: Civil-Military Relations since May 1998. Budiman, Arif / Hatley, Barbara
/ Kingsbury, Damien (Eds.): Reformasi. Crisis and Change in Indonesia. Clayton, Monash: 135-137.
73 Mietzner,Marcus (2006): „The Politics of Military Reform in Post-Suharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and
Institutional Resistance.“ Washington, East-West Center: 10-11.
42 Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi.
kungan internal berhubungan dengan pen- net75. Tapi kontribusi Wahid yang mungkin
cabutan perwira karyawan, yaitu perwira paling penting menjadi mulainya diskusi
militer yang aktif dijabatan kerja non-militer tentang penghapusan struktur komando
serta pemisahan hubungan formal dengan teritorial yang dipicu penganut perubahan
Golkar. Dengan jalan bahwa TNI secara radikal, yaitu jenderal AgusWirahadikus-
resmi menjauhkan diri dari fungsinya seba- uma. Beliau menyarankan berbagai konsep
gai alat kekuasaan rejim dan menerima pen- dan mengadakan sebuah proyek contoh.
gurangan peranan politis formalnya, maka Namun usaha perubahan tersebut tidak
TNI dapat menghindari sebuah reformasi dapat diperwujudkan karena pada tahun
landasan institusi pengaruh politiknya, yaitu 2001 masa pemerintahan Wahid dihentikan.
struktur komando teritorial (Koter) serta Koalisi parlemen yang telah memilih Wahid
otonomi terbatas atas pembiayaan yang ber- menjadi presiden sejak awalnya sangat terpe-
kaitan erat dengan komando teritorial itu74. cah-pecah. Dari pada mengamankan dukun-
Abdurrahman Wahid yang dipilih sebagai gan partai koalisi melalui sebuah kebijakan
Presiden pada tahun 1999 memulai jabatan- alokasi jabatan yang seimbang, Wahid
nya dengan agenda yang radikal dengan menerapkan sebuah pola kekuasaan yang
tujuan untuk meraih supremasi sipil atas bersifat neopatrimonial, di mana ia membe-
segala urusan kemiliteran. Pada bulan-bulan ri kursi kabinet dan jabatan-jabatan yang
pertama masa jabatannya yang singkat itu ia strategis di birokrasi dan perusahaan negara
sudah membubarkan Bakorstanas (Badan kepada para pengikutnya. Oleh karena itu
Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas), partai-partai di DPR memanfaatkan impli-
yaitu dinas intelijen militer terutama yang kasi keterlibatan Wahid dalam beberapa
fungsinya diarahkan kepada urusan dalam kasus korupsi sebagai alasan untuk memak-
negri. Wahid juga berusaha untuk menem- zulkan dia.
patkan Departemen Pertahanan yang selama Untuk memperkuat posisi mereka masing-
ini didominasi militer di bawah pimpinan masing, baik Wahid maupun para penentan-
sipil dengan mengangkat untuk pertama gnya di DPR mencari dukungan militer.
kalinya sejak tahun 50-an seorang pejabat Akhirnya, Wahid terpaksa bersikap longgar
sipil sebagai mentri pertahanan. Ia juga pada TNI yang antara lain menyebabkan ia
menghapus bagian sosial politik (sospol) di harus memecat Agus Wirahadikusuma. Den-
Departemen tersebut, yang secara tradisional gan demikian debat umum tentang struktur
menjadi pintu masuk untuk pengaruh mili- teritorial dihentikan untuk sementara. Seca-
ter ke Departemen itu. ra keseluruhan TNI melalui peranannya
Perwira-perwira aliran pro-reformasi diberi sebagai penengah antara tokoh-tokoh politik
posisi-posisi tinggi, seperti contohnya jen- sipil yang saling bermusuhan berkaitan den-
dral Agus Wirahadikusuma yang diangkat gan pemakzulan Wahid dapat menyebarluas-
menjadi komandan Kostrad, sedangkan per- kan pengaruh politiknya. Akhirnya para
wira aliran konservatif seperti jendral Wir- pejabat militer konservatif yang menyesal-
anto dikompensasi dengan jabatan di kabi- kan politik personil Wahid dan upayanya
74 Struktur teritorial militer menempatkan sebuah administrasi militer yang paralel pada seluruh tingkat administrasi
sipil. Militer sejauh itu menguasai sebuah otonomi finansial yang relatif; diperkirakan 70 % budgetnya dihasilkan dari
usaha-usaha sendiri baik yang legal maupun ilegal (Lowry 1996: 60; Ufen 2002:188-189).
75 Editors, The: „Changes in Civil-Military Relations since the Fall of Suharto.“ Indonesia 70 (2000): 126-130, 133.
Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi. 43
demi reformasi struktur teritorial itu men- gah, dan Maluku serta memanasnya konflik
dukung pemakzulan Wahid, sehingga peme- separatis di Aceh dan Papua dalam pandan-
catan presiden berhasil dan wakil presiden gan sejumlah besar politisi sipil menjadi
Megawati mengambil alih jabatan kepreside- bukti atas kegagalan transisi demokrasi yang
nan mulai bulan Juli 200176. cuma mengakibatkan meningkatnya instabi-
Di bawah Megawati reformasi militer ber- litas dan kericuhan. Pada situasi itu TNI
henti oleh sebab beberapa alasan. Pertama, mengklaim sebuah fungsi kepemimpinan
militer setelah pemecatan jabatan Wahid dalam rangka mempertahankan kesatuan
berhasil meluaskan pengaruh politiknya. nasional dan keamanan dalam negeri. Demi
Presiden Megawati membutuhkan hubun- tujuan ini menurut TNI Indonesia membu-
gan yang baik dengan militer untuk mensta- tuhkan sebuah angkatan militer yang kuat
bilisasikan kekuasaannya dan karena itu dan otonom sehingga ancaman kehancuran
militer dapat menikmati otonomi yang luas NKRI dapat dihindari melalui kehadirannya
tanpa campur tanggan presiden dalam di seluruh teritori negara RI.. Tafsiran ini
urusan internalnya. Dengan mengangkat disetujuhi oleh sejumlah besar para politisi
Ryamizard Ryacudu sebagai kepala Staf Ang- yang mengkhawatirkan bahwa reformasi
katan Darat (Kasad) dan Endriartono Sutar- militer keberlanjutan dapat mengganggu
to sebagai Panglima TNI, Megawati meng- kapasitas TNI untuk menegakkan integritas
hantarkan aliran militer mainstream yang teritorial.
menolak reformasi dan mengfokuskan oto- Konsensus ideologis ini memperluas penga-
nomi institusional TNI kembali kepada ruh TNI. Pimpinan sipil tidak berhasil
kekuasaan. Megawati pertama-tama men- meraih pengawasan efektifnya atas militer.
gangkat seorang sipil yang tidak berpengala- Para perwira purnawirawan tetap mempu-
man dan lemah menjadi mentri pertahanan. nyai peranan yang penting di birokrasi dan
Setelah mentri itu meninggal, jabatan terse- partai-partai politik, dan mereka pula men-
but hingga akhir masa jabatan Megawati dominasi Badan Intelijen Negara (BIN) yang
sebagai Presiden tidak terisi, sehingga depar- baru dibentuk. Panglima TNI tetap berada di
temen pertahanan kurang mampu untuk bawah Presiden, tidak di bawah mentri per-
mengawasi kegiatan-kegiatan TNI secara tahanan, dan ia tetap bisa menikmati status-
efektif. nya sebagai anggota kabinet. DPR sedikit
Berhentinya reformasi militer selain dari itu sekali memanfaatkan fungsi pengawasannya
dimungkinkan pula oleh munculnya kemba- atas urusan pertahanan dan keamanan, kare-
linya sebuah ideologi konservatif-nasionalis na kaum elit sipil yang terpecah-pecah itu
yang menetapkan integritas teritorial NKRI membutuhkan dukungan militer yang tetap
(Negara Kesatuan Republik Indonesia) seba- berpengaruh77.
gai harga mati yang patut dilindungi. Lepas- Dapat disimpulkan bahwa walau sejak 1998
nya Timor-Timur yang pada tahun 2001 sudah terjadi perubahan yang penting, tapi
menjadi negara merdeka Timor Leste, mele- sampai kini supremasi sipil atas militer ter-
tusnya aksi kekerasan di daerah-daerah nyata tidak dapat diraih. Dan walaupun hil-
seperti di Kalimantan Barat, Sulawesi Ten- angnya kekuasaan militer pada awal era
76 Honna, Jun (2003): Military Politics and Democratization in Indonesia. London / New York, RoutledgeCurzon: 182-
184.
77 Mietzner (2006): 33-38.
44 Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi.
torial dan pembiayaan militer. Dengan begi- kejam rejim lama. Hal ini juga dapat mele-
tu basis kekuasaan militer tetap tidak terja- mahkan legitimasi wakil-wakil rejim lama
mah. Hal ini seperti pula menguatnya sebu- dan memicukan debat mengenai perubahan
ah ideologi yang menjadikan Negara Kesatu- apa yang dibutuhkan agar pengulangan kesa-
an Republik Indonesia sebagai nilai yang lahan masa lalu dapat dihindari. Dapat juga
sakti, mendasarkan pengaruh politik dan memberikan saran untuk menimbang secara
legitimasi bagi militer. terperinci, perubahan-perubahan institusio-
Kebijakan-kebijakan untuk menangani nal apa yang diperlukan untuk menghindari.
beban masa lalu membutuhkan konsolidasi Dengan demikian perjuangan melawan
dua pilar demokrasi: kenegaraan hukum dan impunitas dilaksanakan dalam dua tingka-
supremasi sipil atas militer. Sebab itu pem- tan, yaitu di tingkat kasus per kasus dan di
baharuan-pembaharuan institusional untuk tingkat perubahan institusional. Berjuang
membebaskan dua pilar ini dari warisan atas satu kasus individual sekaligus berarti
jaman otoriter sama penting dengan berjuang atas segala kasus lainnya, karena
penanganan kasus-kasus secara satu persatu. perjuangan ini adalah kontribusi kecil atas
Sebaliknya pengadilan atas kasus-kasus ter- penciptaan syarat-syarat institusional yang
sebut dapat menjadi inisial baik akan peru- dibutuhkan demi sebuah politik masa lalu
bahan dalam sektor yustisial dan keamanan. yang konsekwen terhadap seluruh kejadian
Hukuman bagi individu-individu yang ber- pelanggaran HAM.
tanggung jawab atas pelanggaran HAM pada
masa lalu andai menjadi tanda bahwa para
pelaku tidak lagi ada di atas hukum. Huk-
uman sebuah kasus sesuai dengan standar-
standar negara hukum dapat pula memberi-
kan keberanian bagi jaksa dan hakim dalam
menangani kasus-kasus lainnya dan dapat
mengubah pengertian jaksa dan hakim akan
dirinya sendiri.
Seandainya ada politik masa lalu yang kon-
sekwen, hal ini akan mengisyaratkan kepada
militer bahwa masa di mana pelanggaran
HAM berat tidak dihukum telah berakhir.
Disamping itu kepercayaan masyarakat pada
lembaga-lembaga negara dan demokrasi
akan menguat. Karena dengan membongkar
kebenaran dan mengusut kejahatan negara
pada masa lalu, negara secara simbolis dapat
memperlihatkan keseriusan akan fungsinya
sebagai pelindung hak-hak individual para
warga negara. Juga pengusutan secara terpe-
rinci dapat mendorong adanya perdebatan
tentang faktor-faktor struktural dan institu-
sional yang telah memungkinan tindakan
Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi. 47
7 | Daftar Pustaka
Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi Masya- Hasworo, Rinto Tri (2005): „Mekanisme Per-
rakat) (2004a): „Preliminary Conclusive lindungan Saksi dan Korban Dalam Perspek-
Report Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad tif U.U. No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadi-
Hoc Kasus Tanjung Priok“ Jakarta, Elsam. lan Hak Asasi Manusia. Studi Kasus Pengadi-
lan Hak Asasi Manusia Ad Hoc Tanjung
Elsam (2004b): „Final Progress Report Pen- Priok“ Diss., Universitas Indonesia, Depok.
gadilan HAM Tanjung Priok: Gagal Melaku-
kan Penuntutan yang Efektif“. Jakarta, Kartawidjaya, Pipit R. (2006): Pemerintah
Elsam. Bukanlah Negara. Studi Komparasi Adminis-
trasi Pemerintah RI dengan Negara Jerman.
Elsam (2004c): „Progress Report #4: Monito- Berlin / Surabaya, Henk / Watch Indonesia.
ring Pengadilan Tanjung Priok. Masalah
Pembuktian di Pengadilan HAM Kasus Tan- Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi
jung Priok“. Jakarta: Elsam. Manusia (2000a): „Ringkasan Eksekutif Dari
Laporan Hasil Penyelidikan dan Pemerik-
Elsam (2004d): „Progress Report #3: Moni- saan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tan-
toring Pengadilan Hak Asasi Manusia Kasus jung Priok Tanggal 12 September 1984.“ Jak-
Tanjung Priok. Islah dan Implikasinya Terha- arta, Komnas HAM.
dap Proses Pengadilan HAM Tanjung Priok“.
Jakarta: Elsam. Komnas HAM (2000b): „Laporan Tindak
Lanjut Hasil Penyelidikan dan Pemeriksaan
Elsam (2004e): „Progress Report #2: Monito- Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tanjung
ring Pengadilan Hak Asasi Manusia Kasus Priok.“ Jakarta, Komnas HAM.
Tanjung Priok“. Jakarta: Elsam.
KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan
Tindak Kekerasan (2003): „Sakrialisasi Ideo-
logi Memakan Korban. Tanjung Priok, Sebu-
ah Laporan Investigasi.“ Jakarta, Kontras.
48 Kesempatan yang Hilang | Janji yang tak Terpenuhi.
KontraS (2006): „Summary Report Kontras Majelis Hakim pengadilan HAM ad hoc Jak-
Pengadilan HAM ad hoc Tanjung Priok arta: Putusan atas Terdakwa Sriyanto. Jakar-
1984. Pengadilan HAM Tanjung Priok: ta, 20. August 2004 (04/PID/HAM/Ad
Pemutarbalikan Fakta dan Pengabaian Kea- Hoc/2003/PH/Jakarta Pusat)
dilan Korban.“ Jakarta, Kontras.
Piagam Islah tentang Peristiwa Tanjung
Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Priok 12 September 1984. Penandatangan:
Penuntut Umum Ad Hoc: Surat Dakwaan Syarifuddin Rambe, Ahmad Sahi, Try Sutris-
atas Nama Terdakwa Sutrisno Mascung dkk. no, Pranowo, Rudolf A. Butar-Butar, Sriyan-
Jakarta, 23. August 2003 to dll. 1. März 2001.
(01/HAM/TJ.PRIOK/09/2003).
Stockmann, Petra (2007): „The New Indone-
Kejaksaan Agung Republik Indonesia, sian Constitutional Court. A study into its
Penuntut Umum Ad Hoc: Surat Dakwaan beginnings and first years of work.“ Jakarta,
atas Nama Terdakwa Rudolf A. Butar-Butar. Hanns Seidel Stiftung / Watch Indonesia.
Jakarta, 8. September 2003
(02/HAM/TJ.PRIOK/09/2003). Sulistiyanto, Priyambudi: „Politik Rekonsili-
asi di Indonesia: Menuntut, Memaafkan dan
Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Melupakan?“. Dignitas - Jurnal Hak Asasi
Penuntut Umum Ad Hoc: Surat Dakwaan Manusia 1/1 (2003): 61-80.
atas Nama Terdakwa Pranowo. Jakarta, 8.
September 2003 Sulistiyanto, Priyambudi: „Politics of justice
(03/HAM/TJ.PRIOK/09/2003). and reconciliation in post-Suharto Indone-
sia.“ Journal of Contemporary Asia 37/1
Kejaksaan Agung Republik Indonesia, (2007): 73-94.
Penuntut Umum Ad Hoc: Surat Dakwaan
atas Nama Terdakwa Sriyanto. Jakarta, 23. Tapol (1987): „Indonesia: Muslims On
September 2003 Trial.“ London, Tapol.
(04/HAM/TJ.PRIOK/09/2003).
Transkrip Keterangan Putusan Terdakwa
Linton, Suzannah: „Accounting for Atrocities Soetrisno Mascung dkk., 20. August 2004.
in Indonesia.“ Singapore Year Book of Inter-
national Law 10 (2006): 1-33. UN DOC A/54/726: „Report of the Interna-
tional Commission of Inquiry on East Timor
Majelis Hakim pengadilan HAM ad hoc Jak- to the Secretary General.“ 31. Januar 2000.
arta: Putusan atas Terdakwa Rudolf A. Butar-
Butar, Jakarta, 29. April 2004 UN DOC S/2005/458/Ann II: „Report to the
(03/PID/HAM/Ad Hoc/2003/PH/Jakarta Secretary General of the Commission of
Pusat). Experts to Review the Prosecution of Serious
Violations of Human Rights in Timor-Leste
(then East Timor) in 1999,“ 26 Mai 2005.
Johannes Fabian Junge, lahir pada tahun 1982 di Wipperführt; Studi Ilmu
Politik di Marburg, Singapura dan Berlin. Sejak tahun 2007 staf di „Watch
Indonesia - Kelompok kerja untuk hak asasi manusia, demokrasi dan
lingkungan hidup di Indonesia dan Timor Leste.“; Pengarang beberapa
publikasi tentang Hak Asasi Manusia dan Keadilan Transisional di Indonesia,
misalnya di surat kabar harian „Frankfurter Rundschau“ dan majalah „Suara -
Zeitschrift für Indonesien und Osttimor“; 2004 koordinator pertemuan pemuda
internasional di tempat peringatan tahanan perang Ehrenhain Zeithain; 2005
staf sukarelawan di „Asian Human Rights Commission“; 2006 turut
mengorganisasi konferensi „Menyikapi beban berat di masa lalu: Keadilan
transisional di Asia“ (Dealing with a Burdened Past: Transitional Justice in Asia),
yang diadakan oleh Watch Indonesia!, Yayasan Friedrich-Ebert dan Deutsche
Kommission Justitia et Pax
Watch Indonesia!
Arbeitsgruppe für Menschenrechte, Demokratie und Umweltschutz
in Indonesien und Osttimor
Planufer 92 d | 10967 Berlin, Germany
Telefon/Fax: +49-30-698 17 938
e-mail: watchindonesia@snafu.de
www.watchindonesia.org
KontraS
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
Jalan Borobodur 14 | Menteng | Jakarta 10320
Telefon.: +62-)21-3926983 / 3928564 | Fax: +62-21-3926821
email: kontras_98@kontras.org
www.kontras.org
J. Fabian Junge
Studi ini menegaskan gagalnya pengadilan Tanjung Priok karena proses peradilan
dilaksanakan di bawah standard internasional. Pengadilan tersebut tidak dapat mewujudkan
tujuannya, yaitu mengungkap peristiwa pembunuhan masal di Tanjung Priok dan mengadili
pihak-pihak yang bertanggung jawab. Kegagalan tersebut terletak pada kelemahan sistem
peradilan, kurangnya kemauan pihak kejaksaan dan pemerintah untuk mengusut pejabat-
pejabat militer tinggi, dan kurangnya pengawasan sipil terhadap militer. Oleh karena itu,
reformasi institusional untuk mendapatkan peradilan yang independen dan pengawasan sipil
atas militer adalah hal yang tidak dapat disepelekan agar bisa mengungkap dan mengadili
pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia pada masa lalu. Di sisi lain, penyelesaian kasus-
kasus tersendiri dapat memberikan dorongan kuat bagi reformasi institusional. Bekerja pada
satu kasus adalah juga berarti bekerja untuk kasus-kasus lainnya, karena hal ini membantu
mencapai syarat-syarat yang institusional untuk penyelesaian secara menyeluruh masa lalu
yang hitam di Indonesia.