Anda di halaman 1dari 25

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kasus

1. Penilaian Kinerja RSUD Tulehu menggunakan Penilaian

Tradisional (Abdulmudy, 2015)

RSUD Tulehu merupakan salah satu rumah sakit yang berada di wilayah

Maluku. Dalam beberapa tahun terakhir ini, RSUD Tulehu menunjukkan

perkembangan yang cukup baik. Hal itu dapat dilihat dari pembangunan

gedung-gedung baru yang semakin menunjang pelayanan kepada pasien.

Selain itu, pelayanan ASKES dan jamkesmas yang sebelumnya harus diurus

di kota Ambon, kini telah tersedia di Rumah Sakit Umum Tulehu, sehingga

memudahkan pasien dalam mengaksesnya, terutama bagi pasien yang kurang

mampu. Namun, di antara beberapa perkembangan yang ada, terdapat pula

keluhan-keluhan tentang pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit,

mulai dari sikap perawat dalam menghadapi pasien sampai penjelasan dokter

yang kurang memadai. Oleh karena itu, diperlukan sebuah sistem penilaian

kinerja yang dapat menggambarkan seluruh aspek yang ada, sehingga

tuntutan atas pertanggungjawaban penyelenggara rumah sakit sebagai salah

satu instansi pemerintah dapat terpenuhi.

Hingga tahun 2014, RSUD Tulehu menggunakan penilaian kinerja

tradisional yaitu penilaian kinerja sesuai dengan standar penilaian jasa

pelayanan kesehatan nasional dan kinerja keuangan yang dilakukan dengan


5
6

membandingkan rasio dari tahun ke tahun. Laporan kinerja yang diperoleh

menyebutkan Rumah Sakit Umum Daerah Tulehu setiap tahunnya membuat

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang kemudian

diberikan kepada Biro Keuangan Provinsi Maluku. LAKIP tersebut berisi

tentang tujuan, sasaran strategis, kebijakan dan program yang telah ditetapkan

berdasarkan visi dan misi, strategi pencapaian kinerja organisasi secara

menyeluruh, dan analisis akuntabilitas kinerja kegiatan berdasarkan program

dan kebijakan yang telah ditetapkan dalam sebuah rencana strategis

organisasi. Di dalam analisis akuntabilitas, terdapat penilaian kinerja Rumah

Sakit Umum Tulehu yang sesuai dengan standar penilaian jasa pelayanan

kesehatan nasional, yaitu Bed Occupancy Ratio (BOR), Average Leangth of

Stay (ALOS), Bed Turn Over (BTO), Turn Over Internal (TOI), Gross Death

Rate (GDR), Net Death Rate (NDR), jumlah pasien rawat jalan dan jumlah

pasien rawat inap.

Penilaian kinerja akan dilakukan dengan memberikan skor terhadap

masing-masing aspek kinerja yang terlibat. Skor 1 akan diberikan untuk hasil

kinerja yang dinilai “baik”, skor 0 akan diberikan pada hasil kinerja yang

dinilai “cukup”, dan skor -1 akan diberikan untuk hasil kinerja yang dinilai

“kurang”. Penilaian kinerja ini dilakukan dengan membandingkan rasio dari

tahun ke tahun.

Rumah sakit tidak mampu mencapai nilai BOR yang ideal, meskipun

sempat menunjukkan angka 65% pada tahun 2013, namun kembali berkurang
7

menjadi 33% pada tahun 2014, sehingga BOR dinilai “kurang” dan diberi

nilai -1. Untuk ALOS, angka yang dicapai berada di dalam rentang standar

ideal yaitu sebesar 4,3 hari, maka untuk ALOS dinilai “baik” dan diberi skor

1. Angka BTO dinilai “baik” dan diberi skor 1 karena angka tersebut berada

di dalam rentang standar ideal. Angka TOI rumah sakit berada di luar rentang

standar ideal, oleh karena itu dinilai “kurang” dan diberi skor -1.

Tabel 3.1 Laporan Pengukuran Kinerja RSUD Tulehu dengan Standar


Nasional
2012 2013 2014 Rata-rata Standar
Ideal
BOR 55% 65% 33% 51% 65-85%
ALOS 5 hari 4 hari 4 hari 4,3 hari 3-12 hari
BTO 34 kali 25 kali 27 kali 28,67 kali >10 kali
TOI 6 hari 5 hari 9 hari 6,67 hari 1-3 hari
GDR 2,4 ‰ 0,04 ‰ 34 ‰ 12,15 ‰ < 45 ‰
NDR 1‰ 0,02 ‰ 19 ‰ 6,67 ‰ < 25 ‰
Kunjungan rawat jalan 14.479 23.147 16.946
Kunjungan rawat inap 2.800 6.875 3.083

GDR dinilai “baik” dan diberi skor 1, karena berada di dalam rentang

batas ideal. Begitu pula dengan NDR, yang juga berada di dalam rentang

batas ideal sehingga dinilai “baik” dan diberi skor 1. Untuk jumlah pasien

rawat jalan dinilai “cukup” karena meskipun sempat mengalami peningkatan

jumlah pada tahun 2013, namun berkurang pada tahun 2014, sehingga diberi

skor 0. Sedangkan untuk kunjungan rawat inap juga dinilai “cukup” karena

mengalami penurunan pada tahun 2014 dan kemudian diberi skor 0.

Pengukuran kinerja keuangan meliputi pertumbuhan pendapatan dan

perubahan biaya. Pengukuran ini dilakukan dengan membandingkan rasio

keuangan dari tahun ke tahun. Selanjutnya rasio-rasio tersebut diberi skor -1


8

bila “kurang”, 0 bila “cukup”, dan 1 bila “baik”. Selanjutnya rasio-rasio

tersebut diberi skor -1 bila “kurang”, 0 bila “cukup”, dan 1 bila “baik”.

Tabel 3.2 Pendapatan RSUD Tulehu


Tahun Pendapatan
2012 -
2013 Rp 804.335.114
2014 Rp 775.813.458

Berdasarkan Tabel 3.2 dapat dilihat bahwa pendapatan yang diperoleh

dari tahun 2013-2014 mengalami penurunan, maka untuk indikator

pendapatan dinilai “kurang” dan diberi skor -1.

Tabel 3.3 Belanja RSUD Tulehu


Tahun Belanja
2012 -
2013 Rp 14.901.566.355
2014 Rp 21.821.033.641

Berdasarkan Tabel 3.3 dapat dilihat bahwa belanja yang dikeluarkan oleh

RSUD Tulehu dari tahun 2013-2014 mengalami peningkatan, maka untuk

indikator belanja dinilai “baik” dan diberi skor 1. Berdasarkan penjabaran

penilaian kinerja RSUD Tulehu diatas, maka dapat dirangkum antara skor

pengukuran kinerja RSUD Tulehu dengan standar nasional dan skor penilaian

kinerja keuangan RSUD Tulehu dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Skor Pengukuran Kinerja RSUD Tulehu


Indikator Skor
BOR -1
ALOS 1
BTO 1
TOI -1
GDR 1
NDR 1
Kunjungan rawat jalan 0
Kunjungan rawat inap 0
9

Pendapatan -1
Belanja 1
Total Skor 2
Rata-rata 0,2

2. Pengukuran Kinerja RSUD Tulehu menggunakan Balanced

Scorecard (Abdulmudy, 2015)

a. Perspektif Keuangan

1) Pertumbuhan Pendapatan

Berdasarkan Tabel 3.2 menunjukkan bahwa tingkat pendapatan

mengalami penurunan dari tahun 2013 ke tahun 2014. Hal ini

seharusnya menjadi perhatian utama rumah sakit agar dapat terus

meningkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas pelayanannya

agar dapat semakin menarik minat masyarakat untuk berobat ke

RSUD Tulehu.

2) Perubahan Biaya

Berdasarkan Tabel 3.3 menunjukkan adanya kenaikan biaya

untuk melengkapi sarana dan prasarana demi menunjang pelayanan

kepada masyarakat.

b. Perspektif Pelanggan

1) Retensi Pelanggan

Pada perusahaan jasa seperti rumah sakit, retensi pelanggan

akan tercapai apabila pasien lama kembali untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan, tetapi mereka datang tidak dengan penyakit


10

yang sama melainkan untuk pengobatan lebih lanjut atau untuk

check up kesehatan saja.

Tabel 3.5 Total Tingkat Retensi Pasien RSUD Tulehu


2012 2013 2014
Pasien rawat 100% 100% 100%
jalan
Pasien rawat 100% 100% 44,84%
inap
Total retensi 100% 100% 72,42%
pasien

Angka-angka pada tabel di atas merupakan jumlah rata-rata total

tingkat retensi pasien dari bagian rawat jalan dan rawat inap di

RSUD Tulehu. Dari angka-angka tersebut, dapat diartikan bahwa

RSUD Tulehu ternyata mampu mempertahankan jumlah pasiennya.

2) Akuisisi Pelanggan

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa rumah sakit telah

mampu menarik pasien baru untuk setiap tahunnya, bahkan pada

tahun 2013 untuk bagian rawat inap, jumlah pasien baru melebihi

jumlah pasien lama sebelumnya, sehingga tingkat akuisisi pelanggan

melebihi 100%.

Tabel 3.6 Tingkat Akuisisi Pelanggan


2012 2013 2014
Pasien Rawat Jalan 1,80 % 12,38% 4,16%
Pasien Rawa Inap 17,74 % 137,07 % -
Total Akuisisi 9,77% 74,73% 2,08%
Pasien
11

c. Perspektif Proses Bisnis Internal

1) Proses Inovasi

a) Sailing Medical Services (SMS)

Tujuan dari program ini adalah merintis sebuah pelayanan

kesehatan yang mobile di Provinsi Maluku. Hal ini

dilatarbelakangi kenyataan bahwa dalam rangka pencapaian

masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan, perlu

diupayakan pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi

seluruh rakyat Indonesia yang dapat menjangkau seluruh

masyarakat dimanapun berada, termasuk bagi masyarakat yang

tinggal di daerah-daerah terpencil, perbatasan, atau di pulau-

pulau terluar yang pada umumnya miskin.

b) Home Visite

Home visite merupakan salah satu kegiatan luar gedung

rumah sakit yang dilakukan terhadap pasien pasca rawat di

RSUD Tulehu. Hal ini didasari juga upaya untuk mendekatkan

pelayanan kepada masyarakat dan untuk melakukan evaluasi

terhadap hasil proses pelayanan keperawatan yang dilakukan di

rumah sakit, sehingga apabila terjadi hal-hal tertentu dapat

segera ditangani. Kegiatan ini meliputi pemberian makanan

tambahan (PMT) serta penyuluhan kesehatan masyarakat rumah

sakit (PKMRS).
12

2) Proses Operasi

RSUD Tulehu telah menjalankan proses operasionalnya sesuai

dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan dari Dinas

Kesehatan, yaitu standar pelayanan unit kerja, standar pelayanan

rumah sakit, dan standar keperawatan. Perbaikan-perbaikan yang

dilakukan rumah sakit sebagai usaha untuk meningkatkan proses

pelayanan kepada pasien, antara lain kemudahan dalam sistem

pembayaran, kemudahan mendapatkan ASKES, pemeriksaan

laboratorium, dukungan moril kepada pasien, keramahan para

karyawan rumah sakit sehingga membuat suasana rumah sakit

menjadi nyaman.

d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Dilihat dari rasio pelatihan karyawan menunjukkan adanya

penurunan persentase pencapaian anggaran untuk program peningkatan

kapasitas sumber daya aparatur. Hal itu mungkin disebabkan karena

pihak rumah sakit sangat mengontrol biaya yang akan dikeluarkan.

Namun, dilihat dari komitmen karyawan, rumah sakit ternyata mampu

mempertahankan jumlah karyawannya bahkan semakin bertambah dari

tahun ke tahun.
13

e. Penilaian menggunakan Balanced Scorecard

Kinerja rumah sakit diukur dengan membandingkan dari tahun ke

tahun dan target yang telah ditetapkan untuk menilai kinerja rumah sakit

baik atau tidak. Penilaian kinerja RSUD Tulehu menggunakan

pendekatan balanced scorecard dapat dirangkum dalam Tabel 3.7

berikut.

Tabel 3.7 Penilaian Kinerja RSUD Tulehu menggunakan Balanced


Scorecard
Perspektif Kriteria Skor
Perpektif Keuangan
a. Pertumbuhan Kurang -1
Pendapatan
b. Perubahan Biaya Baik 1
Perspektif Pelanggan
a. Retensi Pelanggan Baik 1
b. Akuisisi Pelanggan Baik 1
Perspektif Proses Bisnis
Internal
a. Proses Inovasi Baik 1
b. Proses Operasi Baik 1
Perspektif Pembelajaran
dan Pertumbuhan
a. Rasio Pelatihan Kurang -1
Karyawan
b. Komitmen Karyawan Baik 1
Total Skor 4
Rata-rata 0,5

B. Pembahasan

Isu yang dapat diangkat dari kasus RSUD Tulehu di atas antara lain

kurang efektifnya penilaian kinerja di RSUD Tulehu hingga tahun 2014, karena

masih menggunakan penilaian tradisional yaitu penilaian kinerja sesuai dengan

standar penilaian jasa pelayanan kesehatan nasional dan kinerja keuangan yang

dilakukan dengan membandingkan rasio dari tahun ke tahun.


14

Dampak yang dapat ditimbulkan dari penilaian kinerja menggunakan

pendekatan tradisional tersebut terhadap proses manajerial RSUD Tulehu antara

lain ketidakmampuan menghasilkan rencana strategis yang komprehensif,

koheren, dan terukur. Pemakaian kinerja keuangan sebagai satu-satunya penentu

kinerja Rumah Sakit dapat mendorong direktur rumah sakit untuk mengambil

tindakan jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang.

Misalnya, untuk menaikkan profit atau ROI (Return on investment), direktur

rumah sakit dapat saja mengurangi anggaran untuk pengembangan atau pelatihan

bagi karyawan, termasuk investasi dalam sistem teknologi untuk kepentingan

rumah sakit di masa depan. Dalam jangka pendek, kinerja keuangan meningkat,

namun dalam jangka panjang akan menurun (Sibarani dan Sahara, 2014).

Diabaikannya aspek pengukuran non finansial pada umumnya, baik dari

sumber internal maupun eksternal akan memberikan suatu pandangan yang keliru

bagi direktur rumah sakit mengenai rumah sakit di masa sekarang terlebih lagi di

masa datang. Kinerja keuangan hanya bertumpu pada kinerja masa lalu dan

kurang mampu untuk sepenuhnya menuntun rumah sakit kearah tujuan rumah

sakit yang lebih baik (Sibarani dan Sahara, 2014).

Kesuksesan rumah sakit tidak diukur dalam jangka pendek dengan model

manajemen keuangan tradisional saja. Oleh karena itu, diperlukan suatu

pendekatan yang mampu menunjang kesuksesan rumah sakit dengan

menghasilkan rencana strategis yang baik. Balanced scorecard merupakan


15

kerangka kerja baru untuk mengukur secara komprehensif dengan pola

manajemen strategis.

Strategi sendiri didefinisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan

perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut,

serta prioritas alokasi sumber daya (Chandler dalam Rangkuti, 2004). Sedangkan

manajemen strategis merupakan seni dan ilmu dalam memformulasikan,

mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsi

(cross-functional) yang memungkinkan bagi organisasi untuk mencapai tujuan-

tujuannya (David, 2001). Manajemen strategis mencoba mencapai kesesuaian

antara lingkungan eksternal organisasi dan keadaan internalnya (Duncan dkk.,

1996).

Tahapan manajemen strategis meliputi formulasi strategi, implementasi

strategi, dan evaluasi strategi. Formulasi strategi, meliputi proses

mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi kesempatan dan ancaman

eksternal, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menentukan tujuan

jangka panjang, mengembangkan strategi-strategi alternatif dan memilih strategi

yang sesuai. Dalam formulasi strategi ditentukan bisnis apa yang dimasuki dan

mana yang ditinggalkan, bagaimana mengalokasikan sumber daya, apakah dengan

ekspansi operasi atau diversifikasi, apakah masuk pasar internasional, apakah

merger atau melakukan joint venture, dan bagaimana menghindari

pengambilalihan oleh lawan (Iskandar, 2008).


16

Implementasi strategi merupakan upaya-upaya yang antara lain berupa

tujuan tahunan, pola kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan

sumber daya sehingga strategi dapat dijalankan. Di dalam implementasi strategi

termasuk mengembangkan budaya penunjang strategi, membentuk struktur

organisasi yang efektif, mengarahkan upaya marketing, menyiapkan anggaran,

mengembangkan dan mendayagunakan sistem informasi dan menyesuaikan

kompensasi bagi karyawan sesuai kinerja organisasi. Sedangkan evaluasi strategi

adalah usaha untuk memperoleh informasi apakah strategi tertentu tidak berjalan

dengan semestinya. Terdapat tiga kegiatan dasar dari evaluasi strategi yaitu

menilai kembali faktor eksternal dan internal, mengukur kinerja dan melakukan

tindakan korektif (Iskandar, 2008).

Kinerja didefinisikan sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh

seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang

dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan rumah sakit

secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau

etika. Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian

pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang

ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses. Pengukuran kinerja

mempunyai tugas pokok yaitu untuk memotivasi karyawan dalam pencapaian

sasaran organisasi dengan tetap mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan

sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Pengukuran

kinerja rumah sakit yang hanya ditekankan pada sudut pandang keuangan, sering
17

menghilangkan sudut pandang lain yang tidak kalah pentingnya sehingga akan

meninggalkan suatu kesenjangan antara pengembang suatu strategi dan

implikasinya (Sibarani dan Sahara, 2014).

Konsep balanced scorecard dikembangkan oleh Kaplan dan Norton

tahun 1990 sebagai alat pengukuran kinerja. Balanced scorecard merupakan

contemporary management tool yang digunakan untuk mendongkrak kemampuan

organisasi dalam melipatgandakan kinerja keuangan. Balanced Scorecard terdiri

atas dua kata yaitu, kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor

adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja, juga dapat

digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan.

Dengan kartu skor dapat dibandingkan antara kinerja yang direncanakan dengan

hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini dipakai sebagai evaluasi

kinerja. Sedangkan, kata berimbang berarti diukur secara berimbang dari dua

aspek, keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, internal

dan eksternal (Mulyadi, 2001).

Menurut Ittner (2001) dalam Abdulmudy (2015) kelebihan ukuran

kinerja non keuangan apabila dibandingkan dengan ukuran kinerja keuangan

sebagai berikut.

1. Ukuran kinerja non keuangan mempunyai keterkaitan yang lebih dekat

dengan strategi jangka panjang perusahaan, misalnya kepuasan

konsumen, posisi perusahaan terhadap pesaingnya atau program

pengembangan produk baru merupakan faktor-faktor yang sangat penting


18

untuk meraih dan meningkatkan profitabilitas suatu perusahaan di masa

depan. Faktor-faktor ini tidak dapat diperlihatkan dalam ukuran kinerja

keuangan.

2. Lingkungan bisnis yang sangat kompetitif menghendaki sebuah

perusahaan untuk memiliki aset tak berwujud seperti, loyalitas konsumen

dan sumber daya manusia berkualitas. Meskipun hal ini sulit untuk

dihitung tetapi ukuran kinerja non keuangan dapat menyediakan

indikator-indikator pengganti, misalnya loyalitas pelanggan dapat diukur

melalui prosentase pelanggan yang melakukan pesanan berulang dan

kualitas sumber daya manusia dapat digambarkan oleh presentase

karyawan yang telah mengikuti pelatihan dan pendidikan.

3. Ukuran kinerja non keuangan dapat menjadi indikator kinerja keuangan

perusahaan di masa yang akan datang. Penelitian yang dilakukan Kaplan

dan Norton yang menghasilkan konsep pengukuran kinerja masa depan

yang disebut balanced scorecard memperluas perspektif tidak hanya

pada perspektif keuangan saja, tetapi juga perspektif non keuangan

karena perluasan ini akan menjanjikan kinerja keuangan berjangka

panjang.

Balanced scorecard memiliki empat perspektif yaitu keuangan,

pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Secara

rinci ke empat prespektif tersebut dijabarkan sebagai berikut.

1. Perspektif Keuangan
19

Pengukuran kinerja keuangan akan menunjukkan apakah perencanaan

dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi

keuntungan rumah sakit. Perbaikan-perbaikan ini tercermin dalam sasaran

yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur dan

pertumbuhan rumah sakit itu sendiri. Menurut Mardiasmo (2002) yang

menjadi tolak ukur dalam perspektif keuangan, yaitu.

a. Profit Margin (Return on Sales)

Rasio profit margin (Return on Sales) digunakan untuk menilai

profitabilitas, sekaligus kemampuan manajemen rumah sakit

menekan biaya operasional. Rasio ini dihitung dengan

membandingkan laba sesudah pajak dengan jumlah hasil penjualan

yang diperoleh selama masa tertentu.

b. Gross Profit Margin

Rasio Gross Profit Margin memberikan indikasi tentang tingkat

efisiensi operasi bisnis. Apabila persentase gross profit margin

rendah dapat diperkirakan bagian produksi dan/atau pembelian tidak

bekerja secara efisien.

c. Return on Assets

Return on Assets atau sering disebut return on investment merupakan

rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur profitabilitas rumah

sakit secara keseluruhan. Rasio keuangan ini juga memberikan

gambaran tentang tingkat kemampuan manajemen rumah sakit


20

mengelola dana rumah sakitnya. Rasio profitabilitas ini

memperbandingkan jumlah keuntungan yang diperoleh rumah sakit

selama masa tertentu dengan dana yang ditanam dalam rumah sakit.

d. Return on Equity

Return on Equity merupakan rasio yang digunakan pemilik rumah

sakit untuk mengetahui tingkat profibilitas modal yang mereka

tanamkan dalam rumah sakit.

2. Perspektif Pelanggan

Menurut Ichsan dkk. (2007), filosofi manajemen terkini telah

menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya customer focus dan

customer satisfaction. Pespektif ini merupakan leading indicator. Menurut

Kaplan dan Norton (2000), perspektif pelanggan memiliki dua kelompok

pengukuran, yaitu.

a. Customer Core Measurement (Pengukuran Pelanggan Utama)

Customer Core Measurement memiliki beberapa komponen

pengukuran, yaitu.

1) Market Share (Pangsa Pasar), pengukuran ini mencerminkan

bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang

ada, yang meliputi antara lain jumlah pelanggan, jumlah

penjualan, dan volume unit penjualan.


21

2) Customer Retention (Retensi Pelanggan), mengukur tingkat

dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan

konsumen.

3) Customer Acquisition (Akuisisi Pelanggan), mengukur tingkat

dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau

memenangkan bisnis baru.

4) Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan), menaksir tingkat

kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik

dalam value proposition.

5) Customer Profitability (Kemampulabaan Pelanggan), mengukur

laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah

dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung

pelanggan tersebut.

b. Customer Value Proposition (Proposisi Nilai Pelanggan)

Customer Value Proposition merupakan pemicu kinerja yang

terdapat pada core value proposition yang didasarkan pada atribut

sebagai berikut.

1) Product/ service Attributes (Atribut Produk/ Jasa)

Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, dan kualitas.

Pelanggan memiliki preferensi yang berbeda-beda atas produk

yang ditawarkan. Ada yang mengutamakan fungsi dari produk,

kualitas, atau harga yang murah. Harus mengidentifikasi apa


22

yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan.

Selanjutnya, pengukuran kinerja ditetapkan berdasarkan

keinginan pelanggan tersebut.

2) Customer Relationship (Hubungan Pelanggan)

Menyangkut perasaan pelanggan terhadap proses pembelian

produk yang ditawarkan perusahaan. Waktu merupakan

komponen yang penting dalam persaingan perusahaan.

Konsumen biasanya menganggap penyelesaian order yang cepat

dan tepat waktu sebagai faktor yang penting bagi kepuasan

mereka.

3) Image and Reputation (Citra dan Reputasi)

Menggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik seorang

konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Membangun

image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga

kualitas seperti yang dijanjikan.

3. Perspektif Bisnis Internal

Dalam perspektif ini memungkinkan direktur rumah sakit untuk

mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk dan/

atau jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pasien. Kaplan dan Norton (2000)

menyebutkan perbedaan perspektif bisnis internal antara pendekatan

tradisional dan pendekatan balanced scorecard, yaitu.


23

a. Pendekatan tradisional berusaha untuk mengawasi dan memperbaiki

proses bisnis yang sudah ada sekarang. Sebaliknya, Balanced

Scorecard melakukan pendekatan atau berusaha untuk mengenali

semua proses yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan

strategi Rumah Sakit, meskipun proses-proses tersebut belum

dilaksanakan.

b. Dalam pendekatan tradisional, sistem pengukuran kinerja hanya

dipusatkan bagaimana cara menyampaikan barang dan jasa.

Sedangkan dalam pendekatan balanced scorecard, proses inovasi

dimasukkan dalam perspektif proses bisnis internal.

Kaplan dan Norton (2000) membagi proses bisnis internal kedalam

inovasi, operasi, dan layanan purna jual.

a. Proses inovasi

Proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten

dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan.

Proses inovasi dalam rumah sakit biasanya dilakukan oleh bagian

perencanaan sehingga setiap keputusan pengeluaran suatu perencanaan

telah memenuhi syarat-syarat yang dapat diterapkan pada rumah sakit,

sehingga sangat penting dalam menentukan kesuksesan rumah sakit,

terutama untuk jangka panjang.


24

b. Proses Operasi

Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan

produk/ jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua

bagian, yaitu.

1) Proses pelayanan pada pasien.

2) Proses penyampaian jasa kepada pasien. Pengukuran kinerja

yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada waktu,

pelayanan dan biaya (Kaplan dan Norton, 2000).

c. Proses Pelayanan Purna Jual

Proses ini merupakan jasa pelayanan pada pasien setelah penjualan

produk/ jasa dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahapan ini,

misalnya penanganan pasien dan penjualan obat kepada pasien serta

pemprosesan pembayaran pada pasien. Rumah Sakit dapat mengukur

apakah upayanya dalam pelayanan purna jual ini telah memenuhi

harapan pelanggan, dengan menggunakan tolak ukur yang bersifat

kualitas, biaya dan waktu seperti yang dilakukan dalam proses operasi.

Untuk siklus waktu, rumah sakit dapat menggunakan pengukuran waktu

rawat dari saat keluhan pasien diterima hingga keluhan pasien tersebut

diselesaikan.

4. Perspektif Proses Pertumbuhan dan Pembelajaran

Perspektif ini mengembangkan tujuan dan ukuran untuk mendorong

pembelajaran dan pertumbuhan rumah sakit yang bersumber dari faktor


25

sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi. Termasuk dalam

perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya rumah sakit yang

berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi. Dalam berbagai

kasus, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan fondasi

keberhasilan bagi knowledge worker organization.

Hasil dari pengukuran ketiga perspektif sebelumnya biasanya akan

menunjukkan kesenjangan yang ada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk

mencapai kinerja yang diinginkan. Inilah mengapa, rumah sakit harus

melakukan investasi di ketiga faktor tersebut untuk mendorong rumah sakit

menjadi sebuah organisasi pembelajaran (learning organization).

Menurut Kaplan dan Norton learning lebih dari sekedar training karena

pembelajaran meliputi pula proses “monitoring dan tutoring”, seperti

kemudahan dalam komunikasi pada segenap pegawai yang memungkinkan

mereka untuk siap membantu jika dibutuhkan.

Balanced scorecard memiliki keunggulan yang menjadikan sistem

manajemen strategis saat ini berbeda secara signifikan dengan sistem manajemen

strategis dalam manajemen tradisional (Mulyadi, 2001). Manajemen strategis

tradisional hanya berfokus ke sasaran-sasaran yang bersifat keuangan, sedangkan

sistem manajemen strategis kontemporer mencakup perspektif yang luas yaitu

keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan

(Abdulmudy, 2015).
26

Selain itu berbagai sasaran strategis yang dirumuskan dalam sistem

manajemen strategis tradisional tidak koheren satu dengan lainnya, sedangkan

berbagai sasaran strategis dalam sistem manajemen strategis kontemporer

dirumuskan secara koheren. Di samping itu, balanced scorecard menjadikan

sistem manajemen strategis kontemporer memiliki karakteristik yang tidak

dimiliki oleh sistem manajemen strategis tradisional, yaitu dalam karakteristik

keterukuran dan keseimbangan. Menurut Mulyadi (2001), keunggulan pendekatan

balanced scorecard dalam sistem perencanaan strategis adalah mampu

menghasilkan rencana strategis yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Komprehensif

Balanced Scorecard menambahkan perspektif yang ada dalam

perencanaan strategis, dari yang sebelumnya hanya pada perspektif keuangan,

meluas ke tiga perspektif yang lain, yaitu pelanggan, proses bisnis internal,

serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategis

ke perspektif non keuangan tersebut menghasilkan manfaat antara lain

menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang dan

memampukan rumah sakit untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.

2. Koheren

Balanced scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan

sebab akibat di antara berbagai sasaran strategis yang dihasilkan dalam

perencanaan strategis. Setiap sasaran strategis yang ditetapkan dalam

perspektif non keuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran


27

keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian,

kekoherenan sasaran strategis yang dihasilkan dalam sistem perencanaan

strategis memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam mencari

inisiatif strategis yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan.

Sistem perencanaan strategis yang menghasilkan sasaran strategis yang

koheren akan menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan berjangka

panjang, karena personel dimotivasi untuk mencari inisiatif strategis yang

mempunyai manfaat bagi perwujudan sasaran strategis di perspektif

keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan.

Hal ini sangat dibutuhkan oleh rumah sakit untuk memasuki lingkungan

bisnis yang kompetitif. Jadi perlu diperlihatkan garis keseimbangan yang

harus diusahakan dalam menetapkan sasaran-sasaran strategis di keempat

perspektif.

3. Terukur

Keterukuran sasaran strategis yang dihasilkan oleh sistem perencanaan

strategis menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategis yang dihasilkan

oleh sistem tersebut. Semua sasaran strategis ditentukan oleh ukurannya, baik

untuk sasaran strategis di perspektif keuangan maupun sasaran strategis di

perspektif non keuangan. Dengan balanced scorecard, sasaran-sasaran

strategis yang sulit diukur, seperti sasaran-sasaran strategik di perspektif non

keuangan, ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat

diwujudkan. Dengan demikian keterukuran sasaran-sasaran strategik di


28

perspektif non keuangan tersebut menjanjikan perwujudan berbagai sasaran

strategik non keuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan

berjangka panjang.

Berdasarkan hasil penilaian pada kasus yang telah dilakukan terhadap

pengukuran kinerja RSUD Tulehu dengan menggunakan analisis balanced

scorecard maka dilakukan pengukuran secara keseluruhan untuk mengetahui

“kurang”, “cukup”, atau “baik” kinerja dari RSUD Tulehu tersebut. Total hasil

bobot skor RSUD Tulehu adalah 4 dari 8 ukuran kinerja. Sehingga, rata-rata skor

adalah = 4/8 = 0,5. Setelah diperoleh rata-rata skor, langkah selanjutnya adalah

membuat skala untuk menilai total skor tersebut, sehingga kinerja RSUD Tulehu

dapat dikatakan "kurang", "cukup", dan "baik". Dengan menggunakan skala,

maka dapat diketahui kinerja RSUD Tulehu.

Langkah selanjutnya adalah menentukan batas area kurang, cukup, dan

baik. Skalanya yang digunakan adalah sebagai berikut: kurang (jika skor -1 – 0),

cukup (jika skor > 0 – 0,50), baik (jika skor > 0,51 – 1,00). Dengan demikian

hasil pengukuran kinerja secara keseluruhan dari RSUD Tulehu terdapat pada

daerah cukup, dengan skor total 0,5. Artinya, kinerja RSUD Tulehu sudah cukup

apabila diukur dengan pendekatan Balanced Scorecard.

Berdasarkan hasil penilaian tersebut, terdapat beberapa hal yang dapat

disarankan, antara lain. Pendekatan balanced scorecard dapat diterapkan sebagai

alat penilaian kinerja pada RSUD Tulehu, karena dengan balanced scorecard

memungkinkan semua aspek dapat diukur. Hal ini selaras apabila pihak rumah sakit
29

ingin meningkatkan kinerja dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

Dilihat dari perspektif keuangan balanced scorecard dalam RSUD Tulehu masih

dinilai kurang stabil. Hal ini dapat dilihat dari penurunan tingkat pendapatan yang

dicapai dari tahun 2010 ke tahun 2011. Padahal tingkat perubahan biaya semakin

meningkat dari tahun ke tahun. Ketidakstabilan perspektif keuangan ini

dimungkinkan karena pihak rumah sakit masih kurang memberikan pelatihan

terhadap karyawan. Padahal seperti yang kita ketahui, kegiatan pelatihan tersebut

akan berguna dalam mengembangkan kemampuan karyawan. Semakin tinggi

keahlian yang dimiliki karyawan, maka akan meningkatkan kualitas jasa yang

diberikan sehingga akan menarik banyak minat masyarakat untuk terus melakukan

pengobatan di rumah sakit tersebut, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi

tingkat pendapatan rumah sakit. Selain itu, pengukuran kinerja menggunakan

pendekatan balanced scorecard yang telah dilakukan ini tentunya masih terdapat

beberapa keterbasan seperti belum semua indikator dari ke empat perspektif

dilakukan penilaian, mengingat adanya keterbatasan data yang diperoleh. Oleh

karena itu, penelitian lanjutan untuk menilai indikator dari berbagai perspektif

yang belum dilakukan perlu dilaksanakan, sehingga hasil penilaian kinerja RSUD

Tulehu dengan pendekatan balanced scorecard benar-benar menyeluruh.

Anda mungkin juga menyukai