Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

A. Panitia Farmasi dan Terapi

Panitia Farmasi dan Terapi adalah tim yang mewakili hubungan

komunikasi antara para staf medik dengan staf farmasi, sehingga anggotanya

terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit

dan apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.

Tujuan dari PFT adalah (Satibi, 2014).

1. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat,

penggunaan obat serta evaluasinya.

2. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan

terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai

dengan kebutuhan.

Susunan kepanitiaan PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah

sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat (Satibi, 2014):

1. PFT harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 Dokter, Apoteker dan

Perawat. Bagi rumah sakit yang besar tenaga dokter dapat lebih dari 3

orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada.

2. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika

rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai

ketua adalah dari farmakologi dengan sekretaris adalah apoteker dari

instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.


5
6

3. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 bulan sekali

dan bagi rumah sakit besar rapat diadakan sebulan sekali. Rapat PFT

dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah

sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT.

Menurut WHO dalam suatu rumah sakit fungsi PFT, yaitu sebagai

komite penasehat bagi staf medis, mengembangkan kebijakan obat, seleksi dan

evaluasi obat-obat untuk daftar formularium, mengembangkan pedoman

pengobatan standar (Standar Treatment Guidelines/ STGs), menilai penggunaan

obat untuk mengidentifikasi masalah, mengarahkan intervensi yang efektif pada

penggunaan obat, mengelola Adverse Drug Relation (ADR), mengelola

medication error, transparansi informasi, dan menjalin kerjasama dengan panitia

maupun institusi kesehatan lain yang sejenis di luar rumah sakit. Fungsi dan ruang

lingkup PFT, yaitu (Satibi, 2014):

1. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya,

pemilihan obat untuk dimasukkan dalam formularium harus didasarkan

pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan, dan

harga obat serta harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat,

kelompok dan produk obat yang sama.

2. PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat

baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.

3. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang

termasuk dalam kategori khusus.


7

4. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap

kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan

obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun

nasional.

5. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan

mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan

terapi, tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus

menerus penggunaan obat secara rasional.

6. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.

7. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf

medis dan perawat.

Peran PFT adalah mengoptimalkan penggunaan obat yang rasional

dengan jalan mengevaluasi penggunaan obat di klinik, mengembangkan kebijakan

pengelolaan obat, dan mengelola sistem formularium. PFT mengembangkan

kebijakan obat yang menyangkut siklus pengelolaan obat, penambahan obat baru,

obat non formularium, pengurangan obat, penelitian obat, substitusi generik,

automatic stop order, bentuk obat baru dan pedomannya, standar terapi, clinical

pathways, algoritma terapi, mengatur detailer, dan penyediaan literatur. PFT

bertanggung jawab untuk mempromosikan penggunaan obat yang rasional melalui

pendidikan staf profesional, pasien, dan keluarganya (Satibi, 2014).


8

B. Sistem Formularium

Sistem formularium merupakan suatu metode yang digunakan oleh staf

medik rumah sakit yang bekerja melalui Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dalam

mengevaluasi, menilai, dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat

yang tersedia yang dianggap paling berguna dalam perawatan pasien. Produk

sistem formularium antara lain standar terapi, formulary list, dan formularium

manual (Satibi, 2014).

Standar terapi merupakan standar untuk mendiagnosis dan memberi

terapi yang tepat. Formulary list merupakan daftar obat yang direkomendasikan,

berisi kelas terapi, nama generik, nama dagang, pabrik, dan keterangan. Beberapa

nama formulary list antara lain (Satibi, 2014).

1. Rumah sakit: Formularium RS, DORS

2. PT. Askes: DPHO (Daftar dan Plafond Harga Obat), DO (Daftar Obat)

3. PT. Jamsostek: DSO (Daftar Standar Obat)

4. Nasional: DOEN Daftar Obat Essensial Nasional, Formularium

Nasional Untuk BPJS Kesehatan

Sedangkan, formularium manual berisi info lengkap yang dibutuhkan untuk

memakai suatu obat, nama obat dari formulary list, info dipilih yang benar-benar

digunakan di lapangan.

Sistem formularium dalam rumah sakit sangat diperlukan untuk

membantu staf medik melakukan seleksi terapi bagi penderita dengan tepat.

Sistem formularium merupakan sarana penting untuk menjamin mutu penggunaan


9

obat dan pengendalian harga terapi obat. Sistem formularium dapat memberikan

beberapa keuntungan ditinjau dari aspek terapi, ekonomi, maupun pendidikan.

Ditinjau dari aspek terapi, sistem formularium dapat memberikan

keuntungan yang besar pada pasien dan dokter karena hanya sediaan obat yang

tertera dalam formularium dan tersedia di instalasi farmasi rumah sakit yang

paling efisien. Aspek ekonomi memiliki dua keuntungan yaitu meniadakan

penggandaan obat yang berarti mengurangi penyimpanan ganda dan merupakan

suatu kesempatan untuk memberikan harga yang terjangkau bagi penderita.

Sedangkan dari aspek pendidikan sistem formularium berhubungan dengan staf

residen, perawat, dan mahasiswa kedokteran karena formularium yang baik berisi

beberapa petunjuk praktis dan informasi tambahan mengenai obat. Satibi (2014)

menyatakan sistem formularium yang efektif memberikan keuntungan antara lain

dapat menjamin keamanan dan keefektifan penggunaan obat, terapi obat yang

lebih cost effective, dan penyediaan obat yang konsisten. Prinsip pengelolaan

formularium terdiri dari (Siregar, 2004).

1. Evaluasi penggunaan obat

Evaluasi penggunaan obat adalah suatu proses jaminan mutu terstruktur

yang dilaksanakan secara terus menerus dan secara organisatoris, diakui

dan ditujukan untuk menjamin agar obat yang digunakan tepat, aman,

dan efektif. Evaluasi penggunaan obat yang efektif dimulai dengan

kriteria penggunaan obat (KPO) yang diakui oleh PFT. KPO yang

diakui sebagai pedoman sehubungan dengan kondisi obat tersebut

digunakan, secara umum terdapat tiga jenis, yaitu:


10

a. Kriteria diagnosis: untuk mengetahui penulis resep yang diakui

untuk menggunakan obat-obat formularium

b. Kriteria penulisan resep: spesialis yang boleh meresepkan

c. Kriteria obat spesifik: untuk mengetahui dosis, frekuensi

pemberian, durasi terapi yang disetujui atau aspek lain yang

spesifik dalam menggunakan formularium.

2. Pemeliharaan formularium

Teknik pemeliharaan formularium, yaitu:

a. Pengkajian golongan terapi obat

Pengkajian penggunaan dan efek terapi golongan obat didasarkan

pada kriteria yang ditetapkan seperti laporan adverse drug

reactions, informasi obat baru, dan penghapusan golongan obat.

Tujuan pengkajian yaitu menetapkan obat terpilih berdasarkan

efektivitas, toksisitas, dan perbedaan harga dari golongan obat yang

sama. Hasil pengkajian golongan terapi obat memberikan masukan

dalam pembuatan KPO baru, panduan pengobatan baru, dan

perubahan formularium.

b. Penambahan atau penghapusan produk obat dari formularium

Proses ini pada umumnya diajukan oleh apoteker atau staf medik

kepada PFT. Pertimbangan penambahan obat dalam formularium

harus mencakup pengkajian laporan evaluasi yang disiapkan oleh

apoteker dengan tambahan informasi monografi, juga harus ada


11

data pengaruh obat yang diusulkan terhadap mutu dan biaya

perawatan pasien.

c. Penggunaan obat non formularium

Kebijakan dan prosedur penggunaan obat non formularium dapat

digunakan oleh PFT sebagai bahan pengkajian kecenderungan

penggunaan obat non formularium di rumah sakit dan dapat

mempengaruhi keputusan penambahan atau penghapusan obat dari

formularium.

3. Seleksi produk obat

Apoteker dan penulis resep memahami konsep kesetaraan terapetik

untuk menjamin penerapan prinsip substitusi generik dan penukaran

terapetik. Evaluasi dan penilaian ini mengandung data bioekivalen

keamanan, penyerahan obat dan karakteristik pemberian obat, harga dan

informasi produk yang relevan. Substitusi generik adalah substitusi

produk obat yang mengandung bahan-bahan aktif yang sama dan sifat

kimia seperti kekuatan, konsentrasi, bentuk sediaan dan rute pemberian

yang sama dengan produk obat yang diresepkan. Pada penerapan

substitusi generik dan pertukaran terapetik, produk obat yang

diserahkan pada penderita boleh berbeda dari produk yang asli

dituliskan pada resep. Pemakaian produk ekivalen terapetik dapat

membantu meningkatkan pemakaian obat dengan memelihara kualitas

terapi obat yang tinggi dalam biaya yang efektif.


12

Penerapan sistem formularium memerlukan kesepakatan antara staf

medis dari berbagai disiplin ilmu dengan PFT dalam menentukan kerangka

mengenai tujuan, organisasi, fungsi, dan ruang lingkup. Staf medik harus

mendukung sistem formularium yang diusulkan oleh PFT, dapat menyesuaikan

sistem yang berlaku dengan kebutuhan tiap-tiap institusi, menerima kebijakan-

kebijakan dan prosedur yang ditulis oleh PFT, menguasai sistem formularium

yang dikembangkan oleh PFT, membatasi jumlah produk obat yang secara rutin

harus tersedia di instalasi farmasi, serta membuat prosedur yang mengatur

pendistribusian obat generik yang efek terapinya sama (Depkes RI, 2004).

Proses dalam pembentukan formularium mempertimbangkan beberapa

hal antara lain daftar obat esensial, epidemiologi penyakit, daftar suplai obat baik

dari pengadaan, anggaran, distribusi dan produksi. Disamping itu sistem

formularium diharapkan dapat mendukung penggunaan obat yang rasional

termasuk didalamnya adalah informasi obat. Penggunaan obat yang rasional

dengan sistem formularium harus selalu dilakukan evaluasi dan monitoring.

Sistem formularium secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Sistem Formularium (Quick dkk., 1997)


13

C. Formularium Obat Rumah Sakit

Formularium merupakan hasil dari pelaksanaan sistem formularium dan

merupakan hasil dari PFT yang disetujui dan diterima untuk digunakan di rumah

sakit. Menurut Undang-undang RI No. 72 tahun 2016, formularium rumah sakit

merupakan daftar obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Komite/Tim

Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit. Satibi (2014)

secara lebih lengkap menyatakan bahwa formularium adalah himpunan obat yang

diterima atau disetujui oleh PFT sebagai pedoman untuk memberikan petunjuk

kepada dokter, apoteker, perawat serta petugas administrasi di rumah sakit dalam

melaksanakan pelayanan dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang

ditentukan. Formularium dapat memberikan dampak berupa pengendalian mutu

obat, pengendalian administrasi, pendayagunaan anggaran secara optimal, serta

pemilihan obat yang efektif, aman, rasional dan bermutu.

Menurut Undang-undang RI No. 72 tahun 2016, formularium rumah

sakit disusun mengacu kepada formularium nasional dengan tahapan proses

penyusunan formularium rumah sakit, yaitu:

1. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik

Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan

medik

2. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi

3. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan

Terapi, jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar


14

4. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan

Terapi, dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan

umpan balik

5. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF

6. Menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah

Sakit

7. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi

8. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf

dan melakukan monitoring.

Terdapat beberapa kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium

Rumah Sakit (Undang-undang No. 72 tahun 2016), yaitu:

1. Mengutamakan penggunaan obat generik

2. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling

menguntungkan penderita

3. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas

4. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan

5. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan

6. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien

7. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi

berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung


15

8. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence

based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan

harga yang terjangkau.

Satibi (2014), menyatakan bahwa terdapat beberapa prinsip menyusun

formularium rumah sakit yang dapat diterapkan, yaitu:

1. Memilih obat berdasar kebutuhan (penyakit dan keadaan yang sedang

terjadi di wilayah setempat).

2. Memilih drug of choice

3. Menghindari duplikasi dan gunakan nama generik

4. Gunakan kombinasi produk hanya pada kondisi spesifik misalnya TB

5. Kriteria pemilihan harus jelas dan mencakup:

a. Efficacy dan effectiveness

b. Safety

c. Quality

d. Cost

6. Obat konsisten dengan formularium nasional dan regional dan standar

terapi.

Evaluasi terhadap formularium rumah sakit harus secara rutin dan

dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan rumah sakit (Undang-undang No.

72 tahun 2016). Dalam proses revisi formularium, staf medis dan pihak PFT

mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di
16

pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien. Formularium

rumah sakit dapat dievaluasi dengan mengetahui beberapa hal, antara lain:

1. Tingkat kepatuhan terhadap formularium

Formularium dibuat untuk dipatuhi staf medik fungsional dan apoteker

dalam pelayanan kesehatan. Kepatuhan terhadap formularium rumah

sakit akan meningkatkan efisiensi pengelolaan obat dan mendukung

pengobatan yang rasional.

2. Persentase usulan kebijakan PFT yang diakomodasi direktur

Kebijakan obat merupakan usulan PFT, tetapi harus ditetapkan oleh

direktur rumah sakit.

3. Evaluasi penggunaan obat

Penggunaan obat di rumah sakit perlu untuk dilakukan evaluasi,

khususnya dalam mendukung penggunaan obat yang rasional.

4. Evaluasi formularium, dilakukan pada obat-obat yang terdapat di dalam

formularium

5. Penetapan kriteria seleksi

6. Standarisasi

Proses standarisasi formularium, dapat dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Menentukan manufaktur atau suplier yang memenuhi persyaratan

sesuai kriteria seleksi

b. Melakukan sosialisasi tentang standarisasi obat pada staf medik

fungsional dan staf farmasi


17

c. Membuat matrik manufaktur atau suplier berdasar kriteria seleksi

d. Menentukan cut of point

e. Mengambil kesimpulan

f. Dihasilkan formularium rumah sakit

D. Standar Terapi

Standar terapi merupakan standar untuk mendiagnosis dan memberi

terapi yang tepat. Standar terapi di rumah sakit dicari secara epidemiologi yang

merupakan 10 penyakit dengan prevalensi tinggi tiap spesialisasi. Standar terapi

berisi nama penyakit, patofisiologi, etiologi, gejala klinik, diagnosis (anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang), diagnosis banding, penatalaksanaan

(farmakologi, non farmakologi) (Satibi, 2014).

Anda mungkin juga menyukai