Anda di halaman 1dari 7

Mengenal Allah

Allah ta’ala berfirman,

َّ ‫فَا ْعلَ ْم أَنَّهُ ََل إِ َٰلَهَ إِ ََّل‬


ُ‫اّلل‬

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) yang berhak disembah
selain Allah.” [Muhammad: 19].

Penjelasan ringkas:

1. *Kita tidak akan menyembah Allah kecuali setelah kita mengenal-Nya*. Seperti kata pepatah “tak
kenal maka tak sayang”, ketika kita baru mengenal seseorang, mungkin interaksi yang pertama
terbangun seperti interaksi kepada orang asing. Berbeda halnya jika kita sudah akrab dan
informasi tentangnya semakin bertambah, tentu interaksi yang terbangun jauh berbeda ketika
pertama kali berkenalan.

2. Demikian pula dengan Allah ta’ala dengan permisalan yang lebih tinggi dari itu. *Kita sangat butuh
untuk mengenal-Nya, agar rasa khasyah (khusyu’), takut, raja’, tawakkal pada diri kita kepada-Nya
semakin bertambah*. Agar kita semakin menegakkan hak Allah; mengagungkan syi’ar-syi’ar-Nya
dan menaati batasan-batasan-Nya.

Allah ta’ala berfirman,,

ٌ ‫غ ُف‬
‫ور‬ ٌ ‫ع ِز‬
َ ‫يز‬ َ َّ َّ‫اّلل م ِْن ِعبَا ِد ِه الْعُ َل َما ُء ۗ ِإن‬
َ ‫اّلل‬ َ َّ ‫ِإنَّ َما يَ ْخشَى‬

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang
yang mengenal-Nya di atas ilmu). Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahapengampun.”
[Fatir: 28].

Dalam suatu riwayat disampaikan,

‫ أعلَ ُمهم بي‬:‫ي عبادك أخشى لك؟ قال‬


ُّ ‫ أ‬،‫رب‬
ِ ‫ي‬ْ ‫ أ‬:‫سأل موسى ربه‬

“Musa bertanya kepada Allah, ‘Wahai Rabb, siapa di antara hamba-Mu yang paling takut kepada-
Mu?’ Allah menjawab, “Dia yang paling mengenal-Ku.”1

3. Al-Ashfahani rahimahullah mengatakan,

ُ َّ ‫ ﴿ فَا ْعلَ ْم أَنَّهُ ََل إِلَهَ إِ ََّل‬:‫ فإذا عرفه الناس عبدوه؛ قال تعالى‬،‫ أول فرض فرضه هللا على خلقه معرفتُه‬:‫قال بعض العلماء‬
]19 :‫اّلل ﴾ [محمد‬

“Sejumlah alim ulama berpandangan bahwa kewajiban pertama yang dibebankan Allah kepada
makhluk-Nya adalah mengenal-Nya. *Apabila telah mengenal-Nya, niscaya mereka akan

1 Az-Zuhd.
menyembah-Nya*. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kenalilah bahwasanya tidak ada
sembahan yang berhak disembah selain Allah semata”. 2

Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan, _*“Pribadi termulia yang memiliki cita-cita dan
kedudukan tertinggi adalah seorang yang merasakan kelezatan dalam ma’rifatullah (mengenal
Allah), mencintai-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya serta mencintai segala sesuatu yang
dicintai dan diridhai-Nya.”3*_

4. *_Oleh karena itu, mengenal Allah adalah ruh kehidupan; kelezatan dan kebahagiaan hidup._*
Kesempurnaan hamba terletak pada pengenalan kepada Allah sehingga menumbuhkan kecintaan
kepada-Nya. Pengenalan dan kecintaan itulah yang akan menghantarkannya kelak pada
kenikmatan tertinggi di akhirat, yaitu memandang Allah, Sang Kekasih. Sebaliknya, *seorang yang
tidak berusaha mengenal Allah semasa hidup di dunia tidak akan merasakan kenikmatan, tapi
kelak merasakan kerugian.*

Malik bin Dinar rahimahullah mengatakan,

‫ معرفة هللا ومحبته‬:‫ وما أطيب ما فيها؟ قال‬:‫أطيب ما فيها! قيل له‬
َ ‫مساكين أهل الدنيا؛ خرجوا منا وما ذاقوا‬

*_“Penduduk dunia yang miskin adalah mereka yang meninggalkan dunia tanpa sempat mencicipi
hal yang paling nikmat semasa di dunia. Ada yang bertanya, ‘Apakah hal itu?’ Malik menjawab,
‘Hal itu adalah mengenal dan mencintai Allah.”4_*

5. *Allah adalah ar-Rabb, yaitu al-Murabbi,* Dzat yang memelihara dan mengurus seluruh makhluk-
Nya dengan mengatur urusan dan melimpahkan berbagai macam nikmat kepada mereka5. Maka
ar-Rabb adalah Dzat Pencipta sekaligus Penguasa dan Pengatur alam semesta beserta isinya 6.

Allah ta’ala berfirman,

َ‫ب الْ َعالَمِين‬ ِ َّ ِ ُ‫الْ َح ْمد‬


ِ ‫ّلل َر‬

“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.” [al-Fatihah: 1].

6. Allah ta’ala menciptakan dan mengatur seluruh alam semesta, sehingga hal itu berkonsekuensi
hanya Allah semata yang berhak diibadahi, *karena yang berhak diibadahi dan disembah adalah
Dzat yang mampu menciptakan dan mengatur alam semesta*. *Adapun dzat yang tidak mampu
menciptakan dan mengatur alam semesta tidak berhak diibadahi/disembah.* Allah ta’ala telah
mengisyaratkan akan hal ini dengan menyebutkan berbagai karateristik sesembahan yang tidak
layak untuk disembah dalam surat al-Furqan. Allah ta’ala berfirman,

َ ‫شيْئًا َوهُ ْم يُ ْخلَقُونَ َو ََل يَ ْم ِلكُونَ ِِلَنْفُ ِس ِه ْم‬


ً ‫ض ًّرا َو ََل نَفْعًا َو ََل يَ ْم ِلكُونَ َم ْوتًا َو ََل َحيَاةً َو ََل نُش‬
‫ُورا‬ َ َ‫َواتَّ َخذُوا م ِْن دُونِ ِه آ ِل َهةً ََل يَ ْخلُقُون‬

2 Al-Hujjah fi Bayan al-Mahajjah.


3 Al-Fawaid.
4 Madarij as-Salikin.
5 Tafsir Asma Allah al-Husna.
6 Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah.
“Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-
tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk
(menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu
kemanfaatanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula)
membangkitkan.” [al-Furqan: 3].

Dalam ayat ini, Allah ta’ala menyebutkan tujuh sifat bagi tuhan-tuhan yang disembah selain Allah
ta’ala, dimana ketujuh sifat itu merupakan sifat aib yang terdapat pada tuhan-tuhan tersebut dan
menunjukan bahwa mereka tidak layak diibadahi/disembah. Oleh karena itu, Allah ta’ala berfirman
di ayat yang lain,

َ ‫أَ ُي ْش ِركُونَ َما ََل َي ْخلُ ُق‬


َ‫شيْئًا َوهُ ْم ُي ْخلَقُون‬

“Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) sesuatu yang tak dapat menciptakan
sesuatupun? Sedangkan sesuatu itu sendiri adalah mahluk.” Al-A’raf: 191].

7. Dengan alasan itulah, yaitu Allah adalah ar-Rabb, Dzat yang telah menciptakan dan mengatur
alam semesta ini, *seluruh peribadahan wajib ditujukan hanya kepada-Nya*. Dalam al-Quran,
Allah sering berdalil dengan rububiyah-Nya untuk menunjukkan bahwa Dia-lah yang satu-satunya
berhak diibadahi, seperti firman Allah ta’ala,

َ‫اس ا ْعبُدُوا َربَّكُ ُم الَّذِي َخلَقَكُ ْم َوا َّلذِينَ ِم ْن قَبْ ِلكُ ْم لَ َعلَّكُ ْم تَتَّقُون‬
ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬

“Hai manusia, sembahlah Rabb-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa.” [al-Baqarah: 21].

Allah ta’ala juga berfirman,

ِ َّ ِ ‫س َوالْقَ َم ُر ۚ ََل تَ ْس ُجدُوا لِلشَّ ْم ِس َو ََل لِلْقَ َم ِر َوا ْس ُجدُوا‬


َ‫ّلل الَّذِي َخلَقَ ُهنَّ إِ ْن كُنْتُ ْم إِيَّاهُ تَعْبُدُون‬ ُ ‫َوم ِْن آيَاتِ ِه اللَّيْ ُل َوالنَّ َه‬
َّ ‫ار َوال‬
ُ ‫ش ْم‬

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah
sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, Jika hanya Dia-lah
yang kamu sembah.” [Fussilat: 37].

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Si’di rahimahullah mengatakan, “Apabila matahari dan bulan,
mahkluk yang sangat besar, namun hal itu tidak serta-merta melazimkan keduanya boleh
disembah karena statusnya sebagai makhluk yang diciptakan dan dikendalikan, maka sembahlah
Allah semata yang telah menciptakan keduanya, karena Dia-lah Sang Pencipta yang Mahaagung.
Tinggalkanlah segala peribadahan kepada mahluk, betapapun besar ukuran dan banyak manfaat
yang diberikannya, karena sesungguhnya hal itu bersumber dari Pencipta-nya, Allah tabaraka wa
ta’ala. Sembahlah Allah dan ikhlaskan peribadahan hanya kepada-Nya.”7

7 Taisir Karim ar-Rahman.


8. Dalam sejumlah ayat, Allah ta’ala juga menggunakan argumentasi yang serupa dalam
mematahkan alasan-alasan kaum musyrikin yang menyembah berbagai sesembahan yang batil.
Allah ta’ala berfirman,

َ‫ّلل أَنْدَادًا َوأَنْتُ ْم تَعْلَ ُمون‬


ِ َّ ِ ‫ت ِر ْزقًا لَكُ ْم ۖ ف َََل تَجْ عَلُوا‬
ِ ‫أَنْزَ َل مِنَ السَّ َماءِ َما ًء فَأ َ ْخ َر َج بِ ِه مِنَ الثَّ َم َرا‬

“Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan
sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah,
padahal kamu mengetahui.” [al-Baqarah: 22].

9. Al-Quran yang mulia menyebutkan dua argumentasi aqliyah dalam mematahkan keyakinan kaum
musyrikin, yaitu8:

a. Jika kalian (kaum musyrikin) mengakui bahwa Allah adalah Sang Pencipta, Pemberi rezeki,
Dzat yang menghidupkan dan mematikan, serta Dzat yang mengatur alam semesta, hal itu
melazimkan mereka untuk mengakui keesaan Allah dalam segala peribadahan, bahwasanya
Dzat yang memiliki sifat demikian itu, Dia-lah yang berhak untuk disembah. Adapun selain
Allah adalah mahluk yang diciptakan dan dikendalikan, tida mampu memberikan manfaat dan
bahaya pada dirinya sendiri apalagi kepada orang lain. Allah ta’ala berfirman,

ۚ ‫ت َو ُي ْخ ِر ُج الْ َم ِيتَ مِنَ الْ َحي ِ َو َم ْن يُد َِب ُر ْاِلَ ْم َر‬


ِ ‫ي مِنَ الْ َم ِي‬
َّ ‫ار َو َم ْن يُ ْخ ِر ُج الْ َح‬
َ ‫ص‬َ ْ‫س ْم َع َو ْاِلَب‬
َّ ‫ض أَ َّم ْن َي ْم ِلكُ ال‬
ِ ْ‫قُلْ َم ْن يَرْ زُ قُكُ ْم مِنَ السَّ َماءِ َو ْاِلَر‬
َ‫اّلل ۚ فَقُلْ أَف َََل تَتَّ ُقون‬
ُ َّ َ‫سيَقُولُون‬
َ َ‫ف‬

“Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah
yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan
yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang
mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah "Mengapa
kamu tidak bertakwa (mengkihlasan peribadahan hanya kepada-Nya)?" [Yunus: 31].

Apa yang disebutkan dalam ayat di atas menggambarkan kontradiksi dan kesesatan yang
dilakukan oleh kaum musyrikin, dimana mereka mengakui bahwa Allah semata yang
memberikan rezeki, menganugerahkan pendengaran dan penglihatan, yang menghidupkan
dan mematikan, dan mengatur segenap alam semesta. Mereka mengakui bahwa seluruh sifat
itu hanya khusus dimiliki Allah ta’ala dan hal itu berarti mereka seharusnya mengakui bahwa
Allah ta’ala semata yang berhak disembah, karena sembahan lain yang diibadahi tidak memilii
kekhususan seperti itu.

b. Bahwa segala sembahan yang disembah selain Allah ta’ala tidak memiliki keunggulan yang
membuatnya pantas untuk disembah. Mereka seperti apa yang difirmankan Allah ta’ala,

َ ‫شيْئًا َوهُ ْم يُ ْخلَقُونَ َو ََل يَ ْم ِلكُونَ ِِلَنْفُ ِس ِه ْم‬


ً ‫ض ًّرا َو ََل نَفْعًا َو ََل يَ ْم ِلكُونَ َم ْوتًا َو ََل َحيَاةً َو ََل نُش‬
‫ُورا‬ َ َ‫َواتَّ َخذُوا م ِْن دُونِ ِه آ ِل َهةً ََل يَ ْخلُقُون‬

8 Hushul al-Ma’mul bi Syarh Tsalatsah al-Ushul.


“Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang
tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa
untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu
kemanfaatanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula)
membangkitkan.” [al-Furqan: 3].

10. Dengan apa hamba mengenal Allah? Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan,

‫ فتلك آياته‬،‫ التفكر في آياته وتدبرها‬:‫ والثاني‬،‫ النظر في مفعوَلته‬:‫ أحدهما‬:‫الرب تعالى يدعو عباده في القرآن إلى معرفته عن طريقين‬
‫ وهذه آياته المسموعة المعقولة‬،‫المشهودة‬

“Di dalam al-Quran, Allah ta’ala mengajak para hamba-Nya untuk mengenal-Nya dengan dua cara.
Pertama, memperhatikan hasil kreasi/ciptaan-Nya. Kedua, merenungkan dan menghayati
kandungan ayat-ayat al-Quran yang diturunkan-Nya. Cara pertama merupakan ayat Allah al-
masyhudah (yang diperhatikan/disaksian) dan cara yang kedua adalah ayat Allah al-masmu’ah al-
ma’qulah (yang didengar dan direnungkan).”9

11. Cara pertama dalam mengenal Allah adalah dengan merenungkan dan menghayati makhluk
ciptaan Allah atau yang lazim desebut dengan ayat-ayat kauniyah seperti yang disebut dalam
firman Allah ta’ala,

‫ع َل َٰى ُجنُوبِ ِه ْم َويَتَفَكَّ ُرونَ فِي‬


َ ‫اّلل قِيَا ًما َوقُعُودًا َو‬ ِ ‫ت ِِلُولِي ْاِلَلْبَا‬
َ َّ َ‫ب الَّذِينَ يَذْكُ ُرون‬ ٍ ‫ار ََليَا‬ ِ ‫ض َوا ْخت ََِلفِ اللَّيْ ِل َوالنَّ َه‬ِ ْ‫ت َو ْاِلَر‬
ِ ‫اوا‬ ِ ْ‫ِإنَّ فِي خَل‬
َ ‫ق السَّ َم‬
‫ار‬ِ ‫اب ال َّن‬ َ ‫ض َربَّنَا َما َخلَقْتَ َٰهَذَا بَاطِ ًَل سُبْ َحانَكَ فَ ِقنَا‬
َ َ‫عذ‬ ِ ْ‫ت َو ْاِلَر‬ِ ‫اوا‬ ِ ْ‫خَل‬
َ ‫ق السَّ َم‬

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha
Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” [Ali Imran: 190-191].

Allah ta’ala juga berfirman,

َ ‫اّلل م ِْن‬
ٍ‫ش ْيء‬ ِ ْ‫ت َو ْاِلَر‬
ُ َّ َ‫ض َو َما َخلَق‬ ِ ‫اوا‬ ِ ‫أَ َولَ ْم يَنْظُ ُروا فِي َملَكُو‬
َ ‫ت السَّ َم‬

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang
diciptakan Allah?” [al-A’raf: 185].

Segala makhluk ini merupakan ayat dan bukti akan eksistensi, ilmu, hikmah, kekuasaan,
keagungan, rahmat Allah ta’ala yang melazimkan hamba menauhidkan dan mengikhlaskan ibadah
kepada-Nya.

12. Cara kedua adalah dengan merenungkan dan menghayati kandungan wahyu yang
diturunkan Allah kepada Rasul-Nya dan hukum-hukum agama-Nya yang lazim disebut dengan
ayat-ayat syar’iyah. Allah ta’ala berfirman,

9 Al-Fawaid.
ٌ ‫اّلل بِكُ ْم لَ َر ُء‬
‫وف َرحِ ي ٌم‬ َ َّ َّ‫ور ۚ َوإِن‬ ِ ‫ت ِليُ ْخ ِر َجكُ ْم مِنَ الظُّ ُل َما‬
ِ ُّ‫ت إِلَى الن‬ ٍ ‫ت بَيِنَا‬ َ ‫ه َُو الَّذِي يُن َِز ُل‬
َ ‫علَ َٰى‬
ٍ ‫عبْ ِد ِه آيَا‬

“Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al-Quran) supaya Dia
mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu.” [al-Hadid: 9].

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Si’diy rahimahullah mengatakan,

‫ { ِليُ ْخ ِر َجكُ ْم } بإرسال‬،‫ ظاهرات تدل أهل العقول على صدق كل ما جاء به وأنه حق اليقين‬:‫ت } أي‬ ٍ ‫ت بَيِنَا‬
ٍ ‫عبْ ِد ِه آيَا‬ َ ‫{ ه َُو الَّذِي يُن َِز ُل‬
َ ‫ع َلى‬
،‫ إلى نور العلم واإليمان‬،‫ من ظلمات الجهل والكفر‬:‫ور } أي‬ ِ ‫{ مِنَ الظُّلُ َما‬. ‫ وما أنزله هللا على يده من الكتاب والحكمة‬،‫الرسول إليكم‬
ِ ُّ‫ت إِ َلى الن‬
ٌ ‫اّلل ِبكُ ْم لَ َر ُء‬
} ‫وف َرحِ ي ٌم‬ َ َّ َّ‫ حيث كان أرحم بعباده من الوالدة بولدها { َو ِإن‬،‫وهذا من رحمته بكم ورأفته‬

“Dia-lah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat (al-Quran) yang terang dan nyata, yang
menunjukan pada orang berakal akan kebenaran agama yang datang dari-Nya dan hal itu
merupakan kebenaran yang senyatanya. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan kalian dari
kegelapan kejahiliyahan dan kekufuran menuju pada cahaya ilmu dan iman, dengan mengutus
Rasulullah dan menurunkan al-Quran dan al-Hikmah (hadits) kepada kalian. Hal ini merupakan
bentuk kasih sayang-Nya, karena kasih sayang Allah kepada hamba melebihi kasih sayang ibu
kepada anak. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang
terhadapmu.”10

13. Bagaimana wahyu dan hukum-hukum agama Islam yang merupakan ayat syar’iyah mampu
menjadi bukti atas eksistensi Allah? Jawabannya adalah:

a. Wahyu yang dibawa para rasul adalah wahyu yang lengkap, terintegrasi dan tersusun rapi,
tidak ada pertentangan di dalamnya. Allah ta’ala berfirman perihal al-Quran,

ً ‫اّلل لَ َو َجدُوا فِي ِه ا ْخت ََِلفًا َكث‬


‫ِيرا‬ َ ‫أَف َََل يَتَدَب َُّرونَ الْقُرْ آنَ ۚ َولَ ْو كَانَ م ِْن ِعنْ ِد‬
ِ َّ ‫غي ِْر‬

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran? Kalau kiranya al-Quran itu bukan dari
sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” [An-Nisa: 82].

Al-Quran yang mulia adalah ayat syar’iyah, mukjizat, sekaligus bukti akan eksistensi Allah
ta’ala.

b. Seluruh ayat syar’iyah dan hukum agama ditetapkan demi kemaslahatan hamba yang akan
menjamin kebahagiaan mereka dalam kehidupan dunia dan akhirat. Hukum-hukum agama
merupakan syari’at yang ditetapkan Allah ta’ala melalui lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk menjamin kemaslahatan kita. Setiap problematika pasti terdapat solusinya dalam
syari’at Islam, baik hal itu diterangkan secara global maupun terperinci.

14. Mengenal Allah ta’ala merupakan dasar keimanan kepada Allah; cerminan pembenaran para
rasul dan agama yang dibawa mereka; wasilah untuk menauhidkan-Nya yang merupakan hak
Allah yang wajib ditunaikan hamba. Dengan mengenal Allah ta’ala akan melahirikan ketenangan

10 Taisir Karim ar-Rahman.


dan ketenteraman; ridha kepada Allah sebagai Rabb dan Sembahan; menumbuhkan rasa cinta,
pengagungan, khasyah, tunduk, perendahan diri kepada Allah yang akan berujung pada
kebahagiaan hidup yang abadi. Seorang yang mengenal Allah ta’ala dan menunaikan hak-Nya di
kala lapang, niscaya Allah akan mengenal dan membantunya tatkala ditimpa ujian. Dia akan
meneguhkannya kala diuji dan membimbingnya untuk senantiasa bersyukur di kala lapang.

‫وصل اللهم وسلم وبارك على محمد وآله وصحبه وسلم تسلي ًما‬

Anda mungkin juga menyukai