Anda di halaman 1dari 22

Makalah Hukum Tata Negara

“ Indeks Negara Hukum Indonesia Tahun 2017 ”

OLEH:

Eduard Awang Maha Putra


(D1A018082)

DOSEN PENGAMPU:
Dr.Muh.Risnain,SH.,M.H.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat,
rahmat, dan karunia-Nyalah dapat menyelesaikan Makalah HTN (Hukum Tata Negara) tentang
Indeks Negara Hukum Indonesia Tahun 2017 ini tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas dari Bapak Dr. Muh. Risnain,SH.,MH, selaku dosen Hukum
Tata Negara (HTN).

Dalam penulisan makalah ini saya mengalami banyak hambatan. Namun berkat
dukungan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Untuk itu sudah
sepantasnya saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung.

Makalah ini mungkin saja masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan
makalah yang saya susun ini di masa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Mataram, 12 April 2019

Eduard Awang Maha Putra

2
DAFTAR ISI
COVER:...............................................................................................................1
Kata Pengantar:..................................................................................................2
Daftar Isi..............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................4
A.Latar Belakang.............................................................................................4
B.Rumusan Masalah........................................................................................6
C. Tujuan..........................................................................................................6
BAB II LANDASAN TEORI.............................................................................7
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................9
A. Keterkaitan Penerapan Prinsip Negara Hukum dan Hasilnya dalam Indeks
Negara Hukum Indonesia Tahun 2017................................................................9
1). Prinsip Ketaatan Terhadap Pemerintah.....................................................9
2). Prinsip Legalitas Formal..........................................................................10
3). Prinsip Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka........................................12
4). Prinsip Akses Terhadap Keadilan............................................................13
5). Prinsip Hak Asasi Manusia......................................................................13
BAB IV ANALISIS DAN REKOMENDASI..................................................15
A. Analisis.....................................................................................................15
B. Rekomendasi............................................................................................19
BAB V PENUTUP.............................................................................................20
A. Kesimpulan..............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum sebagaimana tertuang didalam pasal 1 ayat (3) UUD
1945 yang dimana telah menunjukan suatu konsep mendasar dalam menjalankan system
pemerintahan, sebagai upaya untuk mencapai harmonisasi dalam menjalankan negara yang
demokratis, maka keberadaan UUD 1945 sebagai grund norm bangsa Indonesia harus
dipandang sebagai suatu rule system agar setiap kebijakan berjalan dengan baik. Sebagai
sebuah negara hukum, Indonesia selalu mewujudkan tujuan daripada negara hukum itu sendiri
yakni memberikan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum terhadap rakyatnya.

Indonesia sebagai suatu negara hukum haruslah bisa menerapkan prinsip – prinsip
negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat. Kondisi penerapan prinsip – prinsip negara
hukum di Indonesia dapat dinilai melalui metode Indeks Negara Hukum Indonesia (INHI)
berdasarkan survei dari Indonesian Legal Roundtable (ILR).

Indeks Negara Hukum Indonesia (INHI) berguna untuk mengetahui dan mengukur
praktek atau pelaksanaan prinsip negara hukum secara periodik (setiap tahun). INHI akan
melihat perkembangan, kemajuan, problem dan hambatan yang terjadi, sehingga dapat
dirumuskan perbaikan-perbaikan yang diperlukan kedepan. Tinggi rendahnya Indeks Negara
Hukum Indonesia dilihat dari bagaimana penerapan prinsip – prinsip negara hukum.

INHI secara kontinyu telah dilakukan sejak 2012. INHI yang awalnya menggunakan
metode survey publik, sejak 2013 konsisten menggunakan metode survey ahli (expert) dan
dokumen sebagai cara penilaiannya. Lima tahun penilaian INHI, terjadi trend peningkatan skor
INHI. Namun demikian belum bisa dikatakan memuaskan. Demikian halnya yang terjadi pada
INHI 2017. Kendati skor penilaian meningkat, masih banyak pekerjaan rumah praktek negara
hukum yang harus segera diperbaiki dan diselesaikan. Praktek negara hukum yang
menunjukkan pemerintah semakin taat pada hukum, regulasi semakin jelas dan tidak
kontradiktif, peradilan semakin independen dan dipercaya, keadilan yang lebih mudah diakses,
serta jaminan hak asasi manusia bisa lebih terpenuhi.

Melihat kembali pada tahun 2017, tahun ini dianggap sebagai awal tahun-tahun politik
yang akan berlangsung hingga tahun 2019. Pada 2017 diselenggarakan pertama kali pemilihan

4
kepala daerah (pilkada) serentak di 7 provinsi, 76 kabupaten dan 18 kota. Meski secara umum
pilkada berlangsung lancar dan aman, namun marak terjadi ekspresi ujaran kebencian (hate
speech) dan intoleransi pada tahun 2017. Cybercrime Mabes Polri mencatat terjadi peningkatan
44.99% kasus hatespeech dari tahun sebelumnya. Paling mencolok seperti yang terlihat dalam
pilkada DKI Jakarta. Hate speech dan intoleransi masih marak di tahun 2018 hingga
menjelang pemilihan presiden 17 April 2019.

Selain itu, operasi tangkap tangan (OTT) masih kerap dilakukan KPK. Bahkan tahun
2017 yang tertinggi sejak 2003, dengan 19 kasus dan 72 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Ironisnya masih banyak berasal dari aparat penegak hukum, anggota legislatif dan kepala
daerah. Terbongkarnya skandal kasus korupsi e-ktp yang melibatkan sejumlah anggota dan
pimpinan DPR, penangkapan Ketua PT Menado dan hakim MK Patrialis Akbar karena terlibat
suap menjadi kasus hasil OTT KPK yang paling banyak disorot pada tahun ini. Seakan tak mau
kalah dengan KPK, Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) bentukan
pemerintah sukses membongkar 1316 pungli di seluruh Indonesia, baik dari hasil laporan
masyarakat maupun operasi tangkap tangan.

Dari berbagai peristiwa diatas menunjukkan, disatu sisi masih banyak perilaku
menyimpang yang bertentangan dengan hukum yang dilakukan oleh aktor-aktor negara.
Perbuatan yang tentunya bisa berakibat terhambatnya penguatan akses pada keadilan serta
jaminan hak asasi manusia. Semakin banyak perbuatan – perbuatan menyimpang dan peristiwa
– peristiwa melawan hukum maka semakin rendah indeks negara hukum pada tahun tersebut.
Disisilain, pada konteks kasus-kasus tersebut menunjukkan adanya pengawasan yang lebih
efektif. Pengawasan yang bisa meminimalisir dan mencegah perbuatan yang tidak sejalan
dengan hukum. Ini suatu kemajuan. Tentu tak bisa diabaikan pula Lembaga-lembaga pengawas
eksternal lainnya, yang pada tahun ini menunjukkan progres pengawasan yang positif.

5
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana keterkaitan penerapan prinsip- prinsip negara hukum dan hasilnya dalam Indeks
Negara Hukum Indonesia Tahun 2017?

C. Tujuan

1. Tujuan

Tujuan disusunnya makalah ini adalah :

 Agar para pembaca mengetahui bagaimana pentingnya memahami, dan meningkatkan


pengetahuan serta wawasan tentang Indeks Negara Hukum Indonesia .
 Memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pada mata kuliah Hukum Tata Negara.

6
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Negara Hukum

Ada sejumlah definisi yang sering dipakai ketika membicarakan negara hukum.
Sebenarnya masing-masing definisi mewakili masing - masing konsep yang berbeda, misalkan
definisi nomocracy, rechtsstaat, rule of law, constitutionalism dan negara hukum. Istilah
Nomocracy dari bahasa Yunani. Dalam menguraikan berbagai model pemerintahan politik,
baik Plato maupun Aristoteles mengidentifikasi satu model pemerintahan dimana pemerintah
melaksanakan kewenangannya dan terikat oleh hukum. Pemerintahan oleh hukum ini disebut
dengan Nomocracy yang secara gramatikal terdiri dari dua elemen yaitu nomos yang artinya
norma/hukum dan cratos yang berarti pemerintahan.

Istilah rechtsstaat berasal dari bahasa Jerman dan juga dipakai dalam bahasa Belanda.
Istilah ini terdiri dari dua elemen yaitu Recht (hukum) dan Staat (negara). Istilah ini dapat
ditemukan dalam buku-buku karya Frederick Julius Stahl dan Immanuel Kant. Tradisi
pemikiran hukum di Indonesia yang banyak dipengaruhi Belanda juga memasukkan istilah
rechtsstaat ini dalam dokumen hukum Indonesia seperti pernah ada dalam penjelasan UUD
1945. Istilah rechtsstaat ini dalam bahasa Indonesia dipadankan dengan istilah Negara Hukum.
Istilah lain yang digunakan dalam alam hukum Indonesia adalah the rule of law, yang juga
digunakan untuk maksud “negara hukum”.

Djokosoetono mengatakan bahwa “negara hukum yang demokratis sesungguhnya istilah


ini adalah salah, sebab kalau kita hilangkan democratische rechtsstaat, yang penting dan
primair adalah rechtsstaat.”

Sementara itu, Muhammad Yamin menggunakan kata negara hukum sama dengan
rechtsstaat atau government of law, sebagaimana kutipan pendapat berikut ini:

“polisi atau negara militer, tempat polisi dan prajurit memegang pemerintah dan keadilan,
bukanlah pula negara Republik Indonesia ialah negara hukum (rechtsstaat, government of
law) tempat keadilan yang tertulis berlaku, bukanlah negara kekuasaan (machtsstaat) tempat
tenaga senjata dan kekuatan badan melakukan sewenang-wenang.”(kursif- penulis).”

7
Berdasarkan uraian penjelasan di atas, dalam literature hukum Indonesia, selain istilah
rechtsstaat untuk menunjukkan makna Negara hukum, juga dikenal istilah the rule of law.
Namun istilah the rule of law yang paling banyak digunakan hingga saat ini.

Menurut pendapat Hadjon, kedua terminologi yakni rechtsstaat dan the rule of law
tersebut ditopang oleh latar belakang sistem hukum yang berbeda. Istilah Rechtsstaat
merupakan buah pemikiran untuk menentang absolutisme, yang sifatnya revolusioner dan
bertumpu pada sistem hukum kontinental yang disebut civil law. Sebaliknya, the rule of law
berkembang secara evolusioner, yang bertumpu atas sistem hukum common law. Walaupun
demikian perbedaan keduanya sekarang tidak dipermasalahkan lagi, karena mengarah pada
sasaran yang sama, yaitu perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.

Penerapan prinsip negara hukum di Indonesia dilihat dari Indeks Negara Hukum nya.
Indeks Negara Hukum Indonesia (INHI) adalah metode yang digunakan oleh Indonesian Legal
Roundtable (ILR) untuk menilai kondisi penerapan prinsip-prinsip negara hukum di Indonesia.
INHI menjadi alat ukur obyektif dan empiris yang country specific dengan latar belakang
perkembangan dan dinamika hukum pada level nasional dan sejumlah daerah. INHI berguna
untuk mengetahui dan mengukur praktek atau pelaksanaan prinsip negara hukum secara
periodik (setiap tahun). INHI akan melihat perkembangan, kemajuan, problem dan hambatan
yang terjadi, sehingga dapat dirumuskan perbaikan-perbaikan yang diperlukan kedepan.

8
BAB III

PEMBAHASAN

A.Keterkaitan Penerapan Prinsip Negara Hukum dan Hasilnya dalam


Indeks Negara Hukum Indonesia Tahun 2017

Indonesia sebagai negara hukum selalu menegakan dan menjalankan hukum dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai sebuah negara hukum juga tentunya Indonesia
menerapkan prinsip – prinsip negara hukum. Dalam menetapkan indeks negara hukum
Indonesia, prinsip – prinsip negara hukum yang dipakai yakni:

1. Prinsip Ketaatan Pemerintah Terhadap Hukum

Secara esensial prinsip ketaatan pemerintah terhadap hukum berarti semua tindakan
pemerintahan harus didasarkan pada aturan hukum (legalitas). Prinsip ini merupakan
prinsip yang paling umum yang dimiliki oleh setiap negara. Oleh karena itu, prinsip
ketaatan pemerintah terhadap hukum disebut sebagai syarat minimal suatu negara disebut
negara hukum. Dengan kata lain, negara yang hanya menjalankan prinsip ini disebut
memiliki rule of law versi yang paling tipis .

Hukum menjadi satu-satunya instrumen bagi suatu pemerintahan untuk


menjalankan kegiatannya. Cara paling mudah untuk memahami esensi prinsip ketaatan
pemerintah terhadap hukum adalah dengan membuat pernyataan pendukung: aturan hukum
tidak didasarkan pada keputusan atau perkataan seseorang. Dengan mensyaratkan semua
tindakan pemerintah berdasarkan aturan hukum, maka prinsip ini hendak mencegah
pemerintah bertindak atas dasar kekuasaan atau melakukan tindakan yang sewenang-
wenang.

Ketaatan pemerintah terhadap hukum memerlukan sistem pengawasan yang efektif


untuk menjaga konsistensi tindakan/perbuatan pemerintah agar senantiasa sesuai dengan
hukum sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan (preventif) maupun penindakan
(korektif atau represif) jika terjadi suatu penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan
yang dilakukan pemerintah. Dengan kata lain, adanya pengawasan yang efektif akan
membuat tindakan/perbuatan pemerintah semakin sesuai dengan hukum. Prinsip ketaatan
pemerintah terhadap hukum ini terdiri dari 2 (dua) indikator: tindakan/perbuatan

9
pemerintah berdasarkan hukum dan pengawasan yang efektif. Indikator tindakan/perbuatan
pemerintah berdasarkan hukum hendak mengukur apakah perbuatan/tindakan pemerintah
(pusat dan daerah provinsi) dalam bidang-bidang yang telah ditentukan sudah
berkesesuaian dengan hukum. Demikian juga halnya ketika dalam menjalankan fungsi
legislasi dan budgeting bersama parlemen. Sedangkan indikator pengawasan yang efektif
hendak mengukur pelaksanaan mekanisme pengawasan yang dilakukan secara internal dan
eksternal oleh kelembagaan negara/pemerintah. Pengawasan internal memfokuskan pada
tindakan yang dilakukan pemerintah terhadap aparat di bawahnya. Pengawasan eksternal
yang dilakukan lembaga lain di luar pemerintah memfokuskan pada pelaksanaan fungsi
dan kewenangan serta respon terhadap rekomendasi dan/atau putusan yang dibuatnya.

Skor yang diperoleh prinsip Ketaatan Pemerintah Terhadap Hukum sepanjang


tahun 2017 adalah 5,97. Skor yang didapat prinsip tahun ini meningkat dibandingkan
dengan skor di tahun 2016 yang hanya 5,62 poin. Dengan sendirinya, indeks prinsip
Ketaatan Pemerintah Terhadap Hukum tahun 2017 juga meningkat. indeks prinsip tahun
2017 sebesar 1,49: meningkat 0,08 poin dibandingkan dengan tahun 2016 (1,41). Di tingkat
propinsi, wilayah propinsi yang mendapatkan skor tertinggi adalah Propinsi Sumatera
Barat dengan skor 7,45. Sedangkan provinsi yang memiliki skor terendah adalah Nusa
Tenggara Timur .

2. Prinsip Legalitas Formal

Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, hal ini telah diatur
di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) pada
pasal 1 ayat (3). Ketentuan tersebut menegaskan bahwa sistem pemerintahan yang dianut oleh
negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechsstaat), bukan berdasarkan hanya pada
kekuasaan belaka (machtsstaat). Dengan demikian maka dalam menjalankan semua hal yang
menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah berdasarkan dengan aturan hukum
yang berlaku.

Dalam konsep negara hukum atau yang dikenal luas dengan istilah rule of law terdapat
suatu prinsip yang terkait dengan bentuk formal dari hukum itu sendiri, yang dikenal dengan
legalitas formal (formal legality). Esensi prinsip Legalitas Formal dapat ditemukan pada dua
tujuan pokoknya, yaitu pertama, membuat aturan hukum mampu menuntun perilaku, dan
kedua, aturan hukum mampu membuat warga negara menjadi bebas dan otonom. Agar kedua
tujuan pokok di atas bisa dicapai, hukum diharuskan memiliki sejumlah karakter penting yaitu

10
berlaku umum (general), bisa diperkirakan (predictable), jelas (clear), tidak mudah berubah-
ubah (stable), konsistensi antara teks hukum dengan perilaku pelaksana dan penegak hukum,
tidak kontradiktif serta tidak berlaku surut (retroactive) dan diumumkan (public promulgation).
Oleh karena itu hadirnya prinsip legalitas formal di dalam Indeks Negara Hukum Indoneisa
Tahun 2017 dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana performa negara terkait pemenuhan
dua tujuan pokok yang telah dijelaskan sebelumnya.

Pengukuran performa disini mempertimbangkan peran negara sebagai regulator,


fasilitator dan operator terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang dihasilkan
sepanjang tahun 2017 baik itu ditingkat pusat maupun daerah di 20 provinsi. Peraturan
perundangundangan yang diukur tersebut terbatas pada level: Undang-Undang (UU), Peraturan
Presiden (Perpres), Peraturan Daerah Provinsi (Perda), dan Peraturan Gubernur (Pergub). Lalu
keempat jenis peraturan perundang-undangan tersebut dituangkan pada empat indikator
sebagai tolak ukur dalam penilaian yang akan diberikan.

Adapun empat indikator yang dimaksud adalah:

a. Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan Fokus yang dituju pada indikator ini


adalah mengukur tingkat
b. Kejelasan Rumusan Peraturan Perundang – Undangan
c. Peraturan Perundangan Yang Stabil
d. Peraturan Perundang – Undangan Yang Saling Bersesuaian

Berdasarkan temuan yang didapatkan pada setiap indikator pada prinsip legalitas formal
tahun 2017, besaran skor yang diberikan adalah sebesar 6.20 (enam koma dua puluh).
Sedangkan indeks Prinsip Legalitas Formal 0.62 (nol koma enam puluh dua). Dari keempat
indikator prinsip legalitas formal, skor tertinggi adalah indikator peraturan perundang-
undangan yang saling bertentangan dengan skor 6.93. Setelah itu berturut-turut: indikator
peraturan perundang - undangan yang stabil (6.39), penyebarluasan peraturan
perundangundangan (6.36), dan kejelasan rumusan peraturan perundangundangan (5.12).

Keseluruhan skor dari tiap-tiap indikator terhadap hasil penilaian yang telah dilakukan,
beberapa indikator mengalami penurunan dan kenaikan ketika dibandingkan dengan skor
setiap indikator tahun 2016. Skor pada indikator penyebarluasan peraturan perundang-
undangan mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu dengan kenaikan sebesar 0.49
(skor tahun 2016: 5.87) poin. Kenaikan juga terjadi pada indikator peraturan perundang-
undangan yang stabil, yaitu sebesar 0.31 poin (skor tahun 2016: 6.08) . Lalu yang terakhir

11
adalah indikator peraturan perundang-undangan yang saling bertentangan sebagai indikator
yang baru dengan skor yang cukup tinggi yaitu 6.93. Sedangkan Skor indikator kejelasan
rumusan peraturan perundang-undangan mengalami penurunan sebesar 0.25 poin (skor tahun
2016: 5.37).

Berdasarkan skor yang didapatkan dari penilaian masing-masing provinsi dalam prinsip
ini, provinsi yang memiliki skor tertinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (7.30).
Sedangkan provinsi dengan skor yang paling buruk adalah Provinsi Sulawesi Selatan (3.77).

3. Prinsip Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka

Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan prinsip ke-3 yang dinilai dalam Indeks
Negara Hukum Indonesia Tahun 2017. Prinsip ini masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya
terdiri atas empat indikator yang diadopsi dari pandangan Maurice Adams, guru besar
democratic governance dan rule of law Universitas Tilburg dan Benoît Allemeersch, profesor
hukum acara Eropa dan Belgia Universitas Leuven, yang merumuskan independensi peradilan
terdiri atas empat jenis:

(1) individual or core independence, bahwa seorang hakim harus dapat mengambil setiap
putusan pengadilan yang ia yakini menjadi benar dan tanpa tekanan dari luar;

(2) internal independence, di mana sumber faktual pengaruh dan kontrol ada di antara para
hakim sendiri;

(3) institutional independence, yaitu independensi kekuasaan kehakiman dari sudut pandang
kelembagaan, pengadilan sebagai sebuah institusi menjadi tidak benar-benar independen
karena kontrol eksternal yang dilakukan di atasnya dengan (atau melalui) Mahkamah Agung,
atau oleh cabang-cabang pemerintahan yang lain;

(4) extra-institutional independence, terkait pengaruh faktual lain bagi hakim selain rekan dan
kekuasaan negara lainnya, seperti media dalam memutus perkara.

Skor yang diperoleh prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka tahun 2017 adalah 6.64
mengalami peningkatan 0.90 dari tahun 2016 yang hanya 5.74. Demikian dengan nilai indeks
prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka 2017 sebesar 1.66 juga mengalami peningkatan
0.22 dari tahun 2016 yang hanya sebesar 1.44. Dari empat indikator yang dimiliki oleh prinsip
kekuasaan kehakiman yang merdeka, semua indikator mengalami peningkatan, skor tertinggi
berada pada indikator ketiga independensi hakim terkait dengan kebijakan kelembagaan

12
dengan skor 7.04. Setelah itu berturut-turut: indikator satu independensi hakim dalam
mengadili dan memutus perkara dengan skor 6.70; indikator empat independensi hakim dari
pengaruh publik dan media massa dengan skor 6.53; dan indikator dua independensi hakim
terkait manajemen sumber daya hakim 6.30

4. Prinsip Akses terhadap Keadilan

Prinsip ke empat dalam indeks negara hukum indonesia adalah akses terhadap keadilan.
Prinsip akses terhadap keadilan berangkat dari kenyataan objektif keberadaan kelompok
miskin dan terpinggirkan akibat proses pembangunan yang kurang atau tidak memberikan
pilihan, kesempatan, dan akses terhadap sumber daya. Pada kerangka indeks negara hukum
indonesia, pemahaman terhadap prinsip akses terhadap keadilan hanya dibatasi dalam
pengertian formal saja. Sebagaimana dipahami oleh banyak ahli, akses terhadap keadilan dalam
pengertian substantif memiliki dimensi yang luas. Maka dari itu, pembatasan dilakukan agar
secara konseptual prinsip akses terhadap keadilan tidak berbenturan dengan prinsip negara
hukum lainnya seperti kekuasaan kehakiman dan hak asasi manusia.

Akses terhadap keadilan dalam artian formal tersebut mencakup apakah sistem peradilan
bisa diakses oleh publik, apakah sistem peradilan yang ada sudah mencerminkan asas peradilan
yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, dan apabila warga negara terutama warga negara yang
rentan seperti kelompok difabel, anak, perempuan, masyarakat hukum adat, dan kelompok
minoritas lainnya mengalami masalah hukum dalam sistem hukum yang formal, apakah negara
menyediakan bantuan hukum.

Skor prinsip akses terhadap keadilan tahun 2017 sebesar (6,32). Skor sebesar (6,32) ini
menunjukan peningkatan sebesar (0,82) dari tahun 2016 sebesar (5,50). Apabila dilihat dari
sisi indeks (bobot prinsip 4 sebesar 15) prinsip akses terhadap keadilan mengalami kenaikan
sebesar (0,13) yaitu dari (0,82) di tahun 2016 menjadi (0,95) di tahun 2017

5. Prinsip Hak Asasi Manusia

Hadirnya BAB XA tentang Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 hasil amandemen, secara
eksplisit menunjukan telah diakuinya jaminan perlindungan hak asasi manusia atau bill of
rights di dalam konstitusi kita. Artinya hak asasi manusia sebagai bagian utama dan prinsip
dari suatu negara hukum, telah terakomodasi sebagai salah satu moral konstitusi yang
menganut paham konstitusionalisme Dalam konteks negara hukum, hampir semua konsep dan
teori yang dikembangkan tentang negara hukum, menyepakati bahwa hak asasi manusia adalah

13
bagian yang integral yang hendak dilindungi dan dicapai oleh suatu negara hukum.
Kesepakatan ini dapat dilacak baik dalam gagasan-gagasan yang dikembangkan oleh para
pemikir Eropa Kontinental maupun Anglo Saxon, yang keduanya menyepakati pentingnya
perlindungan hak-hak individu dari tindakan sewenangwenang kekuasaan. Gagasan itu pula
yang kemudian terangkum dalam definisi negara hukum menurut UUD 1945.

Dalam melakukan pengukuran mengenai sejauhmana konsistensi penyelenggaraan


negara terhadap komitmen negara hukum, prinsip hak asasi manusia menjadi salah satu aspek
yang tidak dapat ditinggalkan. Mengacu pada hukum internasional hak asasi manusia, jaminan
terhadap hak asasi manusia setidaknya memandatkan tiga kewajiban pada negara, mandat
penghormatan (obligation to respect), mandat pemenuhan (obligation to fulfill), dan mandat
perlindungan (obligation to protect). Mandat itu pula yang diadopsi di dalam ketentuan Pasal
28I ayat (4) UUD 1945, meski dengan rumusan frasa yang berbeda. Ketentuan pasal tersebut
menyatakan, “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah”. Artinya, dengan seperangkat sumber daya yang
dimilikinya negara harus mengupayakan langkah-langkah pelaksanaan kewajiban, baik
terhadap hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya, maupun terhadap hak-
hak kelompok rentan.

Dalam tahun 2017 ada sejumlah peristiwa menonjol yang terkait erat dengan
pelaksanaan kewajiban negara untuk menghormati, memenuhi, dan melindungi hak asasi
manusia. Sebut saja keluarnya Perpu No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU No. 17
Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang sempat menuai polemik publik terkait
dengan kewenanganan pemerintah untuk melakukan pembubarab organisasi. Keluarnya
Perppu tersebut dinilai telah menciderai pelaksanaan prinsip perlindungan terhadap hak atas
kebebasan berserikat dan berorganisasi. Namun demikian, pantauan dari seluruh indikator yang
menjadi aspek dalam prinsip hak asasi manusia, sebagaimana telah dijelaskan di atas, indeks
prinsip hak asasi manusia mengalami kenaikan pada tahun 2017, meski tidak terlalu signifikan.
Dari yang sebelumnya pada posisi 1,06 di tahun 2016, menjadi 1,13 pada tahun 2017,
mengalami kenaikan 0,06 poin. Kenaikan ini juga dapat tergambar dari kenaikan skor prinsip
hak asasi manusia, dari yang sebelumnya mendapatkan nilai 4,25 pada 2016, naik menjadi 4,51
pada tahun 2017, dengan margin skor 0,26.

14
BAB IV

ANALISIS DAN REKOMENDASI

A. ANALISIS

Indeks Negara Hukum Indonesia pada tahun 2017 adalah 5.85, mengalami kenaikan
meskipun dengan selisih yang tidak terlalu signifikan (0.54 poin) dibandingkan tahun 2016
(5.31). Dengan angka indeks tersebut, maka predikat yang dapat diberikan terhadap negara
terhadap penerapan prinsip-prinsip negara hukum adalah cukup. Seluruh prinsip mengalami
kenaikan, di mana Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka merupakan prinsip dengan kenaikan
paling besar, sedangkan prinsip Legalitas Formal mengalami kenaikan terkecil.

No Prinsip 2016 2017 Perubahan


1 Ketaatan Pemerintah Terhadap Hukum 1.41 1.49 0.08
2 Legalitas Formal 0.58 0.62 0.04
3 Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka 1.44 1.66 0.22
4 Akses Terhadap Keadilan 0.82 0.95 0.13
5 Hak Asasi Manusia 1.06 1.13 0.07
Indeks Negara Hukum Indonesia 5.31 5.85 0.54

Berikut adalah uraian analisis dari masing-masing prinsip Negara Hukum Indonesia:
1. Prinsip Ketaatan Pemerintah terhadap Hukum
Ketaatan pemerintah terhadap hukum di tahun 2017 mengalami kenaikan dibanding
tahun 2016, yang juga dikuti dengan naiknya skor indikator tindakan pemerintah berdasarkan
hukum. Akan tetapi, kenaikan itu tidak berarti pemerintah telah berhasil menjalankan prinsip
negara hukum secara utuh karena masih banyak ditemui catatan negatif, salah satunya
diskriminasi penegakan hukum. Bahkan di beberapa kasus masih ditemui penegakan hukum
yang cenderung mengarah pada kepentingan politik tertentu, contoh yang dapat dikedepankan
disini adalah penegakan hukum terkait UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE). Hal itu juga senada dengan pandangan ahli di 20 provinsi,
bahwa di tahun 2017 kinerja pemerintah pusat di sektor penegakan hukum masih jauh dari kata
memuaskan.

15
Selain diskriminasi penegakan hukum, ada beberapa peristiwa yang terjadi sepanjang
tahun 2017 yang membuat kinerja pemerintah dibidang penegakan hukum dipandang buruk,
seperti kasus korupsi yang melibatkan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, kasus penistaan
agama oleh Ahok, kasus chat berkonten pornografi Rizieq Shihab, kasus pelanggaran UU ITE
oleh Buni Yani, dan pengusutan kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Ketua DPR Setya
Novanto. Kasus korupsi e-KTP sendiri hingga tahun 2017 masih sedikit tersangka yang dijerat
hukum, padahal diduga dilakukan secara berjamaah.
2. Prinsip Legalitas Formal

Secara keseluruhan pada prinsip legalitas formal tahun 2017, terjadi kenaikan skor
dibandingkan dengan tahun 2016. Akan tetapi, kenaikan tersebut masih menyisakan berbagai
catatan dalam pelaksanaannya. Berdasarkan temuan dari keempat indikator yang menjadi tolak
ukur prinsip Legalitas Formal, dapat dilihat adanya faktor situasi politik yang mempengaruhi
kejelasan rumusan, stabilitas dan kesesuaian Peraturan Perundang-Undangan di sepanjang
tahun 2017.

Indikator kejelasan rumusan peraturan perundang-undangan adalah satu-satunya


indikator pada prinsip legalitas formal yang mengalami penurunan. Berdasarkan hasil survey
ahli yang telah dilakukan di setiap daerah provinsi, penurunan tersebut dikarenakan masih
rendahnya tingkat pemahaman masyarakat dalam memahami rumusan peraturan perundang-
undangan baik dari segi pilihan kata atau istilah dan pada bahasa hukum. Ketidakjelasan
rumusan peraturan perundang-undangan yang dimaksud dilihat dari adanya ketidakjelasan dari
segi ukuran dan makna sebuah pilihan kata atau istilah maupun bahasa hukum dalam sebuah
peraturan, sehingga berpotensi munculnya sebuah pengertian bersifat multitafsir yang nantinya
dapat berakibat pada terjadinya ketidakpastian hukum. Ketidakpastian hukum inilah yang
menjadi sebuah potensi terjadinya permasalahan hukum dan berbagai ketidakadilan yang
terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Seperti penyalahgunaan ketentuan pasal untuk
memidanakan seseorang, atau sebagai bentuk intimidasi, hingga dapat berujung pada upaya
kriminalisasi.

Ketentuan pasal 27 ayat (3) UU No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU. 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah salah satu contoh sebuah pasal
yang dianggap banyak pihak merupakan pasal multitafsir dan dianggap ambigu pengertiannya
sehingga memiliki potensi besar untuk disalahgunakan. Akibat dari ambiguitas dari pasal
ketentuan UU ITE tersebut berimbas pada adanya berbagai kasus dugaan tindak pidana yang

16
dilaporkan kepada pihak kepolisian dengan menggunakan pasal-pasal yang dianggap karet
seperti pasal 27 ayat (3) UU ITE tersebut. Adapun beberapa kasus pelaporan pidana yang
menggunakan pasal tersebut adalah: kasus pelaporan Novel Baswedan terkait konten surat
elektronik yang dikirimkan kepada rekan kerjanya dianggap mencemarkan nama baik, kasus
seorang pelawak tunggal (komika) Acho yang diduga melakukan pencemaran nama baik
kepada pengelola sebuah apartemen melalui blog dan media sosialnya, lalu kasus Musisi Ecky
Lamoh yang dilaporkan terkait unggahan status di salah satu media sosial miliknya. Salah satu
peristiwa yang menyita banyak perhatian pada tahun 2017 adalah dijatuhkannya vonis 2 tahun
hukuman penjara kepada Basuki Tjahja Purnama yang dinyatakan bersalah karena melakukan
tindak pidana penodaan agama sesuai dengan pasal 156a KUHP3. Pasal 156a KUHP dianggap
mengandung muatan norma yang terlalu luas dan multitafsir sehingga tidak memiliki kepastian
hukum pada unsur-unsur pasal tersebut.

3. Prinsip Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka

Skor prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka tahun 2017 mengalami peningkatan
dari tahun 2016 Meskipun skor prinsip mengalami peningkatan, tak menafikkan bahwa
indikator manajemen sumber daya hakim masih menjadi problematika dalam menegakkan
independensi hakim. Salah satu penyumbang rendahnya perolehan skor indikator ini adalah
soal rekrutmen hakim. Hal ini dikarenakan antara (MA) dan (KY) masih berseberangan dalam
hal lembaga yang memiliki kewenangan atas rekrutmen calon hakim. Mahkamah Agung
dengan mekanisme satu atapnya tak ingin pihak eksternal mengintervensi dalam mekanisme
rekrutmen calon hakim. Sebagaimana disampaikan oleh Pengurus Pusat Ikatan Hakim
Indonesia (IKAHI) bahwa MA memiliki kewenangan mutlak pada manajemen pengelolaan
hakim. Sementara KY dengan tujuan menjamin dan menegakkan independensi kekuasaan
kehakiman, menjaga kehormatan hakim dan menegakkan akuntabilitas peradilan, demi
meningkatkan kredibilitas dan kewibawaan peradilan merasa harus ikut terlibat dalam proses
rekrutmen calon hakim.

4. Prinsip Akses Terhadap Keadilan

Ketersediaan bantuan hukum adalah indikator yang paling banyak mendapatkan


catatan pada prinsip akses terhadap keadilan. Pada tahun 2017, indikator ketersediaan bantuan
hukum mengalami kenaikan terkecil ketimbang dua indikator lainnya. Pergerakan ke arah
membaik ini sangat lamban sekali. Apabila ketersediaan bantuan hukum yang baik dan

17
berkualitas ini tidak tercapai maka jangan harap, Justice for All atau keadilan untuk semua bisa
tercapai. Tentu saja ada beberapa faktor yang membuat pergerakan itu sangat lamban.

Pertama, fakta bahwa anggaran bantuan hukum yang setiap tahun mengalami
penurunan menjadi faktor penghambat penyediaan bantuan hukum yang baik dan berkualitas.
Semenjak tahun 2014, anggaran bantuan hukum yang dikelola oleh Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN) terus menurun. Pada tahun 2017 saja, anggaran bantuan hukum turun dari
45 Milyar menjadi 41 Milyar (anggaran terkecil semenjak tahun 2014). Anggaran bantuan
hukum ini yang khusus dialokasikan untuk membiayai biaya penanganan perkara (litigasi
maupun non- litigasi) masih jauh dari kata ideal.

Kedua, dari 20 Provinsi yang dijadikan objek penelitian pada INHI tahun 2017, hanya
ada 9 provinsi yang memiliki Peraturan Daerah tentang Bantuan Hukum. Jika dilihat dari INHI
tahun 2016 ternyata jumlah provinsi yang memiliki Perda Bantuan Hukum masih sama. Ini
artinya, kepekaan dan kemauan atau dengan kata lain politik hukum provinsi yang lain masih
rendah. Rendahnya kepekaan dan kemauan daerah itu disebabkan beberapa hal.

Dari dua alasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya pada tahun 2017
pemerintah Indonesia belum cukup serius untuk menggalakkan dan menyediakan sarana-
sarana yang bisa digunakan masyarakat miskin untuk mendapatkan keadilan.

5. Prinsip Hak Asasi Manusia

Merujuk pada perolehan nilai indeks pilar hak asasi manusia di tahun 2017, memang
mengalami sedikit kenaikan. Akan tetapi, kenaikan tersebut bukan berarti pemerintah telah
sepenuhnya menjalankan mandat penghormatan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi
manusia. Ada sejumlah persoalan cukup krusial sepanjang tahun 2017, yang menjadi catatan
tebal terkait dengan pelaksanaan kewajiban negara terhadap hak asasi manusia. Memanasnya
situasi politik dalam negeri, yang setidaknya diawali pada periode akhir tahun 2016, menjelang
pelaksanaan pilkada serentak tahun 2017, telah berandil besar pada turun naiknya situasi
penikmatan hak asasi manusia pada periode tersebut.

Meski ada kenaikan dalam skor prinsip hak asasi manusia, atau berarti pula ada perbaikan
situasi dalam pelaksanaan kewajiban negara terhadap hak asasi manusia, namun sejatinya
pergerakan perubahannya tidak terlalu mendasar. Lebih pada berkurangnya praktik atau
peristiwa pelanggaran dibandingkan periode sebelumnya, bukan perubahan yang sistematis
dan strategis, yang mengubah perspektif dan perilaku penyelenggara pemerintah, atau bahkan

18
perubahan hukum dan peraturan perundangundangan. Munculnya sejumlah peristiwa yang erat
kaitannya dengan konsistensi komitmen negara terhadap hak asasi manusia, sepanjang tahun
2017, telah banyak memberikan warna atas naik turunnya pelaksanaan kewajiban negara untuk
menghormati, memenuhi dan melindungi hak asasi manusia. Peristiwa-peristiwa tersebut juga
menjadi instrumen kasat mata, yang menunjukan belum konsistennya pemerintah, atas janji
politik hak asasi.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan analisis sebagaimana yang disampaikan di atas, rekomendasi yang dapat


diberikan adalah:

1. Prinsip Ketaatan Pemerintah Terhadap Hukum

a. Presiden harus memastikan segala upaya penegakan hukum berjalan dengan baik, cepat, dan
tanpa diskriminasi. Harus ada keberanian dan ketegasan Presiden dalam menegakkan hukum
dan mengevaluasi semua kinerja penegak hukum.

b. Presiden harus meningkatkan kinerja kepolisian untuk menciptakan keamanan rakyat


terutama atas aksi teror dan serangan cyber yang marak terjadi di tahun 2017.

c. Presiden harus meningkatkan koordinasi dan pengawasan terhadap pemerintah daerah


terutama dalam hal melakukan pembangunan agar terselenggara pembangunan yang berpijak
pada perlindungan lingkungan dan keadilan kepemilikan tanah.

2. Prinsip Legalitas Formal

a. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu memaksimalkan dan melakukan beberapa
perbaikan untuk memastikan ketersediaan peraturan perundang-undangan di setiap situs resmi
sudah terlaksana dengan baik.

b. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memastikan dan memaksimalkan


ketersediaan koneksi internet dan berbagai perangkat pendukung lainnya yang layak di setiap
derah baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan, agar setiap masyarakat dapat mengakses
berbagai situs penyedia peraturan yang sudah disediakan pemerintah.

c. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus meningkatkan performanya dalam menyusun
peraturan perundang-undangan, terlebih pada tahap persiapan penyusunan baik dalam bentuk
penelitian, penyusunan naskah akademik, maupun pertimbangan-pertimbangan relevan
lainnya.

19
3. Prinsip Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka

a. Mendorong RUU Jabatan Hakim segera dibahas dan disahkan untuk menjawab
permasalahan terkait manajemen sumber daya hakim, yang melibatkan KY sebagai bentuk
shared responsibility demi menjamin independensi kekuasaan kehakiman.

b. Rekonseptualisasi sistem seleksi hakim konstitusi demi mewujudkan hakim konstitusi yang
berintegritas, berkepribadian baik, adil dan negarawan yang menguasai konstitusi, dengan
membuat aturan bersama antara MA, DPR, dan Presiden. Agar terlaksana secara transparan
partisipatif, objektif dan akuntabel.

4. Prinsip Akses Terhadap Keadilan

a. Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM dalam hal
ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan wajib memastikan standar yang telah dibuat masing-
masing institusi terkait keterbukaan informasi publik dalam proses peradilan pidana, agar dapat
dijalankan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.

b. Pemerintah harus bertanggung jawab dan memastikan tersedianya bantuan hukum di seluruh
daerah melalui peraturan daerah bantuan hukum, anggaran dan sumber daya manusia yang
memadai, serta fasilitas penunjang yang mendukung. Selain itu mendesak pemerintah daerah
yang belum memiliki peraturan daerah tentang bantuan hukum untuk membuatnya.

5. Prinsip Hak Asasi Manusia

a. Butuh komitmen dan konsistensi pada level struktur, proses, dan hasil, baik pemerintah di
pusat atau daerah, untuk memastikan keselarasan antara mandat peraturan perundang-
undangan, penyusunan kebijakan dan program, serta memastikan praktiknya di lapangan.

b. Perlunya peningkatan kapasitas penyelenggara negara terhadap HAM agar kewajiban


penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan hak asasi manusia dapat dilaksanakan.

c. Presiden harus memastikan janji politik hak asasinya terpenuhi, melalui langkah-langkah
yang terukur dan menyeluruh, termasuk memastikan keseluruhan perangkat negara di pusat
dan daerah, memahami komitmen dan janji tersebut, serta mengaplikasikan dalam kebijakan
pemerintahan.

20
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari paparan atau penjelasan diatas mengenai Indeks Negara Hukum Indonesia ,dapat ditarik
kesimpulan bahwa:

1. Indeks Negara Hukum Indonesia (INHI) adalah metode yang digunakan oleh Indonesian
Legal Roundtable (ILR) untuk menilai kondisi penerapan prinsip-prinsip negara hukum di
Indonesia secara periodik(setiap tahun).

2. Dalam menetapkan indeks negara hukum Indonesia, prinsip – prinsip negara hukum yang
dipakai yakni prinsip ketaatan pemerintah terhadap hukum, prinsip legalitas formal,prinsip
kekuasaan kehakiman yang merdeka, prinsip akses terhadap keadilan, dan, prinsip hak asasi
manusia.

3. Indeks Negara Hukum Indonesia pada tahun 2017 mengalami kenaikan yakni sebesar 5,85
dan termasuk kategori cukup meskipun dengan selisih yang tidak terlalu signifikan (0.54 poin)
dibandingkan tahun 2016 yakni sebesar 5,31.

21
DAFTAR PUSTAKA

- Oktaryal, Agil, dkk. 2018. Indeks Negara Hukum Indonesia Tahun 2017. Jakarta:
Indonesian Legal Roundtable.
- Deni, Reza. 2018. Indeks Negara Hukum Indonesia Meningkat tapi Tidak
Signifikan.http://www.tribunnews.com/nasional/2018/09/19/ilr-indeks-negara hukum-
indonesia-meningkat-tapi-tidak-signifikan?page=2.Diakses 19 September 2018.
- O. Notohamidjojo, Makna Negara Hukum, Jakarta: BadanPenerbit Kristen, 1970,
hlm.27.
- Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonseia, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1982, hlm. 72.

22

Anda mungkin juga menyukai