Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada wilayah Asia Tenggara, istilah “Masyarakat Madani” dimunculkan pertama
kalinya oleh cendekiawan Malaysia, Anwar Ibrahim. Berbeda dengan prinsip masyarakat
sipil di Barat yang memiliki orientasi penuh pada kebebasan individu, bagi mantan Perdana
Menteri Malaysia itu, Masyarakat Madani adalah sebuah sistem sosial yang tumbuh dan
berkembang berdasarkan prinsip-prinsip moral yang menjamin seimbangnya antara
kebebasan individu dengan kebebasan masyarakat. Seperti inisiatif dari individu dan
masyarakat berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-
undang, dan bukan nafsu atau keinginan individu. Menurut Anwar, Masyarakat Madani
mempunyai ciri-ciri yang khas: kemajemukan budaya (multicultural), hubungan timbal balik
(reprocity), dan sikap saling memahami dan menghargai (Ubaidillah dan Abdul Razak, 2013
:216).
Jadi, Masyarakat Madani identik dengan kehidupan yang majemuk dengan adanya
jaminan akan kebebasan individu bersama masyarakat. Sebab sejatinya manusia memang
makhluk sosial yang oleh karenanya mereka hidup bersama dalam berbagai kelompok yang
terorganisasi dan hal ini biasa disebut masyarakat. Ditambah manusia senantiasa mempunyai
naluri yang kuat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Apabila dibandingkan dengan
makhluk hidup lain seperti hewan, misalnya, manusia tidak akan mungkin hidup sendiri.
manusia tanpa manusia lainnya pasti akan “mati”; manusia yang “dikurung” sendirian di
suatu ruangan tertutup, pasti akan mengalami gangguan pada perkembangan pribadinya
sehingga lama-kelamaan ia akan mati. Sebab manusia semenjak dilahirkan sudah
mempunyai naluri untuk hidup berkawan sehingga ia disebut juga social animal (Soerjono
dan Sulistyowati 2015 : 22).
Maka dari itu, sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat.
Masyarakat mendorong daya usaha serta inisiatif individu baik dari segi pemikiran, seni,
ekonomi, dan teknologi. Sistem sosial yang cekap dan saksama serta pelaksanaan

but
pemerintahan mengikuti undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu
menjadikan keterdugaan atau predictability serta ketulusan atau transparency sebagai
sistemnya.
Dikatakan bahwa Anwar mengamati fenomena sosial-politik di dunia Islam. Ia
mengakui bahwa kondisi umat Islam dewasa ini memang jauh dari cita-cita masyarakat
madani. Hal ini disebabkan karena sampai sekarang masyarakat Muslim, khususnya di Asia
dan Afrika, masih harus berjuan menghadapi persoalan-persoalan serius seperti kemiskinan,
ketidakadilan, ketidaktoleranan, kerakusan ekonomi, kebejatan sosial,politik dan budaya
serta kelesuan intelektual yang disebabkan oleh kekuasaan otoriter, ketiadaan stabilitas
politik dan peminggiran hak-hak politik rakyat. Karena itu tugas kaum Muslimin adalah
melakukan pembenahan ke tubuh umat untuk menghapus kemiskinan, menciptakan keadilan
sosial dan demokrasi serta merangsang kemajuan intelektual.
Dari rumusan yang diperkenalkan oleh Anwar, terlihat bahwa ia tidak menolak
kenyataan civil society merupakan produk budaya Barat. Akan tetapi wacana sosial-politik,
cita-cita masyarakat yang didambakan sebagaimana yang pernah terjadi di Barat itu tetap
merupakan masalah universal (Hendro Prasetyo, dkk 2002 : 158).
Pada titik ini dapat diandaikan bahwa civil society adalah suatu citacita ideal
terciptanya bentuk kemitraan yang luwes, dengan batasan dan tanggung jawab yang berbeda
antara negara dan masyarakat yang bersangkutan dalam mewujudkan tatanan sosial-politik
yang demokratis dan sistem ekonomi yang adil.
Dalam perspektif demikian, hubungan masyarakat madani dan negara harus dibangun
dalam kesalingpahaman, yakni keseimbangan antara negara di satu sisi dan kemandirian
masyarakat yang lain. Meskipun secara tegas diisyaratkan bahwa masyarakat madani
merupakan warisan dan konstruksi sosial masyarakat Barat. Dikatakan Anwar melihat
bahwa secara empiris elemen-elemen masyarakat madani sebenarnya dapat ditemukan
dalam sejarah umat Islam itu sendiri (Hendro Prasetyo, dkk 2002 : 158).
Dikatakan Anwar menandaskan bahwa apa yang disebut dengan high Islam
merupakan bukti empiris dari perwujudan masyarakat madani yang bersifat rasional,
menghargai ilmu dan berasaskan budaya kota, mampu meletakkan asas kemasyarakatan dan
kenegaraan yang mementingkan individu (Hendro Prasetyo, dkk 2002 : 160).

but
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas,maka yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini
adalah : bagaimana ciri dan karesteristik masyarakat madani dan perkembangan masyarakat
madani di indonesia?

1.3 Tujuan

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk : Untuk mengetahui ciri dan karasteristik masyarakat
madani di indonesia dan perkembangan masyarakat madani di Indonesia.

but
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Masyarakat Madani


A. Teori Dawam Rahardjo
Seorang pemikir alumni Universitas Gadjah Mada (UGM), M. Dawam
Rahardjo, menyatakan bahwa Masyarakat Madani secara harfiah, civil society yang
merupakan terjemahan dari istilah Latin (civilis societas) yang sudah ada Sebelum
Masehi. Istilah ini mula-mula dicetuskan oleh Cicero, seorang orator dan pujangga
Roma, yang pengertiannya mengacu kepada gejala budaya perorangan masyarakat.
Masyarakat sipil disebutnya sebagai sebuah masyarakat politik (political society) yang
beradab dan memiliki kode hukum sebagai dasar pengaturan hidup (Masroer C Jb dan
Lalu Darmawan, April 2016 : 37).
Seperti yang dikutip Rahardjo, Cicero dalam filsafat politiknya memahami
civil society identik dengan negara, maka kini difahami sebagai kemandirian aktivitas
warga masyarakat yang berhadapan dengan negara, civil society lanjut Cicero adalah
suatu komunitas politik yang beradab seperti yang dicontohkan oleh masyarakat kota
yang memiliki kode hukum sendiri. Konsep kewargaan (civility) dan budaya kota
(urbanity), maka kota dipahami bukan sekedar konsentrasi penduduk, melainkan juga
sebagai pusat peradaban dan kebudayaan.
Masyarakat madani yang merupakan terjemahan dari civil society secara ideal
merupakan sebuah komunitas masyarakat yang tidak hanya sekedar terwujudnya
kemandirian masyarakat berhadapan dengan negara, melainkan terwujudnya nilai-nilai
tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan
pluralisme (Masroer C Jb dan Lalu Darmawan 2016 : 38).
Dawam lanjut menjelaskan bahwa masyarakat madani adalah sebuah pergaulan
yang sama sekali sudah berbeda dan karena itu dilawankan dengan kehidupan asli atau
kehidupan alami (state of nature). Yang dimaksud masyarakat alami ini adalah semua

but
masyarakat yang masih sederhana, lugu, dan bebas, setidak-tidaknya mereka hidup
denga kebudayaan yang terbatas ruang lingkupnya (Dawam Rahardjo, 1999 : 124).
Masyarakat madani juga bergaul untuk memenuhi kebutuhannya yang lebih
banyak itu dengan melakukan produksi dan pertukaran dalam suatu lembaga atau
mekanisme penawaran dan permintaan yang disebut pasar dengan mempergunakan
uang sebagai alat tukar. Dengan perkataan lain, Dawam mengatakan bahwa
msayarakat madani adalah masyarakat ekonomi (economic society) dan masyarakat
uang (money society).
Di balik pertukaran tersebut, masyarakat madani telah mengembangkan suatu
teknologi guna memenuhi kebutuhan hidup yang lebih banyak melakukan aktivitas
pikir, bertukar-pikiran atau belajar satu sama lain. Hal itu lantaran mencapai
kemajuan-kemajuan (progress) dalam hidup (Dawam Rahardjo 1999 :125).
Meskipun begitu, menurut Dawam, istilah civil society, yang di Indonesia
diterjemahkan dengan “masyarakat madani”, telah beredar dalam pembicaraan tentang
filsafat sosial pada abad ke 18 di Eropa Barat dan masih berlanjut hingga akhir abad
19. Ia merupakan imbas dari perkembangan pemikiran yang terjadi di dunia Barat
tersebut, khususnya di negara-negara industri maju di Eropa Barat dan Amerika
Serikat, dalam perhatian mereka terhadap perkembangan ekonomi, politik, dan sosial
budaya di bekas Uni Sovyet dan Eropa Timur (Dawam Rahardjo,1999 : 133).
Di sisi lain, masyarakat madani adalah masyarakat yang mengacu kepada nilai-
nilai kebajikan umum, yang disebut al-Khair. Masyarakat seperti itu harus dijaga dan
dipertahankan dengan membentuk persekutuan-persekutuan, perkumpulan,
perhimpunan atau asosiasi yang memiliki pedoman perilaku. Sebab dasar utama
masyarakat madani adalah persatuan atau integrasi sosial yang didasarkan pada sutau
pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan
perpecahan dan hidup dalam suatu jalinan persaudaraan (Dawam Rahardjo 1999 :
152).
B. Teori Azyumardi Azra
Bahkan menurutnya, salah satu syarat penting bagi demokrasi untuk tumbuh
dan menguat dalam masyarakat adalah civil society (CS), yang biasa diterjemahkan

but
sebagai masyarakat sipil, masyarakat kewargaan atau masyarakat madani (Azyumardi
Azra, artikel dari http://opinikompas.blogspot.com/2013/10/masyarakat-madani.html).
Di mana proses politik yang berlangsung disebut sebagai proses demokratisasi,
sedangkan pemikiran (inspirasi) plus subyek (aktor) yang menggerakkan perubahan
menuju demokratisasi tersebut digambarkan sebagai masyarakat madani. Dan
demokrasi dapat dianggap merupakan hasil masyarakat yang menghendaki partisipasi
dalam kehidupan para anggotanya (Adi Suryadi Culla, 2002 : 40).
Persoalan demokrasi merupakan pandangan mengenai masyarakat yang dapat
mengungkapkan kehendaknya, dalam bentuk yang rasional, dan tidak perlu harus
mengacu pada nilai-nilai transenden melainkan pada kehendak manusia. Sekalipun
suatu pemikiran yang sulit dijangkau sudah tentu oleh sebagian besar masyarakat di
dunia baik mengenai ide maupun realisasi apa yang dimaknai dengan demokrasi itu
sehingga sebagai konsep yang ideal dan universal, untuk tidak dapat menjadi abstrak,
karena itu dituntut sebaiknya direalisasikan terlebih dahulu kondisi-kondisi yang
memungkinkannya (Adi Suryadi Culla,2002 : 41).
Kendatipun banyak sudut pandang tentang konsep masyarakat madani, tetapi
pada dasarnya dapat disimpulkan, bahwa keseluruhannya sama-sama dihubungkan
melalui satu definisi utama tentang masyarakat madani, yakni sebagai kelompok-
kelompok sosial dan politik atas arena masyarakat di mana di dalamnya berkembang
otonomi, atau menunjukkan adanya perjuangan untuk meraih otonomi, kemampuan
untuk bersikap kritis tidak hanya terhadap negara namun juga terhadap masyarakat
politik beserta masyarakat ekonomi (Adi Suryadi Culla, 2002 : 204).
Tetapi yang mesti diingat, menurut Azra, demokrasi memiliki batas dan
kelemahan tertentu; ia bukan sistem yang seratus persen tanpa kelemahan. Pada satu
sisi, demokrasi memberikan ruang yang sangat luas bagi kebebasan politik dan
partisipasi politik warga. Namun, pada saat yang sama, kebebasan politik demokrasi
yang berlangsung cenderung kebablasan; beriringan dengan lambatnya pengambilan
keputusan baik di lingkungan eksekutif maupun legislatif.
Biar begitu, bagi Azra, demokrasi belum berhasil mencapai tujuan dan proses-
prosesnya juga masih kacau, tetapi demokrasi tetap merupakan sistem politik yang
lebih sedikit mudaratnya dibandingkan sistem-sistem politik lain semacam monarki,

but
teokrasi, atau oligarki. Dengan lingkup sosial budaya dan agama yang majemuk,
demokrasi menjamin ruang lebih besar bagi ekspresi, akomodasi, dan kompromi bagi
masyarakatnya yang sangat multikultural (Azyumardi Azra, 2016 : 277).
Di satu sisi, menurut Azra, sebenarnya prospek masyarakat madani tidak
sekelabu itu, karena masyarakat madani tidak identik dengan kemunculan kelompok-
kelompok, yang atas nama demokrasi dan demokratisasi, berkeinginan mengubah
status quo politik juga tidak selalu terkait kepada kelas menengah tadi. Dengan kata
lain, perkembangan masyarakat madani lebih dari sekadar pertumbuhan gerakan-
gerakan yang pro terhadap demokrasi dan kelas menengah yang kritis dan operasional
terhadap rezim-rezim yang opresif. (Azyumardi Azra, 1999 : vii).
Sementara Azra mengatakan bahwa gerakan-gerakan prodemokrasi merupakan
salah satu prasyarat bagi pembentukan masyarakat madani. Bahkan lebih jauh lagi,
gerakan-gerakan prodemokrasi hampir diidentikan dengna oposisi terhadap
pemerintah (Azyumardi Azra,1999 : . 6).
Masyarakat madani juga mengacu ke kehidupan masyarakat yang berkualitas
dan bertamaddun (civility).Yang meniscayakan toleransi, yakni kesediaan individu-
individu untuk menerima berbagai pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda
(Azyumardi Azra, 1999 : 7).
2. Ciri-Ciri Masyarakat Madani
Masyarakat madani atu civil society merupakan salah satu bentuk konsep ideal
menuju demokrasi, apabila sudah terwujud, masyarakat madani mempunyai indikasi-
indikasi yang sesuai dengan perspektif masyarakat madani itu ditafsiri dan di definisikan.
Secara umum masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat atau
institusi yang mempunyai ciri-ciri antara lain : Kemandirian, toleransi, keswadayaan,
kerelaan menolong satu sama lain dan menjujung tinggi norma dan etika yang telah
disepakati bersama-sama (M Din Syamsuddin dalam bukunya Etika Agama dalam
Membangun Masyarakat Madani. Cet I, vii). Secara historis upaya untuk merintis
institusi tersebut sudah muncul sejak masyarakat Indosesia mulai mengenal pendidikan
modern dan sisitem kapitlisme global serta modernisasi yang memunculkan kesadaran
untuk mendirikan orgnisasiorgnisasi modern seperti Budi Utomo (1908), Syarikat
Dagang Islam (1911), Muhammadiyah (1912) dan lain-lain.

but
Menurut perspektif A.S Hikam, civil society merupakan wacana yang berasal dari
Barat dan lebih mendekati subtansinya apabila tetap di sebutkan dengan istilah aslinya
tanpa menterjemahkan dengan istilah lain atau tetap berpedoman dengan kosep de'
Tocquiville merupakan wilayah sosial terorganisir yang yang mempunyai ciri-ciri antara
lain : Kesukarelaan (Voluntary), Keswasembadaan (self-generating), Keswadayaan
(selfsupporting), serta kemandirian tinggi berhadapan dengan Negara dan keterkaitan
dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang di ikuti oleh warganya. Civil society
adalah suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya prilaku tindakan dan refleksi
mandiri kemudian tidak terkungkung oleh kondisi material serta tidak terserap dalam
kelembagaan politik yang resmi (Muhammad A.S Hikam. Demokrasi dan Civil Society.
Cet I, 3).
Banyaknya LSM yang mempuyai kekuatan untuk memposisikan diri dalam
hubungannya dengan kebijakan-kebijakan pemerintah merupakan wujud adanya
masyarakat madani. Negara tidak terlalu kuat mengekang gerakan-gerakan peberdayaan
politik, ekonomi, maupun budaya atau sebaliknya mendukung selama hal itu masih dalam
koridor hukum yang dilakukan oleh LSM-LSM, hal itu merupakan indikasi terbentuknya
msyarakat madani.
Sebagaimana penjelasan diatas bahwa subtansi civil society dan masyarakat
madani mempunyai persamaan meskipun tidak semuanya atau ciri dari keduanya tidak
terlalu berbeda jauh. Kelompok yang cenderung memakai istilah masayarakat madani
menekankan bahwa salah satu cirinya adalah adaya masyarakat yang patuh hukum,
berkeadilan, dan adanya hubungan check and balance antara Negara dengan masyarakat
(Azzumardi Azra. Menuju Masyarakat Madani : Gagasan Fakta dan Tantangan. Cet I,).
Gambaran bentuk masyarakat masa depan yang di inginkan umat manusia yang
mengakui harkat manusia adalah hak-hak dan kewajibannya dalam masyarakat yaitu
masayarakat madani, dapat juga dijelaskan dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Masyarakat yang mengakui hakikat kemanusiaan yang bukan sekedar
mengisi kebutuhannya untuk hidup (proses humanisasi) tetapi untuk eksis
sebagai manusia.
2. Pengakuan hidup bersama manusia sebagai mahluq sosial melalui sarana
Negara. Negara menjamin dan membuka peluang kondusif agar para

but
anggotanya dapat berkembang untuk merealisasikan dirinya dalam tatanan
vertikal (antara manusia dengan Tuhan) atau tatanan horizontal (mausia
dengan manusia). Interaksi kedua tatanan tersebut penting karena tanpa
orientasi kepada Tuhan maka tatanan kehidupan bersama tidak bermakna.
Tuhan adalah sumber nilai yang mengatur keseluruhan kehidupan manusia.
3. Manusia yang mengakui karakteristik tersebut dan mengakui hak asasi
manusia dalam kehidupan yang demokratis adalah yang disebut
masayarakat madani (civil society)20.
Nilai universal dan partikular yang dimiliki masyarakat madani yang dijelaskan
pada masing-masing kebudayaan masyarkat harus dapat terwujud pada setiap individu
dalam masyarakat.
3. Karakteristik Masyarakat Madani
Masyarakat madani mempunyai karakteristik antara lain egaliterianisme,
penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi (bukan prestise seperti keturunan,
kesukuan, ras, dan lain-lain) keterbukaan akan partisipasi seluruh anggota masyarakat,
dan penentuan kepemimpinan melalui pemilihan, bukan berdasarkan keturunan
(Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi, hal. 170).
Nurcolish menjelaskan bahwa, keadaaan dunia Islam, terus menerus hanya
mengenal sistem dinasti geneologis, sampai datangnya zaman modern sekarang. Sebagian
negeri Muslim menerapkan konsep menerapkan negara republik, dengan presiden dan
pimpinan lainnya yang dipilih. Maka kesempatan membangun masyarakat madani
menurut teladan Nabi Muhmmad justru mungkin lebih besar pada saat sekarang ini
(Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi, hal. 171).
Masyarakat madani tegak berdiri di atas landasan keadilan, yang antara lain
bersendikan keteguhan berpegang pada hukum. Menegakkanhukum adalah amanah Allah
Yang Maha Esa, yang diperintahkan untuk dilaksanakan kepada yang berhak. Juga
keadilan mesti ditegakkan, tanpa memandang siapa yang akan terkena akibatnya.
Keadilan mesti diimplementasikan sekalipun mengenai diri sendiri, kedua orang tua atau
sanak keluarga, bahkan terhadap orang yang membenci kita pun, kita harus tetap berlaku
adil, meski sepintas keadilan itu akan merugikan kita.

but
Namun atas pertimbangan ajaran itulah Nabi Muhammad dalam rangka
menegakkan masyarakat madani atau civil society, tidak pernah membedakan antara
“orang atas”, “orang bawah”, atau pun keluarga sendiri.29 Ketulusan ikatan jiwa juga
memerlukan sikap yang yakin pada adanya tujuan hidup yang lebih tinggi daripada
pengalaman hidup sehari hari di dunia ini (Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era
Reformasi, hal. 173).
4. Perkembangan Masyarakat Madani Di Indonesia
Secara historis kelembagaan civil society muncul ketika proses proses tranformasi
akibat modernisasi terjadi dan menghasilkan pembentukan sosial baru yang berbeda
dengan masyarakat tradisional. Hal ini dapat ditelaah ulang ketika terjadi perubahan
sosial pada masa kolonial, utamanya ketika kapitalisme mulai di kenalkan oleh Belanda.
Hal itu telah mendorong terjadinya pembentukan sosial lewat proses industrialisasi,
urbanisasi dan pendidikan modern. Pada akhirnya muncul kesadaran dikalangan kaum
elit pribumi yang kemudian mendorong terbentuknya organisasi sosial modern di awal
abad ke-XX, gejala ini menandai mulai berseminya masyarakat madani (Hikam.
Demokrasi dan Civil Society. Cet I, 5).
Pada awal ini gerakan-gerakan organisasi melibatkan pekerja dan intelektual yang
masih muda dan ditandai juga dengan timbulnya kesadaran para buruh tentang kebutuhan
mereka untuk berorganisasi dalam rangka menuju ke-arah yang lebih baik. Sebenarnya
pekerja Eropa yang memperkenalkan semangat persyarikatan kepada para pekerja
Indonesia, dan pada bulan Oktober 1905 pertama kali didirikan serikat buruh oleh pekerja
Eropa diperumka Bandung.
Pada tahun 1980-an terjadi perubahan politik yang cukup signifikan yang
dipandang sebagai proses demokratisasi dan perkembangan masyarakat madani di
Indonesia. Kalangan muslim yang sebelumnya berada dimargin politik mulai berani
masuk ketengah kekuasaan dan pada saat yang sama proses demokratisasi menemukan
hal yang baru dan katup yang membendun proses demokratisasi mulai terbuka terbukti
dengan maraknya gerakan prodemokrasi.
Turunnya rezim Soeharto dan munculnya orde baru menunjukkan proses
rekonstruksi politik, ekonomi, sosial dan membawa dampak bagi perkembangan
masyarakat madani di Indonesia. Pada tataran sosial ekonomi akselerasi pembangunan

but
melalui industrialisasi telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang belum
pernah terjadi sebelumnya dan mendorong terjadinya perubahan struktur sosial
masyarakat Indonesia yang diandai dengan bergesernya pola-pola kehidupan masyarakat
agraris (Ibid., 5).
Berakhirnya rezim orde baru dibawah pimpinan Soeharto yang memerintah
dengan memperkuat posisi negara disegala bidang yang menyebabkan merosotnya
kemandirian dan partisipasi masyarakat sehingga menyebabkan kondisi dan pertumbuhan
masyarakat madani menampilkan beberapa produk. Misalnya dengan semakin
berkembangnya kelas menengah seharusnya semakin mandiri sebagai keseimbangan
kekuatan negara sebagaimana yang terdapat dinegara kapatalis Barat, tetapi kenyataannya
kelas menengah yang tumbuh masih bergantung kepada negara.
Tumbangnya pemerintahan Soeharto dengan cepat dan dramatis pada Mei 1998
dan diikuti dengan perubahan-perubahan sosial dan politik sangat penting dan potensial
bagi terciptanya masyarakat madani. Secara umum politik represi (menekan) yang
menandai pemerintahan Soeharto berakhir dan digantikan dengan politik yang lebih
bebas dan demokratis. Berakhirnya era 3parpol yaitu PPP, PDI, dan GOLKAR dengan
pemberian kebebasan kepada masyarakat untuk mendirikan partai-partai, sehingga pada
akhirnya terdapat lebih dari 100 partai, namun setelah melalui seleksi tim 11 hanya ada
48 partai yang dinyatakan berhak mengikuti pemilu serta berakhirnya era asas tunggal
Pancasila dan memberikan kebebasan memilih asas lain termasuk asas agama (Azumardi
Azra. Menuju Masyarakat Madani, Vi).
Pemerintahan orde baru yang telah menghilangkan kekuatan kebhinekaan dan
mencoba menggusur suatu masyarakat yang uniform sehingga terciptalah suatu struktur
kekuasaan yang sangat sentralistik dan birokratik yang menyebabkan disintegrasi bangsa
Indonesia karena dalam usaha menekan persatuan yang mengesampingkan perbedaan
melalui caracara represif yang berakibat mematikan inisiatif dan kebebasan berfikir serta
bertindak dalam pembangunan bangsa. Maka era reformasi yang mempunyai cita-cita
pengakuan kebhinekaan sebagai modal bangsa Indonesia dalam rangka untuk
menciptakan masyarakat madani yang menghargai perbedaan sebagai kekuatan dan
sebagai identitas bangsa yang secara kultural dinilai sangat kaya dan bervariasi.

but
Gerakan untuk membentuk masyarakat madani berkaitan dengan proses
demokratisasi merupakan tujuan era reformasi untuk membina suatu masyarakat
Indonesia yang baru dalam rangka mewujudkan proklamasi tahun 1945 yaitu
membangun masyarakat Indonesia yang demokratis atau masyarakat madani Indonesia
merupakan misi dari gerakan reformsi dan misi dari reformasi sistem pendidikan nasional
( Tilaar. Pendidikan Kebudayaan, 157).

5. KERANGKA BERPIKIR

TEORI MASYARAKAT

MADANI

1. CIRI MASYARAKAT MADANI


2. KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
3. PERKEMBANGAN MASYARAKAT MADANI DI
INDONESIA

but
DAFTAR ISI

BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masyarakat Madani
2.2 Ciri-Ciri Masyarakat Madani
2.3 Karakteristik Masyarakat Madani
2.4 Perkembangan Masyarakat Madani Di Indonesia

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

but
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa ciri masyarakat madani


antara lain : Kemandirian, toleransi, keswadayaan, kerelaan menolong satu sama lain dan
menjujung tinggi norma dan etika yang telah disepakati bersama-sama (M Din
Syamsuddin dalam bukunya Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani. Cet I,
vii). Dan karakteristik sebagai berikut :
1. Masyarakat yang mengakui hakikat kemanusiaan yang bukan sekedar
mengisi kebutuhannya untuk hidup (proses humanisasi) tetapi untuk eksis
sebagai manusia.
2. Pengakuan hidup bersama manusia sebagai mahluq sosial melalui sarana
Negara. Negara menjamin dan membuka peluang kondusif agar para
anggotanya dapat berkembang untuk merealisasikan dirinya dalam tatanan
vertikal (antara manusia dengan Tuhan) atau tatanan horizontal (mausia
dengan manusia). Interaksi kedua tatanan tersebut penting karena tanpa
orientasi kepada Tuhan maka tatanan kehidupan bersama tidak bermakna.
Tuhan adalah sumber nilai yang mengatur keseluruhan kehidupan manusia.
3. Manusia yang mengakui karakteristik tersebut dan mengakui hak asasi
manusia dalam kehidupan yang demokratis adalah yang disebut
masayarakat madani (civil society)20.

3.2 Saran

Melalui makalah ini penulis berharap pembaca dapat mengerti dan mewujudkan
masyarakat madani di lingkungan tempat tinggal mereka .penulis juga merasa terdapat banyak
kekurangan dari makalh ini ,karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang
membagun.

but
but

Anda mungkin juga menyukai