PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan
setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk,
serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang
telah ditetapkan.
Pengunjung pelayanan kesehatan terkadang datang dalam kondisi gawat darurat yang
membutuhkan pengkajian dan penanganan segera. Gawat darurat adalah keadaan klinis
pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan lebih lanjut. Sesuai dengan pasal 32 Undang-undang Republik
Indonesia no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan bahwa keadaan darurat,
fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan
pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih
dahulu. Dalam pelayanan kesehatan tersebut juga harus dilengkapi dengan peralatan-
peralatan medis dan non medis yang memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan
dan juga harus memenuhi standar mutu, keamanan dan keselamatan serta mempunyai izin
edar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Oleh karena itu, BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor menyusun
pedoman IGD berdasar pada standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit,
Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 856/Menkes/SK/IX/2009, yang dapat menjadi acuan
bagi petugas dalam memberikan dan mengembangkan pelayanan gawat darurat khususnya
di Instalasi Gawat Darurat (IGD) BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung
Selor.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan Instalasi Gawat Darurat meliputi :
C. Batasan Operasional
1. Instalasi Gawat Darurat.
Adalah unit pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama pada pasien
dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai
multidisiplin.
2. Triage.
Adalah pengelompokan korban yang berdasarkan atas berat ringannya trauma / penyakit
serta kecepatan penanganan / pemindahannya.
3. Prioritas.
Adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan
yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul.
4. Survey Primer.
Adalah deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam jiwa.
5. Survey Sekunder.
11. Cidera.
Masalah kesehatan yang didapat / dialami sebagai akibat kecelakaan.
12. Bencana.
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang
mengakibatkan korban dan penderitaaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dari salah
satu system / organ di bawah ini, yaitu :
1. Susunan saraf pusat.
2. Pernafasan.
3. Kardiovaskuler.
4. Hati.
5. Ginjal.
6. Pankreas.
Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan dan hipoglikemia dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat ( 4 – 6 ), sedangkan kegagalan sistim/organ
yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lama.
A. Kualifikasi SDM.
1. Pola ketenagaan dan kualifikasi SDM IGD adalah :
KUALIFIKASI
NO NAMA JABATAN KETERANGAN
FORMAL/INFORMAL
1. Kepala Instalasi Dokter Umum (S1)/ Bersertifikat Advance Cardiac
Gawat Darurat Dokter Spesialis (S2) Life Support (ACLS) /
Pelatihan Patient Advance Trauma Life Support
Sefety (ATLS)
Pelatihan Dasar PPI
Pelatihan Mutu
B. Distribusi Ketenagaan
Kategori :
a. 1 orang Kepala Ruangan (Ka Ru),
b. 2 orang Ketua Tim (Ka Tim),
c. 5 orang Perawat Pelaksana (PP),
d. 1 orang Dokter Jaga IGD,
e. 1 orang Dokter Jaga Ruangan merangkap PONEK,
f. 1 orang Petugas Administrasi,
g. 1 orang Petugas Portir.
2. Untuk Dinas Sore yang bertugas sejumlah 5 ( lima ) orang dengan standar minimal
bersertifikat BLS/BTCLS/PPGD/ATCN untuk Perawat dan Dokter Umum.
Kategori :
a. 1 orang Penanggung Jawab Shift (PJ),
b. 4 orang Perawat Pelaksana (PP).
c. 1 orang Dokter Jaga IGD,
d. 1 orang Dokter Jaga Ruangan/PONEK,
e. 1 orang Petugas Portir.
3. Untuk Dinas Malam yang bertugas sejumlah 5 ( lima ) orang dengan standar minimal
bersertifikat BLS/BTCLS/PPGD/ATCNuntuk Perawat dan Dokter Umum.
Kategori :
a. 1 orang Penanggung Jawab Shift (PJ),
b. 4 orang Perawat Pelaksana (PP).
c. 1 orang Dokter Jaga IGD,
d. 1 orang Dokter Jaga Ruangan/PONEK,
e. 1 orang Petugas Portir.
C. Pengaturan Jaga
1. Pengaturan Jaga Perawat IGD.
a. Pengaturan jadwal dinas perawat IGD dibuat oleh Ketua Tim I / II dan di pertanggung
jawabkan oleh Kepala Ruang (Ka Ru) IGD dan disetujui oleh Kepala Sub Bidang
Keperawatan Rawat Jalan.
b. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke perawat
pelaksana IGD setiap satu bulan.
c. Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari tertentu, maka
perawat tersebut dapat mengajukan permintaan ijin tidak dinas pada blanko
permintaan. Permintaan akan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada (apa
a. Pengaturan jadwal dokter jaga IGD menjadi tanggung jawab Ka Instalasi Gawat
Darurat dan disetujui oleh Kabid Pelayanan Medis.
b. Jadwal dokter jaga IGD dibuat untuk jangka waktu 1 bulan serta sudah diedarkan ke
unit terkait dan dokter jaga yang bersangkutan 1 minggu sebelum jaga di mulai.
c. Apabila dokter jaga IGD karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai dengan
jadwal yang telah di tetapkan maka :
1). Untuk yang terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan ke Ka
Instalasi Gawat Darurat paling lambat 3 hari sebelum tanggal jaga, serta dokter
tersebut wajib menunjuk dokter jaga
2). Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan
ke Ka Instalasi Gawat Darurat dan di harapkan dokter tersebut sudah menunjuk
dokter jaga pengganti, apabila dokter jaga pengganti tidak didapatkan, maka Ka
Instalasi Gawat Darurat wajib untuk mencarikan dokter jaga pengganti, yaitu
digantikan oleh dokter jaga yang pada saat itu libur atau dirangkap oleh dokter
jaga ruangan. Apabila dokter jaga pengganti tidak di dapatkan maka dokter jaga
shift sebelumnya wajib untuk menggantikan.( Prosedur pengaturan jadwal jaga
dokter IGD sesuai SPO terlampir).
a. Jadwal kerja menyesuaikan pegawai struktural RS. Segala hal terkait administrasi
IGD, terutama rekapan rincian pembayaran (umum, BPJS Kesehatan,
SKTM/Rekomendasi) dikerjakan pada shift Dinas Pagi. Selanjutnya untuK Dinas
Siang dan Malam akan dikerjakan di hari kerja selanjutnya.
b. Apabila Tenaga Administrasi tidak dapat bertugas baik terencana maupun tidak, hal
terkait administrasi IGD akan didelegasikan pada Ka Tim maupun Perawat Pelaksana
yang ditunjuk oleh Ka Ru IGD.
A. Denah Ruangan
b k i m
d o
IN a f
g e
h j c l
0
n
OUT
Keterangan :
o : Ruang Ponek
Ruangan resusitasi terdiri dari 2 ( dua ) tempat tidur, ruangan tindakan bedah terdiri
dari satu 1 tempat tidur dan 1 tempat tidur tindakan bedah minor, ruangan tindakan non
bedah terdiri dari 3 ( tiga ) tempat tidur, dan ruangan observasi terdiri dari 5 (delapan)
tempat tidur.
2. Peralatan.
Peralatan yang tersedia di IGD mengacu kepada buku pedoman pelayanan Gawat Darurat
Departermen Kesehatan RI untuk penunjang kegiatan pelayanan terhadap pasien Gawat
darurat. Untuk beberapa obat-obatan atau alat kesehatan tertentu dikelola langsung oleh
Apotik IGD dan setiap kali akan digunakan maka petugas IGD membuat daftar
permintaan langsung ke Apotik IGD dengan menuliskan pada lembar permintaan depo
IGD.
Alat yang harus tersedia adalah bersifat life saving untuk kasus kegawatan jantung
seperti monitor dan defribrilator.
o. Stetoskop 1 Item
p. Tensi meter 1 Unit
q. Thermometer 1 Unit
r. Tiang Infus 2 Item
2. Alat – alat untuk a. Bidai/spalk segala Sesuai
ruang tindakan ukuran untuk tungkai, sediaan/
bedah lengan, leher, tulang Ukuran
punggung
b. Verban :
- 4x5 cm 2 Item
- 4x10 cm 2 Item
c. Extraksi kuku 1 Set
d. Hecting set 3 Set
e. Benang dan Jarum Jahit
Luka :
- Absorbable 2/0, 3/0 1 Item
- Non Absorbable 2/0, 1 Item
3/0
f. Lampu sorot / I Unit
Emergency Lamp
g. Magil forcep 2 Item
h. Kassa Box Steril 2 Box
3. Ambulance
Untuk menunjang pelayanan terhadap pasien BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo
Tanjung Selor saat ini memiliki 3 ( tiga ) unit ambulance yang kegiatannya berada dalam
koordinasi IGD, bagian umum dan di atur oleh Penanggung Jawab Supir Ambulance
Emergency.
Jumlah Alat/
No. Nama Jenis Alat Keterangan
Barang
2. Stretcher 1 Unit
d. Stetoskop 1 Unit
e. Tensimeter 1 Unit
m. Sensigloves 2 Pasang
n. Masker 2 Item
4. PONEK
IGD Rumah Sakit menyelenggarakan pelayanan kedaruratan maternal dan neonatal
secara komprehensif dan terintegrasi 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu dalam
rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
Pelayanan maternal neonatal merupakan pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir secara
terpadu dalam bentuk Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif (PONEK).
Ruang Lingkup Pelayanan PONEK:
1) Menyelenggarakan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal secara
komprehensif dan terintegrasi, seperti:
a. Stabilisasi di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan persiapan untuk pengobatan
b. Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK Rumah Sakit di ruang
tindakan
c. Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparatomi dan seksio cesarea
d. Perawatan intensif ibu dan bayi.
e. Pelayanan Asuhan Ante Natal (kehamilan) Risiko Tinggi.
BAB IV
Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 18
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Pendaftaran Pasien
Petugas Penanggung Jawab
a. Perawat IGD
b. Petugas Admissi / Administrasi Rekam Medik
2. Perangkat Kerja
a. Pesawat telepon
b. Hand phone
C. Pelayanan Triase
1. Petugas Penanggung Jawab
a. Dokter jaga IGD
b. Perawat Penanggung Jawab Triase
2. PerangkatKerja
a. Stetoscope
b. Tensimeter
c. Status rekam medis triase
2. Perangkat Kerja
a. Kelengkapan Status Rekam Medis
b. Surat Keterangan Pemindahan Pasien
c. Alat Transportasi :
1. Kursi Roda
2. Brankar
3. Stretcher
4. Ambulance
d. Alat Tulis
2. Perangkat Kerja
a. Stetoscope
b. Tensi meter
c. Alat Tulis
2. Perangkat Kerja
a. Senter
b. Stetoscope
c. EKG
d. Surat Kematian
2. Perangkat Kerja
a. Ambulance
b. Pesawat Telepon / Handphone
J. Sistem Rujukan
1. Petugas Penanggung Jawab
a. Dokter IGD
b. Perawat IGD
2. Perangkat Kerja
a. Ambulan
b. Formulir persetujuan tindakan
c. Formulir rujukan
b. Pemeriksaan Diagnostik
1). Pasien / keluarga pasien dijelaskan oleh dokter jaga mengenai tujuan pemeriksaan
diagnostik, bila setuju maka keluarga pasien harus mengisi dan
menandatanganiinformed consent.
2). Perawat IGD menghubungi rumah sakit rujukan.
3). Perawat IGD menghubungi petugas ambulan BLUD RSD dr. H. Soemarno
Sosroatmodjo Tanjung Selor.
c. Spesimen
1). Pasien / keluarga pasien dijelaskan mengenai tujuan pemeriksaan specimen.
2). Bila keluarga setuju maka harus mengisi inform consent.
3). Dokter jaga mengisi formulir pemeriksan, dan diserahkan kepetugas laboratorium.
4). Petugas laboratorium melakukan rujukan ke laboratorium yang dituju.
A. Perencanaan
Menentukan macam, mutu dan jumlah alat yang dibutuhkan dalam pelayanan gawat darurat.
1. Peralatan Kesehatan
Alat kesehatan yang digunakan untuk mendiagnosa, menangani, monitor, dan
mengevakuasi (proses rujukan) serta alat medis pendukung untuk penanggulangan
penderita gawat darurat.
a. Trauma (Bedah)
b. Non Trauma (Jantung, Interna, Paru, Kebidanan, Anak & Neonatus, Neurologi, THT,
Psikiatri, Mata, Kulit Kelamin, dan Gigi& Mulut)
2. Obat-obatan Emergency
a. Kegawatdaruratan Jantung
b. Kegawatdaruratan Interna
c. Kegawatdaruratan Paru
d. Kegawatdaruratan Kebidanan
e. Kegawatdaruratan Anak & Neonatus
f. Kegawatdaruratan Neurologi
g. Kegawatdaruratan THT
h. Kegawatdaruratan Psikiatri
i. Kegawatdaruratan Mata
j. Kegawatdaruratan Kulit Kelamin
k. Kegawatdaruratan Gigi & Mulut
B. Penganggaran
1. Membuat perkiraan biaya.
2. Barang yang diperlukan dan jumlahnya, harga satuan dan harga total harus disusun dalam
bentuk tabel.
C. Pengadaan
Pengadaan peralatan, obat, bahan medis habis pakai sesuai kebutuhan :
1. Ada buku pedoman pelayanan gawat darurat dan pedoman obat-obatan kefarmasian.
2. Ada obat emergency yang selalu siap.
3. Ada daftar obat-obat yang mudah diidentifikasi dan letak obat mudah diambil.
D. Penyimpanan
Peralatan disimpan dalam 2 (dua) tempat :
1. Tempat penyimpanan utama (Apotik IGD) atau cadangan (trolley emergency) dimana
persediaan disimpan tetapi tidak digunakan.
2. Tempat penggunaan setelah digunakan.
E. Distribusi
Peralatan dapat dikeluarkan bila diperlukan. Terdapat 3 (tiga) prosedur administrasi yang
berkaitan dengan pengeluaran peralatan, antara lain :
1. Catatan di buku besar (menuliskan pengeluaran barang tersebut dalam buku besar
persediaan).
2. Surat/formulir pengeluaran barang harus ditandatangani.
3. Catatan inventaris dari bagian yang menerima dan menggunakan peralatan.
F. Penghapusan
1. Pemeliharaan dan perbaikan alat
2. Ada protap pemeliharaan, pemeriksaan, dan perbaikan alat secara berkala
3. Ada jadwal pemeriksaan dan pemeliharaan alat
4. Ada bukti pelaksanaan dan pemeliharaan
5. Ada bukti kalibrasi alat
6. Ada prosedur penggantian kerusakaan alat dan kadaluarsa obat
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )
Kriteria:
a). Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b). Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
c). Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan
benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden /
KTD.
Kriteria:
a). Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan
saat pasien keluar dari rumah sakit.
b). Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
c). Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
d). Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
Kriteria:
a). Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
b). Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden.
c). Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
d). Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien
yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
e). Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah
Kriteria:
a). Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi
staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-
masing.
b). Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
c). Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.
Kriteria:
a). Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang halhal terkait dengan keselamatan
pasien.
b). Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.
5. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit (berdasarkan KKP-RS No.001-
VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka rumah sakit harus merancang
proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit,
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang
sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh
Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
a). Membangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien, “menciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil”
Langkah penerapan:
Bagi Rumah Sakit:
1). Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus
dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah
pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan
kepada staf, pasien dan keluarga.
2). Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan
akuntabilitas individual bilamana ada insiden.
3). Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.
4). Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien.
b). Memimpin Dan Mendukung Staf, “membangun komitmen dan fokus yang kuat dan
jelas tentang Keselamatan Pasien di rumah sakit”
Langkah penerapan:
Bagi Rumah Sakit:
1). Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas
Keselamatan Pasien
2). Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan untuk
menjadi “penggerak” (champion) dalam gerakan Keselamatan Pasien
3). Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan maupun
rapat-rapat manajemen rumah sakit
4). Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit
anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.
Bagi Unit/Tim:
1). Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan
Keselamatan Pasien
2). Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka
dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien
3). Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden.
Langkah penerapan:
Bagi Rumah Sakit :
Bagi Unit/Tim:
1). Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu
Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang
terkait;
2). Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko
rumah sakit;
3). Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas
setiap risiko, dan ambillah langkah langkah yang tepat untuk memperkecil risiko
tersebut;
4). Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses
asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.
Bagi Unit/Tim:
Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap
insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena
mengandung bahan pelajaran yang penting.
Bagi Unit/Tim:
1). Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
keluarganya bila telah terjadi insiden
2). Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden,
dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat
3). Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan
keluarganya.
f). Belajar Dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien, “Mendorong staf
untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa
kejadian itu timbul.”
Langkah penerapan:
Bagi Rumah Sakit:
1). Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara
tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.
2). Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas criteria pelaksanaan
Analisis Akar Masalah (root cause analysis/RCA) yang mencakup insiden yang
terjadi dan minimum satu kali per tahun melakukan Failure Modes and Effects
Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.
Bagi Unit/Tim:
1). Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden.
2). Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan
dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
Bagi Unit/Tim :
1). Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untukcmembuat asuhan
pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
2). Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan
pelaksanaannya.
3). Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden
yang dilaporkan.
Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif
untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh
harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut
tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih langkah-langkah yang paling
strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil
maka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini
telah dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan metoda-
metoda lainnya.
3. Kesalahan Medis
Medical Errors:
Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien
4. Kejadian Sentinel
Sentinel Event :
Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima, seperti :
operasi pada bagian tubuh yang salah.
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi ( seperti,
amputasi pada kaki yang salah ) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
Adapun untuk sistem tata laksana keselamatan pasien adalah sebagai berikut :
1. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada pasien
2. Melaporkan pada dokter jaga IGD
3. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter jaga
4. Mengobservasi keadaan umum pasien
5. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “ Pelaporan Insiden Keselamatan”
A. Pendahuluan
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi lebih
tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejal. Setiap hari ribuan anak berusia
kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 – 49 tahun terinfeksi HIV. Dari
keseluruhan kasus baru 25% terjadi di Negara – negara berkembang yang belum mampu
menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus yang
sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara langsung
ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan dimasyarakat cukup
tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelingdung, pelayanan kesehatan yang
belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan
bersama peralatan menembus kulit : tato, tindik, dll).
Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui tindakan
pada pelayanan kesehatan. Angka kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan
WHO adalah 2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena
tidak memberikan gejala.
Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 165 : “
Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya
pencegahan, peningkatan dan pengobatan, serta pemulihan bagi tenaga kerja”. Berdasarkan
pasal di atas maka pengelola tempat kerja di RS mempunyai kewajiban untuk menyehatkan
para tenaga kerjanya. Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping
keselamatan kerja. RS harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik pasien, penyedia
layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya di RS. Oleh
B. Tujuan
1. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi diri
sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
2. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko
tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk menghindarkan
paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip “Universal Precaution”.
Tindakan yang beresiko terpajan
Cuci tangan yang kurang benar.
Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat.
Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman.
Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman.
Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat.
Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
Ada upaya secara terus menerus untuk menilai kemampuan dan hasil pelayanan instalasi
gawat darurat terkait pengendalian mutu pelayanan, melalui evaluasi data dan informasi per
tahun mengenai :
1. Jumlah kunjungan IGD
2. Kecepatan pelayanan/waktu tanggap pelayanan gawat darurat (respon time) ≤ 5 menit.
3. Pola penyakit/kecelakaan IGD (10 terbanyak)
4. Angka kematian pasien IGD ≤ 24 Jam.
5. Tingkat kepuasan pasien/pengunjung IGD ≥ 80%.
BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor dalam memberikan pelayanan
terdapat beberapa komponen manajemen mutu yang berperan untuk mendapatkan mutu
pelayanan IGD yaitu proses manajemen mutu, kepemimpinan mutu dan organisasi mutu.
Menurut The Juran Trilogy, proses manajemen mutu terdiri dari perencanaan, pengendalian, dan
peningkatan mutu.
Secara khusus upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien di BLUD RSD dr. H.
Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor merupakan suatu proses penerapan fungsi-fungsi
manajemen dalam pelayanan/asuhan pasien yaitu : perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan,
pengarahan dan evaluasi.
Berdasarkan hal tersebut Komite PMKP BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo
Tanjung Selor yang telah terbentuk dengan SK No. 445/SK-318/Kep/BLUD/X/16 dalam rangka
peningkatan mutu RS serta penerapan standar akreditasi RS telah menetapkan tiga sasaran
program PMKP antara lain :
1. Sasaran Area Klinis
2. Sasaran Area Manajerial
3. Sasaran Keselamatan Pasien
Adapun target yang hendak dicapai komite PMKP dari semua indikator terpilih adalah :
TARGET
INDIKATOR
PENCAPAIAN
1. 10 Indikator di Area Klinis :
a. Assesmen Pasien 100%
Assesmen awal keperawatan lengkap dalam 24 jam pasien rawat
inap
b. Pelayanan Laboratorium ≤ 140 Menit
Waktu tunggu pelayanan laboratorium
c. Pelayanan Radiologi ≤ 2%
Angka kerusakan foto rontgen
d. Indicator Klinis Kamar Bedah ≤ 2 Hari
2. Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu IGD BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor
meliputi evaluasi kinerja petugas IGD. Evaluasi kinerja petugas IGD salah satunya
dilakukan dengan adanya laporan SKP (Satuan Kinerja Pegawai) tiap 6 bulan sekali / per
tahun yang dapat dikonfirmasikan langsung pada atasan tentang kedisiplinan petugas
dalam melakukan tindakan pelayanan kesehatan.
3. Peningkatan Mutu
Peningkatan mutu IGD BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor
dilakukan oleh manajemen BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor
melalui Komite Medik maupun Komite Keperawatan dan diketahui oleh masing-masing
KaSubBid untuk bekerja sama dalam hal meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
petugas IGD melalui pelatihan-pelatihan kegawatdaruratan yang dibutuhkan untuk
menunjang pelayanan gawat darurat yang cepat, akurat dan professional. Selain itu
pembahasan terhadap contoh-contoh kasus juga dilakukan secara berkala guna
mempererat hubungan kerjasama dalam meningkatkan mutu pelayanan.
2. Kerjasama Tim
Untuk pelaksanaan pelayanan di IGD BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo
Tanjung Selor dilakukan metode tim yang mana terdiri dari Dokter Umum, Ketua Tim
Perawat dan Perawat Pelaksana.
Dalam kerjasama tim, sudah ada pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab di
IGD serta sudah ada komitmen manajemen IGD dan petugas IGD dalam upaya mencapai
visi misi rumah sakit.Tim kerja berkerja secara professional sesuai dengan wewenang
klinis dalam mencapai kinerja dan produktivitas yang tinggi.
C. Organisasi Mutu
Untuk organisasi mutu IGD BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor
terdapat kerjasama dalam proses evaluasi oleh Kepala Instalasi IGD dan/atau Penanggung
Jawab IGD dengan Kepala Ruangan IGD, dan diketahui oleh Kepala Bidang Medik dan
Kepala Bidang Keperawatan untuk selanjutnya dilaporkan kepada atasan.
Pelayanan di IGD adalah bagian dari pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit
dr.H.Soemarno Sosroatmodjo. Pelayanan ini diberikan tanpa membedakan pasien umum maupun
pasien dengan jaminan seperti BPJS maupun SKTM, tanpa membedakan agama, suku dan status
sosial dalam masyarakat. Pelayanan seyogyanya diberikan dengan menjunjung tinggi rasa
kemanusian, norma-norma yang berlaku di masyarakat dan saling menghargai. Memang tetap
ada prioritas yang diberikan, seperti pada pelayanan bagi pasien yang dalam kondisi kesehatan
yang kritis, pasien bayi atau anak yang lebih rentan dengan keadaan sakit yang diderita, manula
dan ibu hamil/ nifas. Tapi dalam hal itu, tetap ada penjelasan logis mengenai keputusan yang
diambil oleh perawat ataupun dokter yang memberi pelayanan.
Standar prosedur operasional yang ada harus benar-benar dimengerti dan dilaksananan.
SPO juga dievaluasi dan bila perlu dilakukan revisi. Pelayanan yang dilakukan sesuai standar,
bukan hanya menjamin pelayanan yang bermutu tapi juga menjamin keamanan dan keselamatan
bagi dokter, perawat dan semua yang terlibat dalam pelayanan di IGD.