Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan
setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk,
serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang
telah ditetapkan.

Pengunjung pelayanan kesehatan terkadang datang dalam kondisi gawat darurat yang
membutuhkan pengkajian dan penanganan segera. Gawat darurat adalah keadaan klinis
pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan lebih lanjut. Sesuai dengan pasal 32 Undang-undang Republik
Indonesia no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan bahwa keadaan darurat,
fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan
pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih
dahulu. Dalam pelayanan kesehatan tersebut juga harus dilengkapi dengan peralatan-
peralatan medis dan non medis yang memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan
dan juga harus memenuhi standar mutu, keamanan dan keselamatan serta mempunyai izin
edar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dengan semakin meningkatnya jumlah penderita gawat darurat, maka diperlukan


peningkatan pelayanan gawat darurat baik yang diselenggarakan ditempat kejadian, selama
perjalanan ke rumah sakit, maupun di rumah sakit. Seperti konsep Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) yang telah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan di
Tahun 2000 yang mana memadukan penanganan gawat darurat tersebut mulai dari pra
rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan pendekatan
lintas program dan multi sektoral, penanggulangan gawat darurat menekankan respon cepat
dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb Saving.

Adapun dasar hukum IGD adalah sebagai berikut :


1. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
2. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 436/Menkes/SK/VI/1993 tentang berlakunya
Standar Pelayanan di Rumah Sakit
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 071/YAN-MED/RSKS/GDE/VII/1991
Tentang Pedoman Pelayanan Gawat Darurat
4. Undang-undang RI No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
5. Undang-undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
6. Undang-undang Ri No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 1


7. Undang-undang RI No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok Kesehatan
8. Undang-undang RI No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan
9. Undang-undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
10. PP No. 22 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

Oleh karena itu, BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor menyusun
pedoman IGD berdasar pada standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit,
Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 856/Menkes/SK/IX/2009, yang dapat menjadi acuan
bagi petugas dalam memberikan dan mengembangkan pelayanan gawat darurat khususnya
di Instalasi Gawat Darurat (IGD) BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung
Selor.

B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan Instalasi Gawat Darurat meliputi :

1. Pasien dengan kasus True Emergency.


Yaitu pasien yang tiba – tiba berada dalam keadaan Gawat Darurat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapat pertolonngan secepatnya, yang dapat terbagi atas:
a. Pasien Resusitasi
b. Pasien Gawat Darurat
c. Pasien Gawat Tidak Darurat
d. Pasien Darurat Tidak Gawat

2. Pasien dengan kasus False Emergency.


Yaitu pasien dengan :. Keadaan tidak gawat dan tidak darurat.

C. Batasan Operasional
1. Instalasi Gawat Darurat.
Adalah unit pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama pada pasien
dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai
multidisiplin.

2. Triage.
Adalah pengelompokan korban yang berdasarkan atas berat ringannya trauma / penyakit
serta kecepatan penanganan / pemindahannya.

3. Prioritas.
Adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan
yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul.

4. Survey Primer.
Adalah deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam jiwa.

5. Survey Sekunder.

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 2


Adalah melengkapi survei primer dengan mencari perubahan – perubahan anatomi yang
akan berkembang menjadi semakin parah dan memperberat perubahan fungsi vital yang
adaberakhir dengan mengancam jiwa bila tidak segera diatasi.

6. Pasien Gawat darurat.


Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya atau anggota badannya ( akan menjadi cacat ) bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya.

7. Pasien Gawat Tidak Darurat.


Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat misalnya
kanker stadium lanjut.

8. Pasien Darurat Tidak Gawat.


Pasien akibat musibah yang datang tiba – tiba tetapi tidak mengancam nyawa dan
anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal.

9. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat.


Pasien yang datang tidak dalam masalah gawat maupun darurat, Misalnya pasien dengan
ulcus tropium , TBC kulit , dan sebagainya.

10. Kecelakaan ( Accident ).


Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya mendadak, tidak
dikehendaki sehingga menimbulkan cedera fisik, mental dan sosial.
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :
a. Tempat kejadian :
1).Kecelakaan lalu lintas.
2). Kecelakaan di lingkungan rumah tangga.
3). Kecelakaan di lingkungan pekerjaan.
4). Kecelakaan di sekolah.
5). Kecelakaan di tempat – tempat umum lain seperti halnya : tempat rekreasi,
perbelanjaan, di area olah raga, dan lain – lain.
b. Mekanisme kejadian:
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing, tersengat, terbakar baik
karena efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.
c. Waktu kejadian
1). Waktu perjalanan ( travelling / transport time )
2). Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain – lain.

11. Cidera.
Masalah kesehatan yang didapat / dialami sebagai akibat kecelakaan.
12. Bencana.
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang
mengakibatkan korban dan penderitaaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 3


lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan
terhadap tata kehidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan
pertolongan dan bantuan.

Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dari salah
satu system / organ di bawah ini, yaitu :
1. Susunan saraf pusat.
2. Pernafasan.
3. Kardiovaskuler.
4. Hati.
5. Ginjal.
6. Pankreas.

Kegagalan ( kerusakan ) sistem / organ tersebut dapat disebabkan oleh :


1. Trauma / cedera,
2. Infeksi,
3. Keracunan ( poisoning ),
4. Degerenerasi ( failure),
5. Asfiksi,
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of water and
electrolit),
7. Dan lain-lain.

Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan dan hipoglikemia dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat ( 4 – 6 ), sedangkan kegagalan sistim/organ
yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lama.

Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam


mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh :
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat.
2. Kecepatan meminta pertolongan.
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan.
4. Ditempat kejadian.
5. Dalam perjalanan ke rumah sakit.
6. Pertolongan selanjutnya secara mantap di rumah sakit.

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 4


BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi SDM.
1. Pola ketenagaan dan kualifikasi SDM IGD adalah :

KUALIFIKASI
NO NAMA JABATAN KETERANGAN
FORMAL/INFORMAL
1. Kepala Instalasi  Dokter Umum (S1)/ Bersertifikat Advance Cardiac
Gawat Darurat Dokter Spesialis (S2) Life Support (ACLS) /
 Pelatihan Patient Advance Trauma Life Support
Sefety (ATLS)
 Pelatihan Dasar PPI
 Pelatihan Mutu

2. Kepala Ruangan IGD  D-III / S1 Bersertifikat Basic Life


Keperawatan Support (BLS) / Basic Trauma
 Pelatihan Patient Cardiac Life Support (BTCLS)
Sefety / Pertolongan Pertama pada
 Pelatihan Dasar PPI Gawat Darurat (PPGD)
 Pelatihan Mutu

3. Perawat Pelaksana D-III / D-IV Bersertifikat Basic Life


IGD Keperawatan Support (BLS) / Basic Trauma
Cardiac Life Support (BTCLS)
/ Pertolongan Pertama pada
Gawat Darurat (PPGD) /
Advance Trauma Care Nurse
(ATCN)

4. Dokter IGD Dokter Umum Bersertifikat Advance Cardiac


Life Support (ACLS) /
Advance Trauma Life Support
(ATLS)

5. Tenaga Administrasi SMA Sederajat -

6. Tenaga Portir SMA Sederajat / Sarjana -


Muda / Sarjana

Jenis Tenaga Keterangan


Dokter Spesialis Dokter Spesialis Jaga On call :
1. Spesialis Bedah Umum
2. Spesialis Anak
3. Spesialis Obgyn
4. Spesialis Penyakit Dalam
5. Spesialis Anasthesi
6. Spesialis Jantung Kardiovaskuler
7. Spesialis Paru
8. Spesialis THT
9. Spesialis Radiologi

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 5


10. Spesialis Patologi Klinik
11. Spesialis Saraf
12. Spesialis Gigi
13. Spesialis Mata
14. Spesialis/ Residen Kulit dan Kelamin
15. Spesialis/Residen Jiwa (psikiatri)
Dokter Umum On Site 24 Jam
(+ Pelatihan Kegawat Daruratan :
GELTS, ATLS, ACLS, dll )
Perawat Kepala (min. D III Jam kerja/diluar jam kerja
Keperawatan)
(+ Pelatihan Kegawat Daruratan :
PPGD, BTLS, BCLS, dll )
Perawat On Site 24 Jam
(+ Pelatihan Kegawat Daruratan /
Emergency Nursing, PPGD, BTLS,
BCLS, dll )
Non Medis, terdiri dari :
1. Tenaga Administrasi IGD 1. Jam kerja/di luar jam kerja.
2. Tenaga Portir 2. On Site24 Jam

B. Distribusi Ketenagaan

NAMA KUALIFIKASI FORMAL & WAKTU


JUMLAH SDM
JABATAN INFORMAL KERJA
Kepala Instalasi  Minimal lulusan Dokter Minimal 5 1
IGD Spesialis Bedah/ Anasthesi tahun
Penanggung Jawab  Minimal lulusan S1 Minimal 5 1
IGD Kedokteran + Profesi tahun
 Minimal lulusan S1 9
Dokter IGD Kedokteran + Profesi
(Dokter Umum)
Kepala Ruangan  Minimal lulusan D-III Minimal 5 1
Keperawatan tahun
 Pelatihan Manajemen
Bangsal dan
BLS/BTCLS/PPGD
Ketua Tim  Minimal lulusan D-III 2
Keperawatan
 Pelatihan
BLS/BTCLS/PPGD/ATCN
Perawat pelaksana  Lulusan D-III keperawatan 18
 Lulusan D-IV Keperawatan 2
Gawat Darurat
 Lulusan S1 Keperawatan 1
(Ners)
 Pelatihan
BLS/BTCLS/PPGD/ATCN
Petugas  Minimal lulusan SMA 1
Administrasi Sederajat
Petugas Portir  Minimal lulusan SMA 4
Sederajat

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 6


Pola pengaturan ketenagaan Instalasi Gawat Darurat yaitu :
1. Untuk Dinas Pagi yang bertugas minimal sejumlah 12 ( dua belas ) orang dengan standar
minimal bersertifikat BLS/BTCLS/PPGD/ATCN untuk Perawat dan Dokter Umum.

Kategori :
a. 1 orang Kepala Ruangan (Ka Ru),
b. 2 orang Ketua Tim (Ka Tim),
c. 5 orang Perawat Pelaksana (PP),
d. 1 orang Dokter Jaga IGD,
e. 1 orang Dokter Jaga Ruangan merangkap PONEK,
f. 1 orang Petugas Administrasi,
g. 1 orang Petugas Portir.

2. Untuk Dinas Sore yang bertugas sejumlah 5 ( lima ) orang dengan standar minimal
bersertifikat BLS/BTCLS/PPGD/ATCN untuk Perawat dan Dokter Umum.
Kategori :
a. 1 orang Penanggung Jawab Shift (PJ),
b. 4 orang Perawat Pelaksana (PP).
c. 1 orang Dokter Jaga IGD,
d. 1 orang Dokter Jaga Ruangan/PONEK,
e. 1 orang Petugas Portir.

3. Untuk Dinas Malam yang bertugas sejumlah 5 ( lima ) orang dengan standar minimal
bersertifikat BLS/BTCLS/PPGD/ATCNuntuk Perawat dan Dokter Umum.
Kategori :
a. 1 orang Penanggung Jawab Shift (PJ),
b. 4 orang Perawat Pelaksana (PP).
c. 1 orang Dokter Jaga IGD,
d. 1 orang Dokter Jaga Ruangan/PONEK,
e. 1 orang Petugas Portir.

C. Pengaturan Jaga
1. Pengaturan Jaga Perawat IGD.
a. Pengaturan jadwal dinas perawat IGD dibuat oleh Ketua Tim I / II dan di pertanggung
jawabkan oleh Kepala Ruang (Ka Ru) IGD dan disetujui oleh Kepala Sub Bidang
Keperawatan Rawat Jalan.
b. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke perawat
pelaksana IGD setiap satu bulan.

c. Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari tertentu, maka
perawat tersebut dapat mengajukan permintaan ijin tidak dinas pada blanko
permintaan. Permintaan akan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada (apa

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 7


bila tenaga cukup dan berimbang serta tidak mengganggu pelayanan, maka
permintaan disetujui atau dicarikan perawat pengganti menyesuaikan jadwal dinas).
d. Setiap tugas jaga / shift harus ada perawat penanggung jawab shift ( PJ Shift) dengan
syarat pendidikan minimal D III Keperawatan dan masa kerja minimal 2 tahun, serta
memiliki sertifikat tentang kegawat daruratan (BLS/BTCLS/PPGD/ATCN).
e. Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, dinas sore, dinas malam, lepas malam, libur dan
cuti.
f. Jadwal dinas di setiap shift jaga ada yang bertanggung jawab terhadap layanan AGD
(ambulan gawat darurat) yang dijadwalkan untuk kurun waktu satu bulan.
g. Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
jadwal yang telah ditetapkan ( terencana ), maka perawat yang bersangkutan harus
memberitahu Ka Ru IGD maupun Ka Tim I / II : 2 jam sebelum dinas pagi, 4 jam
sebelum dinas sore atau dinas malam. Sebelum memberitahu Ka Ru IGD ataupun Ka
Tim I / II, diharapkan perawat yang bersangkutan sudah mencari perawat pengganti.
Apabila perawat yang bersangkutan tidak mendapatkan perawat pengganti, maka
KaRu IGD akan mencari tenaga perawat pengganti yaitu perawat yang hari itu libur
atau perawat IGD yang bersedia menggantikan meskipun sambung dinas. Namun
tidak berlaku bagi perawat Dinas Malam sambung Dinas Pagi untuk penggantian
tersebut.
h. Apabila ada tenaga perawat tiba – tiba tidak dapat jaga sesuai jadwal yang telah
ditetapkan ( tidak terencana ), maka KaRu IGD akan mencari perawat pengganti,
diutamakan yaitu perawat yang sesuai jadwal sebagai perawat pengganti dan
cadangan adalah perawat yang hari itu libur. Apabila perawat pengganti tidak di
dapatkan, maka perawat yang dinas pada shift sebelumnya wajib untuk menggantikan
atau yang sedang jadwal libur. (Prosedur pengaturan jadwal dinas perawat IGD sesuai
SPO terlampir).
2. Pengaturan Jaga Perawat Layanan Ambulance Gawat Darurat (AGD)
a. Pengaturan jaga perawat penaggung jawab dibuat setiap bulan, untuk waktu selama
1 bulan.
b. Perawat AGD adalah perawat IGD yang diserahi sebagai perawat AGD sesuai jadwal
yang dibuat Kepala Ruang IGD untuk layanan 24 jam, bersamaan dengan jadwal
jaga perawat IGD.
c. Apabila sedang tidak bertugas dalam layanan AGD, perawat AGD bergabung dengan
perawat IGD dalam layanan IGD.
d. Apabila perawat AGD berhalangan, perawat AGD dapat digantikan oleh perawat
IGD lain yang ditunjuk oleh Katim (untuk shift pagi) dan Penanggung jawab jaga
(untuk shift sore-malam).
e. Pengaturan Izin dan lain-lain perawat AGD sama dengan pedoman perawat IGD.
3. Pengaturan Jaga Petugas PONEK
a. Pengaturan jaga petugas jaga PONEK dibuat setiap bulan, untuk waktu selama 1
bulan.
Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 8
b. Petugas PONEK adalah bidan Ruang Bersalin (VK) yang diserahi sebagai
penanggung jawab pelayanan PONEK sesuai jadwal yang dibuat Kepala Ruang
Bersalin (VK)..
c. Apabila petugas PONEK berhalangan , bidan PONEK dapat digantikan oleh
bidan VK lain yang ditunjuk oleh Kepala ruang Bersalin (VK) .
d. Apabila ada kegawatdaruratan neonatus, maka pelayanan tersebut dapat dibantu
oleh perawat perinatologi.
e. Apabila ada tindakan cito SC dari PONEK, maka petugas yang menyambut bayi
adalah bidan PONEK dan bidan VK.
f. Pengaturan Izin dan lain-lain bidan PONEK sama dengan pedoman bidan VK.

4. Pengaturan Jaga Dokter IGD

a. Pengaturan jadwal dokter jaga IGD menjadi tanggung jawab Ka Instalasi Gawat
Darurat dan disetujui oleh Kabid Pelayanan Medis.
b. Jadwal dokter jaga IGD dibuat untuk jangka waktu 1 bulan serta sudah diedarkan ke
unit terkait dan dokter jaga yang bersangkutan 1 minggu sebelum jaga di mulai.
c. Apabila dokter jaga IGD karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai dengan
jadwal yang telah di tetapkan maka :
1). Untuk yang terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan ke Ka
Instalasi Gawat Darurat paling lambat 3 hari sebelum tanggal jaga, serta dokter
tersebut wajib menunjuk dokter jaga
2). Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan
ke Ka Instalasi Gawat Darurat dan di harapkan dokter tersebut sudah menunjuk
dokter jaga pengganti, apabila dokter jaga pengganti tidak didapatkan, maka Ka
Instalasi Gawat Darurat wajib untuk mencarikan dokter jaga pengganti, yaitu
digantikan oleh dokter jaga yang pada saat itu libur atau dirangkap oleh dokter
jaga ruangan. Apabila dokter jaga pengganti tidak di dapatkan maka dokter jaga
shift sebelumnya wajib untuk menggantikan.( Prosedur pengaturan jadwal jaga
dokter IGD sesuai SPO terlampir).

5. Pengaturan Jadwal Petugas Administrasi

a. Jadwal kerja menyesuaikan pegawai struktural RS. Segala hal terkait administrasi
IGD, terutama rekapan rincian pembayaran (umum, BPJS Kesehatan,
SKTM/Rekomendasi) dikerjakan pada shift Dinas Pagi. Selanjutnya untuK Dinas
Siang dan Malam akan dikerjakan di hari kerja selanjutnya.
b. Apabila Tenaga Administrasi tidak dapat bertugas baik terencana maupun tidak, hal
terkait administrasi IGD akan didelegasikan pada Ka Tim maupun Perawat Pelaksana
yang ditunjuk oleh Ka Ru IGD.

6. Pengaturan Jadwal Petugas Portir

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 9


a. Pengaturan jadwal jaga Portir menjadi tanggung jawab Koordinator Portir disetujui
oleh Ka Ru IGD.
b. Jadwal jaga Portir dibuat untuk jangka waktu satu bulan serta sudah diedarkan ke unit
terkait dan petugas yang bersangkutan.
c. Apabila petugas portir IGD karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
dengan jadwal yang telah di tetapkan maka :
1). Untuk yang terencana, Petugas Portir yang bersangkutan harus menginformasikan
ke Ka Ru IGD paling lambat 3 hari sebelum tanggal jaga, serta Petugas Portir
tersebut wajib menunjuk Petugas Portir pengganti.
2). Untuk yang tidak terencana, Petugas Portir yang bersangkutan harus
menginformasikan ke Ka Ru IGD dan di harapkan Petugas Portir tersebut sudah
menunjuk pengganti, apabila Petugas Portir pengganti tidak didapatkan, maka Ka
Ru IGD wajib untuk mencarikan Petugas Portir pengganti, yaitu digantikan oleh
Petugas Portir yang pada saat itu libur. Apabila Petugas Portir pengganti tidak di
dapatkan maka Petugas Portir shift sebelumnya wajib untuk menggantikan.
( Prosedur pengaturan jadwal jaga dokter IGD sesuai SPO terlampir).

7. Pengaturan Jadwal Dokter Konsulen/ Dokter Spesialis On Call


a. Pengaturan jadwal jaga dokter konsulen/ Spesialis On Call, pada Spesialisasi yang
mana dokter spesialis pada bidang tersebut terdiri dari 2 orang atau lebih, maka dibuat
jadwal jaga dan dilaporkan kepada KaBid. Pelayanan Medik.
b. Jadwal jaga dokter konsulen dibuat untuk jangka waktu 3 bulan serta sudah diedarkan
ke unit terkait dan dokter konsulen yang bersangkutan 1 minggu sebelum jaga di
mulai.
c. Apabila dokter konsulen jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
dengan jadwal yang telah di tetapkan maka :

1). Untuk yang terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan ke


kabid. Pelayanan medik atau ke petugas sekretariat paling lambat 3 hari sebelum
tanggal jaga, serta dokter tersebut wajib menunjuk dokter jaga konsulen
pengganti.
2). Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan
ke kabid. Pelayanan medik atau ke petugas sekretariat dan di harapkan dokter
tersebut sudah menunjuk dokter jaga konsulen pengganti.(Prosedur pengaturan
jadwal jaga dokter konsulen sesuai SPO terlampir).
d. Dokter Konsulen pada shift Siang dan Malam berlaku On Call / konsul berlaku
melalui Telepon, SMS, WA (Whatsapp) maupun media komunikasi lainnya dan
dibuktikan dengan Cap Stempel SBAR (Situation, Background, Assesment,
Recommendation/Request)

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 10


Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 11
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruangan

b k i m

d o

IN a f

g e
h j c l
0
n

OUT

Keterangan :

a : Ruang Triage h : Ruang Ka.Ruangan &Admisi

b : Ruang Resusitasi i : Ruang Dokter Jaga IGD

c : Ruang Non Bedah j : RuangDokter Jaga Ruangan


0
d : Ruang Bedah / Tindakan k : Ruang Perawat IGD

e : Ruang Observasi l : Ruang Depo Farmasi Obat IGD

f : Nurse and Doctor Station m : Laboratorium IGD

g : Ruang Tunggu IGD n : WC

o : Ruang Ponek

: Jalur Masuk – Keluar

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 12


B. Fasilitas
1. Fasilitas & Sarana.
IGD BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor berlokasi di gedung
pertama dari jalur masuk utama dekat area parkir yang terdiri dari ruangan Triage, ruang
resusitasi, ruang tindakan bedah, ruangan tindakan non bedah, Ruang Ponek dan ruangan
observasi. Terdapat pula ruangan laboratorium khusus pelayanan IGD, ruang Depo
Farmasi Obat IGD, ruang kepala ruangan IGD dan ruang istirahat (Rest Room) bagi
petugas IGD (Perawat, Dokter Jaga IGD, Dokter Jaga Ruangan).

Ruangan resusitasi terdiri dari 2 ( dua ) tempat tidur, ruangan tindakan bedah terdiri
dari satu 1 tempat tidur dan 1 tempat tidur tindakan bedah minor, ruangan tindakan non
bedah terdiri dari 3 ( tiga ) tempat tidur, dan ruangan observasi terdiri dari 5 (delapan)
tempat tidur.

2. Peralatan.
Peralatan yang tersedia di IGD mengacu kepada buku pedoman pelayanan Gawat Darurat
Departermen Kesehatan RI untuk penunjang kegiatan pelayanan terhadap pasien Gawat
darurat. Untuk beberapa obat-obatan atau alat kesehatan tertentu dikelola langsung oleh
Apotik IGD dan setiap kali akan digunakan maka petugas IGD membuat daftar
permintaan langsung ke Apotik IGD dengan menuliskan pada lembar permintaan depo
IGD.
Alat yang harus tersedia adalah bersifat life saving untuk kasus kegawatan jantung
seperti monitor dan defribrilator.

Jenis Peralatan Jumlah


No. Keterangan
Area Nama Alat Alat/Barang
1. Alat – alat untuk a. Emergency Kit 2 Set Terlampir
ruang resusitasi pada Buku
Pedoman
Standar
Obat
Farmasi
IGD
b. Mesin suction 1 Set
c. Oxigen lengkap dengan 1 Set
flowmeter
d. Laringoskope anak & 1 Set
dewasa
e. Spuit semua ukuran :
- 1 cc 2 Item
- 3 cc 5 Item
- 5 cc 3 Item
- 10 cc 2 Item

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 13


- 20 cc 1 Item
- 50 cc 1 Item
f. Oropharingeal air way 2 Item
(dewasa & anak)
g. Infus set / transfusi set 5 Item
h. EmergencyBed 3 Item
Brandcard

i. Gunting besar 1 Item


j. Defribrilator 1 Unit
k. Monitor EKG 1 Unit
l. Bedsite Monitor 1 unit
m. Trolly Emergency 1 Unit
n. Bag Valve Mask Masing-
(BVM) anak dan masing 1
dewasa Item

o. Stetoskop 1 Item
p. Tensi meter 1 Unit
q. Thermometer 1 Unit
r. Tiang Infus 2 Item
2. Alat – alat untuk a. Bidai/spalk segala Sesuai
ruang tindakan ukuran untuk tungkai, sediaan/
bedah lengan, leher, tulang Ukuran
punggung
b. Verban :
- 4x5 cm 2 Item
- 4x10 cm 2 Item
c. Extraksi kuku 1 Set
d. Hecting set 3 Set
e. Benang dan Jarum Jahit
Luka :
- Absorbable 2/0, 3/0 1 Item
- Non Absorbable 2/0, 1 Item
3/0
f. Lampu sorot / I Unit
Emergency Lamp
g. Magil forcep 2 Item
h. Kassa Box Steril 2 Box

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 14


i. Cirkumsisi set 1 Set
j. Ganti verban set 1 Set
k. Spekulum hidung 1 Item
l. Stetoskop 1 Item
m. Tensimeter 1 Unit
n. Thermometer 1 Unit
o. Tiang infus 2 Item
3. Alat – alat untuk a. Otoscope 1 Unit
ruang tindakan non b. Nebulizer :
bedah - Infeksius 1 Unit
- Non Infeksius 1 Unit
c. Mesin EKG 1 Unit
d. Tiang Infus 5 Item
e. Tensimeter 1 Unit
f. Stetoskop 1 Item
g. Thermometer 1 Unit
4. Alat – alat untuk a. Tensimeter 1 Unit
ruang observasi b. Oxygen lengkap 5 Unit
dengan flow meter
c. Termometer 1 Unit
d. Stetoskop 1 Item
e. Tiang infus 8 Item
5. Alat – alat a. Ambu bag (Bag Valve 1 Set
kesehatan Mask)untuk dewasa &
anak
b. Oropharingeal airway 1 Set
c. Laringoscope dewasa & 1 Set
anak
d. Selang oksigen Nasal Masing-
Kanul, Simple Mask, masing 1
Non Reabreathing Unit
Mask (NRM),
Reabreathing Mask
(RM)
e. Urine bag non steril 1 Item
f. Spuit semua ukuran 2 Item

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 15


g. Infus set 2 Item
h. Endotracheal tube ( Masing-
dewasa & anak ) no. 6, masing 1
6.5, 7, 7.5 Item
i. IV catheter No.18, Masing-
No.20, No.22 masing 1
Item
j. Neck collar Ukuran S / 1 Set
M/L

3. Ambulance
Untuk menunjang pelayanan terhadap pasien BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo
Tanjung Selor saat ini memiliki 3 ( tiga ) unit ambulance yang kegiatannya berada dalam
koordinasi IGD, bagian umum dan di atur oleh Penanggung Jawab Supir Ambulance
Emergency.

Adapun fasilitas & sarana untuk Ambulance, diantaranya :


1. Perlengkapan Ambulance
2. AC
3. Sirine
4. Lampu rotater
5. Sabuk pengaman
6. Sumber listrik / stop kontak
7. Lemari untuk alat medis
8. Lampu ruangan
9. Wastafel
10. Tas Emergency

Sedangkan untuk alat & obat untuk Ambulance, diantaranya :

Jumlah Alat/
No. Nama Jenis Alat Keterangan
Barang

1. Tabung Oksigen 1 Tabung

2. Stretcher 1 Unit

3. Bak Sampah 1 Item

4. Tas Emergency yang berisi :

a. Obat – obat untuk life saving (Cairan 5 / 10 Kolf


infus : RL, NaCL 0,9 %
b. Alat bantu pernapasan : Masing-masing
1). Nasal kanul 1 Unit

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 16


2). Simple mask
3). Rebreathing Mask
4). Non rebreathing Mask
c. Senter 1 Unit

d. Stetoskop 1 Unit

e. Tensimeter 1 Unit

f. Oropharingeal air way (No.5, No. 6) 1 Item

g. Gunting verban 1 Item

h. Tongue Spatel 1 Item

i. Reflex hummer 1 Item

j. Infus set 2 Set

k. IV chateter ( Nomer 22, 20, 18 ) 2 Item

l. Spuit semua ukuran Masing- masing


2 Item

m. Sensigloves 2 Pasang

n. Masker 2 Item

o. Kantong plastik 1 Pack

4. PONEK
IGD Rumah Sakit menyelenggarakan pelayanan kedaruratan maternal dan neonatal
secara komprehensif dan terintegrasi 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu dalam
rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
Pelayanan maternal neonatal merupakan pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir secara
terpadu dalam bentuk Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif (PONEK).
Ruang Lingkup Pelayanan PONEK:
1) Menyelenggarakan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal secara
komprehensif dan terintegrasi, seperti:
a. Stabilisasi di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan persiapan untuk pengobatan
b. Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK Rumah Sakit di ruang
tindakan
c. Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparatomi dan seksio cesarea
d. Perawatan intensif ibu dan bayi.
e. Pelayanan Asuhan Ante Natal (kehamilan) Risiko Tinggi.

2) Menyelenggarakan pelayanan obstetri dan nenatal yang bermutu pada:

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 17


a. Pelayanan kesehatan maternal dan nenatal fisiologis
b. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dengan resiko tinggi;
 Masa antenatal
 Masa intranatal
 Masa post natal
c. Pelayanan kesehatan nenatal;
d. Pelayanan ginekologis.

BAB IV
Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 18
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Pendaftaran Pasien
Petugas Penanggung Jawab
a. Perawat IGD
b. Petugas Admissi / Administrasi Rekam Medik

Perangkat Kerja : Status Rekam Medis

Tata Laksana Pendaftaran Pasien IGD


1). Pendaftaran pasien yang datang ke IGD dilakukan oleh pasien / keluarga dibagian
admission (SPO Terlampir)
2). Bila keluarga tidak ada petugas IGD bekerja sama dengan Security / Satpam untuk
mencari identitas pasien
3). Sebagai bukti pasien sudah mendaftar di bagian admission akan memberikan status
untuk diisi oleh dokter IGD yang bertugas.
4). Bila pasien dalam keadaan gawat darurat, maka akan langsung diberikan pertolongan di
IGD, sementara keluarga / penanggung jawab melakukan pendaftaran di bagian
admission

B. Sistem Komunikasi Igd


1. Petugas Penanggung Jawab
a. Petugas Operator
b. Dokter / perawat IGD

2. Perangkat Kerja
a. Pesawat telepon
b. Hand phone

3. Tata Laksana Sistem Komunikasi IGD


a. Antara IGD dengan unit lain dalam BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo
Tanjung Seloradalah dengan nomor extension masing-masing unit (SPO Terlampir)
b. Antara IGD dengan dokter konsulen / rumah sakit lain / yang terkait dengan
pelayanan diluar rumah sakit adalah menggunakan pesawat telephone langsung dari
IGD dengan menggunakan kode PIN yang dimiliki oleh dokter jaga atau melalui
bagian operator.
c. Antara IGD dengan petugas ambulan yang berada dilapangan menggunakan pesawat
telephone dan handphone. (SPO Terlampir)

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 19


d. Dari luar BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor dapat langsung
melalui operator.

C. Pelayanan Triase
1. Petugas Penanggung Jawab
a. Dokter jaga IGD
b. Perawat Penanggung Jawab Triase

2. PerangkatKerja
a. Stetoscope
b. Tensimeter
c. Status rekam medis triase

3. Tata Laksana Pelayanan Triase IGD


a. Dokter jaga IGD/Perawat Triase melakukan pemeriksaan pada pasien secara cepat
dan menentukan kegawatan dan prioritas penanganan.
b. Prioritas pertama ( I, tertinggi, emergency ) yaitu mengancam jiwa / mengancam
fungsi vital, pasien ditempatkan diruang resusitasi
c. Prioritas kedua ( II, medium, urgent ) yaitu potensial mengancam jiwa / fungsi vital,
bila tidak segera ditangani dalam waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat
terakhir. Pasien ditempatkan di ruang tindakan bedah / non bedah
d. Prioritas ketiga ( III, rendah, non emergency ) yaitu memerlukan pelayanan biasa,
tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Pasien ditempatkan
diruang non bedah.
e. Penangganan pasien prioritas I,II dan III, tidak harus menunggu selesainya
pendaftaran pasien.
f. Dokter jaga melakukan konsultasi dengan dokter spesialis on call dan menentukan
Dokter Penanggung Jawab Pasien(DPJP)

D. Pengisian Informed Consent


1. Petugas Penangung Jawab : Dokter jaga IGD.
2. Perangkat Kerja : Formulir Persetujuan Tindakan.
3. Tata Laksana Informed Consent
a. Dokter IGD yang sedang bertugas menjelaskan tujuan dari pengisian informed
consent pada pasien / keluarga pasien (SPO Terlampir), disaksikan oleh perawat.
b. Pasien menyetujui (atau tidak menyetujui), informed consent diisi dan ditandatangani
disaksikan oleh perawat.
c. Setelah diisi lengkap dimasukkan dalam status medik pasien.

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 20


E. Transportasi Pasien
1. PetugasPenanggung Jawab
a. Perawat IGD
b. Petugas Portir / Supir Ambulance

2. Perangkat Kerja
a. Kelengkapan Status Rekam Medis
b. Surat Keterangan Pemindahan Pasien
c. Alat Transportasi :
1. Kursi Roda
2. Brankar
3. Stretcher
4. Ambulance
d. Alat Tulis

3. Tata Laksana Transportasi Pasien IGD


a. Bagi pasien yang memerlukan penggunaan ambulan BLUD RSD dr. H. Soemarno
Sosroatmodjo Tanjung Selor sebagai transportasi, maka perawat unit terkait
menghubungi IGD. (SPO Terlampir)
b. Perawat IGD menuliskan data-data / penggunaan ambulan (nama pasien ruang rawat
inap, waktu penggunaan & tujuan penggunaan
c. Perawat IGD menghubungi bagian / supir ambulan untuk menyiapkan kendaraan
d. Perawat IGD menyiapkan alat medis sesuai dengan kondisi pasien.

F. Pelayanan False Emergency


1. Petugas Penanggung Jawab
a. Perawat IGD
b. Dokter jaga IGD

2. Perangkat Kerja
a. Stetoscope
b. Tensi meter
c. Alat Tulis

3. Tata Laksana Pelayanan False Emergency


a. Pasien / keluarga pasien mendaftar dibagian admission (SPO Terlampir)
b. Dilakukan triase untuk penempatan pasien diruang non bedah
c. Pasien dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter jaga IGD.

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 21


d. Bila diperlukan dokter jaga IGD dapat melakukan konsultasi ke dokter spesialis via
telpon, WA (whatsapp), dan/atau sosial media massenger lainnya.
e. Dokter jaga menjelaskan kondisi pasien pada keluarga / penanggung jawab
f. Bila perlu dirawat / observasi pasien dianjurkan kebagian admission.
g. Bila tidak perlu dirawat pasien diberikan resep dan bisa langsung pulang
h. Pasien dianjurkan untuk kontrol kembali sesuai dengan saran dokter

G. Pelayanan Visum Et Repertum


1. Petugas Penanggung Jawab
a. Petugas Rekam Medis
b. Dokter jaga IGD

2. Perangkat Kerja : Formulir Visum Et Repertum IGD.

3. Tata Laksana Pelayanan Visum Et Repertum


a. Petugas IGD menerima surat permintaan visum et repertum dari pihak kepolisian.
(SPO Terlampir)
b. Surat permintaan visum et repertum diserahkan kebagian rekam medik
c. Petugas rekam medik menyerahkan Status Rekam Medis pasien kepada dokter jaga
yang menangani pasien terkait
d. Setelah visum et repertum diselesaikan oleh rekam medik maka lembar yang asli
diberikan pada pihak kepolisian

H. Pelayanan Death On Arrival ( DOA )


1. Petugas Penanggung Jawab
a. Dokter jaga IGD
b. Petugas Satpam

2. Perangkat Kerja
a. Senter
b. Stetoscope
c. EKG
d. Surat Kematian

3. Tata Laksana Death On Arrival IGD ( DOA )


a. Pasien dilakukan triase dan pemeriksaan oleh dokter jaga IGD (SPO Terlampir)
b. Bila dokter sudah menyatakan meninggal, maka dilakukan perawatan jenazah
c. Dokter jaga IGD membuat surat keterangan meninggal

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 22


d. Jenazah dipindahkan / diserah terimakan di ruangan jenazah dengan bagian umum /
keamanan

I. Sistem Informasi Pelayanan Pra Rumah Sakit


1. Petugas Penanggung Jawab :
a. Supir Ambulance
b. Perawat IGD

2. Perangkat Kerja
a. Ambulance
b. Pesawat Telepon / Handphone

3. Tata Laksana Sistim Informasi Pelayanan Pra Rumah Sakit


a. Perawat yang mendampingi pasien memberikan informasi mengenai kondisi pasien
yang akan dibawa, kepada perawat IGD BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo
Tanjung Selor.
b. Isi informasi mencakup :
1). Keadaan umum ( kesadaran dan tanda – tanda vital )
2). Peralatan yang diperlukan di IGD ( suction, monitor, defibrillator )
3). Kemungkinan untuk dirawat di unit intensive care (SPO Terlampir)
4). Perawat IGD melaporkan pada dokter jaga IGD & PJ Shift serta menyiapkan hal-
hal yang diperlukan sesuai dengan laporan yang diterima dari petugas ambulan.

J. Sistem Rujukan
1. Petugas Penanggung Jawab
a. Dokter IGD
b. Perawat IGD

2. Perangkat Kerja
a. Ambulan
b. Formulir persetujuan tindakan
c. Formulir rujukan

3. Tata Laksana Sistim Rujukan IGD


a. Alih Rawat
1). Perawat IGD menghubungi rumah sakit yang akan dirujuk.
2). Dokter jaga IGD memberikan informasi pada dokter jaga rumah sakit rujukan
mengenai keadaan umum pasien. (SPO Terlampir)

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 23


3). Bila tempat telah tersedia di rumah sakit rujukan, perawat IGD menghubungi
petugas ambulan BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor
sesuai kondisi pasien dan setelahnya menghubungi RS yang dituju.

b. Pemeriksaan Diagnostik
1). Pasien / keluarga pasien dijelaskan oleh dokter jaga mengenai tujuan pemeriksaan
diagnostik, bila setuju maka keluarga pasien harus mengisi dan
menandatanganiinformed consent.
2). Perawat IGD menghubungi rumah sakit rujukan.
3). Perawat IGD menghubungi petugas ambulan BLUD RSD dr. H. Soemarno
Sosroatmodjo Tanjung Selor.

c. Spesimen
1). Pasien / keluarga pasien dijelaskan mengenai tujuan pemeriksaan specimen.
2). Bila keluarga setuju maka harus mengisi inform consent.
3). Dokter jaga mengisi formulir pemeriksan, dan diserahkan kepetugas laboratorium.
4). Petugas laboratorium melakukan rujukan ke laboratorium yang dituju.

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 24


BAB V
LOGISTIK IGD

A. Perencanaan
Menentukan macam, mutu dan jumlah alat yang dibutuhkan dalam pelayanan gawat darurat.
1. Peralatan Kesehatan
Alat kesehatan yang digunakan untuk mendiagnosa, menangani, monitor, dan
mengevakuasi (proses rujukan) serta alat medis pendukung untuk penanggulangan
penderita gawat darurat.
a. Trauma (Bedah)
b. Non Trauma (Jantung, Interna, Paru, Kebidanan, Anak & Neonatus, Neurologi, THT,
Psikiatri, Mata, Kulit Kelamin, dan Gigi& Mulut)
2. Obat-obatan Emergency
a. Kegawatdaruratan Jantung
b. Kegawatdaruratan Interna
c. Kegawatdaruratan Paru
d. Kegawatdaruratan Kebidanan
e. Kegawatdaruratan Anak & Neonatus
f. Kegawatdaruratan Neurologi
g. Kegawatdaruratan THT
h. Kegawatdaruratan Psikiatri
i. Kegawatdaruratan Mata
j. Kegawatdaruratan Kulit Kelamin
k. Kegawatdaruratan Gigi & Mulut

B. Penganggaran
1. Membuat perkiraan biaya.
2. Barang yang diperlukan dan jumlahnya, harga satuan dan harga total harus disusun dalam
bentuk tabel.

C. Pengadaan
Pengadaan peralatan, obat, bahan medis habis pakai sesuai kebutuhan :
1. Ada buku pedoman pelayanan gawat darurat dan pedoman obat-obatan kefarmasian.
2. Ada obat emergency yang selalu siap.
3. Ada daftar obat-obat yang mudah diidentifikasi dan letak obat mudah diambil.

D. Penyimpanan
Peralatan disimpan dalam 2 (dua) tempat :
1. Tempat penyimpanan utama (Apotik IGD) atau cadangan (trolley emergency) dimana
persediaan disimpan tetapi tidak digunakan.
2. Tempat penggunaan setelah digunakan.

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 25


Untuk penyimpanan peralatan, diperlukan keterampilan berikut :
1. Catatan penerimaan barang baru dan pengeluaran barang.
2. Membuat neraca buku-stok (persediaan) atau buku besar.

E. Distribusi
Peralatan dapat dikeluarkan bila diperlukan. Terdapat 3 (tiga) prosedur administrasi yang
berkaitan dengan pengeluaran peralatan, antara lain :
1. Catatan di buku besar (menuliskan pengeluaran barang tersebut dalam buku besar
persediaan).
2. Surat/formulir pengeluaran barang harus ditandatangani.
3. Catatan inventaris dari bagian yang menerima dan menggunakan peralatan.

F. Penghapusan
1. Pemeliharaan dan perbaikan alat
2. Ada protap pemeliharaan, pemeriksaan, dan perbaikan alat secara berkala
3. Ada jadwal pemeriksaan dan pemeliharaan alat
4. Ada bukti pelaksanaan dan pemeliharaan
5. Ada bukti kalibrasi alat
6. Ada prosedur penggantian kerusakaan alat dan kadaluarsa obat

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 26


BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. PengertianKeselamatan Pasien ( Patient Safety )


Keselamatan Pasien ( Patient Safety ) di Rumah Sakit adalah suatu sistem pelayanan
dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman, termasuk
didalamnya mengukur risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko terhadap pasien, analisa
insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi
untuk mengurangi risiko “Safety is a fundamental principle of patient care and a critical
component of hospital quality management.” (World Alliance for Patient Safety, Forward
Programme WHO, 2004). Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :
1. Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
2. Tidak mengambil tindakan yang seharusnyadiambil
Keselamatan pasien merupakan suatu sistemyang sangat dibutuhkan mengingat saat ini
banyak pasien yang dalam penanganannya sangat memprihatinkan, dengan adanya sistem ini
diharapkan dapat meminimalisir kesalahan dalam penanganan pasien baik pasien UGD,
rawat inap maupun pada pasien poliklinik. (PERSI, 2006)

B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )

C. Pelaksanaan Keselamatan Pasien


3. Solusi Keselamatan Pasien di RS (WHO Colaborating Centre for Patient Safety, 2007),
terdiri dari 9 (sembilan) solusi, yaitu:, yaitu :
a) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication
names)
b) Pastikan identifikasi pasien
c) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
d) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
e) Kendalikan cairan elektrolit pekat
f) Pastikan akurasi pada pemberian obat pada pengalihan pelayanan
g) Hindari salah kateter dan salah sambung selang
h) Gunakan alat injeksi sekali pakai
Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 27
i) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial
4. Standar Keselamatan Pasien
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera
di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit
yang merupakan acuan bagi rumah sakit di Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya.
Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan di rumah sakit dan penilaiannya dilakukan
dengan menggunakan Instrumen Akreditasi Rumah Sakit. Standar Keselamatan Pasien
tersebut terdiri dari 7 ( tujuh ) standar, mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yaitu :
a). Hak pasien
b). Mendidik pasien dan keluarga
c). Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
d). Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
e). Mendidik staf tentang keselamatan pasien
f). Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
g). Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:

Standar I. Hak pasien


Standar:
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana
dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

Kriteria:
a). Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b). Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
c). Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan
benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden /
KTD.

Standar II. Mendidik pasien dan keluarga


Standar:
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 28


Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien
yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada
sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan
keluarga dapat :
a). Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b). Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
c). Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
d). Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e). Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
f). Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
g). Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Standar III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan


Standar:
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria:
a). Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan
saat pasien keluar dari rumah sakit.
b). Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
c). Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
d). Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan


evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standar:
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor
dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden
/ KTD, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 29


Kriteria:
a). Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, sesuai
dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b). Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain
terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan.
c). Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua insiden,
dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
d). Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk
menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien
terjamin.

Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien


Standar:
a). Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien
secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit “.
b). Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
c). Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
d). Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.
e). Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan
kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

Kriteria:
a). Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
b). Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden.
c). Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
d). Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien
yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
e). Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 30


“Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program
keselamatan pasien mulaidilaksanakan.
f). Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani
“Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko,
termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian
Sentinel”.
g). Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
h). Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi
berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
i). Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif
untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan
pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.

Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Standar:
a). Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuksetiap jabatan
men cakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
b). Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisipliner dalam pelayanan pasien.

Kriteria:
a). Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi
staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-
masing.
b). Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
c). Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 31


Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan
pasien
Standar:
a). Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan
pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
b). Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria:
a). Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang halhal terkait dengan keselamatan
pasien.
b). Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.

5. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit (berdasarkan KKP-RS No.001-
VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka rumah sakit harus merancang
proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit,
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang
sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh
Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
a). Membangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien, “menciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil”
Langkah penerapan:
Bagi Rumah Sakit:
1). Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus
dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah
pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan
kepada staf, pasien dan keluarga.
2). Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan
akuntabilitas individual bilamana ada insiden.
3). Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.
4). Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien.

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 32


Bagi Unit/Tim:
1). Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai kepedulian
mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden.
2). Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit anda
untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses
pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.

b). Memimpin Dan Mendukung Staf, “membangun komitmen dan fokus yang kuat dan
jelas tentang Keselamatan Pasien di rumah sakit”
Langkah penerapan:
Bagi Rumah Sakit:
1). Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas
Keselamatan Pasien
2). Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan untuk
menjadi “penggerak” (champion) dalam gerakan Keselamatan Pasien
3). Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan maupun
rapat-rapat manajemen rumah sakit
4). Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit
anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.

Bagi Unit/Tim:
1). Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan
Keselamatan Pasien
2). Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka
dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien
3). Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden.

c). Mengintegrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko, “Mengembangkan sistem dan proses


pengelolaan risiko, serta lakukan identifikas dan asesmen hal yang potensial
bermasalah.”

Langkah penerapan:
Bagi Rumah Sakit :

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 33


1). Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan
nonklinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan
Keselamatan Pasien dan staf;
2). Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang
dapat dimonitor oleh direksi/pimpinan rumah sakit;
3). Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan
insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian
terhadap pasien.

Bagi Unit/Tim:
1). Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu
Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang
terkait;
2). Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko
rumah sakit;
3). Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas
setiap risiko, dan ambillah langkah langkah yang tepat untuk memperkecil risiko
tersebut;
4). Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses
asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.

d). Mengembangkan Sistem Pelaporan, “Memastikan staf dapat melaporkan kejadian/


insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.”
Langkah penerapan:
Bagi Rumah Sakit:
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar,
yang harus dilaporkan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Bagi Unit/Tim:
Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap
insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena
mengandung bahan pelajaran yang penting.

e). Melibatkan Dan Berkomunikasi Dengan Pasien, “Mengembangkan cara-cara


komunikasi yang terbuka dengan pasien.”
Langkah penerapan:
Bagi Rumah Sakit:

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 34


1). Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelasmenjabarkan cara-cara
komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden dengan para pasien dan
keluarganya.
2). Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas
bilamana terjadi insiden.
3). Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien dan keluarganya.

Bagi Unit/Tim:
1). Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
keluarganya bila telah terjadi insiden
2). Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden,
dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat
3). Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan
keluarganya.

f). Belajar Dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien, “Mendorong staf
untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa
kejadian itu timbul.”
Langkah penerapan:
Bagi Rumah Sakit:
1). Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara
tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.
2). Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas criteria pelaksanaan
Analisis Akar Masalah (root cause analysis/RCA) yang mencakup insiden yang
terjadi dan minimum satu kali per tahun melakukan Failure Modes and Effects
Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.

Bagi Unit/Tim:
1). Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden.
2). Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan
dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.

g). Mencegah Cedera Melalui Implementasi Sistem Keselamatan Pasien, “Menggunakan


informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada
sistem pelayanan.”
Langkah penerapan:
Bagi Rumah Sakit:

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 35


1). Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan,
asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan solusi
setempat.
2). Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan proses),
penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan
instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
3). Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
4). Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.
5). Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden
yang dilaporkan.

Bagi Unit/Tim :
1). Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untukcmembuat asuhan
pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
2). Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan
pelaksanaannya.
3). Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden
yang dilaporkan.

Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif
untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh
harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut
tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih langkah-langkah yang paling
strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil
maka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini
telah dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan metoda-
metoda lainnya.

6. Sasaran Keselamatan Pasien


Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit
yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu
kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang
digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI),
dan dari Joint Commission International (JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien
adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti
bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta
solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 36


desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada
solusi-solusi yang menyeluruh. 6 (enam) sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya
hal-hal sebagai berikut :

Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien


Standar SKP I
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan ketelitian
identifikasi pasien.

Maksud dan Tujuan Sasaran I


Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua
aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada
pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar,
bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat
situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu:
pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau
pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu
tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien
ketika pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan
dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang
pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien
dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan
untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua
identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan,
unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa
identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk Mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.

Elemen Penilaian Sasaran I


a). Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan
nomor kamar atau lokasi pasien.
b). Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
c). Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis.
d). Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 37


e). Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada
semua situasi dan lokasi.

Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif


Standar SKP II
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi
antar para pemberi layanan.

Maksud dan Tujuan Sasaran II


Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh
pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah
terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau
melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan
kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito
melalui telepon ke unit pelayanan. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan elepon termasuk: mencatat (atau
memasukkan ke komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima
perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau
hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca
ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan
bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.

Elemen Penilaian Sasaran II


a). Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
b). Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara
lengkap oleh penerima perintah.
c). Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
d). Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi
lisan atau melalui telepon secara konsisten.

Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)


Standar SKP III

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 38


Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat
yang perlu diwaspadai (high-alert).

Maksud dan Tujuan Sasaran III


Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus
berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu
diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip
dan mkedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look
Alike Soun Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan
pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidaksengaja (misalnya, kalium
klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari
0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila
perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila
perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada
keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi
kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu
diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke
farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang
ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja
yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta
pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area
tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak
sengaja/kurang hati-hati.

Elemen Penilaian Sasaran III


a). Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
b). Implementasi kebijakan dan prosedur.
c). Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati
di area tersebut sesuai kebijakan.
d). Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label
yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 39


Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat Pasien Operasi
Standar SKP IV
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi, tepat-
prosedur, dan tepat- pasien.

Maksud dan Tujuan Sasaran IV


Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah sesuatu yang
menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari
komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah,
kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada
prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien yang tidak
adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung
komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan
tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible handwritting) dan pemakaian singkatan adalah
faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi
masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang
digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The
Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure,
Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan
atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di
rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan,
dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai
saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulang
belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
a). Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
b). Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan
tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan
c). Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant2 yang
dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan
diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat
sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan
bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist.

Elemen Penilaian Sasaran IV

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 40


a). Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
b). Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
c). Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-
out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
d). Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis
dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait PelayananKesehatan


Standar SKP V
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang
terkait pelayanan kesehatan.

Maksud dan Tujuan Sasaran V


Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan
pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para
profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk
pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood
stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand
hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai
organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi
petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu
di rumah sakit.

Elemen Penilaian Sasaran V


a). Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (dari WHO Patient Safety).
b). Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
c). Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara
berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 41


Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Standar SKP VI
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari
cedera karena jatuh.

Maksud dan Tujuan Sasaran VI


Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan
fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan
untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh,
obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu
berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan rumah sakit.

Elemen Penilaian Sasaran VI


a). Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan, dan lain-lain.
b). Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada
hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
c). Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat
jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
d). Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.

D. Insiden Keselamatan Pasien


1. Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD)
ADVERSE EVENT :
Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan cedera pasien akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil,
dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh
kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat dicegah.

KTD yang tidak dapat dicegah (Unpreventable Adverse Event) :


Suatu KTD yang terjadi akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan
mutakhir

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 42


2. Kejadian Nyaris Cedera ( KNC)
Near Miss :
Adalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan ( commission ) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission ), yang dapat mencederai pasien,
tetapi cedera serius tidak terjadi :
a. Karena “ keberuntungan”
b. Karena “ pencegahan ”
c. Karena “ peringanan ”

3. Kesalahan Medis
Medical Errors:
Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien

4. Kejadian Sentinel
Sentinel Event :
Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima, seperti :
operasi pada bagian tubuh yang salah.
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi ( seperti,
amputasi pada kaki yang salah ) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.

Adapun untuk sistem tata laksana keselamatan pasien adalah sebagai berikut :
1. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada pasien
2. Melaporkan pada dokter jaga IGD
3. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter jaga
4. Mengobservasi keadaan umum pasien
5. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “ Pelaporan Insiden Keselamatan”

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 43


BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Pendahuluan
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi lebih
tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejal. Setiap hari ribuan anak berusia
kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 – 49 tahun terinfeksi HIV. Dari
keseluruhan kasus baru 25% terjadi di Negara – negara berkembang yang belum mampu
menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.

Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus yang
sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara langsung
ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan dimasyarakat cukup
tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelingdung, pelayanan kesehatan yang
belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan
bersama peralatan menembus kulit : tato, tindik, dll).

Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui tindakan
pada pelayanan kesehatan. Angka kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan
WHO adalah 2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena
tidak memberikan gejala.

Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat keinginan untuk


mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak dari
penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui “ Kewaspadaan
Umum “ atau “Universal Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial
yang terus menjadi ancaman bagi “Petugas Kesehatan”.

Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat maka


tuntutan pengelolaan program kesehatan dan keselamatan kerja di RS (K3RS) semakin tinggi
karena SDM Rumah Sakit, pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat sekitar RS
ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai
dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun kondisi sarana dan prasarana yang ada
di RS yang tidak memenuhi standar.

Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 165 : “
Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya
pencegahan, peningkatan dan pengobatan, serta pemulihan bagi tenaga kerja”. Berdasarkan
pasal di atas maka pengelola tempat kerja di RS mempunyai kewajiban untuk menyehatkan
para tenaga kerjanya. Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping
keselamatan kerja. RS harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik pasien, penyedia
layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya di RS. Oleh

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 44


karena itu, RS dituntut untuk melaksanakan Upaya Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3)
yang dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga resiko terjadinya Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan Keselakaan Akibat Kerja (KAK) di RS dapat dihindari.

B. Tujuan
1. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi diri
sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
2. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko
tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk menghindarkan
paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip “Universal Precaution”.
Tindakan yang beresiko terpajan
 Cuci tangan yang kurang benar.
 Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat.
 Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman.
 Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman.
 Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat.
 Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.

C. Keadaan dan Masalah Di IGD


Bahaya-bahaya potensial di RS khususnya di IGD harus diidentifikasi dan dinilai untuk
menentukan tingkat resiko, yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan
atau PAK.
Bahaya-bahaya potensial itu dapat dikelompokkan, seperti dalam tabel berikut:
Diantaranya: radiasi pengion, radiasi non-pengion, suhu panas,
Bahaya Fisik
suhu dingin, bising, getaran, pencahayaan
Diantaranya: Ethylene Oxide, Formaldehyde, Glutaraldehyde,
Bahaya Kimia
Ether, Halothane, Etrane, Mercury, Chlorine
Diantaranya: Virus (*misal: Hepatitis B, Hepatitis C, Influenza,
HIV), Bakteri (misal : S. Saphrophyticus, Bacilus sp,
Bahaya Biologi Porionibacterium, H. Influenza, S. Pneumoniae, N. Meningiditis,
B. Streptococcus, Pseudemonas), Jamur (misal: Candida), Parasit
(misal: S. Scabiei)
Cara Kerja yang salah, diantaranya posisi kerja statis, angkat
Bahaya Ergonomi
pasien, membungkuk, menarik, mendorong
Diantarnya kerja shift, stress beban kerja, hubungan kerja, post
Bahaya Psikososial
traumatic
Diantaranya terjepit, terpukul, tergulung, tersayat, tertusuk benda
Bahaya Mekanik
tajam
Diantaranya sengatan listrik, hubungan arus pendek, kebakaran,
Bahaya Listrik
petir, listrik statis
Kecelakaan Diantaranya kecelakaan benda tajam

Diantaranya limbah medis (jarum suntik, vial obat, nanah, darah),


Limbah IGD limbah non medis, limbah cairan tubuh manusia (misal Droplet,
liur, sputum)

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 45


D. Prinsip Keselamatan Kerja
Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja adalah menjaga
higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip
tesebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu :
1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
2. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak
dengan darah serta cairan infeksi yang lain.
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.

E. Standar Pelayanan K3RS di IGD


1. Standar Pelayanan Kesehatan Kerja
Bentuk pelayanan kerja yang perlu dilakukan sebagai berikut:
a). Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi SDM IGD
1). Pemeriksaan fisik lengkap
2). Rontgen Paru-paru
3). Laboratorium rutin
4). Pemeriksaan lain yang dianggap perlu
5). Jika 3 bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter,
tidak ada keraguan maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum
bekerja.
b). Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM IGD
1). Pemeriksaan secara berkalameliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran
jasmani, rontgen paru-paru, dan lab rutin, serta pemeriksaan lain yang dianggap
perlu
2). Pemeriksaan kesehatan berkala bago SDM IGD sekurang-kurangnya 1 tahun
c). Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada:
1). SDM yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan
perawatan yang lebih dari 2 (dua)minggu.
2). SDM yang berusia di atas 40 tahun atau SDM wanita dan SDM yang cacat serta
SDM yang berusia muda yang mana melakukan pekerjaan tertentu
3). SDM yang terdapat dugaan tertentu yang mengenai gangguan kesehatan perlu
dilakukan pemeriksaan khusus sesuai kebutuhan
4). Pemeriksaan kesehatan khusus diadakan pula apabila terdapat keluhan diantara
SDM atau atas pengamatan dari Organisasi Pelaksana K3RS
d). Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja dan
memberikan bantuan kepada SDM dalam menyesuaikan diri baik fisik maupun
mental
Yang diperlukan antara lain:
1). Informasi umum IGD dan fasilitas atau sarana yang terkait dengan K3
2). Informasi tentang resiko dan bahaya khusus di IGD
3). SPO kerja, SPO Peralatan, SPO penggunaan alat APD dam kewajibannya
Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 46
4). Orientasi K3 di IGD
5). Melaksanakan pendidikan, pelatihan ataupun promosi/penyuluhan kesehatan kerja
secara berkala dan berkesinambungan sesuai kebutuhan dalam rangka
menciptakan budaya K3
e). Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik SDM
1). Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi untuk SDM IGD yag
dinas malam
2). Pemberian imunisasi bagi SDM
3). Olahraga, senam kesehatan, dan rekreasi
4). Pembinaan mental/rohani
f). Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM yang menderita
sakit
1). Memberikan pengobatan dasar secara gratis
2). Memberikan pengobatan dan menanggung biaya pengobatan bagi SDM yang
terkena PAK
3). Menindaklanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan
khusus
4). Melakukan upaya rehabilitasi sesuai penyakit terkait
g). Melakukan koordinasi dengan Tim Pencegahan dan Pengendalian infeksi mengenai
penularan infeksi terhadap SDM dan pasien
1). Pertemuan koordinasi
2). Pembahasan kasus
3). Penanggulangan infeksi nosokomial
h). Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja
1). Melakukan pemetaan (Maping) tempat kerja untuk mengidentifikasi jenis bahaya
dan besarnya resiko
2). Melakukan identifikasi SDM berdasarkan jenis pekerjaannya, lama pajanan dan
dosis pajanan
3). Melakukan analisis hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus
4). Melakukan tindak lanjut analisis pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus
(dirujuk ke spesialis terkait,rotasi kerja, merekomendasikan pemberian istirahat
kerja)
5). Melakukan pemantauan perkembangan kesehatan SDM
i). Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan
kesehatan kerja
j). Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan K3RS yang disampaikan
kepada Direktur RS dan Unit teknis terkait di wilayah kerja RS.

2. Standar Pelayanan Keselamatan Kerja


Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana, prasarana dan
peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang dilakuakan:
a). Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan
peralatan kesehatan
Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 47
b). Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM
1). Melakukan identifikasi dan penilaian resiko ergonomi terhadap peralatan kerja
dan SDM
2). Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan mengendalikan resiko
ergonomi
c). Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
1). Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang
memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial
2). Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan
psikososial secara rutin dan berkala
3). Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan lingkungan
kerja
d). Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi
1). Penyehatan makanan dan minuman
2). Penyehatan air
3). Penyehatan tempat pencucian
4). Penanganan sampah dan limbah
5). Pengendalian serangga dan tikus
6). Sterilisasi/desinfektan
7). Perlindungan radiasi
8). Upaya penyuluhan kesehatan
e). Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja
1). Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda-tanda keselamatan
2). Penyediaan alat keselamatan kerja dan APD
3). Membuat SPO peralatan keselamatan kerja dan APD
4). Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan penggunaan
peralatan keselamatan dan APD
f). Pelatihan dan promosi/penyuluhan keselamatan kerja untuk SDM IGD
1). Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi SDM
2). Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi K3 IGD oleh/kepada petugas K3RS
g). Memberikan rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, desain/lay out pembuatan
tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan dan
keamanan
h). Memberikan sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
1). Membuat alur pelaporan kejadian nyaris celaka atau celaka
2). Membuat SPO pelaporan, penanganan dan tindaklanjut kejadian nyaris celaka
dan celaka
i). Pembinaan dan pengawasan terhadap Manajemen Sistem Pencegahan dan
Penanggulanagn Kebakaran (MSPK)
j). Membuat Evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan kerja
yang disampaikan ke Direktur RS dan Unit teknis terkait di wilayah kerja RS

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 48


Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 49
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Ada upaya secara terus menerus untuk menilai kemampuan dan hasil pelayanan instalasi
gawat darurat terkait pengendalian mutu pelayanan, melalui evaluasi data dan informasi per
tahun mengenai :
1. Jumlah kunjungan IGD
2. Kecepatan pelayanan/waktu tanggap pelayanan gawat darurat (respon time) ≤ 5 menit.
3. Pola penyakit/kecelakaan IGD (10 terbanyak)
4. Angka kematian pasien IGD ≤ 24 Jam.
5. Tingkat kepuasan pasien/pengunjung IGD ≥ 80%.

BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor dalam memberikan pelayanan
terdapat beberapa komponen manajemen mutu yang berperan untuk mendapatkan mutu
pelayanan IGD yaitu proses manajemen mutu, kepemimpinan mutu dan organisasi mutu.
Menurut The Juran Trilogy, proses manajemen mutu terdiri dari perencanaan, pengendalian, dan
peningkatan mutu.

Secara khusus upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien di BLUD RSD dr. H.
Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor merupakan suatu proses penerapan fungsi-fungsi
manajemen dalam pelayanan/asuhan pasien yaitu : perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan,
pengarahan dan evaluasi.

Berdasarkan hal tersebut Komite PMKP BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo
Tanjung Selor yang telah terbentuk dengan SK No. 445/SK-318/Kep/BLUD/X/16 dalam rangka
peningkatan mutu RS serta penerapan standar akreditasi RS telah menetapkan tiga sasaran
program PMKP antara lain :
1. Sasaran Area Klinis
2. Sasaran Area Manajerial
3. Sasaran Keselamatan Pasien

Adapun target yang hendak dicapai komite PMKP dari semua indikator terpilih adalah :
TARGET
INDIKATOR
PENCAPAIAN
1. 10 Indikator di Area Klinis :
a. Assesmen Pasien 100%
Assesmen awal keperawatan lengkap dalam 24 jam pasien rawat
inap
b. Pelayanan Laboratorium ≤ 140 Menit
Waktu tunggu pelayanan laboratorium
c. Pelayanan Radiologi ≤ 2%
Angka kerusakan foto rontgen
d. Indicator Klinis Kamar Bedah ≤ 2 Hari

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 50


Waktu tunggu operasi elektif
e. Penggunaan Antibiotika dan obat lainnya 100%
Penulisan resep sesuai Formularium
f. Medicator Error 0
Kejadian nyaris cidera peresepan obat
g. Penggunaan Anasthesi 100%
Kelengkapan assesmen pra anasthesi
h. Penggunaan Darah, Prosedur dan Produk Darah 0
Angka reaksi transfusi darah
i. Rekam Medis 100%
Kelengkapan laporan operasi
j. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Surveilan dan Pelaporan 0
Angka phlebitis

2. 9 Indikator di Area Manajerial :


a. Profil IAM 1 : 100%
Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat untuk memenuhi
kebutuhan pasien : Ketersediaan Obat dan Alat Kesehatan
Emergency di IGD
b. Profil IAM 2 : 10 Hari
Pelaporan yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
(dipantau oleh Sekretariat) : Ketepatan Laporan Rumah Sakit
c. Profil IAM 3 : 0
Manajemen Resiko : Kejadian tertusuk jarum suntik
d. Profil IAM 4 : -
Manajemen penggunaan sumber daya : Utilisasi Alat Rontgen
Radiologi
e. Profil IAM 5 : 80%
Harapan dan Kepuasan Pasien dan Keluarga : Tingkat kepuasan
pasien rawat jalan
f. Profil IAM 6 : 80%
Harapan dan Kepuasan Staf : Tingkat kepuasan karyawan
g. Profil IAM 7 : 10 Hari
Demografi pasien dan diagnosa klinik : Laporan 10 besar
penyakit
h. Profil IAM 8 : ≥ 40%
Manajemen Keuangan : Cost Recovery Rate
i. Profil IAM 9 : 75%
Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat
menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga pasien
dan staf : Ketaatan Penggunaan APD

3. 6 Indikator Sasaran Keselamatan Pasien :


a. Jumlah Pasien tanpa Gelang Identitas 0
b. Verbal Order ditanda tangani dokter dalam 24 jam 100%
c. % obat High Alert Medication yang ditemukan tanpa label High 0
Alert
d. Time Out dilaksanakan dengan lengkap sebelum operasi 100%
Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 51
e. Angka kepatuhan lima momen saat cuci tangan 100%

f. Pelaksanaan Assesmen resiko jatuh dan langkah pencegahan 100%


jatuh di RI

4. Indikator Library Measure :


a. AMI : Aspirin diberikan kurang dari 24 Jam pada pasien Infark 100%
Miocard Akut masuk rumah sakit
b. HF : Terapi ACEI atau ARB pasien jantung atau dengan LVSD 100%
c. Stroke : Pasien stroke Ischemic diresepkan antitrombotik 100%
d. Childrens’s Asma Care : Pasien asma anak yang menerima 100%
kortikosteroid sistemik selama dirawat inap
e. ASI eksklusif bayi baru lahir di rumah sakit 100%

A. Proses Manajemen Mutu IGD


1. Perencanaan Mutu
Perencanaan mutu meliputi SDM, kebijakan dan prosedur. Untuk SDM IGD BLUD
RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selordisesuaikan dengan standar
ketenagaan IGD dimana petugas IGD baik dokter maupun perawat memiliki standar
pendidikan dan pelatihan bersertifikat khusus guna menunjang mutu pelayanan yang
professional. Sedangkan untuk penghitungan jumlah SDM khususnya Perawat IGD
sendiri telah dianalisa sesuai dengan Analisis Kebutuhan Perawat sesuai Depkes, yang
dilakukan oleh Bidang Keperawatan dan Komite Keperawatan. Dan untuk
pengembangan kebijakan internal IGD dan prosedur IGD terkait mutu dapat ditetapkan
oleh IGD sendiri dan unit terkait lainnya.

2. Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu IGD BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor
meliputi evaluasi kinerja petugas IGD. Evaluasi kinerja petugas IGD salah satunya
dilakukan dengan adanya laporan SKP (Satuan Kinerja Pegawai) tiap 6 bulan sekali / per
tahun yang dapat dikonfirmasikan langsung pada atasan tentang kedisiplinan petugas
dalam melakukan tindakan pelayanan kesehatan.

3. Peningkatan Mutu
Peningkatan mutu IGD BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor
dilakukan oleh manajemen BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor
melalui Komite Medik maupun Komite Keperawatan dan diketahui oleh masing-masing
KaSubBid untuk bekerja sama dalam hal meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
petugas IGD melalui pelatihan-pelatihan kegawatdaruratan yang dibutuhkan untuk
menunjang pelayanan gawat darurat yang cepat, akurat dan professional. Selain itu
pembahasan terhadap contoh-contoh kasus juga dilakukan secara berkala guna
mempererat hubungan kerjasama dalam meningkatkan mutu pelayanan.

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 52


B. Kepemimpinan Mutu
1. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan di IGD dipimpin oleh Kepala Instalasi yang merupakan dokter
spesialis anasthesi lalu Penanggung Jawab IGD yang merupakan dokter umum, serta
Kepala Ruangan IGD yang merupakan perawat. Masing-masing telah diatur tugas dan
tanggung jawabnya oleh Kepala Bidang Medik maupun Kepala Bidang Keperawatan.

2. Kerjasama Tim
Untuk pelaksanaan pelayanan di IGD BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo
Tanjung Selor dilakukan metode tim yang mana terdiri dari Dokter Umum, Ketua Tim
Perawat dan Perawat Pelaksana.
Dalam kerjasama tim, sudah ada pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab di
IGD serta sudah ada komitmen manajemen IGD dan petugas IGD dalam upaya mencapai
visi misi rumah sakit.Tim kerja berkerja secara professional sesuai dengan wewenang
klinis dalam mencapai kinerja dan produktivitas yang tinggi.

C. Organisasi Mutu
Untuk organisasi mutu IGD BLUD RSD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor
terdapat kerjasama dalam proses evaluasi oleh Kepala Instalasi IGD dan/atau Penanggung
Jawab IGD dengan Kepala Ruangan IGD, dan diketahui oleh Kepala Bidang Medik dan
Kepala Bidang Keperawatan untuk selanjutnya dilaporkan kepada atasan.

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 53


BAB IX
PENUTUP

Pelayanan di IGD adalah bagian dari pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit
dr.H.Soemarno Sosroatmodjo. Pelayanan ini diberikan tanpa membedakan pasien umum maupun
pasien dengan jaminan seperti BPJS maupun SKTM, tanpa membedakan agama, suku dan status
sosial dalam masyarakat. Pelayanan seyogyanya diberikan dengan menjunjung tinggi rasa
kemanusian, norma-norma yang berlaku di masyarakat dan saling menghargai. Memang tetap
ada prioritas yang diberikan, seperti pada pelayanan bagi pasien yang dalam kondisi kesehatan
yang kritis, pasien bayi atau anak yang lebih rentan dengan keadaan sakit yang diderita, manula
dan ibu hamil/ nifas. Tapi dalam hal itu, tetap ada penjelasan logis mengenai keputusan yang
diambil oleh perawat ataupun dokter yang memberi pelayanan.

Petugas kesehatan yang memberi pelayanan, diharapkan membekali diri dengan


pengetahuan yang cukup dan terus ditingkatkan, baik mengenai bidang pelayanannya masing-
masing maupun secara umum. Pengetahuan mengenai Pencegahan Penyakit Infeksi,
Keselamatan Pasien, Mutu dan managemen resiko, kendali biaya dan pengetahuan lain yang
menjadi standar yang harus diketahui.

Standar prosedur operasional yang ada harus benar-benar dimengerti dan dilaksananan.
SPO juga dievaluasi dan bila perlu dilakukan revisi. Pelayanan yang dilakukan sesuai standar,
bukan hanya menjamin pelayanan yang bermutu tapi juga menjamin keamanan dan keselamatan
bagi dokter, perawat dan semua yang terlibat dalam pelayanan di IGD.

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 54


DAFTAR LAMPIRAN

SPO (STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL)

1. Pengaturan jadwal dinas perawat IGD


2. Pengaturan jadwal jaga dokter IGD
3. Pengaturan jadwal jaga dokter IGD
4. Pengaturan jadwal jaga dokter konsulen
5. Struktur Organisasi IGD
6. Tatalaksana :
6.1 Pendaftaran pasien rawat IGD jalan
6.2 Pendaftaran pasien rawat IGD inap
6.3 Komunikasi antara petugas IGD dengan petugas jaga ruangan,
6.4 Komunikasi antara petugas ambulance emergency dengan petugas ambulance yang
berada dilapangan.
6.5 Pengisian informed consent pada pasien / keluarga pasien
6.6 Komunikasi untuk keperluan penggunaan jasa ambulance oleh pasien, perawat unit
terkait menghubungi IGD
6.7 Permintaan visum et repertum dari pihak kepolisian
6.8 Triase
6.9 Pemeriksaan oleh dokter jaga IGD
6.10 Indikasi rawat di unit intensive care
6.11 Komunikasi antara dokter jaga IGD pada dokter jaga rumah sakit rujukan mengenai
keadaan umum pasien yang akan dirujuk

Pedoman Pelayanan Gawat Darurat 55

Anda mungkin juga menyukai