Anda di halaman 1dari 6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Perkerasan Kaku


Pada mulanya pelat perkerasan kaku hanya di letakkan di atas tanah
tanpa adanya pertimbangan terhadap jenis tanah dasar dan drainasenya.
Ukuran saat itu hanya 6 -7 inch. Seiring dengan berkembangnya jaman, beban
lalu lintas terus bertambah terutama setelah perang dunia ke II. Para Engineer
akhirnya mulai menyadari pentingnya pengaruh jenis tanah dasar terhadap
pengerjaan perkerasan suatu jalan seperti terjadinya pumping pada
perkerasan. Pumping merupakan proses pengocokan butiran – butiran
subgrade atau subbase pada daerah – daerah sambungan akibat gerakan
vertikal pelat karena beban lalu lintas yang mengakibatkan turunnya daya
dukung lapisan bawah tersebut.
Pada konstruksi perkerasan kaku, perkerasan tidak dibuat menerus
sepanjang jalan seperti halnya yang dilakukan pada perkerasan lentur. Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya pemuaian yang besar pada permukaan
perkerasan sehingga menyebabkan retaknya perkerasan. Salah satu cara yang
digunakan untuk mencegah terjadinya hal diatas ialah dengan cara membuat
konstruksi segmen pada perkerasan kaku dengan sistem sambungan yang
menghubungkan tiap segmennya.
Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi
mendistribusikan beban dari atas menuju ke bidang tanah dasar yang cukup
luas sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan kaku
diperoleh dari pelat beton itu sendiri. Hal ini berbeda dengan perkerasan
lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari tebal lapis pondasi bawah,
lapis pondasi dan lapis permukaan. Untuk kendali kembang susutnya yang
terjadi pada tanah dasar direncanakan suatu lapisan drainase untuk mencegah
terjadinya pumping.

2.2. Bagian Perkerasan Kaku


2.2.1 CBR
CBR (California Bearing Ratio) adalah perbandingan antara
beban penetrasi suatu lapisan tanah atau perkerasan terhadap bahan
standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama.

2.2.2 Tanah Dasar


Tanah dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan
tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan
merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian – bagian
perkerasan lainnya.
Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2%, maka
harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus

2.2.3 Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)


Suatu lapisan diatas tanah dasar yang digunakan untuk
mendukung lapisan diatasnya agar tidak terjadi pumping, sebagai
pengendali terhadap kembang susut yang terjadi pada tanah dasar.
Dalam perkerasan kaku Subbase course biasa disebut dengan lapis
drainase(drainage layer) yang menggunakan material agregat kelas A
yang mempunyai spesifikasi CBR diatas 90%.

2.2.4 Lean Concrete


Lean concrete adalah lantai kerja untuke pekerjaan beton
perkerasan kaku sehingga lapisan ini bukan termasuk lapisan struktur
namun wajib ada. Fungsinya hanya sebagai lantai kerja agar air semen
dari beton rigid diatasnya tidak meresap ke dalam lapisan dibawahnya.

2.2.5 Lapis Pondasi ( Base Course)


Lapis pondasi terdiri dari satu lapis pelat beton semen yang
merupakan struktur utama yang menopang beban roda kendaraan
sehingga permukaannya harus rata, tidak mudah aus dan tidak licin.
Lapis pondasi tidak boleh lekat dengan lapis pondasi bawah.
2.3. Lalu Lintas
Sesuai dengan Pd T-14-2003 tentang perencanaan perkerasan beton
semen, penentuan beban lalu lintas untuk perkerasan kaku dinyatakan dalam
jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan
konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalu lintas harus
dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu lintas dan konfigurasi
sumbu menggunakan data terakhir ataupun data rencana.
Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen
adalah yang mempunyai berat total minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu untuk
perencanaan terdiri dari 4 jenis kelompok sumbu sebagai berikut :
- Sumbu tunggal roda tunggal (STRT)
- Sumbu tunggal roda ganda (STRG)
- Sumbu tandem roda ganda (STdRG)
- Sumbu tridem roda ganda (STrRG)

2.4. Umur Rencana


Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi
fungsional jalan, pola lalu lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan
yang dapat ditentukan antara lain dengan metoda Benefit Cost Ratio, Internal
Rate of Return, kombinasi dari metode tersebut atau cara lain yang tidak
terlepas dari pola pengembangan wilayah. Umumnya perkerasan beton
direncanakan dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun.

2.5. Pertumbuhan Lalu Lintas


Volume lalu lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau
sampai tahap dimana kapasitas jalan dicapai dengan faktor pertumbuhan lalu
lintas yang dapat ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :
(1 + 𝑖)𝑈𝑅 − 1
𝑅=
𝑖

Dengan pengertian :
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas
i : Laju pertumbuhan lalu lintas pertahun dalam persen (%)
UR : Umur rencana (UR)

2.6. Lalu Lintas Rencana


Lalu lintas rencana adalah jumlah komulatif sumbu kendaraan niaga pada
lajur rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi
beban pada setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada suatu jenis sumbu
secara tipikal dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton) bila diambil dari
survey beban.
Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
𝐽𝑆𝐾𝑁 = 𝐽𝑆𝐾𝑁𝐻 x 365 x 𝑅 x 𝐶
Dengan pengertian :
JSKN :Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur
rencana
JSKNH :Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat
jalan dibuka
R : Faktor pertumbuhan komulatif pertumbuhan lalu lintas
C : Koefisien distribusi kendaraan

2.7. Sambungan
Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk :
- Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh
muai-susut, pengaruh lenting serta beban lalu lintas
- Memudahkan pelaksanaan
- Mengakomodasi gerakan pelat
Perkerasan beton semen sendiri terdapat beberapa jenis sambungan antara
lain sambungan memanjang serta melintang. Semua sambungan harus ditutup
dengan bahan penutup (joint sealer).

2.7.1. Sambungan Memanjang


Pemasangan sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie
bar) ditujukan untuk mengendalikan terjadinya retak memanjang.
Menurut Pd T-14-2003, mutu batang pengikat minimum BJTU 24 dan
minimal berdiameter 16 mm dan jarak per batang pengikat minimal 75
cm.
Untuk panjang batang pengikat dapat dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut :
𝑙 = (38,3 𝑥 Ø) + 75
Dengan pengertian :
l = Panjang batang pengikat (mm)
Ø = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm)

2.7.2 Sambungan Melintang


Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari
tebal pelat untuk perkerasan dengan lapis pondasi berbutir. Jarak
sambungan melintang untuk perkerasan beton bersambung tanpa
tulangan sekitar 4 – 5 m, sedangkan untuk perkerasan beton
bersambung dengan tulangan berkisar 8 -15 m. Sambungan ini harus
dilengkapi dengan ruji polos (dowel) panjang 445 cm, jarak antara ruji
30 cm, dengan setengah panjang ruji harus dicat atau dilumuri dengan
bahan anti lengket untuk menjamin tidak ada ikatan beton pada ruji.
Berdasarkan jurnal National Concrete Consortium pada september
tahun 2011 direkomendasikan untuk standar batang ruji (dowel bar)
sebagai berikut:

Tabel 1. Recomendasi diameter batang ruji

Diameter ruji Inch 0.75 1 1.25 1.5 1.75 2


Tebal pelat rencana Inch 5-6 >6-8 >8-10 >10-12 >12 >12
Posisi ruji Inch 2.5 3 4 5 6 6

2.8. Perencanaan Tebal Pelat


Pemilihan tebal pelat taksiran berdasarkan total fatik serta kerusakan
erosi yang dihitung dari komposisi lalu lintas selama umur rencana. Apabila
kerusakan fatik atau erosi lebih dari 100%, maka tebal taksiran harus
dinaikkan dan proses perencanaan diulangi.
Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil yang mempunyai
total fatik dan atau total kerusakan erosi lebih kecil atau sama dengan 100%.

Anda mungkin juga menyukai