Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekuatan yang hakiki dari reformasi bangsa dimulai dari sumber daya manusia
(SDM) yang memiliki visi, dan kepribadian yang mau mengedepankan kepentingan orang
banyak dalam berbagai aspek kehidupan. Sekarang ini banyak bangsa yang mengabaikan
peranan SDM sehingga mau saja menerima keadaan yang telah merendahkan harkat dan
martabat bangsa yang nampak dari kemiskinan, kebodohan dan tidak tegaknya hukum.
Agar suatu masyarakat atau bangsa dapat melakukan perubahan atau reformasi
diperlukan peningkatan kualitas SDM. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas
SDM adalah melalui pendidikan, dan pelatihan dalam arti yang luas. Upaya meningkatkan
kualitas pendidikan haruslah mencakup semua jenjang, jalur dan jenis pendidikan seperti
yang terdapat dalam Sistem Pendidikan suatu bangsa. Banyak faktor yang ikut
berpengaruh terhadap kualitas pendidikan, namun salah satu yang diduga besar
pengaruhnya ialah faktor manajemen pendidikan, terutama Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS).
Dalam hal ini, manajemen pendidikan menurut MBS berbeda dengan manajemen
pendidikan sebelumnya yang sifatnya sentralisasi, sedangkan MBS memberikan otonomi
yang luas pada unit sekolah itu sendiri dan melibatkan masyarakat untuk berperanserta
dalam memajukan pendidikan di sekolah. Dengan demikian, terjadi perubahan paradigma
manajemen sekolah, yaitu semula diatur oleh birokrasi di kantor pusat menuju
pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri.
Dalam MBS peranserta masyarakat yang menonjol terdapat dalam pengambilan
keputusan secara bersama yakni kepala sekolah dan guru-guru mengadakan musyawarah.
Dengan demikian seluruh kegiatan sekolah yang mencakup keuangan, pembelajaran,
sarana-prasarana, dan berbagai komponen yang menunjang kelancaran pendidikan di
sekolah merupakan tanggungjawab sekolah yang telah disetujui oleh masyarakat. Dengan
kata lain semua kebijakan dan program sekolah ditetapkan oleh komite sekolah
berdasarkan musyawarah dari para anggota yang terdiri dari pejabat pendidikan daerah,
kepala sekolah, guru-guru, perwakilan orangtua siswa, tokoh masyarakat, dan pejabat
daerah di mana sekolah itu berada.
Pada hakikatnya esensi MBS adalah peningkatan otonomi sekolah, peningkatan
partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, dan
peningkatan fleksibilitas pengelolaan sumber daya sekolah. Oleh karena itu pelaksanaan

1
2

MBS ini sudah sepantasnya menerapkan pendekatan idiografik (membolehkan adanya


berbagai macam cara melaksanakannya), sehingga tidak ada satu resep yang sama untuk
diberlakukan di semua sekolah. Hanya saja ada satu hal yang harus diperhatikan bahwa
mengubah manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis sekolah bukan
merupakan proses sekali jadi dan bagus hasilnya, akan tetapi merupakan proses yang
berlangsung secara terus-menerus dan melibatkan semua pihak yang bertanggungjawab
dalam penyelenggaraan pendidikan persekolahan.
Pendidikan memerlukan penataan yang profesional, hal tersebut diperlukan
personal yang mampu dan tangguh. Dari hal inilah yang kita sebut sebagai pemimpin
pendidikan/kepala sekolah. Seorang kepala sekolah tidak saja dituntut menguasai teori
kepemimpinan tetapi harus juga terampil menerapkannya dalam situasi yang praktis diera
kerja.
Peranan kepala sekolah sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan
perkembangan pendidikan yakni untuk meningkatkan sumber daya manusia dan mutu
pendidikan. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemim-
pinan kepala sekolah. Karena kepala sekolah sebagai pemimpin di lembaganya, maka dia
harus mampu membawa lembaganya kearah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, dia
harus mampu melihat adanya perubahan serta mampu melihat masa depan dalam
kehidupan globalisasi yang lebih baik. Kepala sekolah harus bertanggung jawab atas
kelancaran dan keberhasilan semua urusan pengaturan dan pengelolahan secara formal
kepada atasannya atau informal kepada masyarakat yang telah menitipkan anak didiknya.
Kepala sekolah sebagai manajer pada intinya adalah melaksanakan fungsi mana-
jemen sebagaimana yang dikemukakan oleh Terry yang menjelaskan pengertian
manajemen adalah sebagai berikut “Management is a distinc process consisting of
planning, organizing, actualiting, and controlling, performed to determine and
accomplish atated objectives by the use of human beings and other resources. Manajemen
adalah proses yang jelas yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan
pengawasan yang diselenggarakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan
potensi manusia dan sumberdaya lainnya. Pendapat lain yang mengemukakan tentang
fungsi-fungsi manajemen diungkapkan oleh Robbins & De Cenzo bahwa fungsi-fungsi
manajemen meliputi planning, organizing, leading, and controlling.
B. Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan dalam makalah ini adalah :
1. Apa tujuan dari Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?
3

2. Bagaimana tahapan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?


3. Bagaimana strategi pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?
4. Bagaimana peranan kepala sekolah sebagai manajer?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mendeskripsikan tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
2. Untuk mendeskripsikan tahapan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
3. Untuk mendeskripsikan strategi pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
4. Untuk mendeskripsikan peranan kepala sekolah sebagai manajer.
4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Manajemen Berbasis Sekolah
Istilah MBS (manajemen berbasis sekolah) adalah terjemahan langsung dari
School-Based Management yang secara luas berarti pendekatan politis untuk mendesain
ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada
partisipan sekolah pada tingkat lokal guna memajukan sekolah. Partisipan sekolah adalah
kepala sekolah, guru, konselor, pengembang kurikulum, administrator, orangtua siswa,
masyarakat sekitar, dan siswa.1 Sementara itu Myers dan Stonehill mengemukakan, MBS
adalah strategi untuk memperbaiki pendidikan dengan mentransfer otoritas pengambilan
keputusan secara signifikan dari pemerintah pusat dan daerah ke sekolah-sekolah secara
individual dengan memberi kepala sekolah, guru, siswa, orangtua dan masyarakat untuk
memiliki kontrol yang lebih besar dalam proses pendidikan dan memberikan mereka
tanggungjawab tentang dana, personel dan kurikulum.2 Kemudian Fasli Jalal dan Dedi
Supriadi menyatakan bahwa MBS adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari
desentralisasi pendidikan. MBS pada prinsipnya bertumpu pada masyarakat dan sekolah
serta jauh dari birokrasi dan sentralistik. MBS berpotensi untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada tingkat sekolah.3
Hal ini senada dengan pendapat Halinger yang dikutip oleh Abu-Duhou bahwa
MBS mencakup model perencanaan penyelenggaraan pendidikan dimana kewenangan
dan tanggungjawab atas berfungsinya sekolah itu sendiri ditanggung bersama antara
kantor pusat (Kementerian, Departemen pendidikan, Kantor daerah, otoritas pendidikan
lokal, dan seterusnya), dan pegawai berbasis sekolah (para guru, kepala sekolah, dewan
sekolah, dan seterusnya) yang kesemuanya bekerja sebagai profesional dan kolega yang
bekerja sama.4 Sementara itu Sagala menyatakan bahwa MBS mempunyai esensi
memiliki kewenangan (otonomi) lebih besar dalam mengelola dan memberdayakan
sekolah tetapi bukan egois, sehingga lebih mandiri, inovatif dan kreatif, dengan

1 Priscilia Wohlstetter dan Susan Albers Mohrman, Assessment of School-Based Management: Studies of
Education Reform, (U.S. A: Departement of Education Office of Education Research dan Improvement,
1996.), 7.
2 Dorothy Myers and Robert Stonehill, School Based Management, (Office of Research Education: Consumer
Guide, 1993), 9.
3 Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, (Yokyakarta: Adicita
Karya, 2001), 160.
4 Ibtisam Abu-Duhou, School-Based Management (terjemahan), (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), 17.

4
5

kemandirian, sehingga sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program


yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi sekolah.5 Kemudian Kathleen Kubick
mengatakan, “School Based Management is an alternative to the typical pattern of school
district governance that centralizes authority in the district office”.6 Maksudnya MBS
adalah alternatif terhadap pola khusus dinas sekolah suatu daerah yang memusatkan
wewenang di kantor daerah. Peterson menambahkan, “school based management (SBM)
programs decentralize districts’ decision by locating them in the school. Shareholder
normally include teachers, and principals; some SBM programs reach out as well to
parents, student, and other community members”.7 Maksudnya program-program
manajemen berbasis sekolah mendesentralisasikan keputusan daerah-daerah melalui
penempatan keputusan daerah-daaerah itu di sekolah. Secara normal pemegang saham
meliputi guru-guru, kepala sekolah; beberapa program MBS juga keluar untuk merangkul
orangtua, pelajar-pelajar, dan anggota masyarakat lain.
Menurut konsep MBS, kepala sekolah dan guru memiliki kebebasan yang luas
dalam mengelola sekolah tanpa mengabaikan kebijakan dan otoritas pemerintah melalui
strategi seperti berikut: (a) kurikulum yang bersifat inklusif, (b) proses belajar-mengajar
yang efektif, (c) lingkungan sekolah yang mendukung, (d) sumber daya yang berasas
pemerataan, dan (e) standarisasi dalam hal-hal tertentu, monitoring, evaluasi, dan tes.8
Kelima strategi ini akan diusahakan terpadu pelaksanaanya dengan fungsi pengelolaan
sekolah, sehingga terbentuk komponen-komponen manajemen berbasis sekolah, yakni: (1)
manajemen, (2) proses belajar-mengajar, (3) sumber daya manusia, dan (4) administrasi
sekolah. Secara lebih jelas komponen-komponen itu dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1: Komponen-Komponen Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen PBM SDM Sumber Daya
dan Administrasi

Menyediakan Meningkatkan Menyebarkan staf Mengidentifikasi dan


manajemen/organisasi/ mutu belajar dan menempatkan mengalokasikan sumber
kepemimpinan sekolah siswa personel yang daya sesuai dengan
dapat memenuhi kebutuhan
kebutuhan semua
siswa

5 Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat. Strategi Memenangkan Persaingan Mutu.
(Jakarta: Nimas Multima, 2004), 134.
6 Kathleen Kubick, School–Based Management, (New York: ERIC Clearinghouse on Education Management
Eugene OR, 1988), 1.
7 David Peterson, School-Based management and Student Performance. (ERIC Digest Number 62, Eugene;
ERIC Clearinghose on Education Management Eugene OR, 1991) 1.
8 Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, Reformasi Pendidikan………., 161.
6

Menyusun rencana Menyusun Memilih staf yang Mengelola alokasi dana


sekolah dan kurikulum yang Memiliki wawasan sekolah
merumuskan kebijakan cocok dan MBS
tanggap terhadap
kebutuhan para
siswa
Mengelola Menawarkan Menyediakan Menyediakan dukungan
Operasional sekolah pengajaran yang kegiatan untuk administrative
efektif pengembangan
profesi pada semua
staf
Menjamin adanya Menyediakan Menjamin Mengelola pemeliharaan
komunikasi yang program kesejahteraan staf gedung dan sarana
efektif antara sekolah pengembangan dan siswa lainnya
dan masyarakat terkait pribadi siswa
(school community)

Mendorong partisipasi Mengatur


masyarakat pembahasan
tentang kinerja
sekolah
Menjamin
terpeliharanya sekolah
yang akuntabel

B. Tujuan MBS
MBS bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan terutama di daerah,
karena sekolah dan masyarakat tidak perlu menunggu perintah dari pusat, tetapi dapat
mengembangkan suatu visi pendidikan yang sesuai dengan kondisi daerah dan
melaksanakan visi pendidikan secara mandiri. Hal ini ditegaskan oleh Supriono dan
Sapari bahwa tujuan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan
serta mutu dan relevansi pendidikan di sekolah.9 Selanjutnya Nurkolis menyatakan bahwa
tujuan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum baik
menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikukulum, kualitas sumber daya manusia
baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya, dan kualitas pelayanan pendidikan secara
umum.10 Sedangkan Slamet PH menyatakan tujuan manajemen berbasis sekolah adalah
untuk memberdayakan sekolah terutama sumber daya manusianya (kepala sekolah, guru,
karyawan, siswa, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar) melalui pemberian kewenangan,
fleksibilitas, dan sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh

9 Supriono S dan Achmad Sapari, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jawa Timur: SIC, 2001), 5.
10
Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: Gramedia, 2003), 23-24.
7

sekolah yang bersangkutan.11 Nanang Fattah lebih menekankan pada partisipasi


masyarakat dengan menyatakaan MBS bertujuan agar otonomi sekolah dan partisipasi
masyarakat atau pemangku kepentingan mempunyai model-model keterlibatan yang
tinggi (high involment models), dimana model ini adalah memberikan kerangka dasar
bahwa setiap unsur akan dapat berperan dalam meningkatkan mutu, efisiensi dan
pemerataan kesempatan pendidikan.12 Myers dan Stonehill menyatakan tujuan penerapan
MBS ini memberikan beberapa keuntungan, (a) memungkinkan orang-orang yang
kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang dapat memperbaiki pelajaran, (b)
memberikan kesempatan kepada seluruh komunitas sekolah dalam mengambil keputusan
utama, (c) memfokuskan pada tanggung jawab atas keputusan-keputusan yang diambil,
(d) mengarahkan pada kreativitas dalam merancang program, (e) mengarahkan kembali
sumber-sumber daya guna mendukung pencapaian tujuan yang dikembangkan oleh
masing-masing sekolah, (f) mengarahkan pada anggaran yang nyata agar para orang tua
dan guru menyadari status keuangan sekolah, batas-batas pengeluaran dan biaya dari
program-program itu, dan (g) meningkatkan moralitas guru dan memelihara munculnya
pemimpin baru.13 Kemudian University of Southern California menyatakan tujuan MBS is
to better understand how decentralized governance and management mechanisms can
support new approach to teaching and learning particularly in the areas of mathematics,
science, and social studies, to produce high performance schools.14 Maksudnya tujuan
MBS adalah untuk memahami secara lebih baik bagaimana pemerintahan yang telah
didesentralisasikan dan tata kerja manajemen dapat mendukung pendekatan baru terutama
terhadap pengajaran dan pembelajaran, bidang matematika, sains dan studi sosial, untuk
menghasilkan prestasi sekolah yang tinggi. Dari beberapa tujuan yang dikemukakan
tersebut, pada dasarnya tujuan MBS bermuara pada lima hal, yakni: (1) meningkatkan
mutu pendidikan dalam mengelola dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan
memberdayakan sumber daya yang tersedia, (2) meningkatkan kepedulian warga sekolah
dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan, (3)
meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah
tentang mutu sekolah, (4) meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah untuk

11
Slamet PH, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jurnal Pendidikan dan kebudayaan no.27 tahun 2000), 611.
12
Nanang Fattah, Konsep Manajemen Berbasis sekolah dan Dewan Sekolah, (Bandung: Bani Quraisy, 2003),
12.
13
Dorothy Myers and Robert Stonehill, School Based Management ……., 45.
14
University of Southern California, Study Aims and Study Questions An International study of School-Based
Management, 2004, 3.
8

pencapaian mutu pendidikan yang diharapkan, dan (5) memberdayakan potensi sekolah
yang ada agar menghasilkan lulusan yang berhasil guna dan berdaya guna.
Berdasarkan lima tujuan MBS tersebut, dapatlah kita yakini bahwa MBS
diarahkan pada sekolah bermutu terpadu. Arcaro mengatakan, bahwa kriteria untuk
sekolah bermutu terpadu ditandai dengan adanya “pilar mutu”.15 Secara jelas pilar mutu
dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Dalam sebuah sekolah bermutu, setiap orang menjadi kostumer dan pemasok
sekaligus. Secara khusus kostumer adalah siswa dan keluarganya. Tanggung jawab
sekolah bermutu terpadu adalah melakukan kerjasama dengan orangtua dalam
mengoptimalkan potensi siswa agar mendapat manfaat dari proses belajar di sekolah.
Sekolah memiliki kostumer internal dan eksternal, dimana kostumer internal adalah
orangtua, siswa, guru, administrator, staf dan dewan sekolah yang berada di dalam sistem
pendidikan. Kostumer eksternal adalah masyarakat, keluarga, militer, perusahaan,
organisasi lain yang memanfaatkan output proses pendidikan.16 Manajemen mutu terpadu
juga merupakan tanggung jawab semua pihak, sehingga menuntut setiap orang memberi
kontribusi bagi upaya mutu. Untuk mengetahui adanya upaya mutu dalam manajemen,
pengukuran merupakan salah satu bagian yang harus dilaksanakan secara maksimal,
hanya saja sering sekali gagal dalam pelaksanaannya. Hal ini disebabkan pengukuran
mutu hanya berdasarkan pada keluaran sekolah berdasarkan prestasi siswa melalui hasil

15
Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu (terjemahan), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), 14-15.
16
Ibid., 40.
9

ujian. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis setiap data yang diperlukan dalam upaya
mutu. Hal penting lain dalam manajemen mutu terpadu adalah komitmen yang dimiliki
sekolah, dalam proses transformasi mutu. Oleh karena itu setiap orang perlu mendukung
upaya mutu. Orang biasanya sulit untuk mau berubah, tapi manajemen harus mendukung
proses perubahan dengan memberi pendidikan, perangkat, sistem dan proses
meningkatkan mutu. Bagian penting lainnya dalam manajemen mutu terpadu adalah
melakukan perbaikan berkelanjutan melalui cara untuk menangani masalah yang muncul,
mencari cara memperbaiki proses yang dikembangkan dan membuat perbaikan yang
diperlukan.
C. Strategi Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Berdasarkan kajian Bank Dunia, kondisi persekolahan di Indonesia meliputi tiga
kategori, yakni sekolah maju, sekolah sedang dan sekolah kurang, dan dari kategori ini
terdapat minimal tiga tingkatan model manajemen berbasis sekolah, yaitu: (a) sekolah
yang dapat melakukan MBS secara penuh, (b) sekolah dengan MBS tingkat menengah
(sedang), dan (c) sekolah dengan MBS secara minimal. Dari kondisi seperti ini
pelaksanaan MBS di setiap sekolah tentulah tidak sama, karena ini menyangkut sumber
daya yang tersedia. Dari segi lokasi kondisi sekolah juga menunjukkan tingkat variasi
yang berbeda yakni sekolah yang terletak di perkotaan dan sekolah yang terletak di daerah
terpencil.17 Menurut Mulyasa partisipasi orang tua, bervariasi dari yang partisipasinya
tinggi sampai yang kurang, bahkan tidak berpartisipasi sama sekali. Oleh karena itu, agar
MBS dapat dilaksanakan secara optimal, perlu adanya strategi pengelompokkan yang
disesuaikan dengan tingkat kemampuan manajemen masing-masing dari sekolah. Untuk
lebih jelasnya pengelompokkan ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2: Kelompok Sekolah Dalam MBS
Kemampuan Kepala Partisipasi Pendapatan Anggaran
Sekolah Sekolah Masyarakat Daerah dan Sekolah
dan Guru Orang tua
Berkompetensi Tinggi (terma-suk
Manajemen
tinggi (termasuk dukungan Tinggi Besar
tinggi
kepemimpinan) dana)

Berkompetensi Sedang
Manajemen
sedang (termasuk (ter-masuk Sedang Sedang
sedang
kepemimpinan) dukungan dana

Berkompetensi Kurang (termasuk


Manajemen Kecil atau
Rendah (termasuk du- Rendah
rendah tidak ada
kepemimpinan) kungan dana)

17
Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, Reformasi Pendidikan………., 161.
10

Kondisi di atas mengisyaratkan bahwa tingkat kemampuan manajemen sekolah


untuk melaksanakan MBS berbeda satu sama lain. Perbedaan kemampuan manajemen
mengharuskan perlakuan yang berbeda terhadap setiap sekolah yang disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing dalam menyerap MBS sebagai paradigma baru dalam
pendidikan. Dalam pengorganisasiannya MBS memerlukan perangkat dan strategi. Sagala
menyatakan perangkat dan strategi MBS, antara lain: (a) melaksanakan program sekolah
atas dasar visi dan misi yang konsisten terhadap tujuan dan target, (b) memperluas mitra
sekolah dengan sektor lain, seperti pemimpin masyarakat, dan LSM, (c) mendefinisikan
kembali hubungan antara mitra, (d) tukar menukar pengalaman dan memperkuat jaringan
antar sistem dan antar sekolah, (e) memperjelas fungsi dan tugas setiap tingkat dan pelaku
sistem, (f) membuat batas-batas kewenangan dan akuntabilitas setiap pelaku, (g)
menciptakan perangkat-perangkat yang diperlukan, (h) memenuhi kebutuhan informasi
untuk sekolah, dan (i) mendistribusikan kewenangan, tanggung jawab, dan sumber daya
ke tingkat subordinasi.18 Sementara itu Kelompok kerja MBS menurut Fasli dan Dedi
Supriadi menyatakan diperlukan tiga tahapan dalam strategi pelaksanaan MBS yakni (a)
strategi jangka pendek, (b) strategi jangka menengah, dan (c) strategi jangka panjang.19
Sedangkan Priscilla Wohlstetter dan Susan A. Mohrman menyatakan ada enam strategi
dalam pelaksanaan MBS, yaitu :
1. Menetapkan peran penting guru dalam kelompok pengambil keputusan
2. Fokus pada perbaikan berkelanjutan dengan pelatihan sekolah secara luas dalam
memfungsikan dan memproses keahlian, seperti bidang kurikulum dan pengajaran
3. Membuat sistem yang baik untuk berbagi informasi tentang luasnya hubungan sekolah
diantara para pemilih
4. Mengembangkan cara-cara untuk lebih efektif dalam memberi hadiah sebagai
orientasi pendekatan staf ke arah tercapainya tujuan sekolah
5. Menyeleksi kepala sekolah yang dapat merubah dan memudahkan manajemen, dan
6. Digunakan di daerah, negara atau nasional sebagai garis pedoman untuk memusatkan
usaha dalam mempersatukan kembali dan merubah target dalam kurikulum dan
pengajaran.20
Sementara itu Oswald berpendapat agar MBS berjalan sukses perlu
memperhatikan beberapa strategi yaitu: (a) Principal must use a team approach to

18
Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah………….., 141.
19
Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, Reformasi Pendidikan………., 163.
20
Priscilia Wohlstetter dan Susan Albers Mohrman, Assessment of School-Based Management,…………., 15.
11

decision making, (b) teachers will feel more positive toward school leaders and more
committed to school goals and objectives, (c) Parents and community members will be
more supportive of schools because they have more of say over decisions.21 Maksudnya
(a) kepala sekolah harus menggunakan pendekatan kelompok untuk mengambil
keputusan, (b) guru-guru harus lebih bersikap positip terhadap kepemimpinan sekolah dan
lebih melibatkan diri pada tujuan dan sasaran sekolah, (c) orang tua dan anggota
masyarakat harus menjadi penyokong sekolah, sebab mereka lebih memiliki pemikiran
dalam keputusan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, strategi yang sama untuk
setiap sekolah dalam menerapkan MBS tidak dapat diberlakukan sama, karena lingkungan
internal dan eksternal sekolah yang berbeda untuk setiap sekolah. Hanya saja setiap
sekolah tetap berusaha untuk mengkondisikan strategi yang ditawarkan untuk dapat
diterapkan melalui sumber sumber yang tersedia, sehingga memperoleh hasil yang
maksimal dari pelaksanaan MBS
D. Tahapan-tahapan dalam Pelaksanaan MBS
Untuk mempermudah memahami kebijakan pemerintah yang tertuang dalam UU
No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah daerah (otonomi daerah) dan juga sejumlah
Peraturan Pemerintah yang tertuang dalam PP No.25 tahun 2000 tentang kewenangan
Pemerintah, Provinsi dan Kota/Kabupaten, maka Depdiknas melalui Direktorat Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama telah mengeluarkan empat buku panduan dalam pelaksanaan
MBS, dan masing-masing buku berisi tentang pedoman pelaksanaan MBS dengan
memberikan contoh format dalam merancang kegiatan. Pada buku satu ada sembilan
tahapan dalam pelaksanaan MBS yang dapat dilaksanakan dan dapat disesuaikan dengan
kondisi sekolah, sehingga tidak bertentangan dengan otonomi yang dimiliki sekolah.22
Tahapan-tahapan tersebut:
Tabel 3: Tahapan-Tahapan Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah

21
Lori Jo Oswald, School-Based Management: ERIC Digest Number 99, (Eugene: ERIC Clearinghouse on
Education Management, 1995), 12.
22
Direktorat SLTP, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Jakarta:Direktorat SLTP, 2002), 31-46.
12

No Tahapan Pengertian Kegiatan yang dilaksanakan


Melakukan Memahami konsep MBS -Memahami sistem, budaya dan
sosialisasi tentang “apa”, sumberdaya yang ada di sekolah dan
“mengapa”, dan refleksikan kecocokannya untuk
“bagaimana” mendukung penyelenggaraan MBS
-identifikasikan sistem, budaya, dan
Sumberdaya yang perlu diperkuat
dan yang perlu diubah dan
1
mengenalkannya untuk
menyelenggarakan MBS
-buatlah komitmen secara rinci
yang diketahui oleh semua unsur
yang bertanggungjawab, jika terjadi
perubahan sistem, budaya, dan
sumberdaya yang cukup mendasar
Merumuskan Visi adalah pandangan Penyusunan rencana pengembangan
Visi, Misi, jauh ke depan kemana sekolah, melalui:
Tujuan, dan sekolah akan dibawa -penentuan program jangka panjang,
Sasaran Sekolah Misi adalah tindakan jangka menengah dan jangka
untuk mewujud pendek
kan/merealisasikan visi. -mengidentifikasi tantangan nyata
Tujuan merupakan sekolah
tahapan wujud sekolah -menentukan skala prioritas
2 menuju visi yang telah berdasarkan tujuan yang telah
dicanangkan. ditetapkan
Sasaran adalah
penjabaran tujuan, yaitu
sesuatu yang dihasilkan
sekolah
dalam jangka waktu
lebih singkat.
Mengidentifikasi Menentukan fungsi- -Menentukan pelaksanaan
fungsi-fungsi fungsi yang dilibatkan pembelajaran seperti
yang diperlukan untuk mencapai sasaran pengembangan kurikulum,
untuk mencapai dan juga meneliti tingkat perencanaan dan evaluasi
sasaran kesiapannya -Menentukan program ketenagaan
-Menentukan program kesiswaan
3 -Menentukan alokasi keuangan
-Menentukan pengembangan iklim
akademik
-Menentukan pengembangan
fasilitas
-Menentukan program hubungan
sekolah dengan masyarakat
Melakukan Untuk mengenali tingkat -Mengenal dan menentukan faktor
analisis SWOT kesiapan setiap fungsi internal yang sesuai dengan keadaan
yang diperlukan untuk sekolah
4 mencapai sasaran -Mengenal dan menentukan faktor
eksternal yang mendukung kondisi
sekolah
13

Alternatif langah Memilih langkah- Mengubah ketidaksiapan setiap


pemecahan langkah pemecahan fungsi menjadi kesiapan fungsi
5 masalah sekolah berdasarkan hasil dengan mengatasi makna
analisis SWOT kelemahan dan ancaman agar
menjadi kekuatan dan peluang
Menyusun Membuat rencana jangka pendek,
rencana dan menengah dan panjang
6 program
peningkatan mutu
Melaksanakan Membuat kegiatan yang sesuai
7 rencana dengan sasaran.
peningkatan mutu
Melakukan Untuk mengetahui Menyusun laporan teknis dan
monitoring dan tingkat keberhasilan laporan keuangan
8 evaluasi program
pelaksanaan
Merumuskan Disesuaikan dengan Menentukan sasaran baru, dan
9 sasaran baru hasil evaluasi melakukan analisis SWOT

E. Kepala Sekolah Sebagai Manajer

Merencanakan program

Mengorganisasikan program

Kepala sekolah Menggerakkan


sebagai Manager

Monitoring

Pengembangan budaya

Berdasarkan gambar di atas, diperoleh hasil bahwa kepala sekolah sebagai manajer
meliputi merencakanan program. Dalam merencanakan program, kepala sekolah memulai
dari: (1) merencanakan SDM dengan merinci kebutuhan tenaga pendidik yang akan
menjalankan tugas dalam mengajar; (2) merencakanan kebijakan seperti program kepala
sekolah serta kurikulum yang akan dijalankan di sekolah ini; (3) dalam menyusun
kebijakan, kepala sekolah melibatkan guru dan tenaga ahli dengan melewati beberapa
14

tahapan seperti mengadakan beberapa kali pertemuan dengan para PKS, guru, komite
sekolah dan stakeholder lainnya seperti pengawas; (4) Berdasarkan kebijakan kepala
sekolah, misalnya penambahan mata pelajaran yaitu bimbingan dan konseling dengan
waktu 2 jam pelajaran/minggu.
Peran kepala sekolah yang kedua adalah mengorganisasikan program yaitu dengan
cara membuat sebuah struktur organisasi sekolah seperti adanya keterlibatan orang tua
melalui komite sekolah dengan melengkapi sarana yang dibutuhkan oleh sekolah,
memantau pembelajaran di kelas, pembagian tugas seperti adanya PKS dan TU sesuai
kemampuan guru baik di tingkat kelas maupun keterampilan yang mereka miliki,
membentuk kepanitiaan dalam menghadapi lomba atau pelatihan.
Peran kepala sekolah sebagai manajer yang ketiga adalah penggerakan program
yaitu dengan cara menggerakan pendidik dan tenaga kependidikan yang ada seperti
dengan memberi contoh yang baik dan tenang dalam bekerja, untuk guru adanya motivasi
semangat long life education (guru harus belajar), memotivasi pendidik dan tenaga
kependidikan secara moril maupun materi, peningkatan kesejahteraan, memberikan
penghargaan terhadap guru dan kependidikan yang berprestasi, mengikutsertakan guru
dalam diklat-diklat, MGMP, memberikan bimbingan kepada tenaga pendidik dalam
pembuatan perangkat lunak (RPP, Silabus), memberikan briefing sekaligus mengevaluasi
terhadap kinerja pendidik dan tenaga kependidikan pada awal bulan setiap satu bulan
sekali, serta memfasilitasi bawahan untuk dapat melaksanakan pengembangan profesi, ser-
ta mendukung pendidik atau tenaga kependidikan bagi yang ingin melanjutkan studi dan
yang ingin mendapatlan tunjangan sertifikasi.
Peran yang keempat adalah monitoring dan evaluasi yang dilakukan dengan cara
melakukan pengawasan baik dalam PBM maupun dalam pencapaian peningkatan mutu
pendidikan serta pencapaian nilai UN. Pengawasan dalam PBM dilaksanakan dengan
mengacu pada PKB dan PKG serta dilaksanakan oleh tim yang dibentuk oleh kepala
sekolah. Pengawasan terhadap peningkatan mutu pendidikan meliputi pengawasan
terhadap input (SDM, struktur organisasi, rencana dan program, visi, misi dan tujuan),
proses (kinerja dari kepala sekolah), dan output (prestasi sekolah yang dihasilkan setelah
proses baik prestasi akademik maupun non akademik. Pengawasan tersebut dilakukan
secara berkala yakni pada akhir semester, akhir/awal tahun ajaran baru dengan pe-
laksanaannya dibantu oleh wakasek, para PKS serta koordinator BK (Bimbingan dan
Konseling). Setelah pengawasan apabila ditemukan adanya penghambat baik dari SDM
maupun sumber harapan, maka yang dilakukan adalah memberi pengertian secara umum
15

pada rapat pembinaan dewan guru, menggali latar belakang dari masalah, serta mencari
solusi untuk pemecahan masalah tersebut.
Peran yang terakhir adalah sebagai pengembang budaya dengan melaksanakan
budaya sekolah seperti budaya dalam keagamaan, budaya kedisiplinan, budaya berprestasi
serta budaya kebersihan guna meningkatkan mutu pendidikan serta membentuk peserta
didik yang berkarakter dan berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan.23
F. Contoh Peran Kepala Sekolah sebagai Manajer
Kepala Sekolah dalam Kegiatan Perencanaan
Dalam merencanakan sebuah program jangka panjang maupun pendek kepala
sekolah hendaknya selalu memanggil para PKS, wakasek, serta perwakilan dari guru mata
pelajaran guna meminta pendapat dan bantuannya dalam menyusun sebuah program
tersebut. Adapun program jangka panjang sekolah antara lain menginginkan supaya
sekolah menjadi pelopor dalam bidang olahraga dan seni di tingkat kabupaten.
Dalam menyusun sebuah kebijakan, kepala sekolah ada yang membantu yaitu PKS
bidang kurikulum. Komite sekolah juga ikut dilibatkan dalam menyusun sebuah
kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan siswa dan kontrol anggaran yang diterima
oleh sekolah. peran aktif komite sekolah dalam mengontrol sekolah adalah dengan sering
hadirnya komite sekolah di sekolah dan berdiskusi dengan kepala sekolah dan guru
lainnya.
Perubahan pada pengembangan diri adalah antara lain berupa prioritas pada bidang
olahraga dan kesenian, bimbingan konseling, dan sebagainya. Selain itu ada juga pelatihan
bahasa inggris untuk siswa dan pembentukan siswa yang berkarakter dengan cara adanya
bimbingan kegiatan shalat jum’at dan kegiatan keputrian yang dilaksanakan pada satu jam
sebelum shalat jum’at.
Kepala Sekolah dalam Kegiatan Pengorganisasian
Peranan kepala sekolah sebagai organisator antara lain dalam bentuk adanya
keterlibatan orang tua melalui komite sekolah dengan melengkapi sarana yang dibutuhkan
oleh sekolah, memantau pembelajaran di kelas, pembagian tugas sesuai kemampuan guru
baik di kelas maupun keterampilan yang mereka miliki, membentuk kepanitiaan dalam
menghadapi lomba.

23
Hasibuan, Kepemimpinan kepala sekolah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 24.
16

Struktur organisasi dibuat berdasarkan kebutuhan kepala sekolah dalam menjalan-


kan tugas. Kepala sekolah melakukan perekrutan pendidik, menempatkan pendidik bidang
keahlian mata pelajaran sesuai dengan ijazahnya, dan sebagainya.
Kepala Sekolah dalam Kegiatan Penggerakan
Peranan kepala sekolah sebagai penggerak dapat diwujudkan dalam bentuk antara
lain: untuk guru adanya motivasi semangat life long education (guru harus belajar),
peningkatan kesejahteraan dan adanya kesempatan untuk bertanya dalam suasana yang
menyenangkan, mendatangkan narasumber untuk membimbing guru dalam pembuatan
tulisan ilmiah, mengikuti seminar dan lainnya seperti mengikutsertakan guru dalam
MGMP, serta mengefektifkan tutor sebaya.
Kepala sekolah mengadakan MGMP tingkat rayon dan sekolah guna membina
pendidik, misalnya ada 12 orang masing-masing satu mata pelajaran dalam satu bulan
yang diikutsertakan dalam MGMP tingkat rayon dan sekolah. Sebulan sekali diadakan
briefing dengan guru dan dengan staf dalam rangka mengevaluasi kinerja guru selama
satu bulan. Dalam membina pendidik dan tenaga kependidikan, kepala sekolah hendaknya
selalu mengadakan pengarahan terhadap pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan dan memperjelas tugas dari masing-masing, contoh nyata
kepala sekolah dalam membina pendidik yaitu dengan adanya in house training,
mengikuti MGMP setiap bulan baik tingkat rayon maupun kabupaten, sedangkan guna
meningkatkan kinerja tenaga kependidikan seperti di bagian TU diadakan pelatihan
penataan ruang perpustakaan supaya tertata rapih dan siswa betah apabila sedang
membaca di perpustakaan.
Peningkatan kesejahteraan secara finansial oleh kepala sekolah merupakan bentuk
penggerakan yang dilakukan oleh kepala sekolah. Meskipun tidak semua guru
mengatakan bahwa kesejahteraan secara finansial sudah kena sasaran. Sedangkan secara
non finansial kepala sekolah hendaknya memberikan kenyamanan dan jaminan
ketenagaan.
Kepala Sekolah dalam Kegiatan Monitoring
Peranan kepala sekolah sebagai pelaksana monitor di sekolah antara lain adalah
dengan adanya monitoring dari seluruh perencanaan, pengorganisasian, penggerakan
dimulai dari pengawasan pembuatan program semester, pembuatan RPP, pelaksanaan
PBM baik langsung maupun tidak langsung. Semua dievaluasi secara periodik minimal
pada akhir semester atau pada tahun ajaran baru. Evaluasi tersebut dibantu oleh PKS dan
guru lainnya yang dianggap mampu dalam menjalankan tugas sebagai pengevaluasi.
17

Dalam pencapaian target UN, kepala sekolah selalu memonitoring dalam per-
siapan UN, strategi yang dirancang agar UN bisa sukses, contoh kepala sekolah
memberikan motivasi kepada peserta didik, kemudian membuat program bimbingan
belajar dalam menghadapi UN, program PBM pada mata pelajaran yang ada pada UN
saja.
Kepala sekolah selalu memonitoring semua kegiatan akademik di sekolah dengan
dibantu oleh para PKS. Dalam meningkatkan nilai hasil UN, adapun cara yang dilakukan
oleh kepala sekolah adalah memberi tugas kepala pendidik untuk mengadakan jam
tambahan mata pelajaran yang ada pada UN supaya peserta didik bisa lebih memahami
mata pelajaran tersebut yang nantinya berimbas pada peningkatan nilai hasil UN.
Kepala Sekolah Sebagai Pengembang Budaya
Selain keempat peran yang dijalankan oleh kepala sekolah di atas, kepala sekolah
mempunya strategi lain dalam menjalankan tugasnya sebagai manajer, strategi tersebut
antara lain adalah dengan menjadi seorang pengembang budaya yakni membudayakan
berdisiplin, membiasakan cinta kebersihan, membudayakan berprestasi, serta budaya
keagamaan dalam bentuk bimbingan kegiatan shalat jum’at dan keputrian yang
dilaksanakan satu jam sebelum shalat jum’at dilaksankan.
18

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
MBS adalah strategi untuk memperbaiki pendidikan dengan mentransfer otoritas
pengambilan keputusan secara signifikan dari pemerintah pusat dan daerah ke sekolah-
sekolah secara individual dengan memberi kepala sekolah, guru, siswa, orangtua dan
masyarakat untuk memiliki kontrol yang lebih besar dalam proses pendidikan dan
memberikan mereka tanggungjawab tentang dana, personel dan kurikulum. Tujuan
penerapan MBS adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum baik
menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikukulum, kualitas sumber daya manusia
baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya, dan kualitas pelayanan pendidikan secara
umum.
Adapun tahapan dalam pelaksanaan MBS diawali dengan melakukan sosialisasi,
menentukan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah, mengidentifikasi fungsi-fungsi yang
diperlukan untuk mencapai sasaran, melakukan analisis SWOT, membuat alternative
langkah pemecahan masalah, menyusun rencana dan program peningkatan mutu,
melaksanakan rencana peningkatan mutu, melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan, dan yang terakhir adalah merumuskan sasaran baru.
Sagala menyatakan perangkat dan strategi MBS, antara lain:
1. Melaksanakan program sekolah atas dasar visi dan misi yang konsisten terhadap
tujuan dan target.
2. Memperluas mitra sekolah dengan sektor lain, seperti pemimpin masyarakat, dan
LSM.
3. Mendefinisikan kembali hubungan antara mitra.
4. Tukar menukar pengalaman dan memperkuat jaringan antar sistem dan antar sekolah.
5. Memperjelas fungsi dan tugas setiap tingkat dan pelaku sistem.
6. Membuat batas-batas kewenangan dan akuntabilitas setiap pelaku.
7. Menciptakan perangkat-perangkat yang diperlukan.
8. Memenuhi kebutuhan informasi untuk sekolah.
9. Mendistribusikan kewenangan, tanggung jawab, dan sumberdaya ke tingkat
subordinasi.
Peranan kepala sekolah sebagai manajer adalah melakukan perencanaan program,
mengorganisasikan program, menggerakkan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan, serta

18
19

melakukan pengembangan budaya sekolah setempat yang disesuaikan dengan output yang
dubutuhkan oleh masyarakat sekitar.
B. Saran
Hendaknya dimanapun keberadaan sekolah lebih memperhatikan sumber daya
manusia (SDM) yang dimiliki untuk mewujudkan visi, dan kepribadian sekolah ke
depannya dengan memperhatikan kepentingan orang banyak dalam berbagai aspek
kehidupan. Sekarang ini banyak bangsa yang mengabaikan peranan SDM sehingga mau
saja menerima keadaan yang telah merendahkan harkat dan martabat bangsa yang nampak
dari kemiskinan, kebodohan dan tidak tegaknya hukum. Di sinilah peranan kepala sekolah
sebagai manager hendaknya lebih dioptimalkan agar budaya bangsa yang rendah
dibanding Negara lain dapat ditemukan sumber permasalahannya untuk segera
mendapatkan solusi pemecahan masalah dan perbaikan mutu pendidikan khususnya di
bidang kurikulum dan ketenaga kerjaan.
20

DAFTAR PUSTAKA

Abu-Duhou, Ibtisam. School-Based Management (terjemahan). Jakarta: Logos Wacana Ilmu,


2002.

Arcaro, Jerome S. Pendidikan Berbasis Mutu (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


1995.

Direktorat SLTP. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat SLTP,
2002.

Fattah, Nanang. Konsep Manajemen Berbasis sekolah dan Dewan Sekolah. Bandung: Bani
Quraisy, 2003.

Hasibuan. Kepemimpinan kepala sekolah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah.
Yokyakarta: Adicita Karya, 2001.

Kubick, Kathleen. School–Based Management. New York: ERIC Clearinghouse on Education


Management Eugene OR, 1988.

Myers, Dorothy and Robert Stonehill. School Based Management. Office of Research
Education: Consumer Guide, 1993.

Nurkholis. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Gramedia, 2003.

Oswald, Lori Jo. School-Based Management: ERIC Digest Number 99. Eugene: ERIC
Clearinghouse on Education Management, 1995.

Peterson, David. School-Based management and Student Performance. ERIC Digest Number
62, Eugene; ERIC Clearinghose on Education Management Eugene OR, 1991.

PH, Slamet. Manajemen Berbasis Sekolah. Jurnal Pendidikan dan kebudayaan no.27 tahun
2000.

S, Supriono dan Achmad Sapari. Manajemen Berbasis Sekolah. Jawa Timur: SIC, 2001.

Sagala, Syaiful. Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat. Strategi Memenangkan


Persaingan Mutu. Jakarta: Nimas Multima, 2004.

University of Southern California. Study Aims and Study Questions An International study of
School-Based Management, 2004.

Wohlstetter, Priscilia dan Susan Albers Mohrman. Assessment of School-Based Management:


Studies of Education Reform. U.S. A: Departement of Education Office of Education
Research dan Improvement, 1996.

Anda mungkin juga menyukai