Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

“CEPHALGIA”

OLEH

NAMA : DANI NOVI FORUAT

NIM : 16 3145 105 045

KELAS : 2016 B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGA REZKY
MAKASSAR
2019
A. PENGERTIAN
Cephalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling
utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit
dan dapat menunjukkan penyakit organic (neurologi atau penyakit lain),
respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala
tegang) atau kombinasi respon tersebut (Brunner & Suddart).
Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat
terjadi akibat banyak sebab yang membuat pemeriksaan harus dilakukan
dengan lengkap. Sakit kepala kronik biasanya disebabkan oleh migraine,
ketegangan, atau depresi, namun dapat juga terkait dengan lesi intracranial,
cedera kepala, dan spondilosis servikal, penyakit gigi atau mata, disfungdi
sendi temporomandibular, hipertensi, sinusitis, dan berbagai macam gangguan
medis umum lainnya. Walaupun lesi structural jarang ditemukan pada
kebanyakan pasien yang mengalami cephalgia, keberadaan lesi tersebut tetap
penting untuk diwaspadai. Sekitar satu pertiga pasien tumor otak, sebagai
contoh, datang dengan keluhan utama sakit kepala.
B. ETIOLOGI
Menurut Papdi (2012) Sakit kepala sering berkembang dari sejumlah
faktor resiko yang umum yaitu:
1. Penggunaan obat yang berlebihan
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak kesebuah
keadaan tereksasi, yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat yang
berlebihan dapat menyebabkan rebound sakit kepala (tambah parah setiap
diobati).
2. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit
kepala kronis. Stress menyebabkan pembuluh darah di otak mengalami
penegangan sehingga menyebabkan sakit kepala.
3. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor resiko umum untuk sakit kepala. Karena
hanya sewaktu tidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat beristirahat
pula.
4. Kegiatan berlebihan
Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya sakit
kepala, termasuk hubungan seks. Kegiatan yang berlebihan dapat
membuat pembuluh darah di kepala dan leher mengalami pembengkakan.
5. Kafein
Sementara kafein telah ditujukan untuk meningkatkan efektifitas ketika
ditambahkan kebeberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat sakit kepala
berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan
juga dapat menciptakan efek rebound (tambah parah setiap kali diobati).
6. Rokok
Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan nikotin
dalam rokok dapat membuat pembuluh darah menyempit.
7. Alkohol
Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama seperti
rokok, alkohol juga merupakan faktor resiko umum penyebab sakit kepala.
8. Penyakit atau infeksi seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf terjepit
di leher atau bahkan tumor.
C. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri kepala dapat unilateral atau bilateral.
2. Nyeri terasa di bagian dalam mata atau pada sudut mata bagian dalam,
lebih sering didaerah fronto temporal .
3. Nyeri dapat menjalar di oksiput dan leher bagian atas atau bahkan leher
bagian bawah.
4. Ada sebagian kasus dimulai dengan nyeri yang terasa tumpul mulai di
leher bagian atas menjalar ke depan.
5. Kadang pada di seluruh kepala dan menjalar ke bawah sampai muka.
6. Nyeri tumpul dapat menjadi berdenyut-denyut yang semakin bertambah
sesuai dengan pulsasi dan selanjutnya konstan.
7. Penderita pucat, wajah lebih gelap dan bengkak di bawah mata.
8. Muka merah dan bengkak pada daerah yang sakit.
9. Kaki atau tangan berkeringat dan dingin.
10. Biasanya oliguria sebelum serangan dan poliuria setelah serangan.
11. Gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah, dan lain-lain.
12. Kadang-kadang terdapat kelainan neurologik yang menyertai, timbul
kemudian atau mendahului serangan.
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai hasil
perangsangan terhadap bagian-bagian di wilayah kepala dan leher yang peka
terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-
otot oksipital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan
periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan
intracranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan
meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis
otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri. Peransangan
terhadap bagian-bagian itu dapat berupa :
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau
setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial,
penyumbatan jalanlintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema
serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi
umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan
metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian
obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi
serebrovasculer akut).
5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren
dan clusterheadache) dan radang (arteritis temporalis)
6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala,
seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.
Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis),
sinus (sinusitis),baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar
III yang mendesak gigi)dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis.
Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psiko organik pada
keadaan depresi dan stress.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan yang disarankan menurut Basuki Pramana (2007) adalah:
1. Foto Rontgen terhadap tengkorak
Pemeriksaan kadar Lemak darah ( kolesterol, Trigliuseride HDL dan LDL)
Kadar Hemoglobin darah ( Hb ) dll pemeriksaan Lebih lanjut menurut Arif
Mansjoer, dkk, (2000) pemeriksaan khusus pada cephalgia meliputi
palpasi pada tengkorak untuk mencari kelainan bentuk, nyeri tekan dan
benjolan. Palpasi pada otot untuk mengetahui tonusdan nyeri tekan daerah
tengkuk. Perabaan arteri temporalis superfisialis dan arteri karotis
komunis. Pemeriksaan leher, mata, hidung, tenggorok, telingan, mulut dan
gigi geligi perlu dilakukan. Pemeriksaan neurologis lengkap, ditekankan
pada fungsi saraf otak termasuk funduskopi, fungsi motorik, sensorik serta
koordinasi.
Beberapa nyeri kepala menunjukkan tanda bahaya dan memerlukan
evaluasi penunjang adalah:
1) Nyeri kepala hebat pertama kali yang timbul mendadak
2) Nyeri kepala yang paling berat yang pernah dialami
3) Nyeri kepala yang berat progresif selama beberapa hari atau minggu
4) Nyeri kepala yang timbul bila latihan fisik, batuk, bersin,
membungkuk atau nafsu seksual meningkat
5) Nyeri kepala yang disertai penyakit umum atau demam, mualo,
muntah atau kaku kuduk
6) Nyeri kepala yang disertai gejala neurologis seperti afasia, koordinasi
buruk, kelemahan fokal atau rasa baal, mengantuk, fungsi intelek
menurun, perubahan kepribadian dan penurunan visus.
Pemeriksaan penunjang tersebut antara lain:
CT-Scan atau resonansi magnetik (MRI) otak hanya dilakukan pada nyeri
kepala yang menunjukkan kemungkinan penyakit intrakranial, seperti tumor,
perdarahan subaraknoid, AVM, dll.
Elektroensefalogram dilakukan bila ada riwayat kejang, kesadaran menurun,
trauma kepala atau presinkop.
Foto sinus paranasal untuk melihat adanya sinusitis dan foto servikal untuk
menetukan adanya spondiloartrosis dan fraktur servikal.
F. PENATALAKSANAAN
1. Migren
1) Terapi Profilaksis
 Menghindari pemicu
 Menggunakan obat profilaksis secara teratur
Profilaksis: bukan analgesik, memperbaiki pengaturan proses
fisiologis yang mengontrol aliran darah dan aktivitas system
syaraf
2) Terapi abortif menggunakan obat-obat penghilang nyeri dan/atau
vasokonstriktor. Obat-obat untuk terapi abortif
 Analgesik ringan : aspirin (drug of choice), parasetamol
 NSAIDS : Menghambat sintesis prostaglandin, agragasi platelet,
dan pelepasan 5-HT. Naproksen terbukti lebih baik dari
ergotamine. Pilihan lain : ibuprofen, ketorolak
 Golongan triptan
- Agonis reseptor 5-HT1D menyebabkan vasokonstriksi
Menghambat pelepasan takikinin, memblok inflamasi
neurogenik Efikasinya setara dengan dihidroergotamin, tetapi
onsetnya lebih cepat
- Sumatriptan oral lebih efektif dibandingkan ergotamin per oral
- Ergotamin : Memblokade inflamasi neurogenik dengan
menstimulasi reseptor 5-HT1 presinapti. Pemberian IV dpt
dilakukan untuk serangan yang berat
- Metoklopramid : Digunakan untuk mencegah mual muntah.
Diberikan 15-30 min sebelum terapi antimigrain, dapat
diulang setelah 4-6 jam
- Kortikosteroid : Dapat mengurangi inflamasi. Analgesik
opiate. Contoh : butorphanol
3) Obat untuk terapi profilaksis
 Beta bloker. Merupakan drug of choice untuk prevensi migraine.
Contoh: atenolol, metoprolol, propanolol, nadolol. Antidepresan
trisiklik Pilihan: amitriptilin, bisa juga: imipramin, doksepin,
nortriptilin Punya efek antikolinergik, tidak boleh digunakan
untuk pasien glaukoma atau hiperplasia prostat
 Metisergid. Merupakan senyawa ergot semisintetik, antagonis 5-
HT2. Asam/Na Valproat dapat menurunkan keparahan, frekuensi
dan durasi pada 80% penderita migraine.
 NSAID. Aspirin dan naproksen terbukti cukup efektif. Tidak
disarankan penggunaan jangka panjang karena dapat
menyebabkan gangguan GI
 Verapamil. Merupakan terapi lini kedua atau ketiga
 Topiramat. Sudah diuji klinis, terbukti mengurangi kejadian
migrain
2. Sakit kepala tegang otot
1) Terapi Non-farmakologi
 Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20
sampai 30 menit.
 Perubahan posisi tidur.
 Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain.
 Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah
 Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan
komputer, atau saat menonton televisi
 Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising
 Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari
2) Terapi farmakologi
Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri
Contoh : Obat-obat OTC seperti aspirin, acetaminophen, ibuprofen
atau naproxen sodium. Produk kombinasi dengan kafein dapat
meningkatkan efek analgesic. Untuk sakit kepala kronis, perlu
assesment yang lebih teliti mengenai penyebabnya, misalnya karena
anxietas atau depresi. Pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti
amitriptilin atau antidepresan lainnya. Hindari penggunaan analgesik
secara kronis memicu rebound headache
3) Cluster headache
 Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah
serangan (profilaksis)
 Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor
cerebral
 Obat-obat terapi abortif:
- Oksigen
- Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain
- Sumatriptan. Obat-obat untuk terapi profilaksis : Verapamil,
Litium, Ergotamin, Metisergid, Kortikosteroid, Topiramat
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan chepalgia meliputi :
1. Cidera serebrovaskuler / Stroke
2. Infeksi intrakranial
3. Trauma kranioserebral
4. Cemas
5. Gangguan tidur
6. Depresi
7. Masalah fisik dan psikologis lainnya.
H. PATWAY Trauma

Non trauma
Tumpul Tajam

Beban pikiran
Ekstra kranjal Intra kranjal
Stress psikologis
Terputusnya kontinuitas jaringan Jaringan otak rusak
kulit, otot dan vaskuler (kontusio, laserasi)
↑hormon kortisol

-Perdarahan -Hematoma Gangguan suplai darah - Perubahan outoregulasi


- Odem cerebral
Vasokonstriksi
pembuluh darah otak
Perubahan sirkulasi CSS
Kejang
Penekanan jaringan otak
Peningkatan TIK Ketidakadekuatan
suplai darah O2 ke otak Gangguan
pola tidur
Girus medialis lobus Hipoksia
temporalis tergeser Ketidakseimbangan perfusi
jaringan otak. Resiko Jatuh

Nekrosis Jaringan Otak Ketidakseimbangan nutrisi


Mual – muntah, kurang dari kebutuhan Kerusakan syaraf motorik
Mesesenfalon tertekan Papilodema, Pandangan
kabur, Penurunan fungsi
pendengaran Disfungsi batang otak
Gangguan Fungsi Otak

Nyeri kepala
(CHEPALGIA)
Gangguan kesadaran
DAFTAR PUSTAKA
Adams, RD, Victor, M Rpper, AH, 2000. Principles of Neurology, 6th ed.,
McGraw- Hill, New York.
Barret KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Review of Medical Properties of
Sensory Receptors. Amerika Serikat: Mc Graw Hill. P. 149-50.
Budiman G. Basoc Neuroanatomical Pathways: Somatic Nervous System. 2nd ed.
Jakarta: Penerbit FKUI: 2009.p. 4-13.
Greenberg, R, Singh, SN., Handbook of Neurosurgery, 5th ed., Greenberg Graph.
Inc., Lakeland, Florida.
Lindsay, KW., Bone I., Callander, R., 2001. Neurology and Neurosurgery
Illustrated, 33th ed., Churcill, Livingstone.
Markam, S, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Harsono (ed), Gajah Mada
Universitas Press, Yogyakarta.
Mardjono, M. Sidharta.P. 2000 Neurologi Klinis Dasar, edisi keenam, PT.
Angkasa Pura II Dian Rakyat, Jakarta.
Nuartha, A., 2000, Nyeri kepala dan wajah, dalam Harsono (editor ), Kapita
Selekta Neurologi, Edisi kedua , Gadjah Mada University Press, New
York.
Sidharta, priguna. 2000. Neurologi Klinis Dasar Ganong’s. Dian Rakyat : Jakarta
Zuger, A, Lowy, FD, 2000. Tuberculose of the Central Nervus Sistem, in Scheld,
WM, Withly, RJ, Durack, DT, 2000, Invection of the Central Nervus
System, Raven Press, New York.

Anda mungkin juga menyukai