Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bunuh diri merupakan tindakna yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupanya. Bunuh diri merupakan salah satu penyebab
kematian yang kerap terjadi pada individu yang memiliki masalah gangguan
mental.
Umumnya individu yang memiliki keinginan untuk bunuh diri memiliki
permasalahan yang tidak dapat di selesaikan dengan baik. Alasan untuk
melakukan usaha bunuh diri ini di dasarkan oleh beberapa faktor seperti
semakin tingginya penduduk yang berusia produktif memungkinman
persaingan hidup yang begitu ketat dan erat hubungannya dengan
permasalahan ekonomi. Terjebak dalam rasa sakit emosional merupakan salah
satu gejala pada individun yang memiliki keinginan bunuh diri dan ini
menjadi target utam intervensi yang perlu di perhatikan.
Bunuh diri merupakan masalah serius yang perlu segera di tangani karena
bunuh diri merupakan pembunuh ke-18 didunia pada 2016, karena 1,4%
kematian diseluruh dunia disebabkan oleh bunuh diri. Bahkan bila lingkup
umur dipersempit, yakni kematian usia 15-29 tahun, bunuh diri menjadi
pembunuh nomer 2 didunia. Sebanyak 800 ribu orang diseluruh dunia tewas
akibat bunuh diri setiap tahunnya, itu artinya, setiap 40 detik ada 1 orang yang
tewas akibat bunuh diri. Menurut Benny Prawira dalam detik.com “ kalau
secara statistika, yang terlaporkan mungkin terlihat kecil, tapi harus
diperhatikan, kematian akibat bunuh diri selalu merupakan angka gunung es”.
Indonesia sekarang angka kematian bunuh diri tetap angka 3,7, ini
menunjukkan indonesia berada dalam peringkat ke 159 dalam hal tingkat
bunuh diri di dunia. Pemprof Jabar meneyebut angka keinginan bunuh diri di
Jabar usia produktif mencapai 33% ini terjadi pada mahasiswa, remaja yang
memiliki permasalahan yang sulit dipecahkan.
Untuk menekan angka kematian bunuh diri di di indonesia khusus di Jabar
agar tidak membengkak maka dilakukan penanganan atau solusi segera. Jika

1
hal ini dibiarkan maka akan berdampak kepada citra buruk negara indonesia
karena pemerintahnya tidak dapat mengatasi permasalahan bunuh diri.
Kini telah bnayak komunitas-komunitas jiwa atau disebut CMHN
(Community Mental Healt Nursing). Walaupun ada komunitas CMHN ,
namun perawat ini perlu mempelajari dan memahami asuhan keperawatan
resiko bunuh diri agar tidak salah dalam memberikan intervensi maka itu
penulis tertentu tertarik untuk membahas mengenai asuhan keperawatan resiko
bunuh diri.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah yang terjadi yaitu
bagaimana asuhan kebeparawatn pada klien dengan resiko bunuh diri ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan resiko bunuh diri ?
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui konsep resiko bunuh diri
2. Untuk mengetahui pengkajian, diagnosa, dan intervensi pada resiko bunuh
diri
1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk pembaca dapat menambah wawasan dan diterapkan langsung
kepada klien resiko bunuh diri?
2. Untuk Isntitusi Pendidikan dapat dijadikan sebagai bahan sumber
penelitian atau bahan ajar

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam
nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku
destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas
bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai
sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009
dalam Academia Asuhan Keperawatan Bunuh Diri, 2019).
Bunuh diri merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berupaya melaksanakan
hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan
atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka, atau
menyakiti diri sendiri. (Clinton, 1995, hal. 262 dalam Academia Asuhan
Keperawatan Bunuh Diri, 2019).
Bunuh diri dan percobaan bunuh diri atau membahayakan diri sendiri
dengan sengaja (DSH = deliberate self-harm), istilah yang terakhir ini,
menjadi topik besar dalam psikiatri. Di dunia, lebih dari 1000 bunuh diri
terjadi tiap hari. Percobaan bunuh diri 10 kali lebih sering, sekarang peracunan
diri sendiri bertanggung jawab bagi 15% dari pasien medis yang masuk rumah
sakit dan pada pasien dibawah 40 tahun menjadi penyebab terbanyak.
Bunuh diri cenderung terjadi pada usia diatas 45 tahun, pria, tidak pandang
kelas sosial disertai depresi besar dan telah direncanakan. Percobaan bunuh
diri cenderung dilakukan oleh wanita muda dari kelas sosial bawah, jarang
disertai dengan depresi besar dan bersifat impulsif.
2.2 Etiologi
2.2.1 Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :

3
1. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri
adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian
negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi
yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah,
respons seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh
diri.
5. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotinin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
2.2.2 Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi
sangat rentan.

4
2.2.3 Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar
memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri
berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya.
Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih
mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam
kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.
2.2.4 Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada
seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

Respon adaptif Respon maladaptif


Peningkatan diri Beresiko Destruktif diri Pencederaan diri Bunuh diri
destruktif tidak langsung

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman


bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan
kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.
2.3 Rentang Respons
1. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan
diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.

5
Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang
berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
2. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap
situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang
merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
3. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang
kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya
untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan
terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak
masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
4. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
5. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.
2.4 Respon Protektif-diri dan Perilaku Bunuh Diri
Perilaku destruktif-diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah kepada kematian. Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai
langsung atau tidak langsung. Perilaku destruktif-diri langsung mencakup
setiap bentuk aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu
menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Lama perilaku berjangka
pendek, (Stuart,2006, hal 226).
Perilaku destruktif-diri tak langsung meliputi perilaku berikut :
1. Merokok
2. Mengebut
3. Berjudi
4. Tindakan kriminal
5. Penyalahgunaan zat
6. Perilaku yang menyimpang secara sosial
7. Prilaku yang menimbulkan stress.

6
8. Ketidakpatuhan pada tindakan medis
Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respon
paling adaptif, sementara perilaku destruktif-diri, pencederaan diri, dan bunuh
diri merupakan respon maladaptif.
2.5 Tanda dan Gejala
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

7
2.6 Jenis – jenis Bunuh Diri
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu
seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat
menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk
melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk
bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia
merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara
individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-
norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan.
Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena
tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien
untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien
melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak
karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa
saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri.
Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/

8
marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal
negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan
untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien
telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan
percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai
diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba
bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi,
atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
2.7 Pohon Masalah

Perilaku Kekerasan (Resiko mencederai diri sendiri)

Rsiko Bunuh Diri

Gangguan interaksi sosial (Menarik Diri)

Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
RESIKO BUNUH DIRI
3.1 Pengkajian
1. Riwayat masa lalu :
a. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
b. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
c. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
d. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
e. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline,
paranoid, antisosial
f. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru
dialami.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
4. Riwayat pengobatan.
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari
individu dengan gangguan mood.
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri :
a. Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang
sulit.
b. Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang
teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut.
c. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat
gelisah, keparahan gangguan mood).
d. Sistem pendukung yang ada.
e. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain
(baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan
riwayat penyalahgunaan zat.

10
f. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar
keluarga klien, atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi
pengobatan gangguan mood, tanda-tanda kekambuhan dan tindakan
perawatan diri.
8. Symptom
a. Ide bunuh diri
b. Ancaman bunuh diri
c. Percobaan bunuh diri
d. Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia
dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri
mereka sendiri. Perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
1. Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
2. Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau
perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan
rencananya.
3. Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk
merencanakan dan mengagas akan suicide.
4. Menentukan bagaiamana metode yang mematikan itu mampu diakses
oleh klien
Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang
riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
1. Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
2. Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
3. Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan
mendorong komunikasi terbuka
4. Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata
yang dimengerti klien
5. Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat
pengobatannya

11
6. Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
7. Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
8. Peroleh riwayat penyakit fisik klien
Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki resiko
apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut :
1. Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
2. Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh
diri.
3. Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
4. Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
5. Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
6. Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
7. Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
8. Menunjukkan impulsivitas dan agressif
9. Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau
kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaan
10. Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal
pistol, obat, racun
11. Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan
pengobatan
12. Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu
memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan
keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus
diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara,
perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian
perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi
depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu
diobservasi dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap

12
memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat
serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon
klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini
perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara
perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu
mempengaruhi emosional klien
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi
akan membuat kabur penilaian profesional.
3.2 Diagnosa Keperawatan :
a. Perilaku Kekerasan (Resiko mencederai diri sendiri)
b. Resiko Bunuh Diri
c. Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)
3.5 Intervensi
3.5.1 Perilaku Kekerasan (Resiko mencederai diri sendiri)
1. Tujuan : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
2. Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
c. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.5.2 Resiko Bunuh Diri
1. Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
2. Intervensi:
a. Bina hubungan saling percaya
b. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
c. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
d. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).

13
e. Awasi klien secara ketat setiap saat.
f. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
3.5.3 Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)
1. Tujuan umum : Klien tidak melakukan kekerasan
2. Intervensi:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
c. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
d. Utamakan pemberian pujian yang realitas
e. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

14
BAB IV
STRATEGI PELAKSANAAN KEPERAWATAN
4.1 Ancaman Bunuh Diri
4.1.1 Tindakan keperawatan pada pasien percobaan bunuh diri
1. Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat
2. Tindakan keperawatan
Melindungi pasien dengan cara :
a. Temani pasien terus menerus sampai pasien dapat dipindahkan
ketempat yang aman
b. Jauhkan semua bendah yang berbahaya ( misalnya pisau, silet, gelas
dan tali pinggang )
c. Periksa apakah pasien benar – benar telah meminum obatnya, jika
pasien mendapatkan obat
d. Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri
3. Strategi Pelaksanaan
a. SP 1 pasien : Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
1) Orientasi
“ selamat pagi A, Kenalkan saya adalah perawat B yang bertugas di
ruang ini, saya dines pagi dari jam 7 sampai 2 siang.”
“ bagaimana perasaan A hari ini ?. ”
“ bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang A rasakan
selama ini. Dimana dan berapa lama kita bicara ?. ”
2) Kerja
“ bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana
ini A merasa paling menderita di dunia ini? Apakah A kehilangan
kepercayaan diri? Apakah A merasakan tidak berharga atau bahkan
lebih rendah daripada orang lain? Apakah A merasa bersalah atau
mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah A berniat menyakiti diri sendiri, ingin bunuh

15
diri atau berharap bahwa A mati? Apakah A pernah mencoba untuk
bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana cara nya? Apa yang A rasakan?

(jika klien telah menyampaikan ide bunuh dirinya, segera di lanjutkan
dengan tindakan keperawatan untuk melindungi klien, misalnya
dengan mengatakan “baiklah, tampak nya A membutuhkan
pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup.
Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar A ini untuk memastikan tidak
ada benda-benda yang membahayakan A ”
“karena A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup A, saya tidak akan membiarkan A sendiri.”
“ apa yang A lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau
keinginan muncul, maka untuk mengatasi nya A harus langsung minta
bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman
yang sedang besuk. Jadi A jangan sendiri ya, katakan kepada perawat,
keluarga atau teman jiksa ada dorongan untuk mengakhiri hidup.”
“saya percaya A dapat mengatasi masalah.”
3) Terminasi
“bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi
perasaan ingin bunuh diri?.”
“coba A sebutkan lagi cara tersebut!”
“saya akan menemani A terus sampai keinginan bunuh diri hilang.”
(jangan meninggalkan pasien)
4.1.2 Tindakan keperawatan pada keluarga pasien percobaan bunuh diri
1. Tujuan keperawatan
Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam
atau mencoba bunuh diri.
2. Tindakan keperawatan
a. Menganjurkan keluarga untuk mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian.

16
b. Menganjurkan keluarga membantu perawat menjauhi barang-barang
berbahaya disekitar pasien.
c. Menganjurkan keluarga untuk tidak membiarkan pasien sering
melamun sendiri.
d. Menjelaskan keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.
3. Strategi Pelaksanaan
a. SP 1 keluarga: percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien
yang mencoba bunuh diri.
1) Orientasi
“selamat pagi bapa/ibu, kenalkan saya suster B, yang merawat putra
bapa dan ibu di rumah sakit ini.”
“bagaimana kalau kita bebincang-bincang tentang cara menjaga agar
A tetap selamat dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana kalau
disini saja kita berbincang-bincang nya pak/bu? ”
(sambil kita awasi terus A)
2) Kerja
“bapa/ibu, A sedang mengalami putus asa yang berat karena
kehilangan sahabatnya karibnya akibat bencana yang lalu sehingga
sekarang A selalu ingin mengakhiri hidupnya.” Karena kondisi A
yang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita semua
perlu mengawasi A terus-menerus. Bapa/ibu harus ikut
mengawasinya.
Dalam kondisi serius seperti ini, A tidak boleh ditinggal sendirian
sedikitpun.”
“bapak/ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang
dapat digunakan A untuk bunuh diri seperti tali tambang, pisau, silet,
dan ikat pinggang. Semua barang-barang tersebut tidak boleh ada di
sekitar A. Selain itu jika bicara dengan A fokus pada hal-hal positif,
seperti melakukan hobinya bermain sepak bola, supaya tidak sempat
melamun sendiri.”
3) Terminasi

17
“bagaimana perasaan bapa dan ibu sekarang setelah mengetahui cara
mengatasi perasaan ingin bunuh diri?”
“coba bapa dan ibu sebutkan lagi cara menjaga A tetap selamat dan
tidak melukai dirinya. Baiklah, mari kita temani A, sampai keinginan
bunuh dirinya hilang.”
4.2 Isyarat Bunuh Diri
4.2.1 Tindakan Keperawatan pada Pasien dengan Isyarat Bunuh Diri
1. Tujuan keperawatan
a. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya.
b. Pasien mampu menguangkapkan perasaan.
c. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya.
d. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
2. Tindakan keperawatan
a. Mendiskusikan cara mengatasi bunuh diri, yaitu dengan meminta
bantuan dari keluarga atau teman.
b. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara:
1) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
2) Memberi pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
3) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
4) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya di syukuri oleh
pasien
5) Merancanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
c. Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara:
1) Mendiskusikan dengan pasien cara meyelesaikan masalahnya
2) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah
3) Mendiskusikan dengan cara menyelesaikan masalah yang lebih baik
3. Strategi Pelaksanaan
a. SP 1 Pasien: melindungi pasien dari isyarat bunuh diri.
1) Orientasi

18
“selamat pagi B! Masih ingat dengan saya? Bagaimana perasaan B
hari ini? Jadi, B merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B
merasa ingin bunuh diri?”
“baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas bagaimana cara
mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Disini
saja ya?.”
2) Kerja
“baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi
kamar B untuk memastikan tidak ada membahayakan B.”
“nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat
untuk mengakhiri a saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“ apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau
keinginan itu muncul, untuk mengatasi nya B harus langsung minta
bantuan kepada perawat atau keluarga dan teman yang sedan besuk.
Jadi, usahakan B jangan pernah sendirian.”
3) Terminasi
“ bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan
kembali apa yang telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana
masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih ada perasaan atau
dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang
lain. Kalau sudah tidak ada keinginan bunuh diri saya akan bertemu B
lagi, untuk membicarakan cara meningkatkan harga diri setengah jam
lagi dan disini saja.”
b. Sp 2 pasien : meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri.
1) Orientasi
“ selamat pagi B! Bagaimana perasaan saat ini? Masih adahkah
dorongan mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang
lalu. Sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur atas
pemberian tuhan yang masih B memiliki. Mau berapa lama?
Dimana?”.

19
2) Kerja
“ apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri siapa saja kira-kira
yang sedih dan rugi kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang
baik dalam kehidupan B. Keadaan yang bagaimana yang membuat B
merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada yang baik yang
patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B
lakukan selama ini. Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan
tersebut, mari kita berlatih”
3) Terminasi
“ bagaiman perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan
kembali apa-apa saja B yang patut syukuri dalam hidup B? Ingat dan
ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan B jika terjadi dorongan
mengakhiri kehidupan(afirmansi). Bagus B! Coba B ingat-ingat lagi
hal-hal lain yang masih B miliki dan perlu disyukuri! Nanti, jam 12
kita bahasa tentang cara kita mengatasi masalah dengan baik, dimana
tempatnya? Baik lah.’’
“kalau ada perasaan-perasaan yang tidak terkendali segerah hubungi
suster yah!’’
c. SP 3 pasien: Meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan
masalah pada pasien isyarat bunuh diri.
1) Orientasi
“selamat siang, B. Bagaiman perasaannya? Masih ada keinginan
bunuh diri? Apalagi hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus!
Sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi
masalah yang selama ini timbul. Mau berapa lama? Disini aja, ya?”
2) Kerja
“coba ceritakan situasi yang membuat B ingin bunuh diri. Selain
bunuh diri, apalagi kira-kira jalan keluarnya? Ternyata banyak juga
jalan keluarnya. Nah, coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian
masing-masing cara tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah
yang paling menguntungkan! Menurut B cara yang mana? Ya, saya

20
setuju. B bisa coba! Mari kita buat rencana kegiatan untuk masa
depan.”
3) Terminasi
“bagaimana perasaan B, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara
mengatasi masalah yang B akan gunakan? Coba dalam satu hari ini, B
menyelesaikan masalah dengan cara yang dipilih B tadi. Besok di jam
yang sama kita akan bertemu lagi di sini untuk membahas pengalaman
B menggunakan cara yang dipilih.
4.2.2 Tindakan keperawatan pada keluarga pasien isyarat bunuh diri
1. Tujuan keperawatan
Keluarga mampu merawat pasien yang berisiko bunuh diri.
2. Tindak keperawatan
a. Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
1) Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang
pernah muncul pada pasien.
2) Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada
pasien yang berisiko bunuh diri.
b. Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
1) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga jika pasien
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
2) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, yaitu dengan:
a) Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien di tempat
yang mudah diawasi, jangan biarkan pasien mengunci diri di
kamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian di rumah.
b) Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh
diri. Jauhkan pasien dari barang-barang yang bisa digunakan
untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan bakar minyak/bensin, api,
pisau, atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti obat
nya, muk atau racun serangga.
c) Selalu melakukan pengawasan dan meningkatkan pengawasan
jika tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah

21
melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukan
tanda dan gejala untuk bunuh diri.
c. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan jika
pasien melakukan percobaan bunuh diri dengan cara:
1) Mencari bantuan tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh diri tersebut.
2) Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan
bantuan medis.
d. Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia
bagi pasien.
1) Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga
kesehatan
2) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol
secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya.
3) Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai
prinsip lima benar, yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar
dosisnya, benar cara penggunaannya, dan benar waktu penggunaanya.
3. Stragi Pelaksanaan
a. SP 1 Keluarga: mengajarkan keluarga tentang cara melindungi
anggota keluarga berisiko bunuh diri (isyarat bunuh diri).
1) Orientasi
“selamat siang pak, bu! Bagaimana keadaan anak bapak/ibu?”
“hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri
dan cara melindungi dari bunuh diri.
“dimana kita akan diskusi?”
“bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama bapak/ibu punya
waktu untuk diskusi?”
2) Kerja
“apa yang bapak/ibu lihat dari perilaku atau ucapan B?”
“bapak/ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda
dan gejala bunuh diri. Pada umumnya orang yang akan melakukan

22
bunuh diri menunjukan tanda melalui percakapan misalnya: saya
tidak ingin hidup lagi, oranglain lebih baik tanpa saya. Apakah B
pernah mengatakannya?”
“kalau bapak/ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, sebaiknya
bapak/ibu mendengarkan ungkapan perasaan dari B secara serius.”
“pengawasan terhadap B ditingkatkan, jangan biarkan B sendirian di
rumah atau jangan dibiarkan mengunci diri di kamar. Kalau
menemukan tanda dan gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang
akan digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya di cegah dengan
meningkatkan pengawasan dan beri dukungan untuk tidak
melakukan tindakan tersebut. Katakana bahwa bapak/ibu saying
pada B. katakana juga kebaikan-kebaikan B!”
“usahakan sedikitnya lima kali sehari bapak/ibu memuji B dengan tulus.
Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya bapak/ibu
mencari bantuan orang lain. Jika tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke
puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan
yang lebih serius.”
“setelah kembali ke rumah, bapak/ibu perlu membantu agar B terus
berobat untuk mengatasi keinginan bunuh diri.”
3) Terminas
“bagaimana pak/bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi
kembali cara-cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”
“ya, bagus. Jangan lupa pengawasan nya ya! Jika ada tanda-tanda
keinginan bunuh diri segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan
untuk pembicaraan yang akan datang tentang cara-cara meningkatkan
harga diri B dan penyelesaian masalah.”
“bagaimana bapak/ibu setuju? Kalau demikian, sampai bertemu lagi
minggu depan di sini dan di waktu yang sama.”
b. SP 2 Keluarga: melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh
diri/ isyarat bunuh diri.
1) Orientasi

23
“Selamat siang Pak, Bu, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang
ketemu lagi.”
“Bagaimana Pak, Bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita
bicarakan minggu lalu.”
“ Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya Pak, Bu?”
“kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B
ya?”
“Berapa lama Bapak dan Ibu mau kita lahihan?”
2) Kerja
“Sekarang anggap saya B, coba Bapak dan Ibu praktikkan cara bicara
yang benar jika B sedang mengalami perasaan ingin mati.”
“Bagus, betul begitu caranya.”
“Sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian kepada B.”
“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan
melakukan kegiatan positifnya sesuai jadwal?”
“Bagus sekali, ternyata Bapak dan Ibu sudah mengerti cara merawat
B.”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencoba nya langsung kepada B?”
(Ulangi lagi semua cara di atas langsung kepada pasien.)
3) Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu setelah kita berlatih cara
merawat B di rumah?”
“Setelah ini coba Bapak dan Ibu lakukan apa yang sudah di latih tadi
setiap kali Bapak dan Ibu membesuk B.”
“baiklah bagaimana kalau dua hari lagi Bapak dan Ibu datang kembali
ke sini dan kita akan mencoba lagi cara merawat B sampai Bapak
dan Ibu lancar melakukannya.”
“Jam berapa Bapak dan Ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu.”
c. SP 3 Keluarga: Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
pasien risiko bunuh diri.

24
1) Orientasi
“Selamat siang Pak, Bu, hari ini B sudah boleh pulang, sebaiknya kita
membicarakan jadwal B selama di rumah. Berapa lama kita bisa
diskusi? Kita bicara di sini saja ya.”
2) Kerja
“Pak, Bu, ini jadwal B selama di rumah sakit, coba perhatikan,
dapatkah dilakukan di rumah?”
“Tolong dilanjutkan, dirumah, baik jadwal aktivitas maupun jadwal
minum obatnya.”
“Hal-hal. Yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampikan oleh B selama di ruamh. Misalnya, B terus-menerus
mengatakan ingin bunuh diri, tampak gelisah dan tidak terkendali
serta tidak memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain,
tolong Bapak dan Ibu segera hubungi Suster H di Puskesmas
Indraputra, puskesmas terdekat dari rumah Ibu dan Bapak, ini nomer
telepon puskesmasnya (0651)853xxx. ”
3) Terminasi
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan
harian B untuk di bawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di
Puskesmas Inderaputri. Jangan lupa control ke puskesmas sebelum
obat habis atau ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan
administrasinya!”
4.3 Evaluasi SP
4.3.1 Evaluasi Keperawatan
Selanjutnya, setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi dilakukan
terhadap kemampuan pasien resiko bunuh diri dan keluarga nya serta
kemampuan perawat dalam merawat pasien risiko bunuh diri.
4.3.2 Terapi aktivitas kelompok (TAK)
Terapi kelompok yang dapat di lakukan untuk pasien dengan bunuh diri
adalah sebagai berikut:

25
Evaluasi Kemampuan Pasien Risiko Bunuh Diri dan Keluarganya
Nama pasien:
Ruangan :
Nama perawat:
Petunjuk:
Berilah tanda checklist (√) jika pasien mampu melakukan
kemampuan di bawah ini.
Tuliskan tanggal setiap dilakukan supervise.
No. Kemampuan Tanggal

A Pasien
1. Menyebutkan cara mengamankan benda
– benda berbahaya
2. Menyebutkan cara mengandalkan
dorongan bunuh diri
3. Menyebutkan aspek positif diri
4. Menyebutkan koping konstruktif untuk
mengatasi masalah
5. Menyebutkan rencana masa depan
6. Membuat rencana masa depan
B Keluarga
1. Menyebutkan pengertian bunuh diri dan
proses terjadinya bunuh diri
2. Menyebutkan tanda dan gejala resiko
bunuh diri
3. Menyebutkan cara merawat pasien resiko
bunuh diri
4. Membuat jadwal aktivitas dan minum
obat pasien dirumah (perencanaan
pulang)

26
5. Memberikan pujian atas kemampuan
pasien

Evaluasi Kemampuan Perawat dalam Merawat Pasien Resiko Bunuh


Diri
Nama Pasien :
Ruangan :
Nama Perawat :
Petunjuk:
a. Berilah tanda checklist (√) pada tiap kemampuan yang
ditampilkan.
b. Evaluasi tindakan keperawatan untuk setiap SP dilakukan
menggunakan instrument Evaluasi Penampilan Klinik Perawat
MPKP
c. Masukkan nilai tiap Evaluasi Penampilan Klinik Perawat MPKP
ke dalam baris nilai SP nilai SP.

No Kemampuan Tanggal
.
A Pasien
SP 1 Pasien
1. Mengidentifikasi benda – benda yang dapat
membahayakan pasien
2. Mengamankan benda – benda yang dapat
membahayakan pasien
3. Melakukan Kontrak Terapi
4. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh
diri
5. Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri

27
Nilai SP 1 Pasien
SP 2
1. Mengidentifikasi aspek positif pasien
2. Mendorong pasien untuk berpikir positif terhadap
diri
3. Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai
individu yang berharga
Nilai SP 2 Pasien
SP 3 Pasien
1. Mengidentifikasi pola koping yang biasa
diterapkan pasien
2. Menilai pola koping yang biasa dilakukan
3. Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
4. Mendorong pasien memilih pola koping yang
konstruktif
5. Mengajurkan pasien menerapkan pola koping
konstruktif dalam kegiatan harian
Nilai SP 3 Pasien
SP 4 Pasien
1. Membuat Rencana masa depan yang realistis
bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa
depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan
dalam rangka meraih masa depan yang realistis
Nilai SP 4 Pasien
Keluarga
SP 1 Keluarga
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien

28
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala resiko
bunuh diri, dan jenis perilaku bunuh diri yang
dialami pasien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara – cara merawat pasien resiko
bunuh diri
Nilai SP 1 Keluarga
SP 2 Keluarga
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien resiko bunuh diri
Nilai SP 1 Keluarga
SP 2 Keluarga
1. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat
pasien dengan resiko bunuh diri
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung kepada pasien resiko bunuh diri
Nilai SP 2 Keluarga
SP 3 Keluarga
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas
dirumah termasuk minum obat (perencanaan
pulang)
2. Menjelaskan kepada keluarga pasien setelah
pulang
Nilai SP 3 Keluarga
Total Nilai: SP pasien + SP keluarga
Rata - rata

29
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

30
DAFTAR PUSTAKA

https://news.detik.com/berita/d-4391681/tingkat-bunuh-diri-indonesia-dibanding-
negara-negara-lain (diakses pada tanggal 30 Desember 2019)
https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4741467/ini-pemicu-usia-produktif-di-
jabar-rentan-ingin-bunuh-diri (diakses pada tanggal 30 Desember 2019)
https://www.academia.edu/8977353/Asuhan_Keperawatan_RESIKO_BUNUH_D
IRI (diakses pada tanggal 30 Desember 2019)

31

Anda mungkin juga menyukai