Anda di halaman 1dari 51

TUGAS KELOMPOK KEPERAWATAN JIWA II

“KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN JIWA: ISOLASI SOSIAL”

DOSEN PENGAMPU :
Ns. Muhammad Rhomandoni, S.Kep.,M.Kes

DISUSUN OLEH :

Kelompok 2

1. Ainun Rofiqoh (20170811024010)


2. Nur Azizah (20170811024052)
3. Renny Sundari Saklil (20170811024077)
4. Rosye Tasya Teresha Korwa (20170811024003)
5. Obeth Barerd Noriwari (20170811024075)
6. Maretha Persila S. Boky (20170811024040)
7. Mikilena Weya (20170811024049)
8. Lia Wonda (20170811024099)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA atas segala
kemampuan rahmat dan berkat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Tugas Keperawatan Jiwa II : Askep Isolasi Sosial” . Makalah ini kami susun agar
pembaca dapat memahami tentang materi mengenai model dan konsep Kesehatan Jiwa II serta
masalahnya. Semoga makalah yang sederhana ini dapat memberi wawasan dan pemahaman yang
luas kepada pembaca.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh
karena itu kami sangat menghargai akan saran dan kritik untuk membangun makalah ini lebih
baik lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan,semoga melalui makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.

Jayapura, Oktober 2019

Penyusun

[2]
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................................4
1.2 Rumusan masalah .........................................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan ..........................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI................................................................................................................... 6
2.1 Konsep Dasar .................................................................................................................................6
2.2 Psikodinamika................................................................................................................................7
2.3 Menifestasi Klinis ........................................................................................................................11
2.4 Rentang Respon Sosial ..............................................................................................................13
2.5 Penatalaksanaan Medis dan Perawat ..........................................................................................14
2.6 Pemeriksaan Penunjang (ECT / Psikotherapy) ........................................................................15
2.7 Konsep Asuhan Keperawatan ......................................................................................................16
BAB III STRATEGI KOMUNIKASI .................................................................................................. 25
3.1 STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1) ISOLASI SOSIAL ......................................................25
3.2 STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP 2) .....................................................................................28
3.3 STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP 3) ISOLASI SOSIAL ......................................................31
3.4 STRATEGI PELAKSANAAN 4 (SP 4) ISOLASI SOSIAL ......................................................33
BAB IV TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) ........................................................................ 36
TAK STIMULASI ISOLASI SOSIAL .............................................................................................40
BAB V PENUTUP ............................................................................................................................... 49
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................................................49
5.2 Saran ............................................................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................... 50

[3]
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Isolasi Sosial atau Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidak mampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan
lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering
melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien
melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku,
pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan
emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang
dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain
(Stuart dan Sundeen, 1998). Dalam membina hubungan sosial, individu berada dalam
rentang respon yan adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan
respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang berlaku,
sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
budaya. Respon sosial dan emosional yang maladaptif sering sekali terjadi dalam
kehidupan sehari hari, khususnya sering dialami pada pasien menarik diri sehingga
melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif penulis berusaha
memberikan asuhan keperawatan yang semaksimal mungkin kepada pasien dengan
masalah keperawatan utama kerusakan interaksi sosial : menarik diri. Menurut pengajar
Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Surjo Dharmono,
penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di perbagai Negara menunjukkan,
sebesar 20-30 persen pasien yang datang ke pelayanan kesehatan dasar menunjukkan
gejala gangguan jiwa. Bentuk yang paling sering adalah kecemasan dan depresi.
Dari segi kehidupan sosial kultural, interaksi sosial adalah merupakan hal yang
utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan interaksi
sosial : menarik diri akan menjadi suatu masalah besar dalam fenomen kehidupan,
yaitu terganggunya komunikasi yang merupakan suatu elemen penting dalam
mengadakan hubungan dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya (Carpenito,
1997)

[4]
1.2 Rumusan masalah
1. Apa definisi dari isolasi sosial ?
2. Bagaimana proses terjadinya masalah?
3. Bagaimana terjadinnya komplikasi?
4. Apa saja pengkajian keperawatan ?
5. Apa saja stategi komunikasi pada klien dengan isolasi sosial?
6. Bagaimana Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) pada klien dengan Isolasi sosial?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan sebagai berikut :
1. Mengetahui gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien yanng menderita
penyakit isoslasi sosial
2. Mampu mendiagnosa keperawatan pada pasien yang mengalami isolasi sosial
3. Dapat mengetahui perencanaan keperawatan selanjutnya.
4. Mengetahui stategi komunikasi pada klien dengan isolasi sosial
5. Mengetahui Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) pada klien dengan Isolasi social

[5]
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar
1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Berikut beberapa pengertian isolasi sosial yang dikutip dari Pasaribu (2008).
Menurut Townsend, isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam
bagi dirinya. Kelainan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang
individu berpartisipasi dalam suatu kuantitas yang tidak cukup atau berlebih atau
kualitas interaksi sosial tidak efektif. Menurut Depkes RI penarikan diri atau
withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun
minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara
atau menetap. Menurut Carpenito, Isolasi sosial merupakan keadaan di mana
individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk
meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat
kontak. Menurut Rawlins & Heacock, isolasi sosial atau menarik diri merupakan
usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu
merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir,
berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Menurut Dalami, dkk. (2009), isolasi sosial adalah gangguan dalam
berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang
mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.

[6]
2.2 Psikodinamika
1. Etiologi
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negative
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang
ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga
dapat mencederai diri, (Carpenito,L.J, 1998)
Pada setiap tahap tumbuh kembang individu terdapat tugas perkembangan
yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan hubungan sosial, setiap individu
harus melewati masa bayi yang sangat tergantung dengan orang yang terpercaya,
masa sekolah anak dimulai mengenal hubungan yang lebih luas khususnya sekolah,
masa remaja dimana dekat dengan temannya tapi remaja mengembangkan keininan
orang tua dan teman– temannya, masa dewasa muda adalah independent dengan
teman atau orang tua individu belajar menerima dan sudah matang dan
mempunyai rasa percaya diri, sehingga sudah menjalani hubungan dengan orang
lain, masa dewasa tua masa dimana individu akan merasa terbuka karena
kehilangan dan mulai menyembunyikan perasaan terkait dengan budaya. Sistem
keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial maladaptif.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa individu yang mengalami masalah ini
adalah orang yang tidak berhasil memasahkan dirinya dari orang tua. (Gail, 2006 :
hal 276)
Faktor perkembangan biologi dan sosiokultural merupakan faktor
predisposisi terjadi perilaku menarik diri, kegagalan perkembangan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu,
takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, tidak mampu
merumuskan kegiatan dan merasa tertekan. Keadaan ini menimbulkan perilaku
tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain,
menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari –hari hampir terabaikan. Faktor
sosiokultural dan psikologis merupakan faktor presipitasi pada umunya mencakup
kejadian kehidupan yang penuh stres seperti kehilangan yang mempengaruhi
kemampuan individu yang berhubungan dengan orang lain menyebabkan ansietas.

[7]
Faktor sosiokultural dapat ditimbilkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga,
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya merupakan ansietas .
misalnya, karena dirawat di RS. Faktor psikologis dapat menimbulkan ansietas
tinggi karena tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang
lain untuk memenuhi kebutuhan.
a. Faktor Predisposisi
Menurut Dalami (2009 : hal 3) faktor predisposisi antara lain :
1) Faktor Perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial
berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang. Mulai usia bayi sampai
dengan dewasa lanjut untuk dapat mengembangkan hubungan sosial yang
positif. Diharapkan setiap tahapan perkembangan dapat dilalui dengan
sukses.Sistem keluarga yang tergantung.Dapat berperan dalam perkembangan
respons social maladaptif.
Yang paling sering adalah adanya gangguan dalam mencapai tugas
perkembangan sehingga individu tidak dapat mengembangkan hubungan
yang sehat.
a) Masa bayi : bayi umumnya menggunakan komunikasi yang sangat
sederhana dalam menyampaikan kebutuhannya. Karena bayi sangat
tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan biologis dan
psikologisnya. Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan rasa tidak
percaya pada diri sendiri dan orang lain, serta menarik diri.
b) Toodler : mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri.
c) Pra Sekolah : anak menggunakan kemampuan berhubungan yang telah
dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga. Dalam
hal ini, anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga
khususnya pemberian positif terhadap perilaku anak yang adaptif.
Kegagalan anak dalam berhubungan mengakibatkan anak tidak mampu
mengontrol diri, tergantung, ragu, menarik diri dari lingkungan, pesimis.
d) Anak sekolah : pada usia ini anak mulai mengenal bekerjasama,
kompetisi, kompromi. Konflik sering terjadi dengan orang tua. Teman

[8]
dan orang dewasa merupakan sumber pendukung yang penting bagi anak.
Kegagalan dalam tahap ini mengakibatkan anak menjadi frustasi, putus
asa, merasa tidak mampu, dan menarik diri dari lingkungan.
e) Pra remaja : pada usia ini, anak mengembangkan hubungan intim dengan
teman sebaya dan teman sejenis maupun lawan jenis.Kegagalan membina
hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan orang tua akan
mengakibatkan keraguan akan identitas dan rasa percaya diri yang
kurang.
f) Dewasa muda : individu belajar mengambil keputusan dengan
memperhatikan saran dan pendapat orang lain seperti memilih pekerjaan,
karir, melangsungkan pernikahan.Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan
individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain, putus asa
akan karir.
g) Dewasa tengah : individu pada usia dewasa tengah umumnya telah
menikah. Individu yang perkembangannya baik akan dapat
mengembangkan hubungan dan dukungan yang baru.Kegagalan pada
tahap ini mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada dirinya sendiri,
produktivitas dan kreatifitas berkurang, dan perhatian terhadap orang lain
berkurang.
h) Dewasa lanjut : individu tetap memerlukan hubungan yang memuaskan
dengan orang lain. Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan perilaku
menarik diri.
2) Faktor Biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respons sosial maladaptive
menurut (Gail, 2006 : hal 430). Terjadinya penyakit jiwa pada individu
juga dipengaruhi oleh keluarganya disbanding dengan individu yang tidak
mempunyai riwayat penyakit terkait.
3) Faktor Sosiokultural
Menurut (Gail,2006 : hal 431) Isolasi sosial merupakan faktor utama
dalam gangguan hubungan. Hal ini akibat dari transiensi: norma yang tidak
mendukung pendekatan terhadap orang lain atau tidak menghargai anggota

[9]
masyarakat yang kurang produkstif seperti lanjut usia (lansia), orang cacat,
penderita kronis. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku,
dan system nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.

4) Faktor Dalam Keluarga


Menurut (Gail, 2006 : hal 279) pola komunikasi dalam keluarga
dapat mengantar seseorang dalam gangguan berhubungan, bila keluarga
hanya mengiformasikan hal – hal yang negative akan mendorong anak
mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua pesan yang bertentangan
disampaikan pada saat yang bersamaan, mengakibatkan anak menjadi
traumatik dan enggan berkomunikasi dengan orang lain.
b. Faktor Presipitasi
Menurut (Gail, 2006 : hal 280) faktor presipitasi terdiri dari :
1) Stresor Sosiokultural
Stres dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah
dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stresor Psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan
dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.
2. Proses terjadinya masalah
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri
atau isolasi sosial yang tidak disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa
dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,
kekecewaan, kecemasan.
Perasaan tidak berharga dapat menyebabkan individu makin sulit dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi mundur,
mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap
penampilan dan keberhasilan diri. Sehingga individu semakin tenggelam dalam
perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitif antara lain

[10]
tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut
menjadi halusinasi. Halusinasi melatarbelakangi adanya komplikasi.
3. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin ditimbulkan pada kliendengan isolasi sosial antara lain :
a. Defisit perawatan diri
b. Resiko terjadinya gangguan sensori persepsi halusinasi
4. Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif, menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan
dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Gail, 2006 : hal 281). Koping yang
berhubungan dengan gangguan kepribadian anti sosial antara lain :proyeksi,
merendahkan orang lain. Koping ini berhubungan dengan gangguan kepribadian
ambang : formasi reaksi, isolasi, idelisasi orang lain dan merendahkan orang lain.
5. Sumber Koping
Menurut (Gail, 2006 : hal 280), sumber koping berhubungan dengan respon
sosial maladaptif meliputi : keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan
teman.
6. Pohon Masalah
Resiko gangguan sensori persepsi halusinasi

Isolasi Sosial

Harga diri rendah

2.3 Menifestasi Klinis


Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial akan ditemukan data
objektif meliputi apatis, ekspresi wajah sedih, afek tumpul, menghindar dari orang
lain, klien tampak memisahkan diri dari orang lain, komunikasi kurang, klien
tampak tidak bercakap – cakap dengan klien orang lain, tidak ada kontak mata
atau kontak mata kurang, klien lebih sering menunduk, berdiam diri di kamar
klien. Menolak berhubungan dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari –

[11]
hari, meniru posisi janin pada saat tidur. Sedangkan untuk data subjektif sukar
didapat jika klien menolak komunikasi. Beberapa data subjektif adalah menjawab
dengan singkat, dengan kata – kata “ tidak”, “ ya “, dan “tidak tahu”. (Dalami,
2009 : hal 10).

1) Data Subjektif
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah
menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata “tidak “, “iya”, “tidak tahu”.
2) Data Objektif
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari orang lain,
misalnya pada saat makan.
c. Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/
perawat.
d. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
f. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi
jika diajak bercakap-cakap.
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan rumah
tangga sehari-hari tidak dilakukan.
h. Posisi janin pada saat tidur.

3) KARAKTERISTIK PERILAKU
a. Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
b. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
c. Kemunduran secara fisik.
d. Tidur berlebihan.
e. Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
f. Banyak tidur siang.
g. Kurang bergairah.
h. Tidak memperdulikan lingkungan.

[12]
i. Kegiatan menurun.
j. Immobilisasai.
k. Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
l. Keinginan seksual menurun.

2.4 Rentang Respon Sosial


Rentang respon sosial menurut (Gail W. Stuart ; 2006 hal 277) adalah :

Rentang Respon Sosial

Respon adaptif Respon maladaptif

Solitut Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisme
Saling ketergantungan
Gambar.1.1 Rentang respon social, (Stuart and Sundeen, 1998).

Keterangan rentang respons:

1) Respons adaptif adalah respons yang diterima oleh norma sosial dan kultural dimana
individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal. Adapun respons adaptif
tersebut:
a. Menyendiri
Respons yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan di
lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan menentukan
langkah berikutnya.
b. Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide- ide individu.
c. Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal di mana individu tersebut mampu
untuk memberi dan menerima.

[13]
d. Saling Ketergantungan
Saling ketergantungan individu dengan orang lain dalam hubungan interpersonal.
2) Respon maladatif adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma – norma sosial dan kebudayaan suatu tempat.
Karakteristik dari perilaku maladatif tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kesepian
Keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara
terbukakepada orang lain.
b. Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan
dengan orang lainuntuk mencari ketenangan sementara waktu.
c. Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang dimiliki.
d. Manipulasi
Orang lain diperlakukan seperti objek, hubungan terpusat pada masalah
pengendalian, berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan berorientasi
pada orang lain.
e. Impulsif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman,
penilaian yang buruk, tidak dapat diandalkan.
f. Narkisisme
Harga diri yang rapuh secara terus-menerus berusaha mendapatkan penghargaan
dan pujian, sikap egoisentris, pencemburuan, marah jika orang lain tidak
mendukung.
2.5 Penatalaksanaan Medis dan Perawat
1. Medis
Jenis penatalaksanaan yang biasa dilakukan dalam kelompok penyakit skizofrenia
termasuk isolasi sosial adalah :
Psikofarmaka
Adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala – gejala gangguan jiwa. Yang tergolong dalam pengobatan
psikofarmaka antara lain :

[14]
1) Chlorpromazine (CPZ)
Atas indikasi untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat untuk menilai
realistis, waham halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku atau tidak terkendali
tidak mampu bekerja. Dengan efek samping hipotesis, epilepsy, kelainan jantung,
febris, ketergantungan obat.
2) Haloperidol (HLP)
Atas indikasi berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari – hari dengan efek samping yaitu :
penyakit hati, penyakit darah (anemia, leucopenia, agranulositosis), epilepsy,
kelainan jantung, febris, dan ketergantungan obat.
3) Tryhexipenidil (THP)
Atas indikasi segala jenis perkinson, termasuk pasca encephalitis dengan
efek samping yaitu mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urin. Kontra
indikasinya yaitu hipersensitif terhadap tryhexipenidil, glukosa sudut sempit,
hipertropi prostate dan obstruksi saluran cerna.
2. Prinsip Keperawatan
Menerapkan teknik therapeutik, melibatkan keluarga, kontak sering tetapi
singkat, peduli, empati, jujur, menepati janji, memenuhi kebutuhan sehari – hari,
libatkan klien TAK.

2.6 Pemeriksaan Penunjang (ECT / Psikotherapy)


Merupakan pengobatan untuk menurunkan kejang grandial yang menghasilkan efek
samping tetapi dengan menggunakan arus listrik. Tujuan untuk memperpendek
lamanya skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain. Dengan
kekuatan 75 – 100 volt, ECT diberikan pada klien dengan indikasi depresi berat dan
terapi obat sebelumnya tidak berhasil, klien akan beresiko bunuh diri dan skizofrenia
akut.

[15]
2.7 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Keliat (2005 : hal 3) pengkajian merupakan tahap awal dan dasar
utama dari proses keperawatan, tahap pengkajian terdiri dari atas pengumpulan
data dan perumusan masalah. Data yang dikumpulkan meliputidata biologis,
psikologis, sosial, dan spiritual.
Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi factor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan
kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan Larry, 2005 :)
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien.
Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi
pengkajian meliputi:
1) Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal
MRS, informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2) Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang
atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak
melakukan kegiatan sehari – hari , dependen
3) Faktor predisposisi
Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur
sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai
suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban
perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak
menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama
4) Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik
yang dialami oleh klien.
5) Aspek Psikososial

[16]
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
a) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak
penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi
dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan,
mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak
mampu mengambil keputusan .
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua ,
putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan
kurang percaya diri.
6) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social dengan
orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
7) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)

8) Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat
memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan
dengan orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam
hidup.

[17]
9) Kebutuhan persiapan pulang.
a. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
membersikan dan merapikan pakaian.
c. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan
e. diluar rumah
f. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
10) Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang
orang lain ( lebih sering menggunakan koping menarik diri)
11) Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,Psikomotor,
therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
12) Masalah Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri
2. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
3. Kekerasan, resiko tinggi
4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
5. Motivasi perawatan diri kurang
6. Defisit perawatan diri
7. Koping keluarga inefektif : ketidak mampuan keluarga untuk merawat klien di
rumah (Keliat,B.A,2005:201)

[18]
13) Pohon Masalah
Resiko perubahan sensori persepsi : Halusinasi

Isolasi Sosial Core problem

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

2. Diagnosa Keperawatan:
Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola
respons klien baik aktual maupun potensial (Keliat, 2005 :hal 7).
1. Isolasi Sosial
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. Resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi

3. Perencanaan Keperawatan

a. Perencanaan keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat
mencapai setiap tujuan khusus. Perawat dapat memberikan alasan ilmiah terbaru
dari tindakan yang diberikan. Alasan ilmiah merupakan pengetahuan yang
berdasarkan pada literatur, hasil penelitian atau pengalaman praktek.
Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan

Isolasi Sosial: Menarik Diri

Tujuan Umum (TUM) Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.

Tujuan Khusus (TUK) Kriteria Hasil Rencana Tindakan

TUK 1 : Klien dapat 1. Menunjukan tanda- 1. Bina hubungan saling percaya


membina hubungan tanda percaya kepada
perawat : wajah 2. Beri salam setiap berinteraksi,
saling percaya. perkenalkan nama, nama panggilan
cerah, tersenyum, mau
berkenalan, ada perawat dan tujuan perawat berkenalan,
kontak mata, 3. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji

[19]
2. Bersedia menceritakan setiap berinteraksi
perasaannya,
4. Buat kontak interaksi yang jelas,
3. Bersedia
mengungkapkan 5. Dengarkan dengan penuh perhatian
masalahnya. ekspresi perasaan klien.

TUK 2 : Klien Klien dapat menyebutkan 1. Tanyakan kepada klien tentang orang
mampu menyebutkan minimal satu penyebab yang tinggal serumah atau teman
menarik diri dari orang
penyebab menarik diri. sekamar klien.
lain dengan lingkungan.
2. Tanyakan orang yang paling dekat
dengan klien di rumah atau diruang
keperawatan, apa yang membuat klien
dekat dengan orang tersebut, orang
yang tidak dekat dengan klien di
rumah atau di ruang keperawatan, apa
yang membuat klien tidak dekat dengan
orang lain.
3. Tanyakan upaya yang sudah dilakukan
agar dekat dengan orang lain
4. Diskusikan dengan klien penyebab
menarik diri atau tidak mau bergaul
dengan orang lain
5. Beri pujian terhadap klien
megungkapkan perasaannya.
TUK 3 : Klien Klien dapat menyebutkan 1. Tanyakan pada klien tentang manfaat
mampu menyebutkan keuntungan berhubungan hubungan sosial dan kerugian menarik
sosial dan kerugian diri
keuntungan
mnearik diri.
berhubungan sosial dan 2. Diskusikan bersama klien tentang
manfaat berhubungan sosial dan
kerugian menarik diri.
kerugian menarik diri.

3. Beri pujian terhadap kemampuan klien


mengungkapkan perasaan.

[20]
TUK 4 : Klien dapat Klien dapat melaksanakan 1. Observasi perilaku klien saat
melaksanakan hubungan sosial secara berhubungan social
hubungan sosial secara bertahap dengan perawat,
2. Beri motifasi dan Bantu klien untuk
bertahap. orang lain dan kelompok.
berkenalan atau berkomunikasi dengan
orang lain
3. Libatkan klien dalam terapi aktifitas
kelompok sosialisasi
4. Diskusikan jadwal harian yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan klien untuk bersosialisasi
5. Beri motifasi klien untuk melakukan
kegiatan sesuai jadwal yang telah dibuat
6. Beri pujian terhadap kemampuan klien
memperluas pergaulannya melalui
aktivitas yang dilaksanakan.
TUK 5: Klien mampu Klien dapat menjelaskan 1. Diskusikan dengan klien tentang
menjelaskan perasaan perasaannya setelah perasaannya setelah berinteraksi dengan
setelah berhubungan berhubungan sosial orang lain
sosial dengan orang lain
2. Beri pujian terhadap kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya.

TUK 6 : Klien Keluarga dapat 1. Diskusikan pentingnya peran serta


mendapat dukungan menjelaskan tentang keluarga sebagai pendukung untuk
keluarga dalam
pengertian menarik diri, mengatasi prilaku menarik diri,
memperluas hubungan
sosial. tanda dan gejala menarik 2. Diskusikan potensi keluarga untuk
diri, penyebab dan membantu klien mengatasi perilaku
akibat, cara merawat menarik diri
klien menarik diri. 3. Latih keluarga dalam merawat klien
menarik diri
4. Tanyakan perasaan keluarga agar
membantu klien untuk bersosialisasi
5. Beri pujian kepada keluarga atas

[21]
keterlibatan merawat klien di rumah
sakit.
TUK 7 : klien dapat Klien menyebutkan 1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat
memanfaatkan obat manfaat minum obat, dan kerugian tidak minum obat
dengan baik.
kerugian tidak minum 2. Pantau klien saat penggunaan obat
obat, nama, warna, dosis, 3. Beri pujian jika klien menggunakan obat
efek terapi dan efek dengan benar
samping. Setelah tiga kali 4. Diskusikan akibat berhenti minum obat
interaksi klien tanpa konsultasi dengan dokter
mendemonstrasikan
5. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada
penggunaan obat dengan dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang
benar. Setelah tiga kali tidak diinginkan.

interaksi klien
menyebutkan akibat
berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter.

4. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanana tindakan keperawatan merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan. Dan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi
dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini
(here and now) (Keliat,2005, hal 17). Jenis Tindakannya seperti :
1. Secara mandiri (independent)
Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu klien dalam
mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya stressor (penyakit).
Misalnya ; membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari – hari, memberikan
dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar, menciptakan
lingkungan terapeutik.
2. Saling ketergantungan atau kolaborasi ( interdependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim perawatan atau dengan

[22]
tim kesehatan lainnya. Seperti dokter, fisioterapi, analis kesehatan, dan sebagainya.
Misalnya ; pemberian obat – obatan sesuai dengan intruksi dokter. Jenis dosis dan
efek samping menjadi tanggung jawab dokter tetapi pemberian obat sampai atau tidak
menjadi tanggung jawab.
3. Rujukan atau ketergantungan ( dependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain, diantaranya :
dokter, psikologi, pskiater, ahli gizi, fisioterapi. Misalnya ; terapi aktivitas kelompok.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada klien. Evaluasi dilakukan terus – menerus pada respons klien terhadap tindakan
keperawatan yang dilaksanakan (Keliat, 2005: hal 17). Hasil yang diharapkan pada klien,
yaitu: klien dapat membina hubungan saling percaya dengan orang lain, klien dapat
menyebutkan penyebab menarik diri, klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan
sosial, klien dapat melaksanakan hubungan sosial, klien mampu menjelaskan perasaannya
setelah berhubungan sosial dengan orang lain, kelompok. Klien mendapat dukungan
keluarga dalam memperluas hubungan sosial, klien dapat memanfaatkan obat.
6. Strategi Pelaksanaan
Dx : Isolasi sosial : Menarik diri
1. Pasien
SP I p
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
2. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
5. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam
kegiatan harian
SP II p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
3. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian

[23]
SP III p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan kepada pasien berkenalan dengan dua orang atau lebih
3. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian
2. Keluarga
SP I k
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat psien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial
SP II k
1. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada psien isolasi sosial
SP III k
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat (discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

[24]
BAB III
STRATEGI KOMUNIKASI

3.1 STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1) ISOLASI SOSIAL


A. Proses Keperawatan.
1. Kondisi Klien
Data subjektif :
 Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
 Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya.
 Klien merasa orang lain tidak selevel.
Data objektif :
 Klien tampak menyendiri.
 Klien terlihat mengurung diri.
 Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial.
3. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
c. Klien mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian hubungan dengan orang lain.
d. Klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap.
e. Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain.
f. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial.
g. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien.
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
f. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian.

[25]
B. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orentasi
a. Salam Terapeutik.
Assalamualaikum..!!! selamat pagi bu…… perkenalkan nama saya Ainun
Rofiqoh, biasa dipanggil Ainun. Saya mahasiswa Keperawatan Universitas
Cenderawasih. yang akan dinas di ruangan Dewa Ruci ini selama 3 minggu. Hari
ini saya dinas pagi dari jam 07:00 sampai jam 14:00 siang. Saya akan merawat
ibu selama di rumah sakit ini. Nama ibu siapa? Senangnya ibu di panggil apa?
b. Evaluasi / Validasi.
Bagaimana perasaan Bu…… hari ini? O.. jadi Bu merasa bosan dan tidak
berguna.
Apakah Ibu masih suka menyendiri ??
c. Kontrak.
Topik:
Baiklah Bu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang perasaan Bu dan
kemampuan yang Bu miliki? Apakah bersedia? Tujuananya Agar ibu dengan
saya dapat saling mengenal sekaligus ibu dapat mengetahui keuntungan
berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
Waktu : Berapa lama Bu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit
saja ya?
Tempat : Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?

2. Fase kerja
Dengan siapa ibu tinggal serumah?
Siapa yang paling dekat dengan ibu?
apa yang menyebabkan ibu dekat dengan orang tersebut?
Siapa anggota keluarga dan teman ibu yang tidak dekat dengan ibu?
apa yang membuat ibu tidak dekat dengan orang lain?
Apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan saat bersama keluarga?
Bagaimana dengan teman-teman yang lain?
Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul dengan orang lain?

[26]
Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan orang lain?
Menurut ibu apa keuntungan kita kalau mempunyai teman?
Wah benar, kita mempunyai teman untuk bercakap-bercakap.
Apa lagi ibu? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa)
Nah kalau kerugian kita tidak mempunyai teman apa ibu? ya apa lagi? (sampai
menyebutkan beberapa) jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya.
Kalau begitu ingin ibu belajar berteman dengan orang lain?
Nah untuk memulainya sekrang ibu latihan berkenalan dengan saya terlebih dahulu.
Begini ibu, untuk berkenalan dengan orang lain dengan orang lain kita sebutkan
dahulu nama kita dan nama panggilan yang kita sukai.
Contohnya: nama saya Ainun Rofiqoh, senang dipanggil Ainun.
Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya nama
Bapak siapa ? senangnya dipanggil apa?
Ayo bu coba dipraktekkan! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. coba ibu
berkenalan dengan saya.
Ya bagus sekali ibu!! coba sekali lagi ibu..!!! bagus sekali ibu!!
Setelah berkenalan dengan ibu, orang tersebut diajak ngobrol tentang hal-hal yang
menyenangkan. Misalnya tentang keluarga, tentang hobi, pekerjaan dan sebagainya,
Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan teman ibu.
(dampingi pasien bercakap-cakap).

3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?
Nah sekarang coba ulangi dan peragakan kembali cara berkenalan dengan orang
lain!
b. RTL
Baiklah ibu, dalam satu hari mau berapa kali ibu latihan bercakap-cakap dengan
teman? Dua kali ya ibu? baiklah jam berapa ibu akan latihan? Ini ada jadwal
kegiatan, kita isi pasa jam 11:00 dan 15:00 kegiatan ibu adalah bercakap-cakap
dengan teman sekamar. Jika ibu melakukanya secara mandiri makan ibu

[27]
menuliskan M, jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau
teman maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T. apakah
ibu mengerti? Coba ibu ulangi? Naah bagus ibu.
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang pengalaman
ibu bercakap-cakap dengan teman-teman baru dan latihan bercakap-cakap
dengan topik tertentu. apakah ibu bersedia?
Waktu : Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Tempat : Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
ruang tamu?? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok
ibu. saya permisi Assalamualaikum Wr,Wb.

3.2 STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP 2)


A. Proses Keperawatan.
1. Kondisi Klien.
Data subjektif :
 Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
Data objektif :
 Klien menyendiri di kamar.
 Klien tidak mau melakukan aktivitas di luar kamar.
 Klien tidak mau melakukan interaksi dengan yang lainnya.
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial.
3. Tujuan.
a. Klien dapat mempraktekkan cara berkenalan denagn orang lain.
b. Klien memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu
orang.

[28]
c. Membenatu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian.

B. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik
Assalamualaikum, Selamat pagi ibu, Masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan kesepian,
bagaimana semangatnya untuk bercakap-cakap dengan teman? Apakah ibu sudah
mulai berkenalan dengan orang lain? Bagai mana perasaan ibu setelah mulai
berkenalan?
c. Kontrak :
Topik :
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan bagai mana
berkenalan dan bercakap-cakap dengan 2 orang lain agar ibu semakin banyak teman.
Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?

2. Fase Kerja.
Baiklah hari ini saya datang bersama dua orang ibu perawat yang juga dinas di ruangan
Dewa Ruci, ibu bisa memulai berkenalan.. apakah ibu masih ingat bagaimana cara
berkenalan? (beri pujian jika pasien masih ingat, jika pasien lupa, bantu pasien mengingat
kembali cara berkenalan) nah silahkan ibu mulai (fasilitasi perkenalan antara pasien
dengan perawat lain) wah bagus sekali ibu, selain nama,alamat, hobby apakah ada yang
ingin ibu ketahui tetang perawat C dan D? (bantu pasien mengembangkkan topik
pembicaraan) wah bagus sekali, Nah ibu apa kegiatan yang biasa ibu lakukan pada jam
ini? Bagai mana kalau kita menemani teman ibu yang sedang menyiapkan makan siang di

[29]
ruang makan sambil menolong teman ibu bisa bercakap-cakap dengan teman yang lain.
Mari bu.(dampingi pasien ke ruang makan) apa yang ingin ibu bincangkan dengan teman
ibu. ooh tentang cara menyusun piring diatas meja silahkan ibu ( jika pasien diam dapat
dibantu oleh perawat) coba ibu tanyakan bagaimana cara menyusun piring di atas meja
kepada teman ibu? apakah harus rapi atau tidak? Silahkan bu, apalagi yang ingin bu
bincangkan.. silahkan.
Oke sekarang piringnya sudah rapi, bagai mana kalau ibu dengan teman ibu melakukan
menyusun gelas diatas meja bersama… silahkan bercakap-cakap ibu.

3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan dengan perawat B dan C dan
bercakap-cakap dengan teman ibu saat menyiapkan makan siang di ruang makan?
Coba ibu sebutkan kembali bagaimana caranya berkenalan?
b. RTL
Bagaimana kalau ditambah lagi jadwal kegiatan ibu yaitu jadwal kegiatan bercakap-
cakap ketika membantu teman sedang menyiapkan makan siang. Mau jam berapa ibu
latihan? Oo ketika makan pagi dan makan siang.
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu berkenalan dengan 4
orang lain dan latihan bercakap-cakap saat melakukan kegiatan harian lain, apakah
ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10:00 ? Baiklah ibu besok saya akan
kesini jam 10:00 sampai jumpa besok ibu. saya permisi Assalamualaikum
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu?

[30]
3.3 STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP 3) ISOLASI SOSIAL
A. Proses Keperawatan.
1. Kondisi Klien.
Data subjektif :
 Klien mengatakan masih malu berinteraksi dengan orang lain.
 Klien mengatakan masih sedikit malas ber interaksi dengan orang lain.
Data objektif :
 Klien tampak sudah mau keluar kamar.
 Klien belum bisa melakukan aktivitas di ruangan.
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial.
3. Tujuan.
a. Klien mempu berkenalan dengan dua orang atau lebih.
b. Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Mengevaluasi jadwal kegitan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan pada klien berkenalan.
c. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

B. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan kesepian?
Apakah ibu sudah bersemangat bercakap-cakap dengan otrang lain? Apa kegiatan
yang dilakukan sambil bercakap-cakap? Bagaimana dengan jadwal berkenalan dan
bercakap-cakap, apakah sudah dilakukan? Bagus ibu.
c. Kontrak :
Topik :
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya akan mendampingi bu
berkenalan atau bercakap-cakap dengan tukang masak, serta bercakap-cakap

[31]
dengan teman sekamar saat melakukan kegiatan harian. Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?
2. Fase Kerja.
Baiklah ibu, bagaimana jika kita menuju ruang dapur, disana para juru masak sedang
memasak dan jurumasak disana berjumlah lima orang disana. Bagaimana jika kita
berangkat sekarang? Apakah ibu sudah siap bergabubg dengan banyak orang? Nah ibu
sesampainya disana ibu langsung bersalaman dan memperkenalakan diri seperti yang
sudah kita pelajari, ibu bersikap biasa saja dan yakin bahwa orang-orang disana senang
dengan kedatangan ibu. baik lah bu kita berangkat sekarang ya bu.
(selanjutnya perawat mendampingi pasien di kegiatan kelompok, sampai dengan
kembali keruma).
Nah bu, sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan teman saat melakukan kegiatan
harian, kegiatan apa yang ingin bu lakukan? Ooh merapikan kamar baiklah dengan
siapa ibu ingin didampingi? Dengan Nn. E? baiklah bu. kegiatannya merapikan tempat
tidur dan menyapu kamar tidur ya bu( perawat mengaja pasien E untuk menemani
pasien merapikan tempat tidur dan menyapu kamar, kemudian memotivasi pasien dan
teman sekamar bercakap-cakap.
3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan dengan juru masak di dapur ? kalau
setelah merapikan kamar bagaimana ibu? apa pengalaman ibu yang menyenangkan
berada dalam kelompok? Adakah manfaatnya kita bergabung dengan orang
banyak?
b. RTL :
Baiklah ibu selanjutnya ibu bisa menambah orang yang ibu kenal. Atau ibu bisa
ikut kegiatan menolong membawakan nasi untuk dimakan oleh teman-teman ibu.
jadwal bercakap-cakap setiap pagi saat merapikan tempat tidur kita cantumkan
dalam jadwal ya ibu. setiap jam berapa ibu akan berlatih? Baiklah pada pagi jam

[32]
08:00 dan sore jam 16:00.
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu dalam melakukan
berbincang-bincang saat menjemput pakaian ke laundry. apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu?
Baiklah B besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok B. saya permisi
Assalamualaikum.

3.4 STRATEGI PELAKSANAAN 4 (SP 4) ISOLASI SOSIAL


A. Proses Keperawatan.
1. Kondisi Klien.
Data subjektif :
 Klien mengatakan sudah mau berinteraksi dengan orang lain.
 Klien mengatakan mampu berinteraksi dengan orang lain.
Data objektif :
 Klien sudah mau keluar kamar.
 Klien bisa melakukan aktivitas di ruangan.
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial.
3. Tujuan.
a. Klien mempu berkenalan dengan dua orang atau lebih.
b. Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Mengevaluasi jadwal kegitan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan pada klien berkenalan.
c. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

[33]
B. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu. Apakah ibu masih kenal dengan saya?
b. Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? masih ada perasaan kesepia, rasa enggan
berbicara dengan orang lain? Bagaimana dengan kegiatan hariannya sudah
dilakukan?dilakukan sambil bercakap-cakap kan ibu? sudah berapa orang baru yang
ibu kenal? Dengan teman kamar yang lain bagaimana? Apakah sudah bercakap-
cakap juga? Bagaiman perasaan ibu setelah melakukan semua kegiatan? Waah ibu
memang luar biasa.
c. Kontrak :
Topik :
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya akan mendampingi ibu dalam
menjemput pakaian ke laundry atau latihan berbicara saat melakukan kegiatan
sosial. Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?

2. Fase Kerja.
Baiklak, apakah bu sudah mempunyai daftar baju yang akan di ambil? (sebaiknya
sudah disipakan oleh perawat) baiklah ibu mari kita berangkat ke ruangan
laundry.(komunikasi saat di ruangan laundry).
Nah ibu caranya yang pertama adalah ibu ucapkan salam untuk ibu siti, setelah itu ibu
bertanya kepada ibu Siti apakah pakaian untuk ruangan melati sudah ada? Jika ada
pertanyaan dari ibu siti ibu jawab ya.. setelah selesai, minta ibu siti menghitung total
pakaian dan kemudian ibu ucapkan terimakasih pada Ibu siti.. Nah sekarang coba ibu
mulai ( perawat mendampingi pasien)

[34]
3. Terminasi.
a. Subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap saat menjemput pakaian ke
ruangan laundry? Apakah pengalaman yang menyenangkan bu?
b. RTL :
Baiklah bu, selanjutnya ibu bisa terus menambah orang yang ibu kenal dan
melakukan kegiatan menjemput pakaian ke ruangan laundry.
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah bu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang kebersihan
diri. apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu?
Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok bu. saya permisi
Assalamualaikum.

[35]
BAB IV
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

4.1 Latar Belakang


Salah satu gangguan jiwa yaitu isolasi sosial. Isolasi sosial adalah keadaan dimana
individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. (keliat, et all. 2006).
Terapi Aktivitas kelompok Sosialisasi (TAKS) merupakan upaya memfasilitasi
kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. TAKS merupakan
terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok klien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama. Aktivitas di gunakan sebagai terapi dan kelompok di gunakan
sebagai asuhan. Didalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung,
saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang
adaptif untuk memperbaiki prilaku lama yang maladaptif. Pada klien dengan Isolasi Sosial
perlu di berikan terapi aktivitas kelompok.
4.2 Topik
ISOLASI SOSIAL
Sesi 1 : Kemampuan memperkenalkan diri
Sesi 2 : Kemampuan Berkenalan
Sesi 3 : Kemampuan Bercakap-cakap
Sesi 4 : Kemampuan Bercakap-cakap dengan Topik Tertentu

4.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap.
2. Tujuan khusus
a. Klien mampu memperkenalkan diri
b. Klien mampu berkenalan dengan anggota keluarga kelompok
c. Klien mampu bercakap – cakap dengan anggota kelompok
d. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
e. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi padaorang
lain.
f. Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosial kelompok
g. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang
telah dilakukan.

[36]
4.4 Landasan Teori
Sosialisasi adalah kemampuan untuk berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain
(Gail W. Stuart, 2007). Penurunan sosialisasi dapat terjadi pada individu yang menarik diri,
yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain (Rowlins). Dimana
individu yang mempunyai mekanism e koping adaptif, maka peningkatan sosialisasi lebih
mudah dilakukan. Sedangkan individu yang mempunyai mekanisme koping maladaptif bila
tidak segera mendapatkan terapi atau penanganan yang baik akan menimbulkan masalah-
masalah yang lebih banyak dan lebih buruk. (Keliat dan Akemat, 2005)
Hampir di seluruh dunia terdapat sekitar 450 juta (11%) orang yang mengalami
mekanisme koping maladaptif (ringan sampai berat) (WHO, 2006). Hasil survey
Kesehatan Mental Rumah Tangga di Indonesia menyatakan bahwa 185 orang per 1000
penduduk di Indonesia mengalami mekanisme koping maladaptif (ringan sampai berat).
Berdasarkan survey di rumah sakit jiwa, masalah keperawatan yang paling banyak
ditemukan adalah menarik diri (17,91 %), halusinasi (26,37 %), perilaku kekerasan (17,41
%), dan harga diri rendah (16,92 %) (Pikiran Rakyat Bandung, 2007).
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh menarik diri pada klien isolasi sosial adalah ; 1)
Kerusakan komunikasi verbal dan non verbal, 2) Gangguan hubungan interpersonal, 3)
Gangguan interaksi sosial, 4) resiko perubahan persepsi sensori (halusinasi). Bila klien
menarik diri tidak cepat teratasi maka akan dapat membahayakan keselamatan diri sendiri
maupun orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006)
Penatalaksanaan klien dengan riwayat menarik diri dapat dilakukan salah satunya
dengan pemberian intervensi Terapi Aktivitas Kelompok sosialisasi, yang merupakan salah
satu terapi modalitas keperawatan jiwa dalam sebuah aktifitas secara kolektif dalam rangka
pencapaian penyesuaian psikologis, prilaku dan pencapaian adaptasi optimal pasien. Terapi
Aktifitas Kelompok (TAK) sosialisasi adalah upaya memfasilitasi kemampuan klien dalam
meningkatkan sosialisasi.
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat.
Contohnya : menarik diri

[37]
2. Rentang respon

Respon adaftif Respon Maladftif

o Menyendiri o Merasa sendiri o Manipulasi


o Otonomi o Menarik diri o Impulsive
o Berkerja sama o Tergantung pada orang lain o Membanggakan diri
o Saling tergantung

3. Faktor Predisposisi
Klien mengatakan bahwa hidupnya tidak berarti lagi, minder,tidaj mau bergaul
dengan orang lain,
4. Faktor Presipitasi
Klien menarik diri dan malas untuk melakukan aktivitas,malu bertemu orang lain
sehingga ia tidak termotivasi untuk melakukan aktivias sehari-hari.(Gail Wiscarz
Stuart,1998,345)
5. Tanda dan gejala
a. Sering menyendiri
b. Kontak mata kurang
c. Tidak mau berbicara
d. Menghindar kalau didekati
6. Penatalaksanaan
a. Berikan perhatian dan penghargaan
b. Temani klien walaupun tidak menjawab
c. Katakan “ saya akan duduk di samping anda “
d. Jika ingin mengatakan sesuatu saya siap mendengarnya
e. Dengarkan klien dengan empatik
f. Bicarakan dengan klien penyebab tidak ingin bergabung dengan orang lain
g. Lakukan interaksi secara bertahap
h. Motivasi klien untuk berinteraksi dengan orang lain
i. Tingkatkan interaksi secara bertahap (Gail Wiscarz Stuart,1998,237)

[38]
4.5 Klien
1. Karakteristik
a. Klien yang mengalami masalah isolasi social yang mampu berkomunikasi secara
verbal.
b. Sehat secara fisik (Tidak mengalami gangguan pendengaran dan penglihatan).
c. Dapat mengikuti arah perintah..
d. Tidak sedang agitasi (menbahayakan diri,orang lain dan lingkungan)

2. Proses seleksi
a. Kelompok membagikan tugas kepada anggota kelompok untuk mengkaji seluruh
klien yang ada diruangan.
b. Kelompok membuat tabulasi terhadap masalah yang ada pada klien.
c. Berdasarkan jumlah masalah terbanyak kelompok menentukan jenis TAK.
d. Melakukan seleksi terhadap klien-klien yang akan diikutsertakan dalam TAK.
e. Menentukan klien yang akan ikut dalam TAK sesi ini.
f. Melakukan kontak terhadap klien yang akan ikut TAK

[39]
TAK STIMULASI ISOLASI SOSIAL
Sesi 1: Belajar Berkenalan
1. Pelaksanaan
a. Hari/Tanggal : Senin, 21 Oktober 2019
b. Waktu : Pkl. 10.00 – 10.45 WIT
c. Alokas waktu : Perkenalan dan pengarahan (10 menit)
Terapi kelompok (30 menit)
Penutup (5 menit)
d. Tempat : Ruang TAK Melati
e. Jumlah klien : 9 orang
f. Tim Terapi

F F

K K
K K
O
L K F
CL
K K
K K
F F

KETERANGAN GAMBAR
: Leader O : Observer
L
: Co-Leader : Klien
CL K
: Fasilitator
F

Leader Sesi 1 : Obet Noriwari


Uraian tugas :
 Mengkoordinasi seluruh kegiatan
 Memimpin jalannya terapi kelompok
 Memimpin diskusi

[40]
Co-leader Sesi 1 : Renny Sundari Saklil
Uraian tugas :
 Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan
 Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
 Membantu memimpin jalannya kegiatan Menggantikan leader
jika terhalang tugas
Observer Sesi 1 : Rosye T T Korwa
Uraian tugas :
 Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan
waktu, tempat dan jalannya acara
 Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua anggota
kelompok dengan evaluasi kelompok
Fasilitator Sesi 1 :
a) Ainun Rofiqoh
b) Nur Azizah
c) Maretha Boky
d) Mikelena Weya
e) Lia Wonda

2. Tujuan
a. Klien mampu memperkenalkan diri
b. Klien mampu mengenal keuntungan dan kerugian berhubungan dengan orang lain
c. Klien mampu berinteraksi dengan orang lain

3. Setting
a. Terapis dan klien posisi berdiri membentuk lingkaran
b. Ruangan nyaman dan tenang

4. Media
Gambar, bola kecil, musik

[41]
5. Metode
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan tanya jawab

6. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Memilih dan membuat kontrak dengan klien sesuai indikasi; yaitu klien yang
menarik diri yang telah mengikuti TAK.
2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis
b) Perkenalan nama, dan panggilan terapis, menyebutkan hobi
2) Evaluasi/validasi
a) Menanyakan perasaan klien saat ini
b) Menanyakan kembali cara berkenalan
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mampu memperkenalkan diri
b) Menjelaskan aturan main
c. Tahap kerja
1) Bagikan gambar secara acak kepada pasien
2) Jalankan bola dari tangan ketangan secara berkeliling sambil diiringi musik
3) Hentikan musik di tengah-tengah permainan, dan bola berhenti untuk dimainkan
4) Bola yang berhenti di tempat pasien, maka dia harus menyamakan gambar yang
sama di antara dirinya dan temannya, setelah itu ajak mereka untuk saling
berkenalan.
5) Beri pujian/penghargaan atas kemampuan klien memperkenalkan diri
6) Ulangi sampai semua pasien mendapat giliran
7) Ajarkan semua pasien untuk saling berinteraksi
8) Beri kesimpulan tentang tujuan permainan tadi

[42]
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi
a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilannya
2) Tindak lanjut
Menganjurkan tiap anggota kelompok latihan berkenalan
Memasukkan kegiatan berkenalan pada jadwal kegiatan harian klien
3) Kontrak yang akan datang
a) Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang
b) Menyepakati waktu dan tempat
7. Program antisipasi
a) Bila anggota menghindar setiap pertemuan, maka leader harus memberitahukan anggota
tersebut dan mengatur mereka berbicara langsung kepada kelompok
b) Bila dalam kegiatan tersebut ada anggota yang membicarakan hal lain dalam diskusi,
leader harus memfokuskan pembicaraan
c) Bila ada anggota yang menggunakan kekerasan fisik, maka leader menegaskan bahwa
hal tersebut tidak dikehendaki
d) Bila ada anggota kelompok keluar dari kegiatan therapi kelompok, maka anggota
kelompok yang bersangkutan harus membicarakan dengan anggota kelompok lain
e) Bila ada anggota diskusi diam, maka fasilitator harus berberan aktif
f) Bila ada hal-hal di luar perencanaan, maka melibatkan perawat ruangan
8. Tata Tertib Tak
a) Peserta bersedia mengikuti Terapi Aktifitas Kelompok
b) Peserta hadir 5 menit sebelum acara dimulai
c) Peserta tidak boleh makan, minum, atau merokok
d) Peserta tidak meninggalkan tempat sampai acara selesai
e) Peserta meminta izin dengan mengacungkan tangan ketika ingin ke toilet
f) Seluruh peserta harus bermain secara sportif
g) Peserta harus menerima keputusan dan hasil akhir.
9. Kriteria Evaluasi
a) Persiapan:

[43]
1) Therapis
 Identifikasi masalah klien 1-2 hari sebelum therapi dimulai
 Mempersiapkan sarana dan prasarana
 Kontrak waktu waktu dengan klien 1 hari sebelum pelaksanaan
2) Peserta
 Klien siap mengikuti terapi 1 hari sebelum pelaksanaan
 Peserta hadir 5 menit sebelumnya
 Peserta mematuhi tata tertib yang telah ditentukan
b) Proses
1) Tepat waktu
2) Terapis berfungsi sesuai dengan tugas dan peranan masing-masing
3) Terapis mengantisipasi hal yang tidak dikehendaki selama therapi berlangsung
4) Terapi dilaksanakan sesuai dengan susunan acara yang telah di tentukan
5) Klien dapat melaksanakan atau mengikuti therapi dengan baik
c) Hasil:
1) Therapis dapat menyampaikan materi sesuai dengan tujuan
2) Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
3) Perubahan perilaku klien setelah melakukan therapi aktivitas kelompok

[44]
LEMBAR EVALUASI

KEMAMPUAN PASIEN BERKENALAN DENGAN TEMANNYA

Aspek Yang Diamati


No Nama Pasien
Mampu bercakap-
Mampu berkenalan dengan Mengikuti kegiatan
cakap dengan orang
temannya sampai selesai
lain

Petunjuk:
 Tulis nama klien yang mengikuti TAK
 Untuk tiap klien semua aspek dinilai dengan memberi tanda contreng dan jika ditemukan
pada klien atau tanda strip jika tidak ditemukan dokumentasi.
Kriteria Hasil:
1. % klien mampu berkenalan dengan temannya
2. % klien mampu bercakap-cakap dengan orang lain
3. % klien mampu mengikuti kegiatan sampai selesai

[45]
KOMUNIKASI DALAM TAK ISOLASI SOSIAL
Sesi 1: Belajar Berkenalan

Setting tempat :

F F

K K
K K
O
L K F
CL
K K
K K
F F

KETERANGAN GAMBAR
: Leader O : Observer
L
: Co-Leader : Klien
CL K
: Fasilitator
F

Leader Sesi 1 : Obet Noriwari


Uraian tugas :
 Mengkoordinasi seluruh kegiatan
 Memimpin jalannya terapi kelompok
 Memimpin diskusi
Co-leader Sesi 1 : Renny Sundari Saklil
Uraian tugas :
 Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan
 Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
 Membantu memimpin jalannya kegiatan Menggantikan leader
jika terhalang tugas
Observer Sesi 1 : Rosye T T Korwa
Uraian tugas :

[46]
 Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan
waktu, tempat dan jalannya acara
 Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua anggota
kelompok dengan evaluasi kelompok
Fasilitator Sesi 1 :
f) Ainun Rofiqoh
g) Nur Azizah
h) Maretha Boky
i) Mikelena Weya
j) Lia Wonda

PELAKSANAAN
1) Persiapan alat
2) Orientasi
a. Salam dan Perkenalan
L : Assalamualaikum wr.wb. selamat pagi bapak, bagaimana keadaannya hari ini?
perkenalkan kami mahasiswa keperawatan Universitas Cenderawasih, nama saya
obeth noriwari, biasa dipanggil obet, saya tinggal di kotaraja dan berikut teman-
teman saya, (perkenalkan nama anggota kelompok terapis TAK dimulai dari nama
lengkap, nama panggilan, dan tempat tinggal)
b. Evaluasi atau Validasi
L: Terimakasih bapak-bapak sudah hadir di pertemuan ini.? Bagaimana perasaannya
sekarang? semoga senang ya. Baiklah sebelumnya saya mau menanyakan bapak-
bapak tahu cara berkenalan dengan seseorang?
c. Penjelasan tujuan dan aturan main
L : Baiklah, ada yang lupa ada yang tidak caranya, nah tujuan kami dipertemuan ini mau
menjelaskan bagaimana bapak-bapak dapat mampu memperkenalkan diri dan mampu
berkenalan dengan teman. Nah disini kita ada aturan mainnya ya pak. Sebentar kita
akan bermain 45 menit ya.
Tata tertibnya
1. Bapak-bapak tidak boleh makan, minum atau merokok

[47]
2. Bapak tidak boleh meninggalkan tempat sampai acara selesai
3. Jika mau ke toilet bisa meminta izin dengan mengacungkan tangan ya
“Apakah bapak-bapak setuju dengan peratura ini?”
Nah selanjutnya saya akan menjelaskan cara permainnya
1. Saya akan membagikan gambar teman yang ada disini secara acak
2. Nanti saya akan jalankan bolanya dari tangan ke tangan secara berkeliling sambil
diiringi music
3. Nanti musiknya berhenti, dan bola yang terakhir ditangan akan menyamakan
gambar yang ditangan dengan wajah temannya ya dan berkenalan sebutkan nama
panjang, nama panggilan sama hobi ya. Contoh: perkenalkan nama saya obet
noriwari, panggil saya obet, hobi saya menyanyi. Begitu ya pak. Dan nanti kita
semua sapa hai obet gitu ya pak. Kemudian berkenalan dengan temannya yang
ada di gambar, tanyakan (contoh: nama bapak siapa? hobinya apa? Salam kenal
ya.
3) Tahap Kerja
L : Kita mulai ya pak, putar musiknya.(bermain mengikuti musik dan musik berhenti) Iya
silahkan perkenalkan namanya pak . Bagus bapak! terimakasih sudah perkenalkan diri ya.
L : Iya tanyakan ketemannya pak, lihat yang mana yang digambar? ditanya namanya siapa
hobinya apa, iya bagus pak! (bermain sampai semua peserta berkenalan)
4) Tahap Terminasi
a. Evaluasi
L : Baiklah semua sudah berkenalan. Sudah tahu semua ya teman-temannya. Bagaimana
perasaannya setelah melakukan permainan ini? Beri tepuk tangan buat kita semua ya.
b. Kontrak yang akan datang
L: Terimakasih buat bapak-bapak yang sudah hadir dan mengikuti acara ini sampai akhir.
Sekali lagi tepuk tangan untuk kita semua.
L: Baiklah kita tutup acara ini dengan mengucap syukur, wassalamualaikum wr.wb.
selamat pagi.
L : Silahkan bapak-bapak dapat kembali ke ruangannya masing-masing.

[48]
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri
atau isolasi sosial yang tidak disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa
dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan ,
kekecewaan, kecemasan.
Komplikasi yang mungkin ditimbulkan pada klien dengan isolasi sosial antara lain :
a. Defisit perawatan diri
b. Resiko terjadinya gangguan sensori persepsi halusinasi
5.2 Saran
Adapun saran yang penulis berikan agar tercapai kesehatan jiwa optimal adalah :
1. Diharapkan pada keluarga klien apabila sudah pulang maka keluarga tetap
melakukan kontrol ke RSJ.
2. Diharapkan adanya kerja sama dengan baik antara dokter, perawat dan tim
medis lainnya guna memperlancar proses keperawatan.
3. Diharapakan kepala keluarga harus sering mengunjungi klien ke RSJ karena
dapa membantu proses penyembuhan.

[49]
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, lynda Juall. 1998. Buku saku buku kedokteran EGC : jakarta.
www.scribd.com/doc/99585850/Presentasi-Jiwa-Poltekkes-Surakarta
Dalami, Ermawati, et all. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:
Trans Info Media
Keliat, Budi Anna. (2005). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC
Strauss, John S & Carpenter, William T. (1981). Schizophrenia. New York:
Plenum Medical Book Company
Stuart, GW and Sundeen, SJ. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta: EGC

[50]

Anda mungkin juga menyukai