Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tunjauan Teori
1. Definisi mioma uteri
a. Pengertian Mioma Uteri
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium dengan ciri tersendiri, bulat, keras,
berwarna putih hingga merah muda pucat, sebagian besar terdiri atas otot polos dengan
beberapa jaringan ikat. Kira-kira 95% berasal dari korpus uteri dan 5% dari serviks. Hanya
kadang-kadang saja berasal dari tuba fallopi atau ligamentum rotundum.
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari miometrium dan merupakan tumor
jinak tersering pada wanita di atas usia 30 tahun. Angka kejadiannya diperkirakan 3 dari 10
wanita berusia > 30 tahun menderita mioma uteri ( Endjun, 2008 : 271). Mioma uteri adalah
tumor jinak otot polos yang terdiri dari selsel jaringan otot polos jaringan fibroid dan kolagen
(Nurarif & Hardi, 2013 : 445).
Mioma uteri adalah tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos rahim.
Mioma uteri terjadi pada 20%-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh faktor yang
tidak diketahui secara pasti (Anwar, 2011 :274)
Mioma uteri yaitu tumor jinak pada rahim, selain bisa ganas, lebih sering muncul
tumor jinak pada rahim atau mioma uteri. Jenis tumornya tidak hanya satu. Bisa tumbuh
dibagian dinding luar rahim, pada otot rahimnya, atau bisa juga dibagian dinding dalam
rahim sendiri. Ini jenis tumor yang lebih banyak ditemukan. Rata-rata pada wanita di atas
usia 30 tahun (Irianto, 2015).
b. Etiologi
Etiologi mioma uteri adalah sebagai berikut:
1) Idiopatik
a. Sitogenetika
Beberapa kelainan yang melibatkan kromosom 6, 7, 12, dan 14 telah dikenalpasti
berkaitan dengan pertumbuhan tumor.Kelainan ini berantisipasi dan menyebabkan
perubahan kariotipik yang merupakan hal yang penting dalam pertumbuhan mioma.
b. Estrogen
Mioma merupakan tumor yang sensitive terhadap estrogen dan progesterone.
Oleh karena itu, mioma berkembang pada tahun reproduktif dan berkurang dalam
ukuran dan insiden selepas setelah menopause. Konsep ini berintigrasi dalam
memahami kebanyakan faktor resiko yang berhubungan dengan pertumbuhan mioma
dan memformulasikan kaedah terapi.Sebagai contohnya; hormone seks steroid dapat
menstimulasi dan menghambat traskripsi dan produksi faktor pertumbuhan selular.
Mioma sendiri menyediakan kondisi hiperestrogenik yang membantu
pertumbuhannya.Mioma mempunyai densitas reseptor estrogen yang lebih tinggi
daripada miometrium yang normal.Tumor ini juga mengubah lebih sedikit estradiol
kepada estrone yang lebih lemah.Tahap sitokrom P450 aromatase pada mioma lebih
tinggi daripada myocytes normal dan sitokrom spesifik ini mengkatalisasi perubahan
androgen ke estrogen pada beberapa tisu.
Pertambahan tahun pajanan terhadap estrogen pada menarche awal dan
peningkatan BMI juga meningkatkan resiko mioma.Wanita obesitas menghasilkan
estrogen yang lebih banyak apabila pertambahan perubahan adipos kepada androgen
kepada estrogen dan pengurangan produksi sex-hormone binding globulin pada
hepar.
Kehamilan dapat mengurangkan resiko mioma karena pada kehamilan
hormon progesteron lebih dominan.Terapi hormon tidak member sebarang pengaruh
pada tumbuhnya mioma.Merokok mengubah metabolisme estrogen dan mengurangi
jumlah serum estrogen yang aktif.Hal ini menerangkan kenapa wanita yang merokok
mempunyai resiko yang rendah terhadap mioma.
a. Progesteron
Perannya terhadap pertumbuhan mioma kurang jelas karena progesterone dapat
mengstimulasi dan menginhibisi mioma.Progestin eksogen terbukti mengehadkan
pertumbuhan mioma pada ujian klinis.Pada studi epidemiologis, penggunaan
medroxyprogesterone mengurangkan insiden mioma.Antiprogestin dan
mifepriston menginduksi atrofi pada mioma.Pada wanita yang diterapi dengan
GnRH agonis, miomaakan mengecil, namun dengan pemberian progesterone
bersama-sama agonis pertumbuhan mioma akan meningkat.
c. Faktor predisposisi
a. Umur
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu
mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun.
Sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan. Pada usia
sebelum menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi,
serta akan turun pada usia menopause. Pada wanita menopause mioma uteri
ditemukan sebesar 10% .
b. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita mioma
uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
c. Kehamilan
Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah
dilakukan ditemukan sebesar 0,3%-7,2% selama kehamilan. Kehamilan dapat
mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam kehamilan
dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Kedua keadaan ini ada kemungkinan
dapat mempercepat pembesaran mioma uteri.Kehamilan dapat juga mengurangi
resiko mioma karena pada kehamilan hormon progesteron lebih dominan. (Scott,
2012)
d. Paritas
Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya
perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu
kali hamil.Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang
tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali.
e. Obesitas
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri.Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim
aromatase di jaringan lemak.Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh,
dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan prevalensi
dan pertumbuhan mioma uteri.
c. Klasifikasi
mioma uteri Mioma uteri menurut letaknya dibagi menjadi 3 yaitu
1) Mioma submukosum : dibawah endometrium dan menonjol ke cavum uteri
2) Mioma intramural : berada di dinding uterus di antara serabut miometrium
3) Mioma subserosum : tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
4) uterus, diliputi oleh serosa (Nurafif & Hardi, 2013).
Menurut (Anwar, 2011) Mioma diklasifikasikan berdasarkan lokasinya
1) Mioma submukosa : menempati lapisan dibawah endometrium dan menonjol ke dalam
2) Mioma intramural : mioma yang berkembang diantara miometrium.
3) Mioma subrerosa : mioma yang tumbuh dibawah lapisan serosaa uterus dan dapat
bertumbuh ke arah luar dan juga bertangkai.
d. Tanda dan Gejala mioma uteri
Menurut (Benson & Pernoll, 2012) tanda gejala mioma uteri yaitu :
1) perdarahan uterus abnormal Perdarahan uterus abnormal dijumpai pada kira-kira 30%
pasien dengan mioma uteri.Menoragi merupakan pola perdarahan uterus abnormal yang
paling umum dan meskipun pola apa saja mungkin terjadi, paling sering berupa
perdarahan bercak pre menstruasi dan sedikit perdarahan terus menerus setelah
menstruasi.
2) efek penekanan.
3) nyeri dan infertilitas.
Menurut (Anwar, 2011) tanda dan gejala mioma uteri yaitu :
1) Perdarahan abnormal uterus Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada
mioma dan hal ini terjadi pada 30% penderita. Bila terjadi secara kronis maka dapat
terjadi anemia defisiensi zat besi dan bila berlangsung lama dan dalam jumlah yang
besar maka sulit untuk dikoreksi dengan suplementasi zat besi.
2) Nyeri Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila kemudian
terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat
oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai
upaya untuk mengeluarkan mioma subrerosa dari kavum uteri.
3) Efek tekanan Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan, tetapi
tidaklah mudah untuk menghubungkan adanya penekanan organ dengan mioma. Bila
ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih dan
rektum (prawiroharjo 2011).
e. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium dan lambat laun
membesar karena pertumbuhan itu miometrium terdesak menyusun semacam pseudekapsula
atau simpai semu yang mengelilingi tumor di dalam uterus mungkin terdapat satu mioma,
akan tetapi mioma biasanya banyak. Jika ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam
korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding
depan uterus, uterus mioma dapat menonjol ke depan sehingga menekan dan mendorong
kandung kencing ke atas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi. Tetapi masalah akan
timbul jika terjadi: berkurangnya pemberian darah pada mioma uteri yang menyebabkan
tumor membesar, sehingga menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu masalah dapat
timbul lagi jika terjadi perdarahan abnormal pada uterus yang berlebihan sehingga terjadi
anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh lemah, sehingga
kebutuhan perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu dengan perdarahan yang banyak
bisa mengakibatkan seseorang mengalami kekurangan volume cairan. (Sastrawinata S:151)
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara konservatif
dan penanganan secara operatif.
1. Penanganan konservatif sebagai berikut :
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b. Bila anemia , Hb < 8 g% tranfusi PRC.
c. Pemberian zat besi.
d. Pengunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada 1-3 menstruasi setiap
minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan
menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan
keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode postmenopause.
Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu.
Tetapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena
memberikan beberapa keuntungan : mengurangi kebutuhan akan tranfusi darah.
Namun obat ini menimbulkan kehilangan masa tulang meningkat dan osteoporosis
pada wanita tersebut. (Mansyoer, 2001)
2. Penanganan operatif, bila :
a. Ukuran tumor lebih basar dari ukuran uterus 12 - 14 minggu
b. Pertumbuhan tumor cepat
c. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d. Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
e. Hipermenorea pada mioma submukosa.
f. Penekanan pada organ sekitarnya.

3. Jenis operasi yang dilakukan dapat berubah :


a. Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita interfil atau yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman,
efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila
ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga
dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan
tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi
menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium,
kehamilan berikutnya dengan seksio sesarea. Kriteria pre operasi menurut American
College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut :
1) Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
2) Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
3) Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan
keguguran yang berulang.
b. Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada penderita yang
memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG
untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
1) Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar
dan dikeluhkan oleh pasien.
2) Perdarahan uterus berlebihan :
a) Perdarahan yang banyak bergumpal – gumpal atau berulang – ulang selama
lebih dari 8 hari.
b) Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
3) Rasa tidak nyaman dipelvis akibat mioma meliputi :
a) Nyeri hebat dan akut
b) Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis
c) Penekanan buli – buli dan frekuensi urine yang berulang – ulang dan tidak
disebabkan infeksi saluran kemih.

c. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Apabila
wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30 – 50 %.
Dan perlu disadari oleh penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi harus
dilanjutkan histerektomi.
Lama perawatan :
1. 1 hari pasca diagnosa keperawatan
2. 7 hari pasca histerektomi / miomektomi
Masa pemulihan :
1. 2 minggu pasca diagnosa perawatan
2. 6 minggu pasca histerektomi / miomektomi.
2. Definisi Post operasi
a. Pengertian Post Operasi
Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah &
Hidayat, 2013). Tahap pasca-operasi dimulai dari memindahkan pasien dari ruangan
bedah ke unit pascaoperasi dan berakhir saat pasien pulang.
b. Jenis-jenis operasi
Menurut fungsinya (tujuannya), Potter dan Perry (2016) membagi menjadi:
1. Diagnostik: biopsi, laparotomi eksplorasi
2. Kuratif (ablatif): tumor, appendiktom
3. Reparatif: memperbaiki luka multiple
4. Rekonstruktif: mamoplasti, perbaikan wajah.
5. Paliatif: menghilangkan nyeri,
6. Transplantasi: penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur tubuh
yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).
Menurut Luas atau Tingkat Resiko:
1) Mayor Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat
resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.
2) Minor Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi
lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.

c. Komplikasi Post Operasi


Menurut Baradero (2013) komplikasi post operasi yang akan muncul antara lain yaitu
hipotensi dan hipertensi. Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah systole kurang
dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya. Hipotensi dapat
disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh perdarahan dan overdosis obat
anestetika. Hipertensi disebabkan oleh analgesik dan hipnosis yang tidak adekuat, batuk,
penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak adekuat. Sedangkan
menurut Majid, (2011) komplikasi post operasi adalah perdarahan dengan manifestasi
klinis yaitu gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi
meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan
pasien melemah.
3. Definisi Nyeri
a. Pengertian nyeri
Nyeri merupakan perasaan tubuh atau bagian tubuh seseorang yang menimbulkan respon
tidak menyenangkan dan nyeri dapat memberikan suatu pengalaman alam rasa (Judha,
2012). Nyeri bersifat subjektif dan tidak ada individu yang mengalami nyeri yang sama.
Perawat perlu 12 mencari pendekatan yang paling efektif dalam upaya pengontrolan
nyeri (Potter & Perry, 2016).
Nyeri dapat disebabkan oleh berbagai stimulus seperti mekanik, termal, kimia, atau
elektrik pada ujung-ujung saraf. Perawat dapat mengetahui adanya nyeri dari keluhan
pasien dan tanda umum atau respon fisiologis tubuh pasien terhadap nyeri. Sewaktu nyeri
biasanya pasien akan tampak meringis, kesakitan, nadi meningkat, berkeringat, napas
lebih cepat, pucat, berteriak, menangis, dan tekanan darah meningkat (Lukas, 2014 cit
Wahyuningsih, 2015).
b. Klasifikasi Nyeri
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008) ada beberapa klasifikasi nyeri yaitu:
1) Nyeri Perifer
Nyeri ini ada tiga macam yaitu:
a) Nyeri superfisial
Nyeri superfisial adalah nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan
mukosa. Nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai
sensasi yang tajam. Contoh penyebab nyeri superfisial adalah jarum suntik dan luka
potong kecil/ laserasi (Potter & Perry, 2016).
b) Nyeri viseral
Nyeri viseral adalah nyeri yang muncul akibat stimulus dari reseptor nyeri di
rongga abdomen, cranium dan toraks. Nyeri 13 bersifat difus dan dapat menyebar
ke beberapa arah. Durasi bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama daripada
nyeri superfisial. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul atau unik tergantung organ yang
terlibat (Potter & Perry, 2016).
c) Nyeri Alih(referred)
Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari penyebab
nyeri. Contoh dari penyebab nyeri alih adalah infark miokard yang menyebabkan
nyeri alih ke rahang, lengan kiri dan bahu kiri (Potter & Perry, 2016).
2) Nyeri Sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak dan thalamus.
3) Nyeri Psikogenik
i. Nyeri Akut
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa. Gejala yang terjadi tiba – tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi (NANDA, 2015).
ii. Nyeri kronis
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang 14 aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa. Gejala yang terjadi yaitu timbul
secara tiba – tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan hingga berat, terjadi
secara konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung >3 bulan (NANDA, 2015).
c. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri.
Menurut Potter dan Perry (2016) ada beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri seseorang
yaitu :

1. Usia
Usia merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak
– anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia
ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.
2. Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda dalam berespon terhadap nyeri. Tetapi
toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor – faktor biokimia dan merupakan hal
yang unik pada setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin.
3. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatian pada nyeri mempengaruhi persepsi
nyeri, perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan
upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini
merupakan salah satu 15 yang perawat terapkan sebagai terapi untuk menghilangkan
nyeri seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing dan massase. Dengan memfokuskan
perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka perawat dapat
menempatka nyeri pada kesadaran perifer.
4. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri,
individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan
mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Cara individu
mengekspresikan nyeri merupakan sifat kebudayaan. Beberapa kebudayaan yakin
bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang alamiah. Sosialisasi budaya
menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian, hal ini mempengaruhi
pengeluaran fisiologis opiate endogen dan sehingga terjadilah persepsi nyeri.
5. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan
cara seseorang beadaptasi terhadap nyeri. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan
cara yang berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu
kehilangan, hukuman dan tantangan. Misalnya, seorang wanita yang sedang bersalin
akan mempersepsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri
akibat cedera karena pukulan. Derajat dan 16 kualitas nyeri yang dipersepsikan klien
berhubungan dengan makna nyeri.

6. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan
suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat perhatian didalam suatu
lingkungan berteknologi tinggi, misalnya unit perawatan intensif maka rasa cemas
tersebut dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius nyeri
yang tidak kunjung hilang seringkali menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian.
7. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri
semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Apabila keletihan disertai
kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahka dapat terasa lebih berat. Nyeri seringkali
lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap di banding
pada akhir hari yang melelahkan.
8. Pengalaman sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan
menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu
mengalami nyeri, dengan jenis yang berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut
dengan berhasil dihilangkan, akan lebih mudah individu tersebut menginterpretasikan
17 sensasi nyeri. Perawat harus melakukan upaya untuk mempersiapkan klien dengan
menerangkan secara jelas tentang jenis nyeri yang akan dialami dan metode yang
mengurangi nyeri tersebut.
9.Gaya koping
Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, bagian sebagian atau keseluruhan. Klien
seringkali menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik
dan psikologis nyeri. penting untuk memahami sumber-sumber koping klien selama ia
mengalami nyeri. Sumber-sumber seperti berkomunikasi dengan keluaraga pendukung,
melakukan latihan atau menyanyi dapat digunakan dalam rencana asuhan keperawatan
dalam upaya mendukung klien dan mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu
10. Dukungan keluarga dan sosial
Indivdu yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota keluarga atau teman
dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap
klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai klien akan meminimalkan rasa kesepian
dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri
membuat klien semakin tertekan. Kehadiran orangtua sangat penting terutama bagi
anak-anak yang sedang mengalami nyeri.
d. Penatalaksanaan Nyeri
Penatalaksanaan nyeri atau tindakan keperawatan untuk mengurangi nyeri yaitu terdiri dari
penatalaksanaan non – farmakologi dan farmakologi.
1. Penatalaksanaan non farmakologi
Penatalaksanaan non farmakologi menurut Bangun dan Nur’aeni (2013),
merupakan tindakan pereda nyeri yang dapat dilakukan perawat secara mandiri tanpa
tergantung pada petugas medis lain dimana dalam pelaksanaanya perawat dengan
pertimbangan dan keputusannya sendiri. Banyak pasien dan anggota tim kesehatan
cenderung untuk memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan
nyeri. Namun banyak aktifitas keperawatan non farmakologi yang dapat membantu
menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri nonfarmakologi memiliki resiko yang
sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti obat-obatan
(Smeltzer & Bare, 2016).
Salah satu tanggung jawab perawat paling dasar adalah melindungi klien/pasien
dari bahaya. Ada sejumlah terapi nonfarmakologi yang mengurangi resepsi dan
persepsi nyeri yang dapat digunakan pada keadaan perawatan akut, perawatan tersier
dan pada keadaan perawatan restorasi (Potter d& Perry, 2016).
Penatalaksanaan non farmakologi terdiri dari intervensi perilaku kognitif yang
meliputi tindakan distraksi, tehnik relaksasi, imajinasi 19 terbimbing, hypnosis dan
sentuhan terapeutik (massage) (Tamsuri, 2015).
Menurut Nursing Intervention and Classification/NIC (2013) peran perawat dalam
penatalaksanaan nyeri adalah:
1) Mengkaji nyeri seperti lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi nyeri, kualitas
nyeri, intensitas nyeri dan faktor penyebab nyeri
2) Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3) Menanyakan pengetahuan pasien tentang nyeri
4) Mengkaji pengaruh nyeri yang dialami pasien pada tidur, selera makan, aktivitas,
perasaan, hubungan, peran pada pekerjaan dan pola tanggungjawab
5) Memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan dirasakan dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
6) Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
7) Melakukan penanganan non-farmakologi seperti relaksasi, terapi music, guided
imagery, terapi akupresur, terapi aktivitas dan massage
8) Mengajarkan prinsip dari manajemen nyeri
9) Menggunakan teknik pengontrolan nyeri/ antisipasi sebelum nyeri berubah menjadi
berat 20
10) Melakukan penanganan farmakologi yaitu pemberian analgesic.
Menurut Susanti (2012) perawat mengkaji nyeri pasien untuk merencanakan tindakan
apa yang harus diberikan selanjutnya untuk pasien yaitu dengan menggunakan
instrumen OPQRSTUV (onset, proviking, quality, region, severity, treatment,
understanding, value).
b. Penatalaksanaan Farmakologi Keputusan perawat dalam penggunaan obat-obatan
dan penatalaksanaan klien/pasien yang menerima terapi farmakologi membantu
dalam upaya memastikan penanganan nyeri yang mungkin dilakukan (Potter &
Perry, 2016).
1) Analgesik
Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri.
Perawat harus mengetahui obat-obatan yang tersedia untuk menghilangkan
nyeri (Potter & Perry, 2016). Ada tiga jenis analgesik menurut Potter dan Perry
(2016) yaitu:
a) Non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) Kebanyakan
NSAID bekerja pada reseptor saraf perifer untuk mengurangi tranmisi dan
resepsi stimulus nyeri. NSAID non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri
ringan dan sedang seperti nyeri yang terkait dengan artritis rheumatoid, 21
prosedur pengobatan gigi, prosedur bedah minor dan episiotomi.
b) Analgesik narkotik atau opiat Analgesik narkotik atau opiat umumnya
diresepkan untuk nyeri sedang sampai berat, seperti nyeri pascaoperasi dan
nyeri maligna. Obat ini bekerja pada sistem saraf pusat.
c) Obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik Adjuvan seperti sedatif,
anticemas dan relaksan otot meningkatkan control nyeri atau menghilangkan
gejala lain yang terkait dengan nyeri seperti depresi dan mual. Sedatif
seringkali diresepkan untuk penderita nyeri kronik
2) Analgesik Dikontrol Pasien (ADP) Sistem pemberian obat yang disebut ADP
merupakan metode yang aman untuk penatalaksanaan nyeri kanker, nyeri post
operasi dan nyeri traumatik. Klien/pasien menerima keuntungan apabila ia
mampu mengontrol nyeri (Potter & Perry, 2016).
e. Komplikasi Nyeri
Menurut Potter dan Perry (2016) efek nyeri pada klien/pasien ada tiga yaitu:
a. Efek fisiologis/fisik Apabila klien/pasien merasakan nyeri perawat harus mengkaji
tanda vital, melakukan pemeriksaan fisik dan mengobservasi keterlibatan system saraf
otonom. Saat awitan nyeri akut maka denyut jantung, tekanan darah dan frekuensi
pernapasan meningkat (Potter & Perry, 2016). Respon fisik timbul akibat impuls nyeri
yang ditransmisikan oleh medula spinalis menuju batang otak dan thalamus
menyebabkan terstimulasinya sistem saraf otonom sehingga akan menimbulkan respon
yang serupa dengan respon tubuh terhadap stres (Tamsuri, 2017).
b. Efek perilaku Banyak klien/pasien tidak mampu mengungkapkan secara verbal
mengenai ketidaknyamanan, hal ini dikarenakan mereka tidak mampu berkomunikasi.
Merintih, mendengkur dan menangis merupakan contoh vokalisasi yang digunakan
untuk mengekspresikan nyeri. Sifat nyeri menyebabkan seseorang merasa tidak
nyaman, nyeri yang berat secara serius dapat menghambat perilaku atau gaya hidup
seseorang (Potter dan Perry, 2006).
Efek perilaku seseorang terhadap nyeri digambarkan dalam tiga fase:
1. Fase antisipasi Fase antisipasi merupakan fase yang paling penting dan fase ini
memungkinkan seseorang untuk memahami nyeri yang dirasakan. Klien belajar
untuk mengendalikan emosi (kecemasan) sebelum nyeri muncul dan klien juga
diajarkan untuk mengatasi nyeri jika terapi yang dilakukan kurang efektif (Tamsuri,
2017).
2. Fase sensasi Sensasi nyeri akan terjadi ketika seseorang merasakan nyeri. Banyak
perilaku yang ditunjukkan individu ketika mengalami nyeri seperti menangis,
menjerit, meringis, meringkukkan badan, dan bahkan berlari-lari (Tamsuri, 2017).
3. Pasca nyeri (Fase Akibat) Fase ini terjadi ketika kurang atau berhentinya rasa nyeri.
Jika seseorang merasakan nyeri yang berulang maka respon akibat akan menjadi
masalah. Perawat diharapkan dapat membantu klien untuk mengontrol rasa nyeri
dan mengurangi rasa takut apabila nyeri menyerang (Tamsuri, 2017).
4. Respon psikologis Respon ini berkaitan dengan pemahaman seseorang terhadap
nyeri yang terjadi. Klien yang mengartikan nyeri sebagai suatu yang negatif akan
menimbulkan suasana hati sedih, berduka, tidak berdaya, marah, dan frustasi. Hal
ini berbalik dengan klien yang menganggap nyeri sebagai pengalaman yang positif
karena mereka akan menerima rasa nyeri yang dialami (Tamsuri, 2017).
4. Konsep Dasar Distraksi Dan Relaksasi
1) Pengertian Distraksi
Distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal lain diluar
nyeri,yang diharapkan dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Prasetyo, 2015).Contoh distraksi adalah
mendengarkan musik dan menonton TV, melihat pemandangan. Misalnya, pasien
yang menggunakan rekaman musik untuk distraksi dapat dinyanyikan disertai
lagu,ketukkan irama dengan jari atau kaki,nyalakan musik (Lemone, 2015).
Menonton acara-acara yang bersifat humor atau acara yang disukai oleh klien akan
menjadi teknik distraksi yang dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri yang
dialami (Prasetyo, 2015).
2) Pengertian Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan
stres, sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Prasetyo, 2010),
mengurangi efek stres terhadap nyeri, dan meningkatkan persepsi pengendalian nyeri.
Contoh tindakan relaksasi yang dapat dilakukan untuk menurunkan nyeri adalah
napas dalam dan relaksasi progresif. Teknik napas dalam efektif dilakukan ketika
klien berbaring atau duduk dengan nyaman,tetap berada di lingkungan yang tenang.
Klien memejamkan mata kemudian menarik nafas dalam dengan pelan,menahan
beberapa detik dan menghembuskan secara perlahan (Lemone, 2015). Relaksasi
progresif mengajarkan klien untuk secara bertahap mengencangkan kemudian
merelaksasi beberapa kelompok otot, dimulai secara sistemik dari satu area tubuh ke
area berikutnya (Black & Hawks, 2009). Klien diajarkan merapatkan satu kelompok
otot (seperti otot wajah), menahan tegangan selama beberapa detik dan
merelaksasikan kelompok otot secara lengkap, mengulangi aktivitas tersebut ke
seluruh tubuh (Lemone, 2015).
g. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status
pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan dengan
keluarga, pekerjaan, alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri, misalnya timbul
benjolan diperut bagian bawah yang relatif lama. Kadang-kadang disertai gangguan
haid
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan pengkajian, seperti
rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah
dan adapun yang yang perlu dikaji pada rasa nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas
nyeri, waktu dan durasi serta kualitas nyeri.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis pengobatan yang
dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan penggunaan obat-obatan, tanyakan
tentang riwayat alergi, tanyakan riwayat kehamilan dan riwayat persalinan dahulu,
penggunaan alat kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi sebelumnya.
d. Riwaya Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga mempunyai penyakit
keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung, penyakit kelainan darah dan
riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.
e. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang perlu diketahui
adalah
1) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak
pernah ditemukan sebelum menarhe dan mengalami atrofi pada masa menopause.
2) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana mioma uteri
tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada
masa ini dihasilkan dalam jumlah yang besar.
f. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor- faktor budaya
yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien mioma uteri, dan
tanyakan mengenai seksualitas dan perawatan yang pernah dilakukan oleh pasien
mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri, peran diri,
personal identity, keadaan emosi, perhatian dan hubungan terhadap orang lain
atau tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang di sukai pasien mioma uteri,
mekanisme pertahanan diri, dan interaksi sosial pasien mioma uteri dengan orang
lain.
g. Pola Kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus dikaji adalah
frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang terjadi.
h. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir. Sedangkan pada
BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan bau.
i. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan frekwensinya,
tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian, eliminasi, makan minum,
mobilisasi
j. Pola Istirahat dan Tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan malam hari,
masalah yang ada waktu tidur.
k. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
c. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
l. Pemeriksaan Fisik Head to toe
a. Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut.
b. Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
c. Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya pembengkakan konka
nasal/tidak
d. Telinga : lihat kebersihan telinga.
e. Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan rongga mulut,
lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
f. Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya pembengkakan kelenjar
getah bening/tidak.
g. Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler dan sirkulasi, ketiak
dan abdomen.
h. Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
i. Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada ekstremitas atas dan
bawah pasien mioma uteri
j. Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi, perdarahan diluar siklus
menstruasi.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan efek sekunder dari mioma uteri
b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam, perdarahan
uterus yang berlebihan atau abnormal
c. Gangguan eliminasi : BAK berhubungan dengan adanya penekanan pada mioma uteri
terhadap kandung kemih
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik, keterbatasan pergerakan.

4. Fokus Intervensi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan efek sekunder dari mioma uteri,
proses penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri hilang dan berkurang
Kriteria hasil : pasien mengungkapkan nyeri yang dirasakan dapat berkurang, ekspresi
wajah rileks dan tenang
Intervensi :
a. Kaji tingkat dan kerakteristik nyeri, termasuk kualitas, frekuensi, durasi, lokasi dan
intensitasnya
b. Ajarkan pasien latihan teknik relaksasi nafas dalam
c. Berikan pasien posisi yang nyaman
d. Kontrol tanda-tanda vital pasien
e. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam, perdarahan
uterus yang berlebihan / abnormal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan volume cairan dalam kondisi seimbang
Kriteria hasil : tidak terjadi hipovelemi (oliguri, kapilarirefil menurun, turgor jelek),
tanda-tanda vital dalam batas normal (TD 120/80 mmHg, nadi 69 – 100 x/menit, RR 16 –
24 x/menit, suhu 37° C)
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital
b. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran cairan
c. Catat perdarahan baru setelah berhentinya perdarahan awal
d. Catat respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misal perubahan
mental, kelemahan, gelisah, pucat, berkeringat, peningkatan suhu
e. Barikan cairan baik roral maupun parenteral sesuai program
f. Monitor jumlah tetesan infus
c. Gangguan eliminasi : BAK berhubungan dengan adanya penekanan pada mioma uteri
terhadap kandung kemih
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan eliminasi BAK lancar.
Kriteria hasil :
a. urine dapat keluar lancar
b. klien tidak mengeluh sakit
c. klien merasa nyaman
Intervensi :
b. Kaji pola BAK pasien
c. Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine
d. Anjurkan pasien untuk minum banyak
e. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat sesuai dengan indikasi
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik, keterbatasan pergerakan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan perawatan diri terpenuhi
Kriteria hasil :
a. klien merasa nyaman
b. kebutuhan perawatan diri terpenuhi
Intervensi :
b. Kaji kondisi klien
c. Motivasi klien untuk melakukan perawatan diri
d. Bantu klien untuk kebutuhan personal hygiene
e. Libatkan keluarga dalam pemehunan perawatan diri
f. Ajarkan pada klien cara untuk perawatan diri
B. Tinjauan Islam Tentang Post Operasi Mioma Uteri
Penyakit Tumor / Kanker Rahim sering menyerang kaum Wanita tanpa terdeteksi pada
stadium awal, biasanya penyakit ini menyerang pada leher rahim, saluran rahim, di rahim dan
bisa juga diluar rahim / kandungan. Penyakit baru dirasakan setelah terbentuk benjolan yang
relatif besar yaitu 2-3 cm dan terasa mengganjal, dan teraba oleh tangan
Kanker / tumor dapat timbul di semua tubuh manusia seperti payudara, leher rahim,
kandungan, hati, lambung, usus besar, pankreas, paru-paru, prostat dan lain-lain. umunya
penderita kanker yang datang memeriksakan diri ke dokter sudah dalam stadium lanjut,
sehingga pengobatannya menjadi sangat sulit, apalagi bila sudah menyebar (metastase).
Akan tetapi, Allah SWT tidak akan menurunkan suatu penyakit melainkan Allah juga
menurunkan obatnya. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam Hadis Riwayat Muslim yang
berbunyi “ Setiap Penyakit itu pasti ada obatnya, jika tepat obatnya maka Penyakit akan
Sembuh dengan izin Allah ‘Azza wa jalla”.
Dari uraian hadis di atas, jelas bahwa setiap penyakit dalam bentuk apapun pasti ada
obatnya asalkan kita sebagai umat muslim selalu berusaha dan berdo’a kepada Allah SWT
agar diberi petunjuk dan kemudahan melalui al-Qur’an dan Hadist untuk mencapai
kesembuhan terhadap penyakit yang ada dalam diri kita seperti Do’a Nabi Ayyub dalam
Q.S.Al Anbiyaa’(21) ayat 83 sebagai berikut :
Terjemahnya : Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku),
Sesungguhnya Aku Telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang
di antara semua penyayang".

Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Q.S.Al Israa’(17) ayat 82 sebagai berikut :

Terjemahnya : Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian.

Q.S.Yunus ( 10 ) Ayat 57

Terjemahnya : Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu
dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang beriman.
Kedua ayat tersebut menjelaskan manfaat al-Qur’an sebagai obat terhadap suatu
penyakit yang diturunkan oleh Allah SWT baik itu penyakit hati seperti ragu, dengki, takabur
dan semacamnya dan penyakit jasmani seperi kanker, tomor, dan sebagainya serta rahmat
bagi orang – orang yang beriman.
Jika kedua ayat tersebut dipahami demikian, ayat ini seakan-akan menyatakan : “ Dan
bagaimana kebenaran itu tidak akan menjadi kuat dan batil tidak akan lenyap, sedangkan
Kami telah menurunkan al-Qur’an sebagai obat penawar keraguan dan penyakit-penyakit
yang ada dalam dada dan al-Qur’an juga adalah rahmat bagi orang-orang yang beriman dan
ia, yakni al-Qur’an itu, tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian
disebabkan oleh kekufuran mereka.” ( Shihab, M.Quraish, 2002, hal 173 )
Ayat ini membatasi rahmat al-Qur’an untuk orang-orang mukmin karena merekalah
yang paling berhak menerimanya sekaligus paling banyak memperolehnya. Tapi ini bukan
berarti selain mereka tidak memperoleh walau secercah, dari rahmat akibat kehadiran al-
Qur’an. Perolehan dari yang sekedar beriman tanpa kemantapan, jelas lebih sedikit dari
perolehan orang mukmin, dan perolehan orang kafir atas kehadirannya lebih sedikit lagi
dibanding orang-orang yang sekadar beriman. Ayat di atas menjelaskan empat fungsi al-
Qur’an : pengajaran, obat, petunjuk, serta rahmat. ( Shihab, M.Quraish, 2002, hal 104 )
A. Pathway
Mioma Uteri

Tumbuh di
dinding uterus

Histerektomi
(operasi)

Terputusnya jaringan
kulit

Robekan pada
Terpapar agen
saraf perifer
infeksius

Nyeri Akut
Resiko Infeksi

Anda mungkin juga menyukai