Anda di halaman 1dari 12

Referat Tuberkulosis Paru

Berlie Kleinfelter Neonufa


112016368
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Coass Stase Radiologi RS Mardi Waluyo
Email: berlieneonufa@gmail.com

Pendahuluan
Sistem respirasi merupakan salah satu sistem penting dalam tubuh manusia. Sistem ini
berfungsi untuk pernapasan tubuh yang akan digunakan untuk pembakaran energi, yang
nantinya digunakan untuk kehidupan manusia itu sendiri. Sistem pernapasan sangat rentan
terkena gangguan yang ada, salah satunya adalah tuberkulosis (TB). Tuberkulosis adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberkulosis. Infeksi oleh
mycobacterium tuberkulosis bisa menimbulkan efek lokal dibagian tubuh manapun dan efek
sistemik infeksi kronis. Penyakit TB dapat menyerang siapa saja dan dimana saja. Setiap
tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000
kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC1.

Penyakit TB memerlukan pengobatan yang sangat intensif dan terdiri dari beberapa
metode. Jika pengobatan tidak dilakukan dengan benar, akan menimbulkan resistensi kepada
penderita sehingga TB tidak dapat disembuhkan dengan penggunaan obat biasa. Masalah
resistensi merupakan masalah yang sekarang banyak terjadi.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus
atau berat badan menurun. Tempat kelainan lesi TB yang perlu dicurigai adalah bagian apeks
paru. Bila dicurigai infiltrat yang agak luas, maka akan didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah,
kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya
menjadi vesikuler melemah.2

Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan penyakit baru dicurigai
dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji
tuberkulin yang positif.

Pemeriksaan Penunjang
Seseorang yang dicurigai menderita TB harus dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan fisik, tes tuberkulin, foto thorax dan tes bakteriologi dan histologi.

1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Hasil kadang-kadang meragukan, tidak sensitif juga tidak spesifik. Pada saat
tuberkulosis baru dimulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah
normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah
leukosit kembali normal. Laju endap darah mulai turun ke normal lagi.3
b. Sputum
Pemeriksaan sputum penting, karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Juga dapat memberikan evaluasi
terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tapi kadang tidak mudah
untuk mendapatkan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak +2 liter dan
dianjurkan melakukan reflex batuk.3 Keriteria kuman BTA + bila sekurang-
kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Kuman tumbuh
memerlukan waktu antara 4-8 minggu.4

2. Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. Tuberculose, M. Bovis, dan Mycobacteria lainnya. Dasar tes
tuberkulin adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman patogen
baik yang virulen maupun tidak (Mycobacterium dan BCG) tubuh manusia akan
mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi humoral yang dalam
peranannya akan menekankan antibodi selular. Bila pembentukan antibodi selular
cukup misalnya pada penularan dengan kuman yang sangat virulendan jumlah kuman
sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan antibodi humoral amat
berkurang, maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan. Setelah 48-72 jam
tuberculin disuntikan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari
infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen
tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler dan antigen
tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi
humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas,
hasil tes mantoux ini dibagi dalam:1,3,4
1. Indurasi 0-5mm (diameternya): Mantoux negative = golongan no sensitibity.
Disini peran antibodi humoral masih menonjol.
2. Indurasi 6-9mm: Hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran
antibodi humoral masih menonjol.
3. Indurasi 10-5mm: Mantoux positif = golongan normal sensitivity. Disini peran
kedua antibodi seimbang.
4. Indurasi >15mm: Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Disini peran
antibodi selular paling menonjol.

Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi Mantoux yang


positif. Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau
terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif
palsu.3

3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi untuk memperkuat diagnosis, diperlukan foto rontgen paru-
paru. Pemeriksaan ini membutuhkan biaya yang lebih dibandingkan dengan
pemeriksaan sputum. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru
(segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau didaerah hilus menyerupai tumor paru
(misalnya pada tumor tuberkulosis endobronkial). Pada awal penyakit saat lesi masih
merupakan sarang-sarang penumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak
seperti awan dan dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat
maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal
sebagai tuberkuloma. Pada kavitas bayangan berupa cincin yang mula berdinding
tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis
terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangan tampak seperti
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis tampak seperti fibrosis
yang luas disertai dengan penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau salah satu
lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai
tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah
paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/pleura
(pneumotoraks). Pada satu dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik,
klasifikasi kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun emfisema.3,4

4. Uji Kepekaan Obat


M. tuberculosis yang telah diasingkan harus diuji untuk kepekaan terhadap isoniazid
dan rifampin untuk mendeteksi MDR-TB, terlebih jika satu atau lebih faktor resik
teridentifikasi atau pasien pernah gagal dalam terapi atau terjadi kekambuhan setelah
pengobatan selesai. Dan lagi, uji kepekaan lebih luas untuk obat anti-TB ini kedua
wajib dilakukan ketika MDR-TB ditemukan. Uji kepekaan dapat dilakukan secara
langsung atau secara tidak langsung pada media padat maupun cair. Hasil didapatkan
dengan cepat pada uji kepekaan secara langsung pada media cair, dengan rata-rata
waktu laporan 3 minggu. Dengan cara tidak langsung pada media padat, hasi dapat
tidak ada untuk lebih dari 8 minggu. Metode molekuler untuk identifikasi cepat pada
mutasi genetik diketahui terkait dengan resistensi terhadap rifampin dan isoniazid
telah berkembang dan secara luas dijalankan untuk orang screening pasien dengan
resiko TB resisten obat yang meningkat.5

Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis merupakan anggota ordo
Actinomisetales dan family Mycobacteriaseae. Basil tuberkel adalah batang lengkung, gram
positif lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, tidak berspora, panjang sekitar 2-4um.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, yang tumbuh pada media sintesis yang
mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam amonium sebagai sumber nitrogen.
Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37-410C, menghasilkan niasin dan tidak ada
pigmentasi. Dinding sel kaya lipid menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibody
dan komplemen. Tanda semua mikobakteria adalah ketahan asamnya—kapasitas membentuk
kompleks mikolat stabil dengan pewarnaan arilmetan seperti kristal violet, karbolfukhsin,
auramin, dan rodamin.6

Mikobakterium tumbuh lambat, waktu pembentukannya adalah 12-24 jam. Isolasi


dari specimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6 minggu, dan
uji kerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun pertumbuhan dapat dideteksi
dalam 1-3 minggu pada medium cairan selektif dengan menggunakan nutrient radiolabel, dan
kerentanan obat dapat ditentukan dalam 3-5 hari tambahan. Adanya M. tuberculosis dalam
specimen klinik dapat dideteksi dalam beberapa jam dengan menggunakan reaksi rantai
polymerase (RRP) yang menggunakan probe DNA yang merupakan pelengkap terhadap
DNA atau RNA mikobakteria.6

Epidemiologi
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih
tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global helath emergency. TB dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat di seluruh dunia.
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-
negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-
49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% kasus-
kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia.
Alasan utama munculnya dan meningkatnya beban TB global ini antara lain
disebabkan:
1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang
berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di negara maju
2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan
dari struktur usia manusia yang hidup

3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang


rentan terutama di negara-negara miskon
4. Tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter
5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik, dan pengawasan kasus
TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat
6. Adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China
dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India, dan Indonsia berturut-turut
1.828.000, 1.414.000, 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di
Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan
survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian
tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai
sekarang angka kejadian TB di Indonesia relatif terlepas dari angka pandemi infeksi HIV
karena masih relatif rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah di masa
datang melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ke tahun.5

Patofisiologi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan basil Mycobacterium
tuberculosis, atau basil tuberkel, yang tahan asam. Bila seseorang yang belum pernah
terpapar pada TB, menghirup cukup banyak basil tuberkuler ke dalam alveoli, maka
terjadilah infeksi tuberculosis. Reaksi tubuh terhadap basil tuberkel tergantung pada
kerentanan orang tersebut, besarnya dosis yang masuk, dan virulensi organisme. Peradangan
terjadi di dalam alveoli (parenkim) paru, dan pertahanan tubuh alami berusaha melawan
infeksi itu. Makrofag menangkap organisme itu, lalu dibawa ke sel T. proses radang dan
reaksi sel menghasilkan nodul pucat kecil yang disebut tuberkel primer. Di bagian tengah
nodul terdapat basil tuberkel. Bagian luarnya mengalami fibrosis, bagian tengahnya
kekurangan makanan, mengalami nekrosis. Proses terakhir ini dikenal sebagai perkijuan.
Bagian nekrotik tengah ini dapat mengapur (kalsifikasi), atau mencair. Materi cair ini dapat
dibatukkan keluar, meninggalkan rongga (kaverne) dalam parenkim paru (tampak pada foto
toraks). Bila pada foto toraks hanya tampak nodul yang telah mengalami perkapuran, maka
nodul ini dikenal dengan tuberkel Ghon. Adanya tuberkel Ghon disertai pembesaran kelenjar
limfe di hilus paru bersama-sama disebut sebagai kompleks primer.6

Orang dengan kompleks primer telah dibuat peka terhadap basil tuberkel. Bila orang
ini diberi tes tuberculin, akan memberi reaksi positif. Tes tuberkulis positif tidak berarti
bahwa orang yang bersangkutan telah mengidap TB. Orang dengan tes tuberculin positif dan
minum INH secara profilaktik untuk 3-6 bulan, akan memberi hasil negatif. Perlindungan ini
dikatakan untuk seumur hidup. Berbeda dengan infeksi lain, pasien yang pernah terinfeksi TB
akan memilikinya seumur hidup, kecuali pernah mendapat pengobatan profilaksis dengan
INH. Basil tuberkel ini menetap dalam paru dalam keadaan terbungkus; dikatakan dalam
keadaan tenang. Bila seseorang menghadapi stress fisik atau emosi, basil ini dapat menjadi
aktif kembali dan berkembang biak. Jika pertahanan tubuh rendah, maka timbul TB aktif.
Bila Tb timbul beberapa tahun setelah infeksi primer, dikenal sebagai TB reaktivasi.6

Gejala Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.
Keluhan terbanyak adalah:1

Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang


panas badan mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembut sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini,
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
tuberculosis yang masuk.
Batuk/batuk berdarah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus, batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang yang
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru
ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradangan baru menjadi produktif (batuk dengan sputum).
Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tunbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu
pasien menarik/melepaskan napasnya.
Malaise. Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam hari, dan lain sebagainya. Gejala ini makin lama akan makin berat dan dapat hilang
timbul secara tidak teratur.

Penatalaksanaan
Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan
tambahan. Obat anti tuberculosis yang dipakai, yaitu INH, Rifampisin, Pirazinamid,
Streptomisin, dan Etambutol, yang merupakan lini pertama/obat utama. Sedangkan untuk
obat tambahannya, yaitu Kanamisin, Amikasin, Kuinolon, dan lain sebagainya.7
Tabel 2. Jenis dan dosis OAT7

Pengobatan TB yang efektif , merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan


pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi
DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International Union
Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk
menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB
primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO
seperti terlihat pada tabel 3. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja

3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan


standar

4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit

5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan


penggunaan monoterapi

Tabel 3. Dosis OAT kombinasi dosis tetap7

Untuk pasien TB paru putus obat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan
kriteria sebagai berikut:7
1. Berobat lebih dari 4 bulan
a. BTA (-)
Klinis dan radiologi tidak aktif atau tidak ada perbaikan maka
pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan
analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru yang lain. Bila
terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang
lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
b. BTA (+)
Pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih kuat
dan jangka waktu yang lebih lama.
2. Berobat kurang dari 4 bulan
a. BTA (+)
Pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih kuat
dan jangka waktu yang lebih lama.
b. BTA (-)
Gambaran foto toraks positif TB, maka OAT harus diteruskan.
Jika memungkinkan seharusnya dilakukan uji resistensi terhadap OAT.

Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut:8

 Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s


arthropathy.
 Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas → SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat → fibrosis paru, sindrom gagal napas
dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

Prognosis
Ketika pengobatan dengan regimen tertentu telah selesai, ditambah dengan DOT,
angka kekambuhan berkisar dari 0% hingga 14%. Di negara dengan jumlah penderita TB
yang rendah, kekambuhan biasanya terjadi 12 bulan setelah penyelesaian obat dan karena
kekambuhan. Di negara dengan jumlah penderita TB yang tinggi, kebanyakan kekambuhan
setelah pengobatan yang baik adalah karena reinfeksi daripada kekambuhan. Penanda
prognosis buruk adalah keterlibatan jaringan ekstrapulmoner, penderita
immunocompromised, usia lanjut, dan riwayat pengobatan sebelumnya.2

Kesimpulan
Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri tahan asam
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri masuk ke tubuh manusia melalui inhalasi, sehingga
sebagian besar manifestasinya adalah di paru. Diagnosis TB paru meliputi pemeriksaan
mikroskopik sputum, pemeriksaan radiologis, dan uji tuberkulin. Penatalaksanaan
farmakologis TB sangat bergantung pada status pasien, apakah pasien merupakan kasus TB
baru, pernah memiliki riwayat pengobatan, dan sebagainya. Bakteri patogen penyebab TB
paru ada yang bermutasi sehingga melahirkan strain-strain yang resisten terhadapa
pengobatan, yaitu MDR, XDR, dan TDR. Penatalaksanaan TBC yang seksama dan tepat
dapat meminimalkan kemungkinan timbulnya resistensi terhadap obat. Jadi, berdasarkan
kasus di atas, kita bisa simpulkan bahwa pria tersebut mengalami TB paru putus obat.
Daftar Pustaka
1. Sylvia Price, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. Edisi 6.
Jakarta: EGC;2006.h.14-23,852-61.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;2007.h.42-
4.
3. Arif A. Tuberkulosis pulmonal pada orang dewasa. Dalam: Tuberkulosis Klinis.
Jakarta: Erlangga;2010.h.93-9.
4. Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrison’s principles
of internal medicine ed.18. USA: McGraw Hill Professional;2011.h.1340-53.
5. Gillespie SH, Bamford KB. At a galance mikrobiologi medis dan infeksi.
Jakarta:Erlangga;2009.h.40-1.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia.Jakarta:Perhimpunan Dokter Paru Indonesia;2006.h.2-3-
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting.Buku ajar
ilmu penyakit dalam.Jakarta:Interna Publishing;2009.h.31-2,2196-9,2230-47,2256-7.
8. Departemen Penyakit Dalam FKUI. Buku ajar ilmu penyakit dalam.Jilid
III.Dalam:Zulkifli A, Asril B, penyunting.Tuberkulosis Paru.Edisi ke-5.Jakarta:Pusat
Penerbiata Penyakit Dalam;2009.h.2230-1.

Anda mungkin juga menyukai