B. Etiologi
Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapa
faktor yang meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya bekas operasi
rahim (bekas cesar atau operasi mioma), sering mengalami infeksi rahim (radang
panggul), kehamilan ganda, pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim.
Sedangkan menurut Kloosterman(1973), Plasenta bertumbuh pada segmen
bawah uterus tidak selalu dapat dengan jelas diterangkan. Vaskularisasi yang
berkurang atau perubahan atropi akibat persalinan yang lalu dapat menyebabkan
plasenta previa, tidak selalu benar. Memang apabila aliran darah ke plasenta tidak
cukup seperti pada kehamilan kembar maka plasenta yang letaknya normal sekalipun
akan memperluas permukaannya sehingga mendekati atau menutupi pembukaan jalan
lahir. Frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih 35 tahun kira-
kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari
25 tahun . Pada grandemultipara yang berumur lebih dari 30 tahun kira-kira 4 kali
lebih sering dari grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun.
Menurut FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa di antaranya adalah:
1. Pendarahan tanpa sebab dan tanpa rasa nyeri dari biasanya serta berulang.
2. Darah biasanya berwarna merah segar.
3. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin.
5. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal,
kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan
berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1996) :
1. Gejala Utama :
Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang berwarna
merah segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri.
2. Gejala Klinik :
a. Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang terjadi
pertama kali biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan
berikutnya hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan
pertama sering terjadi pada triwulan ketiga.
b. Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak
mengeluh adanya rasa sakit.
c. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang.
d. Bagian terbanyak janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan
tidak jarang terjadi letak janin lintang atau letak sungsang.
e. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya
perdarahan, sebagian besar kasus, janinnya masih hidup.
Perdarahan adalah gejala primer dari placenta previa dan terjadi pada
mayoritas (70%-80%) dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan vagina
setelah minggu ke 20 kehamilan adalah karakteristik dari placenta previa. Biasanya
perdarahan tidak menyakitkan, namun ia dapat dihubungkan dengan kontraksi-
kontraksi kandungan dan nyeri perut. Perdarahan mungkin mencakup dalam
keparahan dari ringan sampai parah.
Pemeriksaan ultrasound digunakan untuk menegakan diagnosis dari placenta
previa. Evaluasi ultrasound transabdominal (menggunakan probe pada dinding perut)
atau transvaginal (dengan probe yang dimasukan ke dalam vagina namun jauh dari
mulut serviks) mungkin dilakukan, tergantung pada lokasi dari placenta. Adakalanya
kedua tipe-tipe dari pemeriksaan ultrasound adalah perlu. Adalah penting bahwa
pemeriksaan ultrasound dilakukan sebelum pemeriksaan fisik dari pelvis pada wanita-
wanita dengan placenta previa yang dicurigai, karena pemeriksaan fisik pelvic
mungkin menjurus pada perdarahan yang lebih jauh.
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam (yang
keluar melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada akhir triwulan
kedua. Ibu dengan plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki
gejala) sampai terjadi perdarahan pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut tidak
terlalu banyak dan berwarna merah segar. Pada umumnya perdarahan pertama terjadi
tanpa faktor pencetus, meskipun latihan fisik dan hubungan seksual dapat menjadi
faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena pembesaran dari rahim sehingga
menyebabkan robeknya perlekatan dari plasenta dengan dinding rahim. Koagulapati
jarang terjadi pada plasenta previa. Jika didapatkan kecurigaan terjadinya plasenta
previa pada ibu hamil, maka pemeriksaan Vaginal Tousche (pemeriksaaan dalam
vagina) oleh dokter tidak boleh dilakukan kecuali di meja operasi mengingat risiko
perdarahan hebat yang mungkin terjadi.
E. Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui
pembukaan jalan lahir pada waktu atau derajat abnormalitas tertentu :
1. Placenta previa totalis
Bila plasenta menutupi ostium internum servisis seluruh pembukaan jalan
lahir. Pada posisi ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan per-vaginam
(normal/spontan/biasa), karena risiko perdarahan sangat hebat.
2. Placenta previa partialis
Bila hanya sebagian/separuh plasenta yang menutupi ostium internum
pembukaan jalan lahir. Pada posisi inipun risiko perdarahan masih besar, dan
biasanya tetap tidak dilahirkan melalui per-vaginam.
3. Placenta previa marginalis
Bila hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Bisa dilahirkan per-
vaginam tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4. Low-lying placenta
(Plasenta letak rendah, lateralis placenta atau kadang disebut juga dangerous
placenta). Yaitu posisi plasenta beberapa mm atau cm dari tepi jalan lahir
sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir. Risiko perdarahan
tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan per-vaginam dengan
aman, asal hati-hati.
Derajat plasenta previa akan tergantung kepada luasnya ukuran dilatasi
serviks saat dilakukan pemeriksaan. Perlu ditegaskan bahwa palpasi digital untuk
mencoba memastikan hubungan yang selalu berubah antara tepi plasenta dan ostium
internum ketika serviks berdilatasi, dapat memicu terjadinya perdarahan hebat.
F. Patofisiologi
Menurut Chalik (2002), pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada
trisemester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya
segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana
diketahui tapak plasenta terbentuknya dari jaringan maternal yaitu bagian desidua
basalis yang tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri
menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit
banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada
waktu servik mendatar dan membuka ada bagian tapak plasenta yang lepas. Pada
tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu
ruang intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu, perdarahan pada plasenta previa
betapapun pasti akan terjadi oleh karena segmen bawah rahim senantiasa terbentuk
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat
segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah
uterus dan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari
dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak
dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk
berkontraksi seperti pada plasenta letak normal (Mansjoer, 2001).
WOC
G. Komplikasi
1. Plasenta abruptio. Pemisahan plasenta dari dinding rahim.
2. Perdarahan sebelum atau selama melahirkan yang dapat menyebabkan
histerektomi (operasi pengangkatan rahim).
3. Plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta.
4. Prematur atau kelahiran bayi sebelum waktunya (< 37 minggu).
5. Kecacatan pada bayi.
Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari
adanya plasenta previa adalah sebagai berikut :
1. Pada ibu dapat terjadi :
a. Perdarahan hingga syok akibat perdarahan.
b. Anemia karena perdarahan.
c. Plasentitis
d. Endometritis pasca persalinan
2. Pada janin dapat terjadi :
a. Persalinan premature.
b. Asfiksia berat.
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Episode pendarahan signifikan yang pertama biasanya terjadi di rumah pasien,
dan biasanya tidak berat. Pasien harus dirawat di rumah sakit dan
tidak dilakukan pemeriksaan vagina, karena akan mencetuskan perdarahan
yang sangat berat. Di rumah sakit TTV pasien diperiksa, dinilai jumlah darah
yang keluar, dan dilakukan close match. Kehilangan darah yang banyak
memerlukan transfusi. Dilakukan palpasi abdomen untuk menentukan umur
kehamilan janin, presentasi, dan posisinya.
Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan segara setelah masuk, untuk
mengkonfirmasi diagnosis Penatalaksanaan selajutnya tergantung pada
perdarahan dan umur kehamilan janin. Dalam kasus perdarahan hebat,
diperlukan tindakan darurat untuk melahirkan bayi (dan plasenta) tanpa
memperhitungkan umur kehamilan janin. Jika perdarahan tidak hebat,
perawatan kehamilan dapat dibenarkan jika umur kehamilan janin kurang dari
36 minggu. Karena perdarahan ini cenderung berulang, ibu harus tetap
dirawat di RS. Episode perdarahan berat mungkin mengharuskan pengeluaran
janin darurat, namum pada kebanyakan kasus kehamilan dapat dilanjutkan
hingga 36 minggu, kemudian pilihan melahirkan bergantung pada apakah
derajat plasenta previanya minor atau mayor. Wanita yang memiliki
derajat plasenta previa minor dapat memilih menunggu kelahiran sampai term
atau dengan induksi persalinan, asalkan kondisinya sesuai. Plasenta previa
derajat mayor ditangani dengan seksio seksarae pada waktu yang ditentukan
oleh pasien atau dokter, meskipun biasanya dilakukan sebelum tanggal yang
disepakati, karena perdarahan berat dapat terjadi setiap saat.
Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk penanganan
plasenta previa tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu:
a. Kaji kondisi fisik klien.
b. Menganjurkan klien untuk tidak coitus.
c. Menganjurkan klien istirahat.
d. Mengobservasi perdarahan.
e. Memeriksa tanda vital.
f. Memeriksa kadar Hb.
g. Berikan cairan pengganti intravena RL.
h. Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila fetus masih
premature.
i. Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umur kehamilan <
37 minggu.
Penanganan konservatif bila :
a. Kehamilan kurang 37 minggu.
b. Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
c. Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh perjalanan
selama 15 menit).
Penanganan konservatif berupa :
a. Istirahat.
b. Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia.
c. Memberikan antibiotik bila ada indikasii.
d. Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan
konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap
tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan
tidak boleh melakukan senggama.
Penanganan aktif bila :
a. Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
b. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
c. Anak mati.
Penanganan aktif berupa :
a. Persalinan per vaginam.
b. Persalinan per abdominal.
Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi
(double set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam
didapatkan :
a. Plasenta previa marginalis.
b. Plasenta previa letak rendah.
c. Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang,
kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya
sedikit perdarahan maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips
oksitosin pada partus per vaginam bila gagal drips (sesuai dengan protap
terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak, lakukan seksio sesar.
Penanganan (pasif)
a. Tiap perdarahan triwulan III yang lebih dari show harus segera dikirim ke
Rumah sakit tanpa dilakukan suatu manipulasi/UT.
b. Apabila perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartus, kehamila
n belum cukup 37
minggu/berat badan janin kurang dari 2.500 gram persalinan dapat ditun
da dengan istirahat, obat-obatan; spasmolitik, progestin/progesterone,
observasi teliti.
c. Siapkan darah untuk transfusi darah, kehamilan dipertahankan setua mun
gkin supaya tidak prematur.
d. Bila ada anemia; transfusi dan obat-obatan penambah darah.
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien: Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan,
alamat, medicalrecord dll.
b. Keluhan utama : Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28
minggu/trimester III.
Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang
Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek; terbentuknya
SBR, terbukanya osteum/ manspulasi intravaginal/rectal.
Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan
pembuluh darah dan placenta.
c. Inspeksi
d. Palpasi abdomen
Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah.
Sering dijumpai kesalahan letak
Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala biasanya kepala
masih goyang/floating
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Obstetri
Memberikan imformasi yang penting mengenai kehamilan
sebelumnyaagar perawat dapat menentukan kemungkinan masalah pada
kehamilansekarang. Riwayat obstetri meliputi:
Gravida, para abortus, dan anak hidup (GPAH)
Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi
Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan, dan penolong
persalinan
Jenis anetesi dan kesulitan persalinan
Komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi, dan perdarahan.
Komplikasi pada bayi
Rencana menyusui bayi
b. Riwayat mensturasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menetukan taksiran persalinan(TP).
TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Untuk
menentukan TP berdasarkan HPHt dapat digunakan rumus naegle, yaitu hari
ditambah tujuh, bulan dikurangi tiga, tahun disesuaikan.
c. Riwayat Kontrasepsi
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibat buruk pada janin,
ibu,ataukeduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus didapatkan pada
saat kunjungan pertama. Penggunaan kontrasepsi oral sebelum kelahiran dan
berlanjut pada kehamilan yang tidak diketahui dapat berakibat buruk pada
pembentukan organ seksual pada janin.
d. Riwayat penyakit dan operasi:
Kondisi kronis seperti dibetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal bisa
berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adanya riwayat infeksi,
prosedur operasi, dan trauma pada persalinan sebelumnya harus di
dokumentasikan
3. Pemeriksaan fisik
a. Rambut dan kulit
Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea nigra.
Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
Laju pertumbuhan rambut berkurang.Wajah
h. Abdomen
i. Vagina
j. System musculoskeletal
4. Diagnosa Keperawatan