NIM : 18062062
1. Kayu Agathis
Genus Agathis, sering disebut pohon damar, atau dalam bahasa Maori disebut
kauri, adalah marga dari 21 spesies pohon yang selalu berdaun sepanjang tahun dari
famili konifer purba Araucariaceae. Meskipun dahulunya menyebar luas selama
periode Jurasik, sekarang mereka hanya ditemukan di daerah yang lebih kecil di
belahan Bumi selatan. Pohon-pohon ini bercirikan batang yang sangat besar dan
percabangan sedikit atau tidak ada pada beberapa bagian batang di bawah tajuk. Pohon
muda biasanya berbentuk kerucut; hanya saat dewasa tajuknya menjadi lebih membulat
atau tidak beraturan.
Kulit batang Agathis robusta di Melbourne Royal Botanic Gardens (daun-daun
adalah milik tumbuhan lain) Kulit kayunya lembut dan berwarna abu-abu muda atau
cokelat abu-abu, biasanya mengelupas menjadi serpihan-serpihan yang menebal pada
pohon yang lebih tua. Struktur cabangnya seringkali horizontal, atau menaik saat lebih
besar. Cabang paling bawah seringkali meninggalkan luka cabang melingkar bila
mereka tanggal dari batang yang berada lebih di bawah. Daun muda pada semua spesies
Agathis lebih besar daripada daun tua, lebih atau kurang lancip, bermacam-macam
bentuknya di antara spesies dari bentuk ovata (membundar telur) hingga lanceolata
(panjang, lebar di tengah).
Daun tua berhadapan letaknya, bentuk jorong hingga serupa garis, sangat kasar
dan cukup tebal. Daun muda seringkali berwarna merah tembaga, kontras dengan
dedaunan musim sebelumnya yang biasanya hijau atau hijau-berserbuk. Runjung jantan
yang menghasilkan serbuk sari biasanya hanya muncul pada pohon yang lebih besar
setelah runjung betina yang akan menghasilkan biji muncul. Runjung betina biasanya
berkembang pada anak cabang samping yang pendek, menjadi dewasa setelah dua
tahun. Bentuknya umumnya bulat atau bulat telur. Biji dari beberapa spesies diserang
oleh ulat dari ngengat Agathiphaga, golongan ngengat yang termasuk paling primitif.
Kayu agatis dapat dipakai untuk membuat kotak dan tangkai korek api, potlot, mebel,
peti pengepak, alat ukur dan gambar, venir dan kayu lapis, pulp. Dapat juga dipakai
sebagai kayu perumahan. Kayu ini terdapat di Sumatera Barat, Sumatera Utara, seluruh
Kalimantan, Jawa Sulawesi, Maluku, Irian Jaya.
2. Kayu Balau
Karena kekuatan dan keawetannya yang tinggi, kayu balau dipergunakan untuk
konstruksi berat, terutama jika berhubungan dengan keadaan yang lembab dan
berhubungan dengan tanah. Jenis kayu ini antara lain dipergunakan untuk jembatan,
bantalan,tiang listrik, lantai, bangunan maritim, perkapalan (antara lain untuk kemudi,
pendayung, tiang layar, lunas dan gading-gading), perumahan, karoseri, batang cikar,
sumbu gilingan, bahkan dipergunakan juga untuk membuat tong atau jenis wadah
lainnya. Daerah penyebaran kayu ini terdapat di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Riau, Sumatera Selatan (Palembang), Jambi, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara
3. Balau Merah
Karena kekuatan dan keawetannya yang tinggi, kayu balau dipergunakan untuk
konstruksi berat, terutama jika berhubungan dengan keadaan yang lembab dan
berhubungan dengan tanah. Jenis kayu ini antara lain dipergunakan untuk jembatan,
bantalan,tiang listrik, lantai, bangunan maritim, perkapalan (antara lain untuk kemudi,
pendayung, tiang layar, lunas dan gading-gading), perumahan, karoseri, batang cikar,
sumbu gilingan, bahkan dipergunakan juga untuk membuat tong atau jenis wadah
lainnya.
4. Kayu Durian
Kayu durian dapat digunakan untuk konstruksi ringan setelah diawetkan. Selain
daripada itu baik juga untuk peti, kotak cerutu, kayu lapis, kelom dan mebel murah.
Pohon durian memiliki kulit luar berwarna coklat sampai merah tua, kasar dan
mengelupas tidak teratur, pohon durian memiliki tajuk berbentuk kerucut.
5. Kayu Jelutung
Kayu kulim menghasilkan kayu berbobot sedang hingga berat, yang dalam
perdagangan dikenal sebagai kayu kulim. Kepadatan kayunya antara 645-1.080 kg/m³
pada kadar air 15%. Terasnya berwarna cokelat kemerahan hingga cokelat keunguan
gelap, jelas terbedakan dari gubalnya yang berwarna putih atau kuning pucat setebal
hingga 5 cm. Serat kayunya berpadu dangkal ataupun dalam, kadang-kadang lurus,
menggelombang, atau tak menentu; teksturnya halus sedang hingga kasar sedang,
merata. Memiliki kekerasan sedang hingga keras, kayu ini sangat kuat sementara
keawetannya tergolong sedang hingga awet; percobaan kuburan di Semenanjung
Malaya mendapatkan daya tahan hingga 4 tahun. Tingkat penyusutan kayu kulim
bervariasi dari rendah hingga tinggi, terutama di arah tangensial. Pengeringan kayu ini
tergolong cukup cepat, dengan sedikit cacat berupa retak dan pecah ujung; papan
setebal 13 mm dan 38 mm memerlukan waktu 2 dan 4 bulan, berturut-turut, untuk
mengering dari keadaan segar hingga kering udara. Kayu kulim relatif mudah digergaji,
namun hasil penyerutan yang baik tergantung seberapa banyak serat yang berpadu di
dalamnya; dapat dilubangi, dibor dan diamplas dengan hasil baik, akan tetapi sukar
dikupas, dibentuk, dan dipaku. Cukup tahan terhadap serangan jamur, kayu bawang
ternyata rentan terhadap kumbang penggerek dan kumbang tanduk.
Kayu kulim biasa digunakan di bawah atap dalam konstruksi menengah hingga
berat: untuk tonggak, tiang, balok, kasau, kusen pintu dan jendela, dan lantai. Juga
untuk jembatan, tiang-tiang penyangga, tiang di laut (tanpa dikupas kulitnya), lunas
perahu, alat-alat pertanian dll. Kayu ini terdapat di Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Riau, Jambi, Sumatera Selatan (Palembang), Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur.
8. Kayu Meranti
Kayu meranti dapat dimasukkan ke dalam jenis kayu yang keras. Bentuk dan
ukuran kayu meranti tidak mudah mengalami perubahan. Kayu meranti juga tak
gampang memuai atau menyusut yang diakibatkan oleh perubahan suhu.
Kayu ini terbilang cukup stabil sehingga sangat bagus digunakan sebagai material
penyusun struktur bangunan dan sketsa bangunan, khususnya rangka atap. Dengan
dipakainya kayu meranti, rangka atap sebuah bangunan akan bertahan lama.