Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Padahal ‘nasib’ dari sebuah video sangat tergantung pada pilihanmu itu. Bisa jadi, begitu selesai
diedit, video itu malah tidak bisa diputar sama sekali atau keluar dari standar yang berlaku. Atau
ketika diedit, timbul berbagai macam masalah: render lama, audio delay, dll.
Kalau tinggi saya adalah 150 cm, sedangkan adik saya 100 cm.. maka saya 1,5 kali lebih tinggi
dari adik saya. Dengan kata lain perbandingan tinggi saya dan adik saya adalah 1,5 : 1 atau 3:2.
150 cm dan 100 cm adalah frame size, sedangkan 3:2 adalah aspect ratio.
Namun dalam video, yang dibandingkan adalah lebar dan tingginya dalam satuan piksel.
Maka.. dalam video, frame size menentukan ketajaman gambar (jumlah pikselnya), sedangkan
aspect ratio memastikan bahwa di mana pun kamu memutarnya, ukurannya tetap proporsional.
Ada tiga jenis resolusi yang perlu kamu ingat saat ini:
720p (1280 x 720 pixel)
Lihat perbandingannya..
Ingat.. huruf ‘p’ dalam 720p dan 1080p bukanlah ‘pixel’ tapi ‘progressive’. Baca Interlace dan
Progressive.
Format resolusi di sequence Premiere
Selain 16:9, ada dua aspect ratio yang juga harus kamu kenal.. 4:3 untuk SDTV dan 2.39 : 1
untuk sinema.
Pastikan aspect ratio sama ketika membuat setting project antara sequence dan videonya. Supaya
gambar tepat mengisi bingkai video (disebut full frame). Kalau tidak, akan meninggalkan area
kosong yang disebut letterbox dan pillarbox.
Tapi, para film maker indie biasanya malah sengaja membuatnya letterbox pada video 16:9
dengan menambahkan cinemasope agar kelihatan lebih cinematic.
Kalau aspect ratio melihat bentuk bingkai videonya, maka pixel aspect ratio melihat bentuk
pixelnya.
1. Square
2. Non-square
Square berarti pikselnya sama sisi, sedangkan non-square tidak sama sisi.
Bayangkan piksel seperti ubin di lantai. Ubin ada yang sama sisi, ada yang tidak. Berapa banyak
ubin yang dibutuhkan untuk menutup sebidang lantai? Pastinya tergantung bentuk ubinnya
bukan?
Bandingkan dengan format Full HD yang standar, 1920 x 1080. Perhatikan bahwa lebar
pikselnya tidak sama: 1920 vs 1440. Tapi anehnya dua duanya akan tetap tampil dalam ukuran
yang sama (16:9). Padahal jelas-jelas jumlah piksel horisontalnya berbeda.
Itu karena format HDV memiliki piksel non-square, sedikit lebih lebar dari piksel square.
Resolusi 1440 x 1080 orang menyebutnya ‘HD banci’. Itu karena resolusinya tidak full. HD
disebut Full HD kalau resolusinya 1920 x 1080.
Tapi kamu tidak perlu bingung, karena saat ini semua format modern memiliki piksel square.
Piksel non-square hanya transisi dari SD ke HD (seperti HDV), di mana ketika itu teknologinya
belum mampu Full Resolution (Full HD).
3. Frame rate
Frame rate adalah banyaknya frame (gambar) yang diputar dalam satu detik.
Frame rate diukur dalam satuan fps (Frame per Second). Semakin tinggi fps, semakin halus
gerakan objek dalam video.
Umumnya, video yang beredar saat ini menggunakan salah satu dari 5 jenis frame rate: 24, 25,
30, 50, dan 60.
Untuk membuat slow motion di Premiere (dengan hasil syuting 50fps).. klik kanan video,
kemudian pilih Modify > Interpret footage, dan ubah frame rate menjadi 25fps.
Perlu kamu tahu juga.. penulisan frame rate dalam sebuah format memperhitungkan apakah
video itu interlace atau progressive. Sehingga kamu akan menemukan format seperti: 1080i50
dan 1080p25.
i50 maksudnya frame rate 50 fps dalam mode interlace, sedangkan p25 maksudnya frame rate 25
fps dalam mode progressive.
Keduanya sebetulnya memiliki frame rate yang sama, yaitu 25 fps. Hanya saja dalam mode
interlace, frame rate menjadi 2x nya, jadinya ditulis i50.
Kalau kamu belum tahu apa itu interlace dan progressive, baca Menjawab Misteri Interlace dan
Progressive Dalam Video.
4. Codec
Codec adalah singkatan dari Codec-Decoder atau Compresor-Decompressor. Beberapa software
menyebutnya compressor saja.
Codec adalah ‘jantung’nya file video, karena tanpa codec tidak mungkin sebuah rekaman bisa
disimpan di dalam sebuah media digital (memory card, hard disk, DVD, dll).
Codec menentukan besar kecilnya file, bit rate, dan kompabilitasnya di antara player.
Saya sudah membahas tentang codec ini panjang lebar di artikel Segala Hal Tentang CODEC
Yang Wajib Diketahui Setiap Videografer dan Editor. Jadi saya tidak akan membahasnya di sini.
Silakan baca artikel itu.
5. Color sampling
Tahu angka 422 dalam Apple ProRes 422? Itulah color sampling.
(Menjelaskan color sampling ini cukup rumit. Kalau kamu pusing, sebaiknya loncati bagian ini)
Seperti kamu tahu bahwa warna adalah pencampuran dari 3 warna dasar: red, green, dan blue
(RGB).
Karena video terdiri atas piksel-piksel.. maka untuk membentuk sebuah gambar berwarna, setiap
piksel harus memiliki informasi RGB yang berbeda-beda bukan?
Mata manusia lebih peka terhadap kontras (perbedaan gelap dan terang), dibandingkan
perbedaan warna. Perbedaan gelap terang ini disebut luma (disimbolkan Y), sedangkan
perbedaan warna disebut Chroma (disimbolkan C).
Fakta ini dimanfaatkan oleh para ahli teknisi digital untuk meringkas data digital
dengan mengurangi Chroma pada beberapa piksel. Toh, mata manusia tidak akan terlalu melihat
perbedaannya.
(perhatikan bagian C)
Artinya dari setiap 4 piksel, baris pertama hanya di isi 2 informasi chroma (2 piksel digabung).
Begitu pun baris ke dua. Walaupun begitu, karena informasi luma (Y) tidak dikurangi di setiap
pikselnya.. kita melihat hasilnya bahwa warna di setiap piksel tetap berbeda (karena gelap
terangnya berbeda).
Dengan cara ini, maka data digital menjadi lebih ringkas. File lebih kecil.
4444 : Gunakan format ini untuk compositing maksimal: rotoscoping, color grading,
greenscreen, atau grafis. Karena setiap pikselnya utuh. Dengan format ini, proses compositing
lebih akurat. Tapi, filenya akan lebih besar.
(angka 4 di ujung menunjukkan bahwa semua piksel memiliki informasi alpha channel)
422 : Gunakan format ini untuk video dengan kualitas standar (tanpa compositing).
420 : Gunakan format ini hanya untuk output. Karena akan menghasilkan file yang lebih kecil
(H.264 akan memiliki format 420)
Format Apple ProRes
dengan color sampling
Kalau kamu menggunakan After Effect untuk membuat grafis dan hasilnya digunakan di Final
Cut Pro, export ke dalam Apple ProRes 4444 supaya ringan dan tetap memiliki alpha channel.
(Apple ProRes 4444 setara dengan codec Animation)
6. Bit rate
Bit rate adalah kecepatan data video per detik saat video itu diputar.
Bit rate menentukan apakah sebuah media mampu memutar video secara real time atau tidak.
Artinya.. itu tergantung dari koneksi kabel, kecepatan hard disk, kecepatan internet, dan bit rate
video itu sendiri.
Kalau kamu menonton Youtube, bukankah selalu ada ‘buffer’ kalau kecepatan internet-mu
lambat? Itu artinya kecepatan internet lebih rendah dari bit rate video. Misalnya kecepatan
internetmu 1 Mbps, sementara bit rate video yang kamu tonton 3 Mbps.
Semakin tinggi resolusi, semakin tinggi pula bit rate nya. Itulah kenapa kamu tidak akan bisa
memutar 4K atau Full HD di Youtube secara real time kalau hanya menggunakan kecepatan 3G.
NetFlix menyebutkan bahwa untuk memutar HD setidaknya kamu harus memiliki kecepatan 5
Mbps. Sedangkan 4K, kamu harus punya kecepatan 25 Mbps. Lihat di sini.
Karena H.264 lah yang sampai saat ini mampu menekan bit rate sehingga lebih kecil dibanding
menggunakan codec lain, tanpa terlalu banyak mengurangi kualitas.
Coba tonton apa yang dikatakan almarhum Steve Jobs tentang H.264 ini saat peuluncuran
QuickTime 7..
Tapi kita bisa memainkan bitrate settings di software editing untuk mengatur kualitas video dan
ukuran file-nya. Lebit detilnya, baca Apa Itu Bitrate Dan Apa Pengaruhnya Pada Kualitas
Video.
7. Sample Rate
Kalau video memiliki frame rate, maka audio memiliki sample rate.
Sample rate adalah banyaknya sinyal audio yang di-sampling per detiknya untuk
menghasilkan audio digital. Semakin banyak sampling-nya, semakin bagus kualitasnya karena
semakin mendekati suara aslinya.
Sample rate diukur dalam kHz (kilo hertz).
Secara umum, ada dua jenis sample rate: 44.1 kHz dan 48 kHz.
44.1 kHz adalah standar untuk CD audio, sedangkan 48 kHz adalah standar untuk video
broadcast.
Semua mp3 memiliki sample rate 44.1 kHz, karena mp3 adalah hasil ‘rip’ dari CD. Sedangkan
dalam video, umumnya menggunakan 48 kHz.
Perbedaan sample rate dalam timeline editing (hati-hati pengguna FCP7), bisa menimbulkan
delay.
Sebaiknya semua audio dikonversi ke dalam 48 kHz dalam bentuk WAV atau AIF sebelum
digunakan di editing.
Begitupun dengan file MP4 atau H.264, umumnya memiliki sample rate 44.1 kHz.
Dari pemahaman tentang 7 karakteristik video ini diharapkan kamu bisa menghasilkan video
yang berkualitas dan standar dari mulai direkam sampai penayangannya.
Bahkan sebetulnya kamu tidak perlu render sama sekali saat mengedit atau render ringan..
asalkan setting project (karakteristik di atas) sama persis dengan material videonya. Karena
render pada prinsipnya adalah export sementara yang dilakukan software editing karena ada
bagian yang berbeda dari video, entah itu codec-nya, frame rate-nya, dll.
Karena itu..
Pastikan ketika merekam, format yang disetting di kamera sesuai dengan kebutuhan saat
diedit nantinya
Pastikan format sequence sama dengan format videonya
Kalau pun berbeda, sebaiknya convert terlebih dahulu dengan menyamakan
karakteristiknya
Silakan bagikan artikel ini kalau bermanfaat, agar semua videografer dan editor di
Indonesia mampu memenuhi kualitasnya.