Anda di halaman 1dari 19

JURNAL

PENYALAHGUNAAN ZAT DAN TINGKAT KEPARAHAN


GANGGUAN MENTAL

PRESENTAN
Khaira Ummah
Annisa Fauziah
Yuhendri

PRESEPTOR :

dr. Sulistiana Dewi, Sp. Kj

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT JIWA RSUD SOLOK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

2019

1
BAB 1 PENYALAHGUNAAN ZAT DAN TINGKAT KEPARAHAN GANGGUAN
MENTAL

Penggunaan zat psikoaktif seperti alkohol, ganja, kokain dan narkoba sudah sejak
lama digunakan. Dalam banyak populasi, penggunaan zat juga digunakan untuk
memperingati, merayakan atau untuk meningkatkan suasana hati. Bahkan pada beberapa
populasi, penggunaan zat merupakan sebuah perilaku yang normatif. Seperti penggunaan
alkohol adalah hal yang umum pada populasi umur 16-30 tahun di Amerika Serikat pada
tahun 1920-1960 dan paling tidak sudah pernah memakai ganja. Pada akhir 1980-an dan
1990-an, kokain mengambil alih ganja sebagai obat paling populer pada beberapa kota di
Amerika Serikat.

Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang dikaitkan dengan peningkatan angka


kriminal, seperti pertikaian antar individu, gangguaun pada pekerjaan atau sekolah dan
masalah kesehatan dan hukum. Terlepas dari efek umum dan penyalahgunaan obat-obatan
pada fungsi sehari-hari, dampak penggunaan zat pada pasien dengan gangguan mental seperti
skizofrenia atau gangguan bipolar sering diabaikan. Meskipun penyalahgunaan obat-obatan
pada pasien gangguan mental mulai muncul pada akhir tahun 1980-an dan 1990-an, penyakit
ini kurang terdiagnosis pada populasi psikiatri. Bahkan ketika penyalahgunaan zat
terdiagnosa pada saat masa rawatan tapi perjalanan gangguan mental ini sering salah
dipahami dan yang memperburuk keadaan adalah tidak efektif nya pengobatan dan perawatan
yang diberikan pada pasien dengan kepribadian ganda. Penilaian yang tidak memadai dan
perawatan tidak efektif dari gangguan mental menyebabkan efek negatif seperti sering
kambuh, dan rawat inap yang nantinya akan menyebabkan peningkatan biaya perawatan dan
penahanan yang ditanggung oleh keluarga, dokter, penegak hukum dan masyarakat.

Pengobatan pada pasien dengan gangguan mental harus efektif dan meningkatkan
prognosis jangka panjang. Seorang dokter harus mengetahui pengetahuan terkini mengenai
penggunaan narkoba dan obat-obatan pada pasien dengan gangguan kejiwaan. Bab ini
memberikan tinjauan umum tentang informasi yang diperlukan. Secara khusus, bab ini
dimulai dengan ulasan tentang prevalensi gangguan mental dengan penggunaan zat. Bab ini
juga menjelaskan tentang dampak penggunaan narkoba pada gangguan kejiwaan, termasuk
efek pada gejala, fungsi sosial, hubungan keluarga, konsekuensi hukum dan kesehatan. Bab
ini mempertimbangkan berbagai teori yang telah diusulkan untuk menjelaskan tingginya
tingkat gangguan penggunaan zat pada pasien dengan gangguan psikis yang parah. Bab ini

2
menyimpulkan ringkasan perjalanan alami gangguan kepribadian ganda dan perlunya
pengobatan yang efektif pada kondisi ini.

1. PREVALENSI PENYALAHGUNAAN ZAT

Penelitian tentang prevalensi gangguan penggunaan narkoba pada pasien psikiatri


telah menunjukkan angka yang signifikan. Dilaporkan bahwa angka gangguan psikiatri dari
20%-60%. Beberapa faktor dapat berkonstribusi dalam perkiraan penyalahgunaan zat.

2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA PREVALENSI

Faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi penyalahgunaan zat pada pasien psikiatri
termasuk metode yang digunakan untuk menilai penyalahgunaan zat, kriteria diagnostik yang
digunakan untuk mendefinisikan penyalahgunaan zat dan ketergantungan zat, tempat sampel
diperoleh dan karakteristik demografik sampel. Faktor-faktor tersebut akan dibahas secara
singkat di bawah ini.

A. METODE PENILAIAN

Berbagai strategi dapat digunakan untuk menilai gangguan penggunaan narkoba,


termasuk tinjauan grafik, tes laboratorium, autoanamnesa, alloanamnesa dengan keluarga dan
berbagai laporan. Masing-masing metode penilaian ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Metode penilaian tunggal cenderung akan lebih rendah daripada prevalensi sebenarnya dari
gangguan penggunaan zat dan narkoba.

B. KRITERIA DIAGNOSTIK

Faktor lain yang dapat berpengaruh pada perbedaan angka prevalensi gangguan
penggunaan zat dan obat-obatan adalah cara bagaiman gangguan ini dikelompokkan dan
didiagnosa. Kriteria diagnostik untuk mengelompokkan pasien dengan gangguan jiwa dan
penggunaan zat berdasarkan Diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM)
dan the international clasisification of diseases (ICD). Kedua kriteria diagnostik ini juga akan
mengalami pembaharuan. Kedua faktor tersebut menyebabkan variasi dalam perkiraan
tingkat prevalensi.

C. PENGATURAN

Pengaturan di mana penilaian pada pasien mana penyalahgunaan zat berlangsung juga
dapat mempengaruhi angka prevalensi. Pasien dengan kepribadian ganda cenderung

3
menggunakan layanan dengan biaya yang tinggi, seperti kunjungan ruang gawat darurat dan
perawatan rawat inap. Selain itu, klien dengan kepribadian ganda sering terkena hukum dari
keterlibatan mereka dalam penyalahgunaan obat-obatan, sehingga menghabiskan waktu di
penjara. Akhirnya, karena penyalahgunaan zat pasien tidak memiliki family support systems
lagi dan menyebabkan pasien hidup sebatang kara. Pasien dengan kepribadian ganda
biasanya mempunyai masalah dirumah, ketidakstabilan rumah tangga dan menjadikan
seseorang menjadi tunawisma.
Oleh karena itu, pasien yang dirawat inap, di penjara, atau tunawisma lebih cenderung
memiliki gangguan penggunaan narkoba daripada pasien rawat jalan. Bahkan, pasien yang
berada dalam semua jenis pengaturan institusional, baik klinis atau hukum, lebih cenderung
memiliki gangguan penggunaan narkoba dibandingkan pasien yang tidak berada dalam
pengaturan seperti itu.
D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI
Faktor terakhir yang terkait dengan penyalahgunaan zat pada pasien dengan penyakit
mental adalah demografi pasien. Seperti yang akan kita bahas nanti dalam bab ini,
karakteristik demografis seperti usia dan jenis kelamin berhubungan dengan gangguan
penggunaan zat, baik di populasi umum dan di antara orang dengan gangguan kejiwaan.
Tergantung pada sifat populasi yang dilayani di wilayah tertentu, tingkat penyalahgunaan zat
mungkin lebih tinggi atau lebih rendah daripada populasi yang dilayani oleh penyedia lain.
Sebagai contoh, sebuah pusat kesehatan mental yang melayani populasi perkotaan yang
sebagian besar adalah pria muda dengan penyakit mental yang parah akan memiliki tingkat
penyalahgunaan zat yang lebih tinggi daripada yang dimiliki oleh populasi lain yang
memiliki populasi yang lebih heterogen. Dengan demikian demografi tertentu dari populasi
klien dapat mempengaruhi angka prevalensi gangguan penggunaan zat

3. PREVALENSI SEUMUR HIDUP PENYALAHGUNAAN ZAT DALAM


PENYAKIT MENTAL YANG PARAH
Banyak penelitian telah mengevaluasi prevalensi penyalahgunaan zat pada orang
dengan penyakit mental yang parah. Studi yang paling luas untuk memeriksa prevalensi
gangguan ganda adalah studi Epidemologic Catch-ment Area (ECA). Studi ECA melibatkan
penilaian diagnostik komprehensif gangguan kejiwaan dan penggunaan narkoba, melalui
wawancara terstruktur dengan lebih dari 20.000 orang yang dipilih secara acak yang tinggal
di seluruh Amerika Serikat. Untuk memastikan bahwa jumlah pasien psikiatris cukup, orang-

4
orang yang tinggal di lingkungan institusi banyak dilibatkan, termasuk rumah sakit jiwa dan
rumah sakit swasta maupun rumah sakit umum, panti jompo, dan penjara.
Tingkat prevalensi ECA dari gangguan penggunaan narkoba pada populasi umum dan di
antara klien dengan penyakit mental parah dirangkum dalam Tabel 1.1.

Data diatas menunjukkan bahwa klien dengan berbagai gangguan psikiatri terutama
skizofrenia lebih cenderung untuk menggunakan penggunaan zat daripada pasien tanpa
keluhan psikiatris. Sebagai contoh, prevalensi seumur hidup dari gangguan penggunaan
alkohol secara umum adalah 13,5%, dan penggunaan obat-obatan seperti narkoba adalah
6,1%. Pada pasien dengan skizofrenia, angka ini jauh meningkat menjadi 33,7% pada
peminum alkohol dan 27,5% pada pasien penggunaan obat-obatan. Untuk responden dengan
gangguan bipolar, angka ini bahkan lebih tinggi, dengan 43,6% memiliki prevalensi seumur
hidup gangguan penggunaan alkohol dan 33,6% memiliki gangguan penggunaan narkoba.
tingkat seumur hidup dari gangguan penggunaan obat-obatan dengan diagnosa lain
Tingkat penyalahgunaan zat untuk individu dengan gangguan psikiatri lain juga lebih tinggi
daripada populasi umum, tetapi cenderung lebih rendah daripada tingkat skizofrenia dan
gangguan bipolar. Dua penelitian epidemiologi besar lainnya tentang komorbiditas
penyalahgunaan zat psikiatrik, National Comorbidity Survey (NCS) di Amerika Serikat dan
Survei Nasional Kesehatan Mental dan Kesejahteraan (NSMHW) di Australia telah
menghasilkan temuan serupa. Selain itu, banyak penelitian lain melaporkan tingkat

5
penyalahgunaan zat yang sama di antara pasien dalam perawatan untuk gangguan kejiwaan
yang parah.
Pertanyaan apakah orang yang didiagnosis dengan gangguan kejiwaan tertentu lebih
rentan terhadap penyalahgunaan jenis zat tertentu telah menjadi topik banyak perdebatan.
Ulasan awal menyarankan orang-orang dengan skizofrenia lebih cenderung
menyalahgunakan stimulan daripada pasien dengan diagnosis lain. Namun, penelitian yang
lebih baru dan lebih besar tentang prevalensi jenis tertentu penyalahgunaan zat pada pasien
dengan berbagai penyakit kejiwaan yang parah, termasuk studi ECA, NCS, dan NSMHW,
telah gagal untuk mereplikasi temuan ini. Bukti menunjukkan bahwa ketersediaan berbagai
jenis zat daripada efek subjektif mereka, adalah penentu utama yang zat tertentu
disalahgunakan.
Penelitian tentang penyalahgunaan zat pada pasien dengan gangguan mental yang
parah terutama meneliti jenis-jenis zat yang paling sering disalahgunakan, termasuk alkohol,
ganja, stimulan (kokain dan amfetamin), obat penenang, obat halusinasi, dan narkotika.
Dalam hampir semua studi, sejarah penyalahgunaan alkohol adalah yang paling umum,
diikuti oleh kanabis atau penyalahgunaan kokain. Pasien dengan gangguan kejiwaan juga
dapat menyalahgunakan jenis zat lain, seperti inhalasi (mis., Aerosol, asap gas, lem, amyl
nate), pil tanpa resep, dan obat antikolinergik (mis., Benztropin). Selain itu, proporsi yang
sangat tinggi dari klien dengan gangguan kejiwaan merokok atau mengunyah tembakau dan
mengonsumsi kafein dalam jumlah besar. Lebih sedikit yang diketahui tentang interaksi
antara tembakau, kafein, dan gangguan kejiwaan atau pengobatannya dibandingkan dengan
obat-obatan alkohol seperti ganja, stimulan, dan halusinogen. Karena itu, kami tidak fokus
pada penanganan masalah tembakau atau kafein dalam buku ini.
Singkatnya, prevalensi seumur hidup gangguan penggunaan narkoba lebih tinggi pada
klien dengan penyakit kejiwaan daripada populasi umum, terutama jika penyakit itu parah
dan persisten, seperti skizofrenia atau gangguan bipolar. Alkohol biasanya merupakan zat
yang paling sering disalahgunakan, diikuti oleh kanabis dan kokain. Kelompok diagnostik
tidak cenderung berbeda dalam preferensi mereka untuk satu jenis zat di atas yang lain,
dengan ketersediaan, penentu yang paling penting yang zat disalahgunakan.
4. PREVALENSI PENYALAHGUNAAN ZAT TERBARU
Prevalensi penyalahgunaan narkoba pada orang dengan penyakit mental parah
umumnya antara 40% dan 60%. Namun, pada satu titik waktu tertentu, tingkat
penyalahgunaan zat baru-baru ini lebih rendah. Sebagian besar survei menunjukkan bahwa
tingkat penyalahgunaan zat baru-baru ini (yaitu, dalam 6 bulan terakhir) dalam populasi ini

6
adalah 25-35%. Tingkat yang lebih rendah baru-baru ini menunjukkan bahwa beberapa klien
dengan gangguan penggunaan narkoba mengalami periode perbaikan, meskipun mereka tetap
berisiko untuk kambuh pada penyalahgunaan zat mereka.
5. KORELASI DEMOGRAFIS, KLINIS DAN HISTORIS PENYALAHGUNAAN
ZAT
Memahami pasien mana yang memiliki penyakit mental yang paling mungkin
memiliki gangguan penggunaan narkoba dapat memfasilitasi pengakuan dan perawatanpada
pasien ini. Kami meninjau korelasi demografi, klinis, dan historis gangguan penggunaan
narkoba di bawah ini, dengan fokus pada temuan yang telah diperoleh di seluruh studi yang
sesuai.
a. KORELASI DEMOGRAFIS
Sejumlah karakteristik demografis yang berbeda berkorelasi dengan penyalahgunaan
zat. Secara umum, karakteristik yang sama terkait dengan penyalahgunaan zat pada populasi
umum juga terkait pada orang dengan penyakit mental yang parah.
b. JENIS KELAMIN
Laki-laki secara konsisten lebih mungkin untuk mengembangkan gangguan
penggunaan alkohol dan narkoba daripada wanita. Namun, terlepas dari perbedaan ini,
sejumlah besar perempuan mengalami masalah yang terkait dengan penyalahgunaan zat, dan
penting untuk tidak mengabaikan penilaian gangguan ini di Wanita. Sebagai contoh, dalam
sebuah studi 325 penerimaan psikiatris ke Rumah Sakit New Hampshire, 50% wanita
memiliki gangguan penggunaan alkohol seumur hidup, 30% memiliki gangguan penggunaan
ganja seumur hidup, dan 15% memiliki gangguan penggunaan kokain seumur hidup.
c. UMUR
Individu yang lebih muda lebih mungkin dibandingkan yang lebih tua untuk
menyalahgunakan zat, terutama obat-obatan seperti kokain dan ganja. Penyalahgunaan zat
sering dimulai pada usia yang relatif dini dan dapat mendahului timbulnya gangguan
kejiwaan. Selain itu, penyalahgunaan zat dapat memicu timbulnya penyakit kejiwaan
sebelumnya sehingga menjadikan pasien mendapat perawatan lebih awal.
d. PENDIDIKAN
Pasien dengan kepribadian ganda seringkali memiliki tingkat pencapaian pendidikan
yang lebih rendah daripada pasien lain dengan penyakit mental yang parah. Ini dapat
mencerminkan efek dari masalah penyalahgunaan zat yang berkembang pada usia dini, atau
gejala kognitif premorbid atau prepsikotik dari penyakit mental sekunder yang mengganggu

7
penyelesaian pendidikan menengah. Hubungan antara penyalahgunaan zat dan tingkat
pendidikan yang lebih rendah cenderung lebih kuat untuk narkoba daripada alkohol.
e. STATUS PERKAWINAN
Status perkawinan sering ditemukan terkait dengan penyalahgunaan narkoba, dengan
pasien dengan penyakit mental parah yang belum pernah menikah lebih mungkin
mengembangkan penyalahgunaan atau ketergantungan obat dibandingkan pasien yang telah
menikah.
f. RAS
Ras telah ditemukan terkait dengan jenis zat yang disalahgunakan, walaupun korelasi
spesifiknya bervariasi, tergantung pada lokasi dan waktu. Sebagai contoh, dalam sebuah
penelitian yang dilakukan di Philadelphia dari tahun 1984 hingga 1988, Mueser dan rekan
(1990) melaporkan bahwa klien Afrika-Amerika lebih cenderung menggunakan ganja,
sedangkan klien Eropa-Amerika lebih cenderung menggunakan obat penenang. Dalam
sebuah studi lanjutan yang mencakup tahun 1988 hingga 1990 di lokasi yang sama, Mueser,
Yarnold, dan Bellack (1992) melaporkan bahwa klien Afrika-Amerika lebih cenderung
menyalahgunakan kokain daripada klien Eropa-Amerika. Selama periode ini di Philadelphia,
kokain mengambil alih ganja sebagai jenis penyalahgunaan narkoba yang paling populer.
Perbedaan rasial dalam penyalahgunaan zat tertentu tampaknya mencerminkan sifat mereka,
daripada preferensi khusus yang merupakan fungsi ras.
g. PERBEDAAN MASYARAKAT PEDESAAN_PERKOTAAN
Karakteristik lain yang terkait dengan penyalahgunaan zat adalah apakah pasien
tinggal di lingkungan perkotaan atau pedesaan. Beberapa obat, seperti kokain, mungkin lebih
sulit diperoleh di daerah pedesaan, sehingga tingkat penyalahgunaan di pedesaan lebih rendah
daripada di daerah perkotaan. Namun, tingkat penyalahgunaan alkohol dan penyalahgunaan
ganja cukup konsisten di seluruh pedesaan dan perkotaan. Seperti perbedaan rasial,
perbedaan geografis dalam penyalahgunaan narkoba mungkin mencerminkan ketersediaan
pasar dari berbagai jenis zat.
6. KORELASI KLINIS
Dua korelasi klinis terkait dengan penyalahgunaan zat pada klien dengan penyakit
mental parah: gangguan kepribadian antisosial (ASPD) dan ketidakpatuhan pengobatan.
Kami menggambarkan bukti untuk ini berhubungan di bawah ini.
 GANGGUAN KEPRIBADIAN ANTISOSIAL
Gangguan kepribadian antisosial pada dewasa berhubungan dengan prekursor masa
kecilnya, melakukan gangguan, adalah korelasi klinis penting dari penyalahgunaan zat.
8
Melakukan kelainan (sesuai dengan kriteria DSM-IV; American-American Psychiatric
Association, 1994) mengacu pada pola perilaku yang ada sebelum usia 15, ditandai dengan
perilaku seperti kekejaman terhadap hewan, bolos sekolah berulang, dan perkelahian. . ASPD
(gangguan kepribadian antisosial), menurut kriteria DSM-IV, mensyaratkan adanya gangguan
perilaku sebelum usia 15 serta masalah perilaku lainnya di masa dewasa, seperti
mengabaikan kebenaran, inisiasi perkelahian, dan kurangnya empati terhadap orang lain.
Baik gangguan perilaku dan ASPD adalah pra-diktator penting penyalahgunaan zat dalam
populasi umum (Alterman & Cacciola, 1991; Robins, 1966). Seperti pada populasi umum,
ASPD telah ditemukan terkait dengan gangguan penggunaan zat pada klien dengan penyakit
kejiwaan yang parah. Selain itu, di antara individu dengan kepribadian ganda, klien dengan
ASPD cenderung memiliki usia lebih dini pada awal penyakit kejiwaan dan gangguan
penggunaan zat, cenderung memiliki masalah penyalahgunaan zat yang lebih parah, lebih
cenderung menyalahgunakan berbagai obat-obatan, lebih bergejala, lebih mungkin ditangkap
dan menghabiskan waktu di penjara, dan memiliki kecacatan yang lebih besar dalam
keterampilan hidup mandiri mereka daripada pasien dengan kepribadian ganda yang tidak
memiliki gangguan kepribadian antisosial (ASPD) . Karena keamanan penyalahgunaan zat
mereka dikombinasikan dengan kerentanan terhadap berbagai konsekuensi, pasien dengan
kepribadian ganda dan ASPD mewakili pada kelompok yang memerlukan pemantauan dan
perawatan yang lebih intensif.
 PERAWATAN PADA KETIDAKPATUHAN
Kepatuhan yang buruk terhadap pengobatan yang direkomendasikan adalah masalah
yang umum pada pasien dengan kepribadian ganda dan pengobatan ketidakpatuhan
dikombinasikan dengan penyalahgunaan zat sering mengakibatkan kekambuhan dan rawat
inap. Beberapa klien melaporkan bahwa mereka berhenti minum obat ketika menggunakan
obat-obatan atau alkohol, karena mereka khawatir tentang interaksi antara obat dan zat
mereka. Yang lain mengeluh tentang efek samping dari obat dan beberapa penelitian telah
menyarankan bahwa pasien dengan kepribadian ganda lebih besar kemungkinannya untuk
mengalami efek samping obat. Sama halnya, banyak pasien dengan diagnosis ganda memiliki
riwayat kepatuhan yang tinggi terhadap program rawat jalan tapi sangat sulit di obati ketika
penyalahgunaan zat mereka lebih parah. Seperti yang akan kita diskusikan di bab berikutnya,
masalah dengan kepatuhan pada perawatan farmakologis dan psikososial pada pasien dengan
kepribadian ganda sering diperlukan untuk melibatkan kembali pasien dalam pengobatan.

9
7. FAKTOR SEJARAH
Tiga aspek riwayat pasien terkait dengan penyalahgunaan zat: fungsi sosial premorbid pasien,
riwayat keluarga dengan gangguan penggunaan narkoba, dan trauma pribadi. Kami
menggambarkan masing-masing faktor di bawah ini.
 PREMORBID FUNGSI SOSIAL
Premorbid fungsi sosial mengacu pada kuantitas dan kualitas hubungan sosial yang
dicapai seseorang sebelum mengembangkan penyakit kejiwaan - yaitu, jumlah teman dekat,
serta seberapa erat hubungan teman dekat. Pasien psikiatris dengan gangguan penggunaan
narkoba cenderung memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada klien serupa tanpa
penyalahgunaan narkoba dan tentu saja beberapa pasien dengan kepribadian ganda memiliki
fungsi sosial yang buruk sebelumnya
Kunci untuk memahami hubungan antara fungsi premorbid dan penyalahgunaan obat-
obatan pada orang dengan penyakit mental parah mungkin terletak pada pemahaman
bagaimana orang belajar menggunakan alkohol dan obat-obatan. Sebagian besar individu
diperkenalkan dengan zat yang berbeda dalam situasi sosial, teman atau anggota keluarga;
penggunaan narkoba berkelanjutan juga terutama terjadi pada orang lain. Memang, belajar
menggunakan narkoba adalah proses sosial yang berkembang secara bertahap dari waktu ke
waktu dan dengan paparan pada kelompok pengguna sebaya. Pasien dengan fungsi sosial
premorbid yang buruk lebih kecil kemungkinannya terpapar zat (terutama obat) melalui
teman sebaya, karena kurangnya persahabatan. Akibatnya, pasien ini cenderung
mengembangkan gangguan penggunaan narkoba dibandingkan pasien dengan fungsi sosial
premorbid yang lebih baik.
Perlu dicatat bahwa fungsi sosial premorbid yang buruk adalah prediktor penting dari
hasil yang lebih buruk pada gangguan kejiwaan yang parah. Di sisi lain, penyalahgunaan
obat-obatan juga dapat memperburuk perjalanan penyakit mental, meskipun mempunyai
fungsi sosial premorbid yang baik. Ini membuktikan bahwa mengurangi atau berhenti
menggunakan alkohol dan obat-obatan dapat secara substansial meningkatkan prognosis
mereka.
 RIWAYAT KELUARGA DENGAN PENGGUNAAN ZAT
Dalam populasi umum, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa faktor genetik
memainkan peran dalam kerentanan terhadap gangguan penggunaan narkoba. Demikian pula,
di antara pasien dengan penyakit mental yang parah, riwayat keluarga gangguan penggunaan
narkoba terkait dengan peningkatan risiko penyalahgunaan zat dan obat-obatan. Dengan

10
demikian riwayat keluarga merupakan faktor risiko penting untuk penyalahgunaan zat di
antara pasien dengan penyakit mental yang parah dan terus-menerus.
 TRAUMA DAN GANGGUAN PANIK PASCATRAUMA
Dalam populasi umum, paparan sebelumnya terhadap trauma, termasuk pelecehan
fisik dan seksual pada masa kanak-kanak dan dewasa, sangat terkait dengan gangguan
penggunaan narkoba. Selain itu, konsekuensi paling umum dari trauma, gangguan stres pasca
trauma (PTSD), juga terkait untuk penyalahgunaan zat dalam populasi umum. Demikian
pula, di antara orang-orang dengan penyakit parah, kedua riwayat trauma dan PTSD sangat
terkait dengan gangguan penggunaan narkoba dan membutuhkan perhatian khusus,
mengingat tingginya tingkat trauma dalam kehidupan seseorang dengan gangguan kejiwaan
parah dan tingginya tingkat PTSD dalam populasi ini
Meskipun bukti menunjukkan PTSD sering mendahului timbulnya gangguan
penggunaan narkoba, penelitian juga menunjukkan bahwa penyalahgunaan zat dapat
menyebabkan trauma berulang. Trauma yang terkait dengan penyalahgunaan zat dapat terjadi
karena alasan seperti penggunaan dalam situasi yang tidak aman, penurunan penghambatan
atau gangguan penilaian, atau perdagangan seks untuk narkoba. Orang dengan penyakit
mental parah mungkin sangat sensitif terhadap efek zat ini, karena kondisi kehidupan di
bawah standar mereka. dan hubungan dengan orang-orang yang terpinggirkan, defisit
kognitif, atau kurangnya sumber daya ekonomi. Hasil bersih dari trauma ini mungkin
merupakan lingkaran setan di mana trauma berulang karena penyalahgunaan zat
memperburuk PTSD, yang mengarah pada penyalahgunaan zat yang lebih parah dan trauma
berulang lebih lanjut.
8. DAMPAK PENYALAHGUNAAN ZAT TERHADAP KETIDAKSTABILAN
PSIKIATRIS
Penyalahgunaan zat dapat menghasilkan berbagai efek negatif pada orang dengan
penyakit mental. Secara klinis, penyalahgunaan zat dapat menyebabkan peningkatan risiko
kekambuhan dan rawat inap. Bukti terkuat yang menghubungkan keparahan gejala dan
penggunaan narkoba adalah efek alkohol pada depresi yang memburuk. Risiko bunuh diri
meningkat secara signifikan pada orang dengan gangguan penggunaan zat primer, serta pada
individu dengan skizofrenia, gangguan bipolar, dan depresi. Risiko ini diperparah pada orang
yang didiagnosis selama dua tahun.
Kepribadian ganda dikaitkan dengan peningkatan beban anggota keluarga, serta
konflik interpersonal dengan kerabat dan teman. Masalah keuangan sering kali menyertai
penyalahgunaan obat-obatan, karena pasien membelanjakan uang mereka untuk obat-obatan

11
dan alkohol daripada kebutuhan pokok seperti makanan, dan pakaian. Selain itu, keinginan
untuk mendapatkan zat atau obat-obatan dapat memiliki efek yang mengakibatkan agresi dan
kekerasan terhadap keluarga, teman, penyedia perawatan, dan orang asing. Efek gabungan
dari penyalahgunaan zat pada beban keluarga, konflik interpersonal, masalah keuangan, dan
tekanan dan kekerasan membuat pasien dengan kepribadian ganda sangat rentan terhadap
ketidakstabilan perumahan dan menjadi tunawisma. Lebih jauh lagi, penyalahgunaan obat-
obatan terlarang dapat mengakibatkan pelanggaran hukum, dengan alasan seperti keinginan
memiliki obat terlarang, atau usaha untuk mendapatkan obat-obatan.
Selain konsekuensi klinis, sosial, dan hukum dari penyalahgunaan zat, konsekuensi
kesehatan yang parah juga sering terjadi. Penyalahgunaan zat dapat berkontribusi pada
perilaku berisiko, seperti hubungan seks tanpa kondom dan berbagi jarum suntik, yang terkait
dengan infeksi HIV dan hepalitis. Seperti dibahas di atas, pasien dengan kepribadian ganda
juga lebih rentan menjadi korban, karena penilaian mereka dapat dirusak dan lebih mungkin
terekspos kepada orang-orang yang mungkin mengambil keuntungan dari mereka secara
seksual atau finansial. Terakhir, penggunaan alkohol dan narkoba dapat memiliki efek
langsung pada kesehatan (mis., Kerusakan hati, jantung, dan paru-paru), dan dapat
meningkatkan kerentanan terhadap kecelakaan. Konsekuensi negatif penyalahgunaan zat
pada kesehatan adalah bahwa, setiap individu dengan gangguan penggunaan zat rentan
terhadap kematian dini dan morbiditas yang cukup besar selama mereka terus menerus
menyalahgunakan zat dan obat-obatan.
Singkatnya, penyalahgunaan zat pada pasien dengan penyakit mental parah dapat
memperburuk berbagai hasil, termasuk hasil kejiwaan, fungsi sosial, dan kesehatan. Efek dari
gangguan kejiwaan yang parah dan penyalahgunaan zat pada fungsi secara keseluruhan
tampaknya akan berdampak ketagihan, dan menggarisbawahi pentingnya mengurangi
penyalahgunaan zat untuk meningkatkan prognosis jangka panjang pasien.
9. MODEL KOMORBIDITAS
Seperti yang telah kami ulas sebelumnya, orang dengan penyakit kejiwaan yang parah
berada pada risiko yang jauh lebih besar untuk mengembangkan gangguan penggunaan
narkoba daripada orang-orang dalam populasi umum. Apa yang menyebabkan tingkat
komorbiditas yang sangat tinggi dari gangguan kejiwaan dan penggunaan narkoba?
Memahami faktor-faktor yang berkontribusi pada tingginya tingkat komorbiditas dapat
memberikan petunjuk yang berguna dalam pengobatan gangguan ganda.
Kushner dan Mueser (1993) telah menggambarkan empat tipe umum model yang
mungkin menjelaskan tingginya tingkat komorbiditas antara penyalahgunaan zat dan

12
penyakit kejiwaan: model faktor-faktor umum, model penyalahgunaan zat sekunder, model
psikopatologi sekunder, dan model dua arah. Model-model ini diringkas dalam Gambar 1.1.

Kami meninjau secara singkat bukti yang mendukung berbagai model komorbiditas
menjadi rendah. Untuk ulasan yang lebih mendalam, lihat Mueser, Drake, dan Wallach
(1998) dan Phillips and Johnson (2001). Untuk ulasan spesifik gangguan, lihat Blanchard,
Brown, Horan, dan Sherwood (2000) tentang skizofrenia; Kushner, Abrams, dan Borchardt
(2000) tentang gangguan kecemasan, Strakowski dan DelBello (2000) tentang gangguan
bipolar, Swendsen dan Merikangas (2000) tentang depresi; dan Trull, Sher, Minks-Brown,
Durbin, dan Burr (2000) tentang gangguan kepribadian terbatas.
A. COMMON-FACTOR MODEL
Model faktor-faktor umum mengusulkan bahwa satu atau lebih faktor secara
independen meningkatkan risiko penyakit kejiwaan dan penyalahgunaan zat. Tiga faktor
umum yang potensial telah menjadi fokus dari beberapa faktor penelitian-keluarga (genetik),
ASPD, dan disfungsi neurobiologis umum-walaupun banyak faktor lain yang mungkin. Jika

13
faktor genetik, ASPD, atau beberapa faktor lain ditemukan secara independen meningkatkan
risiko penyalahgunaan zat, ini akan mendukung common-factor model
 FAKTOR GENETIK
Satu strategi untuk menguji peran keluarga adalah dengan memeriksa riwayat
keluarga dengan gangguan kejiwaan dan penyalahgunaan zat, keluarga dengan kepribadian
ganda, keluarga dengan hanya gangguan psikiatrik, keluarga dengan hanya gangguan
penggunaan narkoba, dan tanpa gangguan kejiwaan atau penggunaan narkoba. Jika faktor
genetik berkontribusi pada peningkatan komorbiditas gangguan kejiwaan dan penggunaan
zat, pasien dengan gangguan kejiwaan akan diharapkan memiliki lebih banyak kerabat
dengan gangguan yang sama daripada orang-orang dalam populasi umum. Demikian pula,
jika kerentanan genetik merupakan faktor penyebab umum, pasien dengan gangguan
penggunaan narkoba diharapkan memiliki lebih banyak kerabat dengan penyakit kejiwaan
daripada orang-orang dalam populasi umum.
Namun, penelitian secara konsisten gagal menemukan hubungan ini. Artinya, pasien
dengan penyakit kejiwaan tidak lebih mungkin daripada orang dalam populasi umum untuk
memiliki kerabat dengan gangguan penggunaan narkoba, dan juga, pasien dengan diagnosis
penggunaan narkoba tidak lebih mungkin daripada orang dalam populasi umum untuk
memiliki kerabat dengan penyakit kejiwaan. Seperti yang disebutkan sebelumnya, pasien
dengan kepribadian ganda lebih mungkin daripada individu dalam populasi umum untuk
memiliki kerabat dengan gangguan kejiwaan atau penggunaan narkoba. Temuan ini
menunjukkan bahwa kerentanan genetik terhadap penyakit kejiwaan dan gangguan
penggunaan narkoba tidak tergantung satu sama lain dan tidak menjelaskan peningkatan
angka komorbiditas antara kedua gangguan tersebut.
 GANGGUAN KEPRIBADIAN ANTISOSIAL
Seperti disebutkan sebelumnya, ASPD sangat terkait dengan peningkatan tingkat
gangguan penggunaan narkoba. Selain itu, ASPD lebih lazim pada klien dengan penyakit
mental yang parah daripada populasi umum. Dengan demikian bukti menunjukkan bahwa
ASPD adalah faktor umum yang dapat menjelaskan setidaknya beberapa kelebihan dalam
tingkat penyalahgunaan zat pada pasien dengan gangguan mental. Temuan ini juga konsisten
dengan pengamatan bahwa ASPD lebih umum pada klien dengan kepribadian ganda daripada
pada pasien dengan penyakit mental dan tidak ada masalah penyalahgunaan zat.

14
 DISFUNGSI NEUROBIOLOGIS UMUM
Salah satu faktor umum yang secara bersamaan dapat meningkatkan risiko gangguan
kejiwaan dan penggunaan narkoba adalah disfungsi neurobiologis bersama. Semua zat yang
sering disalahgunakan memberikan efek euforia melalui stimulasi sistem imbalan yang
dimediasi dopamin dalam saluran mesolimbik otak. Kerentanan terhadap kecanduan
diperkirakan didasarkan pada gangguan aktivitas dalam sistem ini, yang menyebabkan
individu menggunakan zat-zat untuk merangsang perasaan positif. Gejala psikotik, seperti
halusinasi dan delusi, timbul akibat aktivitas berlebihan pada saluran dopamin mesolimbik.
Pertemuan dopamin ini menunjukkan bahwa faktor umum yang menyebabkan aktivitas
mesolimbik yang tidak teratur dapat berkontribusi pada kedua gangguan tersebut. Chambers,
Krystal, dan Self (2001) baru-baru ini menggambarkan dasar neurobiologis untuk model ini,
berhipotesis bahwa kelainan di kampus hippo dan korteks frontal. tidak hanya menciptakan
gejala skizofrenia, tetapi memfasilitasi efek penguatan positif dari efek obat dan mengurangi
kontrol penghambatan atas mencari narkoba.
 FAKTOR LAIN
Contoh faktor umum yang mungkin adalah gangguan kognitif. Individu dengan
perbaikan kognitif ringan atau tanda-tanda neurologis lebih rentan terhadap penyakit
kejiwaan dan penyalahgunaan narkoba. Contoh lain adalah kemiskinan, yang merupakan
faktor risiko untuk pengembangan gangguan kejiwaa serta penyalahgunaan zat. Meskipun
faktor-faktor umum ini menarik, penelitian sistematis belum memeriksa apakah mereka dapat
menjelaskan beberapa tingkat komorbiditas yang tinggi.
B. MODEL PENYALAHGUNAAN ZAT SEKUNDER
Model penyalahgunaan zat sekunder berpendapat bahwa tingkat komorbiditas yang
tinggi adalah konsekuensi dari penyakit psikis primer yang menyebabkan gangguan
penggunaan narkoba. Dalam model umum ini, tiga model yang berbeda telah disarankan:
model faktor risiko psikososial, model sensitivitas super, dan kerentanan iatrogenik terhadap
penyalahgunaan sikap. Model-model ini dijelaskan di bawah ini
 MODEL FAKTOR RISIKO PSIKOSOSIAL
Dalam model faktor risiko umum, ada beberapa hipotesis yang berbeda untuk
menjelaskan kelebihan komorbiditas. Mungkin model yang paling banyak dikenal adalah
hipotesis pengobatan sendiri. Menurut model ini, orang dengan gangguan kejiwaan lebih
rentan terhadap penyalahgunaan zat karena mereka menggunakan obat-obatan dan alkohol
untuk mengobati sendiri gejala kejiwaan yang mengganggu. Misalnya, tingkat kecemasan,

15
depresi, halusinasi, atau apatis yang tinggi dapat menyebabkan seseorang menggunakan zat-
zat dalam upaya untuk mengurangi gejala-gejala ini atau mengatasinya dengan lebih efektif.
Hipotesis pengobatan sendiri memiliki daya tarik yang luar biasa. Hampir semua
pasien dengan kepribadian ganda dapat menunjukkan beberapa gejala atau keadaan emosi
negatif yang mereka laporkan menggunakan narkoba atau alkohol untuk dimodifikasi.
Namun, laporan subjektif ini hanya memberikan dukungan lemah untuk hipotesis. Tiga jenis
bukti akan memberikan dukungan yang lebih kuat untuk hipotesis pengobatan sendiri: (1)
jika klien dengan kepribadian ganda menggambarkan efek menguntungkan dari penggunaan
zat pada gejala; (2) jika studi epidemiologi menyarankan agar pasien dengan
diagnosis psikiatrik tertentu lebih rentan menyalahgunakan jenis zat tertentu; atau (3) jika
pasien psikiatris dengan gejala yang lebih parah lebih mungkin daripada klien yang
simptomatik untuk menyalahgunakan zat.
Penelitian ini tidak menyediakan dukungan untuk semua kemungkinan ini. Dalam
penelitian laporan, pasien dengan kepribadian ganda cenderung melaporkan bahwa
penggunaan narkoba mengurangi masalah sosial, insomnia, suasana hati yang tertekan, apatis
/ anhedonia, dan berbagai kondisi lainnya, tetapi mereka jarang melaporkan bahwa zat
tertentu mengurangi gejala spesifik dari gangguan mental tertentu. Seperti ditinjau
sebelumnya dalam bab ini (lihat bagian "Prevalensi Seumur Hidup Penyalahgunaan Zat
dalam Penyakit Mental Parah"), studi epidemiologis tidak menunjukkan bahwa kelompok
diagnosis yang berbeda lebih memilih jenis zat yang berbeda; sebaliknya, mereka
menunjukkan bahwa individu dengan penyakit mental yang parah menyalahgunakan zat yang
sama seperti orang lain di masyarakat, tetapi pada tingkat yang lebih tinggi. Akhirnya, jumlah
atau jenis penggunaan narkoba tampaknya tidak terkait dengan keparahan atau jenis gejala
untuk pasien dengan gangguan kejiwaan. Dengan demikian sangat terbatas dukungan
penelitian, hipotesis pengobatan sendiri sebagai penjelasan untuk peningkatan komorbiditas
gangguan penggunaan zat pada orang dengan penyakit mental yang parah.
Temuan ini tidak berarti bahwa laporan pasien dengan gangguan mental yang parah
tentang mengapa mereka menggunakan zat tidak penting. Seperti yang kita bahas dalam Bab
5, persepsi pasien tentang peran dan efek penggunaan narkoba, termasuk motif meniru,
penting untuk menilai dan mengatasi dalam perawatan (lihat juga Graham, 1998). Penyebab
penggunaan masing-masing individu dapat bervariasi. Namun, penelitian yang tersedia pada
pengobatan sendiri menyarankan bahwa itu saja tidak memperhitungkan peningkatan
komorbiditas penyalahgunaan zat pada pasien dengan penyakit mental yang parah.

16
Tipe kedua dari model faktor risiko psikososial adalah hipotesis pengurangan-mood
disforia. Model ini mirip dengan hipotesis pengobatan sendiri, kecuali bahwa itu menyatakan
bahwa penggunaan narkoba dimotivasi oleh (atau berkorelasi dengan) dysphoria, daripada
gejala spesifik. Karena beberapa penyakit mental sering dikaitkan dengan kecemasan dan
depresi yang berkaitan dengan gejala, kehilangan kemampuan fungsional, dukungan,
kesejahteraan finansial, dan stigma sosial, peningkatan kerentanan terhadap penyalahgunaan
zat akan menjadi akibat wajar yang diharapkan. Beberapa bukti memberikan dukungan untuk
hipotesis ini. Laporan pasien sendiri menunjukkan bahwa penggunaan substansi sering
memberikan bantuan sementara dari disforia. Selain itu, beberapa penelitian telah dilaporkan
bahwa pasien dengan skizofrenia dan penggunaan narkoba melaporkan tingkat disforia yang
lebih tinggi daripada pasien skizophrenia tetapi tidak ada gangguan penggunaan narkoba.
Selain itu, anak-anak dan remaja dengan mood dan gangguan cemas mempunyai resiko lebih
tinggi untuk penyalahgunaan zat dan obat-obatan. Diperlukan lebih banyak penelitian untuk
menentukan apakah disforia berhubungan dengan kepribadian ganda pada lesi psikiatrik lain
dengan suasana hati dan kecemasan yang meningkat.
Berbagai faktor risiko psikososial lainnya karena penyakit mental sekunder juga dapat
berkontribusi terhadap kerentanan terhadap gangguan penggunaan narkoba. Contoh-contoh
faktor risiko termasuk tidak mampu berinteraksi, gangguan kognitif dan sekolah, kurangnya
rekreasi, kemiskinan, kurangnya tanggung jawab, kurangnya kegiatan sehari-hari yang
terstruktur dan bermakna, hubungan dengan kelompok yang menyimpang, dan tinggal di
lingkungan dengan tingkat penyalahgunaan obat yang tinggi. Sebagai contoh, individu
dengan mentalitas sering memiliki hubungan sosial yang buruk dan mengubah stigma sosial
penyakit mental. Untuk mendapatkan penerimaan sosial dan untuk menghindari efek
pelabelan, orang-orang ini mungkin tertarik pada kelompok menyimpang lain di mana
alkohol dan penggunaan narkoba adalah norma. Memang, banyak pasien dengan kepribadian
ganda melaporkan bahwa mereka menggunakan zat untuk memfasilitasi interaksi sosial
dengan teman sebaya.
Sedikit penelitian langsung membahas model multi-faktor risiko komorbiditas yang
lebih umum. Namun, ini memiliki implikasi klinis yang penting. Jika konsekuensi kognitif,
emosional, interpersonal, sosial, dan finansial dari penyakit mental yang parah dapat
meningkatkan risiko pasien untuk mengembangkan atau mempertahankan penyalahgunaan
zat. Perawatan yang efektif dari kepribadian ganda memerlukan seorang dokter untuk
menangani faktor-faktor risiko tersebut sehingga berhasil mengurangi atau menghilangkan
penyalahgunaan zat

17
 MODEL SUPERSENSITIVITAS
Model supersensitivitas adalah perpanjangan dari model kerentanan-stres dari
penyakit mental yang parah. Menurut model ini, kerentanan biologis, ditentukan oleh
kombinasi peristiwa genetik dan lingkungan awal (mis., Perinatal), berinteraksi dengan
tekanan lingkungan baik untuk memperkirakan timbulnya gangguan kejiwaan atau untuk
memicu kekambuhan. Efek stres pada obat menimbulkan penurunan kerentanan biologis,
sementara penggunaan alkohol atau obat-obatan dapat meningkatkannya. Kepekaan ini
terhadap efek zat dapat membuat pasien dengan penyakit mental parah lebih mungkin
mengalami konsekuensi negatif dari penggunaan alkohol atau obat-obatan dalam jumlah yang
relatif kecil. Dengan demikian model ini menunjukkan bahwa apa yang membedakan
sebagian besar pasien dengan kepribadian ganda dari populasi umum adalah konsekuensi
negatif yang mereka alami dari penggunaan zat dalam jumlah sedang, daripada penggunaan
zat dalam jumlah berlebihan.
Beberapa penelitian mendukung model supersensitivitas. Pertama, pasien dengan
kepribadian ganda cenderung menyalahgunakan jumlah zat yang lebih rendah daripada
individu dengan gangguan penggunaan zat primer dan akibatnya kurang mungkin untuk
mengembangkan ketergantungan fisik pada zat. Kedua, sejumlah kecil zat psikoaktif telah
ditemukan untuk memprovokasi gejala pada pasiien dengan penyakit mental yang parah.
Ketiga, sebagai hasil dari peningkatan kepekaan terhadap sejumlah kecil zat ini, relatif sedikit
pasien dengan penyakit mental yang parah dapat mempertahankan penggunaan zat-zat sedang
dari waktu ke waktu tanpa mengalami konsekuensi negatif. Sebagai contoh, dalam sebuah
studi longitudinal pasien dengan skizofrenia, Drake dan Wallach (1993) melaporkan bahwa
kurang dari 5% mampu mempertahankan minum tanpa gejala dari waktu ke waktu tanpa
mengalami konsekuensi negatif yang sangat berbeda dengan sekitar 50% dari populasi umum
yang minum alkohol dari waktu ke waktu tanpa mengembangkan gangguan
Dengan demikian, penelitian memberikan dukungan untuk model super sensitivitas,
yang berhipotesis bahwa beberapa kelebihan komorbiditas gangguan kejiwaan dan
penggunaan narkoba dapat dipertanggungjawabkan dengan peningkatan kerentanan biologis
terhadap efek alkohol dan obat-obatan. Implikasi klinis penting dari model ini adalah bahwa
relatif sedikit pasien dengan kepribadian ganda mungkin dapat mempertahankan penggunaan
narkoba yang terkontrol, karena penggunaan sedang dapat mengakibatkan konsekuensi
negatif atau meningkat menjadi penyalahgunaan zat yang lebih parah. Memberikan edukasi
pasien tentang sensitivitas biologis mereka terhadap efek alkohol dan obat-obatan
merupakan komponen penting dari perawatan diagnosis ganda terintegrasi.
18
 KERENTANAN IATROGENIK
Seperti disebutkan di atas, kecanduan diduga didasarkan pada gangguan aktivitas
dalam sistem imbalan dopaminergik dalam saluran mesolimbik di otak. Obat antipsikotik
memblokir beberapa jenis reseptor dopamin di otak untuk mengendalikan gejala psikotik
(Stahl, 1996). Secara teoritis, ini secara tidak sengaja dapat menyebabkan sistem hadiah
dopamin yang kurang aktif dan meningkatkan kerentanan terhadap penyalahgunaan zat.
Semua obat antipsikotik konvensional memblokir reseptor dopamin tipe 2 (D2) (Stahl, 1996).
Beberapa obat antipsikotik yang lebih baru (mis., Clozapine, quetiapine, dan olanzapine)
mengikat reseptor D2 kurang kuat, sehingga obat ini tidak sepenuhnya memblokir reseptor
D2 pada konsentrasi terapeutik. Hal ini diduga mendasari kemungkinan lebih rendah
gangguan pergerakan yang dimediasi dopamin yang terlihat dengan obat-obatan ini. Jika
blokade reseptor D2 meningkatkan kerentanan terhadap kecanduan, pasien yang diobati
dengan agen antipsikotik yang lebih baru harus menunjukkan tingkat penyalahgunaan zat
yang lebih rendah. Ada beberapa bukti yang menunjukkan tentang kasus ini.
Model ini juga akan menyiratkan bahwa pasien dengan penyakit mental sekunder
yang tidak diberi obat harus memiliki tingkat penyalahgunaan zat yang lebih rendah. Fakta
bahwa pasien dengan gangguan bipolar memiliki tingkat penyalahgunaan zat yang tinggi,
tetapi lebih kecil kemungkinannya untuk diobati dengan obat penghambat dopamin
(antipsikotik) dibandingkan pasien dengan gangguan psikotik, menunjukkan bahwa model ini
sendiri tidak dapat menjelaskan kelebihan komorbiditas penyalahgunaan zat di kalangan
pasien dengan penyakit mental yang parah. Kami tidak mengetahui adanya studi yang
menjawab pertanyaan ini.

19

Anda mungkin juga menyukai