Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari kegiatan berbahasa. Bahasa
merupakan sarana untuk berkomunikasi antarmanusia. Bahasa sebagai alat
komunikasi ini, dalam rangka memenuhi sifat manusia sebagai makhluk sosial
yang perlu berinteraksi dengan sesama manusia. Sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia dituntut untuk
mempunyai kemampuan berbahasa yang baik. Seseorang yang mempunyai
kemampuan berbahasa yang memadai akan lebih mudah menyerap dan
menyampaikan informasi baik secara lisan maupun tulisan.
Salah satu aspek berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa adalah
berbicara, sebab keterampilan berbicara menunjang keterampilan lainnya
(Tarigan, 1986:86). Keterampilan ini bukanlah suatu jenis keterampilan yang
dapat diwariskan secara turun temurun walaupun pada dasarnya secara
alamiah setiap manusia dapat berbicara. Namun, keterampilan berbicara
secara formal memerlukan latihan dan pengarahan yang intensif.
Siswa yang mempunyai keterampilan berbicara yang baik,
pembicaraannya akan lebih mudah dipahami oleh penyimaknya. Berbicara
menunjang keterampilan membaca dan menulis. Menulis dan berbicara
mempunyai kesamaan yaitu sebagai kegiatan produksi bahasa dan bersifat
menyampaikan informasi. Kemampuan siswa dalam berbicara juga akan
bermanfaat dalam kegiatan menyimak dan memahami bacaan.
Akan tetapi, masalah yang terjadi di lapangan adalah tidak semua siswa
mempunyai kemampuan berbicara yang baik. Oleh sebab itu, pembinaan
keterampilan berbicara harus dilakukan sedini mungkin. Pentingnya
keterampilan berbicara atau bercerita dalam komunikasi juga diungkapkan
oleh Supriyadi (2005:178) bahwa apabila seseorang memiliki keterampilan
berbicara yang baik, dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun

1
profesional. Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial
antarindividu. Sedangkan, keuntungan profesional diperoleh sewaktu
menggunakan bahasa untuk membuat pertanyaa-pertanyaan, menyampaikan
fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan dan mendeskripsikan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat kita ketahui rumusan
masalah yang harus dipecahkan dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Bagaimana konsep dasar berbicara?
2. Apa pengertian kemampuan berbicara?
3. Bagaimana tes kemampuan berbicara?
4. Bagaimana penilaian tes kemampuan berbicara?

1.3 Tujuan Penulisan


Merujuk dari rumusan masalah diatas maka dapat kita ketahui tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui dan memahami konsep dasar berbicara.
2. Mengetahui dan memahami pengertian kemampuan berbicara.
3. Mengetahui dan memahami tes kemampuan berbicara.
4. Mengetahui dan memahami penilaian tes kemampuan berbicara.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Berbicara


2.1.1 Pengertian Berbicara
Keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan
keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk
menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada
orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan
persyaratan alamiah yang memungkinkan untuk memproduksi suatu
ragam yang luas bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan, dan lagu
bicara. Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk
berbicara secara wajar, jujur, benar, dan bertanggung jawab dengan
menghilangkan masalah psikologis seperti rasa malu, rendah diri,
ketegangan, berat lidah, dan lain-lain (Iskandarwassid dan Suhendar,
2011: 241).
Berbicara merupakan kegiatan komunikasi lisan yang
melibatkan dua orang atau lebih dan para partisipannya berperan
sebagai pembicara maupun yang memberi reaksi terhadap apa yang
didengarnya serta memberi kontribusi dengan segera (Sulastri, 2008:
13). Berbicara sebagai cara berkomunikasi antara pembicara dan
pendengar. Komunikasi lisan memerlukan keterampilan berbicara dan
saling pengertian antara pembicara dan pendengar (Sulastri, 2008: 14).
Berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan serta menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan, 2008: 16). Berbicara adalah
suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun
serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sang pendengar atau
penyimak.

3
Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada
penyimak secara langsung apakah sang pembicara memahami atau
tidak, baik bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya, apakah
dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak pada saat
dia mengomunikasikan gagasannya, dan apakah dia waspada serta
antusias atau tidak (Tarigan, 2008: 16).
Berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekpresikan,
menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Arsjad dan
Mukti, 1988: 17). Berbicara merupakan suatu aktivitas komunikasi
yang penting dalam kehidupan manusia normal. Dengan berbicara
maka manusia bisa saling berkomunikasi, menyatakan pendapat,
menyampaikan maksud dan pesan, serta mengungkapkan perasaan
(Kusuma, 2009: 18).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa
berbicara merupakan sebuah proses komunikasi aktif dengan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi serta mengucapkan kata-kata
untuk mengekpresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan,
dan perasaan kepada orang lain. Hal utama dari kegiatan berbicara
khususnya dalam meningkatkan proses pembelajaran berbicara agar
efektif, maka siswa dapat melakukan kegiatan berkomunikasi secara
berkelompok, dua orang atau lebih dengan berlatih saling bertanya dan
menjawab, memberi dan menerima tanggapan. Yang menjadi catatan
dan kunci dalam keberhasilan berbicara dan menyampaikan kata-kata
itu, adalah “berbicara dengan bahasa pendengar”.

2.1.2 Tujuan Berbicara


Tujuan Berbicara Tujuan utama berbicara adalah untuk
berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif,
pembicara harus memahami makna segala sesuatu yang ingin
dikomunikasikan. Pada dasarnya berbicara mempunyai tiga tujuan
umum, yaitu memberitahukan dan melaporka 16 entertain), membujuk,

4
mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade) (Tarigan, 2008:
16).
Agar dapat mennyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya
pembicara betulbetul memahami isi pembicaraannya, dan dapat
mengevaluasi efek komunikasi terhadap pendengar. Jadi, bukan hanya
apa yang akan dibicarakan, akan tetapi bagaimana mengemukakannya.
Hal ini menyangkut masalah bahasa dan pengucapan bunyi-bunyi
bahasa tersebut (Arsjad dan Mukti, 1988: 17).
Program tujuan pengajaran keterampilan berbicara harus mampu
memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat mencapai
tujuan yang dicita-citakan (Iskandarwassid dan Suhendar, 2011: 242).
Tujuan tersebut mencakup hal-hal berikut.
1. Kemudahan Berbicara
Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih
berbicara sampai mereka mengembangkan keterampilan ini secara
wajar, lancar, dan menyenangkan, baik di dalam kelompok kecil
maupun di hadapan pendengar umum yang lebih besar jumlahnya.
Peserta didik perlu mengembangkan kepercayaan diri yang tumbuh
melalui latihan.
2. Kejelasan
Peserta didik berlatih berbicara dengan tepat dan jelas, baik
artikulasi maupun diksi kalimat-kalimatnya. Gagasan yang
diucapkan harus tersusun dengan baik melalui latihan seperti
berdiskusi, seminar, wawancara, memandu acara dalam suatu gelar
wicara, yang semuanya membutuhkan keterampilan mengatur cara
berpikir yang logis dan jelas sehingga kejelasan berbicara tersebut
dapat tercapai.
3. Bertanggung Jawab
Latihan berbicara yang baik menekankan pembicara untuk
bertanggung jawab agar berbicara secara tepat, dan dipikirkan
dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang menjadi topik
pembicaraan, tujuan pembicaraan, siapa yang diajak berbicara, dan

5
bagaimana situasi pembicaraan serta momentumnya. Latihan
demikian akan menghindarkan peserta didik dari berbicara yang
tidak bertanggung jawab atau bersilat lidah yang mengelabui
kebenaran.
4. Membentuk Pendengaran yang Kritis
Latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan
keterampilan menyimak secara tepat dan kritis juga menjadi tujuan
program ini. Di sini peserta didik perlu belajar mengevaluasi kata-
kata, niat, dan tujuan pembicara.
5. Membentuk kebiasaan
Keterampilan berbicara tidak dapat dicapai tanpa kebiasaan
berinteraksi dalam bahasa yang dipelajari atau bahkan dalam
bahasa ibu. Faktor ini demikian penting dalam membentuk
kebiasaan berbicara dalam perilaku seseorang. Sejalan dengan
tujuan berbicara di atas, ketercapaian tujuan pembicaraan
merupakan salah satu indikator terpenting dalam kegiatan berbicara
(Abidin, 2012: 130).

2.1.3 Fungsi Berbicara


Bahasa dapat digunakan sebagai alat untuk membicarakan
berbagai hal dengan orang lain. Fungsi berbicara dapat dikelompokkan
menjadi tujuh, yaitu:
1. Fungsi instrumental bertindak untuk menggerakkan serta
memanipulasi lingkungan, menyebutkan peristiwa-peristiwa
tertentu terjadi. Dengan adanya fungsi ini, bahasa difungsikan
untuk menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya berbicara
dengan maksud memerintah.
2. Fungsi pengaturan merupakan pengawasan terhadap
peristiwaperistiwa. Dengan fungsi ini, berbicara difungsikan untuk
persetujuan, celaan, pengawasan kelakuan, misalnya ungkapan
keputusan kepala desa terhadap kinerja bawahannya.

6
3. Fungsi representasional merupakan penggunaan bahasa untuk
membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta dan
pengetahuan, menjelaskan, melaporkan, dan menggambarkan,
misalnya seorang penyiar yang menyampaikan berita.
4. Fungsi interaksional merupakan penggunaan bahasa untuk
menjamin pemeliharaan sosial. Fungsi ini untuk menjaga agar
saluran-saluran komunikasi tetap terbuka, misalnya seorang
pendakwah yang menggunakan lelucon dalam dakwahnya agar
pendengarnya tidak bosan dan mengikuti ceramahnya sampai
selesai.
5. Fungsi personal merupakan penggunaan bahasa unuk menyatakan
perasaan, emosi, kepribadian, dan reaksi-reaksi yang terkandung
dalam benaknya. Contohnya ungkapan hati seorang guru yang
marah-marah karena kelakuan siswanya.
6. Fungsi heuristik merupakan penggunaan bahasa untuk
mendapatkan pengetahuan, mempelajari lingkungan. Fungsi ini
biasanya disampaikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.
7. Fungsi imajinatif merupakan penggunaan bahasa untuk
menciptakan sistematis atau gagasan-gagasan imajiner. Melalui
fungsi ini, berbicara berfungsi untuk merangsang imajinasi
seseorang. Ketujuh fungsi tersebut tidak dapat dipisahkan secara
mutlak. Dalam konteks suatu pembicaraan, mungkin mengandung
beberapa fungsi. Artinya, dalam pembicaraan terdapat satu, dua,
atau lebih fungsi.

2.1.4 Jenis-Jenis Berbicara


Jenis-Jenis Berbicara Klasifikasi berbicara dapat dilakukan
berdasarkan tujuannya, situasinya, cara penyampaiannya, dan jumlah
pendengarnya.
a. Berbicara berdasarkan tujuan
1) Berbicara memberitahukan, melaporkan, dan
menginformasikan.

7
2) Berbicara menghibur.
3) Berbicara membujuk, mengajak, meyakinkan atau
menggerakkan.

b. Berbicara berdasarkan situasi


1) Berbicara formal. Dalam situasi formal pembicara dituntut
berbicara secara formal, misalnya ceramah dan wawancara.
2) Berbicara informal. Dalam situasi informal pembicara harus
berbicara secara tidak formal, misalnya tukar pengalaman,
menyampaikan berita, dan bertelepon.

c. Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya


1) Berbicara mendadak, terjadi jika seseorang tanpa direncanakan
sebelumnya harus berbicara di muka umum.
2) Berbicara berdasarkan catatan, biasanya berupa butir-butir
penting sebagai pedoman berbicara.
3) Berbicara bedasarkan hafalan, menyiapkan dengan cermat dan
menulis dengan lengkap bahan pembicaraannya.
4) Berbicara berdasarkan naskah, menyusun naskah
pembicaraanya secara tertulis dan dibacakannya pada saat
berbicara.
d. Berbicara berdasarkan jumlah pendengarnya
1) Berbicara antarpribadi, terjadi apabila dua pribadi
membicarakan, mempercakapkan, merundingkan, atau
mendiskusikan.
2) Berbicara dalam kelompok kecil, terjadi apabila seseorang
pembicara menghadapi sekelompok kecil pendengar, misalnya
3-5 orang.
3) Berbicara dalam kelompok besar, terjadi apabila seorang
pembicara menghadapi pendengar berjumlah besar.

8
2.2 Pengertian Kemampuan Berbicara
Kemampuan berasal dari kata dasar mampu, yang berarti bisa, dapat atau
sanggup. Dengan demikian yang dimaksud dengan kemampuan adalah
memiliki kesanggupan dan kecakapan untuk melakukan sesuatu. Kemampuan
diistilahkan dengan kompetensi. Kompetensi adalah kemampuan yang
dimiliki pemakai bahasa tentang bahasa-bahasa yang dikuasai dan
dipahaminya (Tarigan, 2009: 11). Kemampuan berbicara adalah kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Arsjad dan
Mukti, 1988: 17).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
kemampuan berbicara adalah kemampuan untuk menggunakan intonasi,
ucapan, dan menyusun kalimat dengan baik dalam setiap pembicaraannya.
Ukuran tersebut tentunya didasarkan mampukah pembicara (penutur dan
petutur) membedakan dengan siapa serta pada situasi yang bagaimana dia
berbicara, apa dengan orang yang sudah dikenal atau belum dikenal, dalam
situasi empat mata atau di depan orang banyak, pada forum resmi atau tidak
resmi, dan sebagainya. Untuk dapat memiliki kemampuan berbicara ini,
sarananya adalah pembelajaran dan pelatihan yang berkelanjutan dengan
memilih metode dan teknik yang tepat. Teknik tepat yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah melalui gelar wicara (talk show).

2.3 Tes Kemampuan Berbicara


2.3.1 Pengertian Tes Kemampuan Berbicara
Tes kemampuan berbicara merupakan salah satu aspek yang sangat
penting dalam tes bahasa (Heaton, 1989). Sebagai kemampuan
berbahasa yang aktif-produktif, kemampuan berbicara menuntut
penguasaan terhadap beberapa aspek dan kaidah penggunaan bahasa
(Djiwandono, 1996). Berkaitan dengan hal ini, Harris (1996)
menyatakan, bahwa tidak ada kemampuan berbahasa yang begitu sulit
untuk dinilai sebagaimana tes berbicara. Kemudian ditegaskan kembali
bahwa berbicara itu merupakan ketrampilan yang sangat kompleks,

9
yang mempersyaratkan penggunaan berbagai kemampuan secara
simultan. Kemampuan tersebut meliputi:
1. Pelafalan (yang mencakup ciri-ciri segmental-vokal dan konsonan
serta pola tekanan dan intonasi),
2. Tata bahasa,
3. Kosa kata,
4. Kelancaran (fluency), dan
5. Pemahaman (kemampuan merespon terhadap suatu ujaran secara
baik).
Tujuan tes berbicara adalah untuk mengukur kemampuan tes dalam
menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi lisan.

2.3.2 Bentuk-Bentuk Tes Kemampuan Berbicara


1. Membaca Keras
Sasaran utamanya adalah agar teste memiliki kemampuan
melafalkan bunyi-bunyi atau ujaran bahasa sasaran dengan lancar,
fasih dan dengan intonasi yang tepat.
2. Bercerita Melalui Gambar
Gambar, peta dan diagram dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan berbicara (Heaton, 1989). Untuk mengungkapkan
kemampuan berbicara siswa, gambar dapat dijadikan rangsangan
pembicaraan yang baik.
3. Menceritakan Kembali
Kegiatan “menceritakan kembali” sebagai salah satu bentuk tes
kemampuan berbicara. Dilakukan dengan cara, guru
memperdengarkan wacana baik secara langsung maupun melalui
media. Setelah itu, teste diminta untuk menceritakan kembali
wacana yang diperdengarkan tersebut dengan susunan bahasanya
sendiri.
4. Bercerita Bebas
Bercerita bebas yaitu suatu kegiatan tes kemampuan berbicara yang
menuntut teste menceritakan topik-topik tertentu secara bebas.

10
5. Wawancara
Kegiatan wawancara dilkukan oleh seorang penguji / lebih terhadap
teste. Seorang penguji hendaknya menciptakan suasana yang
kondusif, agar teste merasa tenang, bebas, dan tidak merasa
tertekan. Suatu hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam
memilih materi wawancara adalah keterkaitan meteri tersebut
dengan kurikulum dari isi buku teks bahasa Arab yang sudah
dipelajari oleh siswa.
6. Pidato
Dalam konteks pengajaran atau penyelenggaraan tes berbicara,
tugas pidato dapat berwujud permainan simulasi.
7. Diskusi
Diskusi selain sebagai alat untuk mengukur kemampuan siswa
dalam berargumentasi, juga dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan berbicara. Dalam diskusi, teste diminta
mengemukakan dan mempertahankan pendapat, ide dan pikiran
orang lain secara kritis dan logis.

2.3.3 Tingkatan Tes Kemampuan Berbicara

1. Tes kemampuan berbicara tingkat ingatan

Tes kemampuan berbicara pada tingkat ingatan pada umumnya


lebih bersifat teoritis, menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan
tugas berbicara, misalnya tentang pengertian, fakta, dan
sebagainya.

2. Tes kemampuan berbicara tingkat pemahaman

Seperti halnya tes ingatan, tes kemampuan berbicara tingkat


pemahaman juga masih bersifat teoritis, menanyakan masalah-
masalah yang berhubungan dengan berbagai tugas berbicara.

3. Tes kemampuan berbicara tingkat penerapan

Tes kemmpuan berbicara pada tingkat penerapan tidak lagi bersifat


teoritis, melainkan menghendaki siswa untuk praktik berbicara. Tes

11
tingkat ini menuntut siswa untuk mampu menerapkan kemampuan
berbahasanya untuk berbicara dalam situasai (dan masalah) tertentu
untuk keperluan berkomunikasi.

Untuk mengungkapkan kemampuan berbicara siswa tingkat


penerapan, kita dapat memilih pembicaraan dalam berbagai situasi (dan
berbagai subjek) melalui bentuk permainan simulasi.

2.4 Penilaian Tes Kemampuan Berbicara


Setiap kegiatan belajar perlu diadakan penilaian termasuk dalam
pembelajaran kegiatan berbicara. Cara yang digunakan untuk mengetahui
sejauh mana siswa mampu berbicara adalah tes kemampuan berbicara. Pada
prinsipnya ujian keterampilan berbicara memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berbicara, bukan menulis, maka penilaian keterampilan
berbicara lebih ditekankan pada praktik berbicara.Untuk mengetahui
keberhasilan suatu kegiatan tertentu perlu ada penilaian.
Penilaian yang dilakukan hendaknya ditujukan pada usaha perbaikan
prestasi siswa sehingga menumbuhkan motivasi pada pelajaran berikutnya.
Penilaian kemampuan berbicara dalam pengajaran berbahasa berdasarkan
pada dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor
kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan struktur sedangkan faktor
nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran dan gaya (Haryadi, 1997:95).
Dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang pada prinsipnya
harus memperhatikan lima faktor, yaitu:
a. Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal, konsonan) diucapkan dengan
tepat?
b. Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara serta rekaman suku
kata memuaskan?
c. Apakah ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa
referensi internall memahami bahasa yang digunakan?
d. Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang
tepat?

12
e. Sejauh manakah “kewajaran” dan “kelancaran” ataupun “kenative-
speaker-an” yang tecermin bila sesorang berbicara?\
Penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara
siswa dilakukan melalui tugas bercerita. Untuk mengevaluasi kemampuan
berbicara siswa dibutuhkan format penilaian berbicara. Berikut merupakan
format penilaian berbicara/bercerita yang dimodifikasi dari penilaian
Jakovits dan Gordon (Nurgiyantoro, 2001:290).
Bicara merupakan suatu kemampuan kompleks yang melibatkan
beberapa faktor, yaitu kesiapan belajar, kesiapan berpikir, kesiapan
mempraktikkan, motivasi, dan bimbingan; Apabila salah satu faktor tidak
dapat dikuasai dengan baik, akan terjadi kelambatan dan mutu bicara akan
menurun (Hasuti, dkk., 1985). Semakin tinggi kemampuan seseorang
menguasai kelima unsur itu, semakin baik pula penampilan dan penguasaan
berbicaranya. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan seseorang untuk
menguasai kelima unsur itu, semakin rendah pula penguasaan berbicaranya.
Akan tetapi, sangat sulit bagi kita untuk menilai faktor-faktor itu karena sulit
diukur.
Berdasarkan fakta bahwa kegiatan berbicara cenderung dapat diamati
dalam konteks nyata saat siswa berbicara, maka dalam kegiatan berbicara
dapat dikembangkan penilaian kinerja yang bertujuan menguji kemampuan
siswa dalam mendemontrasikan pengetahuan dan keterampilannya (apa yang
mereka ketahui dan dapat mereka lakukan) pada berbagai situasi nyata dan
konteks tertentu (Johnson and Johnson, 2004).
Penilaian kinerja mempunyai dua karakteristik dasar yaitu (1) siswa
diminta untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam mengkreasikan
suatu produk atau terlibat dalam suatu aktivitas (perbuatan), misalnya
berpidato, (2) produk dari penilaian kinerja lebih penting daripada kinerja
(performance)-nya.
Penilaian mengenai apakah yang akan dinilai itu produk atau
kinerjanya akan sangat bergantung pada karakteristik domain yang diukur.
Dalam bidang sastra, misalnya acting dan menari, kinerja dan produknya
sama penting.

13
Penilaian mengenai kemampuan kinerja dapat juga dilakukan dengan
menggunakan skala penilaian (rating scale). Walaupun cara ini serupa
dengan checklist, tapi skala penilaian memungkinkan penilai menilai
kemampuan peserta didik secara kontinum tidak lagi dengan model
dikotomi. Dengan kata lain, kedua cara ini sama-sama berdasarkan pada
beberapa kumpulan keterampilan atau kemampuan kerja yang hendak
diukur: checklist hanya memberikan dua katagori penilaian, sedangkan skala
penilaian memberikan lebih dari dua kategori penilaian. Paling tidak ada tiga
jenis skala penilaian, yaitu: (1) numerical rating scale, (2) graphic rating
scale, dan (3) descriptive rating scale. Selain itu, alat penilaian dalam
berbicara dapat berwujud penilaian yang terdiri atas komponen-komponen
tekanan, tata bahasa, kosakata, kefasihan, dan pemahaman. Penilaian ini
adalah deskripsi masing-masing komponen (Nurgiyantoro, 2005: 156).
a. Tekanan
1) Ucapan sering tak dapat dipahami.
2) Sering terjadi kesalahan besar dan aksen kuat yang menyulitkan
pemahaman, menghendaki untuk selalu diulang.
3) Pengaruh ucapan asing (daerah) yang mengganggu dan
menimbulkan salah ucap yang dapat menyebabkan kesalahpahaman.
4) Pengaruh ucapan asing (daerah) dan kesalahan ucapan yang tidak
menyebabkan kesalahpahaman.
5) Tidak ada salah ucap yang menolak, mendekati ucapan standar
6) Ucapan sudah standar.

b. Tata bahasa
1) Penggunaan tata bahasa hampir selalu tidak tepat.
2) Ada kesalahan dalam pemgunaan pola-pola pokok secara tetap yang
selalu mengganggu komunikasi.
3) Sering terjadi kesalahan dalam pola tertentu karena kurang cermat
yang dapat mengganggu komunikasi.
4) Kadang-kadang terjadi kesalahan dalam penggunaan pola tertentu,
tetapi tidak mengganggu komunikasi.

14
5) Sedikit terjadi kesalahan, tetapi bukan pada penggunaan pola.
6) Tidak lebih dari dua kesalahan selama berlangsungnya kegiatan
wawancara.

c. Kosakata
1) Penggunaan kosakata tidak tepat dalam percakapan yang paling
sederhana sekalipun.
2) Penguasaan kosakata sangat terbatas pada keperluan dasar personal
(waktu, makanan, transportasi, keluar).
3) Pemilihan kosakata sering tidak tepart dan keterbatasan
penggunaannya menghambat kelancaran komunikasi dalam masalah
sosial dan profesional.
4) Penggnaan kosakata teknis tepat dalam pembicaraan tentang masalah
tertentu, tetapui penggunaan kosakata umum terasa berlebihan.
5) Penggunaan kosakata teknis lebih luas dan cermat, kosakata umum
tepat digunakan sesuai dengan situasi sosial.
6) Penggunaan kosakata teknis dan umum terkesan luas dan tepat sekali.

d. Kelancaran
1) Pembicaraan selalu berhenti dan terputus-putus.
2) Pembicaraan sangat lambat dan tidak ajeg kecuali untuk kalimat
pendek dan rutin.
3) Pembicaraan sering nampak ragu, kalimat tidak lengkap.
4) Pembicaraan kadang-kadang masih ragu, pengelompokan kata
kadang-kadang tidak tepat.
5) Pembicaraan lancar dan halus, tetapi sekali-kali masih kurang ajeg.
6) Pembicaraan dalam segala hal lancar dan halus.

e. Pemahaman
1) Memahami sedikit isi percakapan yang paling sederhana.
2) Memahami dengan lambat percakapan sederhana, perlu penjelasan
dan pengulangan.

15
3) Memahami percakapan sederhana dengan baik, dalam hal tertentu
masih perlu penjelasan dan pengulangan.
4) Memahami percakapan normal dengan lebih baik, kadang-kadang
mesih perlu pengulangan dan penjelasan.
5) Memahami segala sesuatu dalam percakapan normal kecuali yang
bersifat koloqial.
6) Memahami segala sesuatu dalam percakapan normal dan koloqial.

Berikut adalah contoh lembar penilaian berdasarkan komponen-komponen itu.


Nama Siswa :
Kelas, Semester :
Tanggal :
No Butir Penilaian 1 2 3 4 5 6 Skor
1 Tekanan
2 Tata bahasa
3 Kosakata
4 Kelancaran
5 Pemahaman
Jumlah Skor
Nilai = jumlah skor : 5
(Nilai tertinggi 6, terendah 1)
Dalam penelitian ini, dilakukan pembobotan nilai dengan
berdasarkan pada tujuan atau fokus penilaian, serta melakukan modifikasi
berbagai butir penilaian sesuai dengan tujuan, situasi, dan kondisi yang
melatari.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari kegiatan berbahasa. Bahasa
sebagai alat komunikasi ini, dalam rangka memenuhi sifat manusia sebagai
makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan sesame manusia. berbicara
adalah aspek yang penting di kehidupan manusia. Dengan tujuan untuk
berinteraksi atau berkomunikasi antar sesama individu maupun kelompok.
Manusia tidak lepas dari kegiatan berkomunikasi, dengan komunikasi kita
semua dapat berhubungan satu sama lain. Seseorang yang mempunyai
kemampuan berkomunikasi yang baik akan lebih mudah bergaul terutama
dengan lingkungan masyarakat.
Dari berbicara kita bisa menentukan bagaimana sikap dan tingkah laku
seseorang. Cara berbicara dengan baik dan benar didepan umum harus
dipertimbangkan dan dipahami juga. Dengan mempertimbangkan bagaimana
cara menyampaikan informasi tersebut dan menggunakan bahasa yang baik
dan benar karena dengan itu tujuan berbicara dapat tersampaikan dengan
baik oleh pendengar maupun lawan berbicara.

3.2 Saran

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan


dalam penulisan dan penyusunannya, maka dari itu saran dan kritik dari semua
pembaca yang sangat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
atau perubahan yang lebih baik lagi untuk kedepannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/25611284/MAKALAH_TES_KEMAMPUAN_

BERBICARA

https://www.google.com/amp/s/truestroryeka.wordpress.com/2012/01/28/makalah
-keterampilan-berbicara/amp/

http://digilib.unila.ac.id/1239/3/BAB%20II.pdf

http://digilib.uinsby.ac.id/7307/3/Bab%202.pdf

18

Anda mungkin juga menyukai