Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan gizi menyediakan makanan sesuai dengan jumlah dan macam
zat gizi, yang diperlukan konsumen secara menyeluruh.Makanan yang
dipersiapkan dan disajikan bercitarasa tingi, yang memenuhi syarat kesehatan
dan sanitasi.Untuk mendapatkan makanan tesebut, diperlukan pengembangan
resep terhadap menu yang telah ada. Pengembangan resep bisa melalui
pembuatan masakan (makanan) baru, yang masih menggunakan bahan makanan
yang sama, sehingga tercipta menu yang lebih bervariasi (Aritonang, 2014).
Modifikasi resep sebagai salah satu cara untuk meningkatkan citarasa
makanan. Menu yang telah ada dimodifikasi, sehingga dapat mengurangi rasa
bosan/jenuh pasien terhadap masakan yang sering disajikan.Demikian pula
pengembangan resep untuk meningkatkan nilai gizi masakan, sekaligus
meningkatkan daya terima pasien. Modifikasi resep dapat berupa modifikasi
bahan pendukungnya, modifikasi bentuk, atau cara pengolahannya. Dengan
demikian, modifikasi resep dimaksudkan untuk : (1) Meningkatkan
keanekaragaman masakan bagi pasien ; (2) Meningkatkan nilai gizi pada
masakan; dan (3) Meningkatkan daya terima pasien terhadap masakan
(Aritonang, 2014).
Dalam praktikum ini, akan dilakukan pengembangan resep makanan tinggi
antioksidan. Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan
satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut
dapat diredam. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,
memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus,
antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terbentuknya reaksi
radikal bebas (peroksida) dalam oksidasi lipid (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
Kanker dapat dicegah dengan bantuan antioksidan. Pada penderita penyakit
kanker, sel kanker mengakibatkan adanya serangan radikal bebas dalam sel

1
yang mengakibatkan terjadinya pertumbuhan dan perkembangan sel yang
abnormal yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan (Swartz, 1979).
Antioksidan yang dihasilkan tubuh manusia tidak cukup untuk
melawan radikal bebas, untuk itu tubuh memerlukan asupan antioksidan dari
luar (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibedakan dalam dua kelompok,
antioksidan alami dan sintetik. Antioksidan alami merupakan antioksidan yang
diperoleh dari hasil ekstraksi bahan alami atau terbentuk dari reaksi-reaksi kimia
selama proses pengolahan (Santoso, 2005). Antioksidan alami dapat diperoleh
dari beragam sumber bahan pangan, seperti sayur-sayuran, buah-buahan,
rempahrempah, dan lain-lain. Contoh dari antioksidan alami adalah vitamin C,
vitamin E, dan β-karoten. Menurut Santoso (2005), senyawa antioksidan alami
dalam tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik dan polifenolik, seperti
golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam
organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki fungsi sebagai
antioksidan meliputi flavon, flavanol, isoflavon, katekin dan kalkon, sedangkan
turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan
lain-lain (Santoso, 2005).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam praktikum ini adalah bagaimana pengembangan
resep untuk makanan tinggi antioksidan.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk menghasilkan produk baru yang tinggi antioksidan berdasarkan
resep yang telah ada.
1.3.2 Untuk mengetahui daya terima produk baru yang tinggi antioksidan
berdasarkan resep yang telah ada.

2
BAB II
TINJAUAN PUASTAKA

2.1 Pengembangan Resep


Pengembangan resep adalah kegiatan untuk meningkatkan menu sehingga
lebih berkualitas dalam aspek rasa, aroma, penampilan dan nilai gizi dengan
tetap memperhatikan prinsip dasar dari resep awalnya. Selain itu, pengembangan
resep jugamerupakan cara untuk menambah variasi menu dan bertujuan untuk
meningkatkandaya terima pasien terhadap menu yang disajikan. Pengembangan
resep juga merupakan pembuatan masakan (makanan) baru, yang masih
menggunakan bahan makanan yang sama, sehingga tercipta menu yang lebih
bervariasi.
Tujuan dari pengembangan resep adalah untuk menjamin bahwa makanan
yang disajikan selalu konsisten kualitas dan kuantitasnya, sebagai panduan kerja
bagi juru masak agar menghasilkan kualitas masakan yang sama, dan juga
sebagai alat kontrol produksi. Pengembangan resep diperlukan untuk
meningkatkan daya terima pasien terhadap menu yang disajikan.
Modifikasi resep sebagai salah satu cara untuk meningkatkan citarasa
makanan. Menu yang telah ada dimodifikasi, sehingga dapat mengurangi rasa
bosan/jenuh pasien terhadap masakan yang sering disajikan. Demikian pula
pengembangan resep untuk meningkatkan nilai gizi masakan, sekaligus
meningkatkan daya terima pasien. Modifikasi resep dapat berupa modifikasi
bahan pendukungnya, modifikasi bentuk, atau cara pengolahannya. Dengan
demikian, modifikasi resep dimaksudkan untuk : (1) Meningkatkan
keanekaragaman masakan bagi pasien ; (2) Meningkatkan nilai gizi pada
masakan; dan (3) Meningkatkan daya terima pasien terhadap masakan
(Aritonang, 2014).

3
2.2 Antioksidan
Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menyerap atau
menetralisir radikal bebas sehingga mampu mencegah penyakit-penyakit
degeneratif seperti kardiovaskuler, karsinogenesis, dan penyakit lainnya.
Senyawa antioksidan merupakan substansi yang diperlukan tubuh untuk
menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh
radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Senyawa ini memiliki
struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal
bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai
dari radikal bebas (Murray, 2009).
Secara kimia senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron
(elektron donor). Secara biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang
dapat menangkal atau meredam dampak negatif oksidan. Antioksidan bekerja
dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat
oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat di hambat (Winarti,
2010). Antioksidan dibutuhkan tubuh untuk melindungi tubuh dari serangan
radikal bebas. Antioksidan adalah suatu senyawa atau komponen kimia yang
dalam kadar atau jumlah tertentu mampu menghambat atau memperlambat
kerusakan akibat proses oksidasi. Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan
antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga apabila terbentuk banyak radikal
maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Adanya kekhawatiran
kemungkinan efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik
menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan.
Resiko terkena penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler, kanker,
aterosklerosis, osteoporosis dan penyakit degeneratif lainnya bisa diturunkan
dengan mengkosumsi antioksidan dalam jumlah yang cukup. Konsumsi makanan
yang mengandung antioksidan dapat meningkatkan status imunologi dan
menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat penuaan. Kecukupan
antioksidan secara optimal dibutuhkan oleh semua kelompok usia (Winarsi,
2007).

4
Ada beberapa pengelompokan antioksidan, yaitu Antioksidan enzimatis
dan antioksidan non enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim
superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Antioksidan
non enzimatis, dibagi dalam 2 kelompok lagi; antioksidan larut lemak, seperti
tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin, antioksidan larut air,
seperti asam askorbat, protein pengikat logam.

2.3 Penyakit Kanker


Penyakit kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan pertumbuhan
sel-sel jaringan tubuh tidak normal (tumbuh sangat cepat dan tidak terkendali),
menginfiltrasi/ merembes, dan menekan jaringan tubuh sehingga mempengaruhi
organ tubuh (Akmal, dkk., 2010: 187). Penyakit kanker menurut Sunaryati
merupakan penyakit yang ditandai pembelahan sel tidak terkendali dan
kemampuan selsel tersebut menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan
pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan
migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis) (Sunaryati, 2011).
Penyakit kanker adalah suatu kondisi sel telah kehilangan pengendalian
dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak
normal, cepat dan tidak terkendali (Diananda, 2009).Penyakit kanker adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang
tidak normal, berkembang cepat dan terus membelah diri, hingga menjadi
penyakit berat (Maharani, 2009).
Kanker merupakan kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel
yang tumbuh secara terus-menerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi
dengan jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi fisiologis. Kanker terjadi karena
timbul dan berkembang biaknya jaringan sekitarnya (infiltratif) sambil
merusaknya (dekstrutif), dapat menyebar kebagian lain tubuh, dan umumnya
fatal jika dibiarkan.
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks
merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan

5
berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum.Penyebab kanker
serviks diketahui adalah virus HPV (Human Papilloma Virus) sub tipe
onkogenik, terutama sub tipe 16 dan 18. Adapun faktor risiko terjadinya kanker
serviks antara lain: aktivitas seksual pada usia muda, berhubungan seksual
dengan multipartner, merokok, mempunyai anak banyak, sosial ekonomi rendah,
pemakaian pil KB (dengan HPV negatif atau positif), penyakit menular seksual,
dan gangguan imunitas.
Pasien kanker serviks berisiko mengalami malnutrisi dan kaheksia kanker,
sehingga perlu mendapat terapi nutrisi adekuat, dimulai dari skrining gizi, dan
apabila hasil skrining abnormal (berisiko malnutrisi), dilanjutkan dengan
diagnosis serta tatalaksana nutrisi umum dan khusus.Tatalaksana nutrisi umum
mencakup kebutuhan nutrisi umum (termasuk penentuan jalur pemberian
nutrisi), farmakoterapi, aktivitas fisik, dan terapi nutrisi operatif (lihat lampiran).
Pasien kanker serviks dapat mengalami gangguan saluran cerna, berupa diare,
konstipasi, atau mual-muntah akibat tindakan pembedahan serta kemo- dan atau
radio-terapi. Pada kondisi-kondisi tersebut, dokter SpGK perlu memberikan
terapi nutrisi khusus, meliputi edukasi dan terapi gizi serta medikamentosa,
sesuai dengan masalah dan kondisi gizi pada pasien. Penyintas kanker sebaiknya
memiliki BB ideal dan menerapkan pola makan yang sehat, tinggi buah, sayur
dan biji-bijian, serta rendah lemak, daging merah, dan alkohol dan
direkomendasikan untuk terus melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuan
secara teratur dan menghindari gaya hidup sedenter (Rekomendasi tingkat A).

2.4 Ubi Jalar Ungu


Tanaman ubi jalar, yang termasuk dalam tumbuhan semusim
(annual), memiliki susunan tubuh utama yang terdiri dari batang, ubi, daun,
bunga, buah, dan biji. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, berbuku-
buku, dan tipe pertumbuhannya tegak atau merambat (menjalar). Batang
tanaman tipe tegak memiliki panjang antara 1-2 m, sedangkan tipe merambat
memiliki panjang 2-3 m. Ukuran batang dibedakan atas tiga macam yaitu besar,

6
sedang, dan kecil. Warna batang biasanya hijau tua sampai keungu-unguan
(Rukmana, 2007).
Tanaman ubi jalar memiliki daun tunggal yang beraneka ragam, baik bentuk
maupun warnanya (Lembaga Biologi Nasional dan LIPI, 1977). Daun ubi jalar
berbentuk bulat hati, bulat lonjong, dan bulat runcing, tergantung
pada varietasnya. Daun ubi jalar memiliki tulang-tulang menyirip, kedudukan
tegak agak mendatar, dan bertangkai tunggal yang melekat pada batang. Ukuran
daun bervariasi, tergantung pada varietasnya. Daun ubi jalar berwarna hijau tua
dan hijau kuning (Juanda Js. dan Cahyono, 2004).
Umbi tanaman ubi jalar merupakan bagian yang dimanfaatkan untuk bahan
makanan. Umbi tanaman ubi jalar memiliki mata tunas yang dapat
tumbuh menjadi tanaman baru. Umbi tanaman ubi jalar memiliki ukuran, bentuk,
warna kulit, dan warna daging bermacam-macam, tergantung pada varietasnya.
Ukuran umbi ubi jalar ada yang besar dan kecil sementara bentuknya ada yang
bulat, bulat lonjong, dan bulat panjang. Kulit umbi ada yang berwarna putih,
kuning, ungu, jingga, dan merah. Daging umbi ada yang berwarna putih, kuning,
jingga, dan ungu muda (Juanda Js. dan Cahyono, 2004).
Pemanfaatan ubi jalar sebagai alternative bahan pangan semakin
diperhitungan dalam upaya diversifikasi pangan di Indonesia.Hal ini karena
ubi ubi jalar mengandung kalori dan karbohidrat yang tinggi.Rukmana
(1997) menyatakan bahwa ubi jalar memiliki potensi kalori sebesar 215
kal/ha/hari sedangkan padi dan jagung berturut – turut hanya 176 kal/ha/hari
dan 110 kal/ha/hari. Ubi jalar juga mengandung berbagai vitamin dan mineral
serta kandungan gizi lain seperti protein dan lemak. Karena itulah ubi jalar
merupakan satu komoditas pertanian penghasil karbohidrat yang penting
sebagai cadangan pangan bila produksi padi dan jagung tidak mencukupi lagi.
Di daerah yang memiliki produksi ubi jalar tinggi, ubi jalar dapat dijadikan
bahan pangan alternatif untuk menggantikan beras dan jagung (Juanda dan
Cahyono, 2000).

7
Sebagaimana jenis tanaman pangan lain menurut Setiawati dkk (1994),
kendala utama dalam penggunaan ubi jalar sebagai bahan baku industri
makanan yaitu tidak tersedianya ubi sepanjang tahun.Dari kandungan gizi dan
manfaatnya, ubi jalar memiliki potensi yang dapat dipertimbangkan sebagai
komoditas pertanian yang tinggi di pasaran.
Rukmana (1997) menyebutkan bahwa ubi jalar memiliki potensi ekonomi
dan social yang cukup tinggi sebagai bahan makanan yang efisien pada masa
mendatang, sebagai bahan pakan ternak, dan bahan baku berbagai industri.
Tidak hanya di pasar dalam negeri, pemanfaatan ubi jalar juga tinggi di negara
lain, seperti Jepang, Korea, dan Amerika. Rukmana (1997) menyatakan
bahwa ubi jalar amat potensial dianjurkan sebagai komoditas ekspor
nonmigas.
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas var ayamurazaki) biasa disebut Ipomoea
batatas karena memiliki kulit dan daging umbi yang berwarna ungu kehitaman
(ungu pekat). Ubi jalar ungu mengandung pigmen antosianin yang lebih tinggi
dari pada ubi jalar jenis lain. Ubi jalar ungu mulai dikenal dan menyebar
ke seluruh dunia terutama negara-negara yang beriklim tropis (Masudi, 2004).
Antosianin termasuk dalam kelompok flavonoid yang penyebarannya luas
diantara spesies tanaman, merupakan pigmen berwarna yang umumnya terdapat
di bunga berwarna merah, ungu dan biru (Yuwono, dkk, 2010). Ubi jalar ungu
mengandung antosianin berkisar ± 519 mg/100 gr berat basah (Kumalaningsih,
2006).
Antosianis ubi jalar ungu juga memiliki fungsi fisiologis missal antioksidan,
antikanker, antibakteri, perlindungan terhadap kerusakan hati, penyakit jantung
dan stroke.Ubi jalar ungu bias menjadi anti kanker karena didalamnya ada zat
aktif yang dinamakan selenium dan iodin yang aktivitasnya dua puluh kali lebih
tinggi dari jenis ubi lainnya (Ferlina, 2010).
Dengan adanya diversifikasi ubi jalar terutama ubi jalar ungu yang
mempunyai berbagai kandungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubi
jalar putih maupun ubi jalar orange diharapkan akan meningkatkan

8
nilaiekonomi dan memperpanjang daya simpannya selain sebagai bahan
baku industri pengolahan pangan. Salah satu bentuk diversifikasinya yaitu
tepung ubi jalar ungu. Tepung ubi jalar merupakan hancuran ubi jalar
yang dihilangkan sebagian kadar airnya sekitar 7% (Sarwono, 2005). Tepung
ubijalar ungu bentuknya seperti tepung biasa dan warnanya putih
keunguan setelah terkena air akan berwarna ungu tua. Dalam pembuatan tepung
ubi jalar perlu diperhatikan proses pengeringannya sehingga dapat
dihasilkan tepung yang berkualitas.
Selain sumber karbohidrat dan kalori, ubi jalar ungu juga mengandung
protein dan lemak. Terdapat kandungan pigmen warna ungu atau antosianin
yang bervariasi pada setiap tanaman ubi jalar.
Beberapa manfaat ubi jalar ungu bagi kesehatan :
a. Ubi ungu berfungsi untuk menghambat penggumpalan darah sehingga aliran
darah menuju ke jantung dapat berjalan lancar. Antosianin pada ubi ungu
bermanfaat sebagai antioksidan yang dapat menyerap polusi udara
b. Ubi ungu memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri 2,5 dan 3,2 kali lebih
tinggi dari pada beberapa varietas "blueberry".
c. Ubi ungu kaya akan serat. Serat dan pektin dalam ubi ungu sangat baik untuk
mencegah gangguan pencernaan seperti wasir, sembelit hingga kanker kolon.
Serat dalam ubi ungu juga akan membantu menahan air, sehingga
keseimbangan cairan dalam tubuh dapat dipertahankan vitamin C, vitamin B
kompleks, zat besi, dan fosfor dalam ubi jalar berfungsi untuk menjaga
kekebalan tubuh.
d. Antosianin ubi ungu juga memiliki fungsi fisiologis misal antioksidan,
antikanker, antibakteri, perlindungan terhadap kerusakan hati, penyakit
jantung dan stroke.
e. Ubi ungu sebagai obat anti peradangan. Vitamin A, B, C, kalsium, dan
potasiumnya membantu meringankan radang perut, dan masalah sejenis
karena manfaat antiperadangannya

9
f. Kandungan aktif zat selenium dan iodin dua puluh lebih tinggi dari pada ubi
lainnya, sehingga ubi jalar ungu dapat menjadi anti kanker.
Tabel 2.1 Kandungan Zat Gizi Ubi Jalar per 100 gram bahan

No Unsur Gizi Ubi Ungu Ubi Putih Ubi Kuning


1 Kalori (kal) 123 123 136
2 Protein (g) 1,8 1,8 1,1
3 Lemak (g) 0,7 0,7 0,4
4 Karbohidrat (g) 27,9 27,9 32,3
5 Kalsium (mg) 30 30 57
6 Fosfor (mg) 49 49 52
7 Zat besi (mg) 0,7 0,7 0,7
8 Natrium (mg) 77 - 5
9 Kalium (mg) 0,9 - 393
10 Niacin (mg) 22 - 0,6
11 Vitamin A (SI) 62 60 900
12 Vitamin B (mg) 0,7 0,9 900
13 Vitamin C (mg) 22 22 0,04
14 Air (g) 62,5 68,5 -
15 BDD (%) 75 86 -
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Republik Indonesia (1991)

2.5 Pisang Raja


Tanaman pisang termasuk dalam golongan monokotil tahunan, pohon yang
tersusun atas batang semu. Batang semu ini merupakan tumpukan pelepah daun
yang tersusun secara rapat teratur. Pisang dikembangbiakan dengan cara
vegetatif. Percabangan tanaman bertipe simpodial dengan meristem ujung
memanjang dan membentuk bunga lalu buah. Bagian bawah batang pisang
menggembung berupa umbi yang disebut bonggol. Pucuk lateral (sucker) muncul

10
dari kuncup pada bonggol yang selanjutnya tumbuh menjadi tanaman pisang.
Buah pisang umumnya tidak berbiji atau bersifat partenokarpi. Variasi dalam
kultivar pisang, diantaranya dari warna buah, warna batang, bentuk daun, bentuk
buah dan masih banyak lagi karakter yang membedakan diantara kultivar pisang
(Candra,2003).
Indonesia sebagai negara berkembang dikenal menjadi salah satu pusat
keanekaragaman pisang. Saat ini, lebih dari 230 jenis pisang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia (Prabawati, 2009). Pisang di Indonesia termasuk buah yang
paling banyak dikonsumsi dibandingkan dengan buah-buahan lain. Berdasarkan
data statistik Departemen Pertanian (2008), produksi pisang di Indonesia ini
cukup besar. Berdasarkan Angka Tetap (ATAP) pada tahun 2013 produksi pisang
mencapai 6,28 juta ton. Untuk wilayah Asia, Indonesia termasuk penghasil pisang
terbesar karena 50% produksi pisang Asia dihasilkan oleh Indonesia. Hampir
seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang karena didukung
oleh iklim yang sesuai.
Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan komoditas buah-buahan tropis yang
banyak dijumpai di Indonesia. Buah pisang banyak digemari dan lebih banyak
dikonsumsi dalam bentuk buah segar (fresh fruit) maupun hasil olahan pisang
lainnya, misalnya sale pisang, tepung pisang, anggur pisang, sari buah, pisang
goreng, pisang rebus, keripik pisang, dan lain-lain. Buah pisang memiliki
kandungan karbohidrat, vitamin A, vitamin C, pektin, dan kadar air yang tinggi
namun rendah lemak dan protein. Tingginya kandungan gizi dan kadar air buah
pisang segar yang mencapai 65% mengakibatkan buah pisang rentan terhadap
kerusakan selama penyimpanan dan pengangkutan.
Pisang sudah dikenal sebagai buah yang lezat dan berkhasiat bagi kesehatan
karena pisang mengandung gizi yang baik antara lain menyediakan energi cukup
tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain dan harganya juga relatif murah
namun memiliki manfaat yang cukup besar. Rata–rata kandungan setiap 100 gr
daging buah pisang terdiri atas energi 90 kkal, karbohidrat 22,84 gr, protein 1,09
gr, lemak 0,33 gr, serat 2,6 fg, kalsium 5 mg, fosfor 22 mg, zat besi 0,26 mg,

11
tembaga 0,078 mg, potasium 358 mg, magnesium 27 mg, vitamin A 64 mg,
vitamin B1 0,031 mg, vitamin C 8,7 mg, vitamin E 0,1 mg (Wardhany, 2014).
Pisang Raja Bulu merupakan salah satu jenis pisang komersial yang
mempunyai ukuran sedang dan gemuk dengan bentuk buah melengkung dan
pangkal buah agak bulat (Ipteknet, 2005), dari berbagai jenis buah pisang, pisang
raja bulu merupakan salah satu jenis pisang yang sangat digemari masyarakat.
Pisang Raja dapat digunakan sebagai buah meja dan bahan baku produk olahan
atau campuran dalam pembuatan kue. Daging buah rasanya manis dan aromanya
kuat, namun kulit agak tebal sehingga bagian yang dapat dimakan hanya 75%.
Pada waktu matang, warna kulit buahnya kuning berbintik coklat atau kuning
merata, dengan warna daging buah kuning kemerahan. Setiap tandan memiliki
berat sekitar 4-22 kg dengan jumlah sisir 6-7 sisir dan jumlah buah 10-16
buah/sisir (Prabawati et al., 2009)
Pisang raja merupakan salah satu buah tropikal yang banyak sekali tumbuh di
wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Malaysa. Pisang raja bulu (AAB)
merupakan pisang yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan berpotensi
untuk ekspor. Pisang raja bulu mempunyai keunggulan yaitu rasanya lebih manis
dan legit, penampilan buahnya menarik dan memiliki kandungan karoten yang
tinggi (PKBT, 2005), yang mana karoten merupakan senyawa antioksidan yang
memberikan warna kuning pada kulit pisang (Nuramanah, 2012). Keluarga buah
Musaceae ini cukup populer karena rasanya yang sangat manis dibandingkan
dengan pisang yang lain. Ciri-ciri kulit pisang raja adalah berwarna kuning,
kulitnya agak kasar, aromanya khas pisang raja, tekstur lunak. Tidak hanya manis
saja yang membuat pisang raja digemari, kandungan Vitamin C dan Vitamin A
yang tinggi membuat pisang ini menjadi primadona. Vitamin C dan Vitamin A
yang terkandung dalam buah ini merupakan antioksidan yang sangat baik untuk
mengurangi dampak radikal bebas dan mencegah kanker (Saraswati, 2015).

12
Tabel 2.3 Kandungan Zat Gizi Pisang Raja per 100 gram bahan
No Zat Gizi Kadar
1 Karbohidrat (g) 31,8
2 Kalsium (mg) 10
3 Fosfor (mg) 22
4 Zat besi (mg) 0.8
5 Vitamin A (mg) 950
6 Vitamin B (mg) 0,06
7 Vitamin C (mg) 10
8 Air (g) 65.8
9 Kalori (Kal) 120
10 Protein (g) 1.2
11 Β-karoten (S1) 950
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1979)

2.6 Kue Talam


Kue talam merupakan kue yang berbahan dasar tepung beras dan tepung
kanji, dengan bahan tambahan gula pasir, santan, garam, dan vanili. Kue talam
mengandung energi sebesar 18 kilokalori, protein 0,1 gram, karbohidrat 3,2 gram,
lemak 0,5 gram, kalsium 0,01 miligram, fosfor 0 miligram, dan zat besi 0,75
miligram. Ciri khas kue ini adalah empuk, harum dan legit, serta pembuatannya
dengan teknik mengukus (Prasetyaningsih,2014). Saat ini, kue talam sering
dijumpai di berbagai toko makanan dengan harga yang terjangkau. Meskipun
harga kue talam terjangkau namun masih sedikit konsumen yang tertarik,
dikarenakan kandungan lemak yang tinggi dan menggunakan pewarna buatan.
Hal ini, menuntut produsen lebih inovatif dalam memproduksi kue talam untuk
meningkatkan daya terima. Salah satu strategi yang dilakukan oleh produsen kue
talam adalah dengan menjadikan suweg sebagai bahan kue talam.
Tepung beras adalah tepung yang berasal dari beras yang mengalami proses
penggilingan dan penghalusan. Tepung beras memerlukan waktu oemasakan yang
cukup lama untuk memberikan kekentalan yang baik pada produk, tetapi
kekntalan ini dapanbertahan baik pada suhu yang dingin (Imannungsuh, 2012).
Tepung tapioka, tepung singking, tepung kanji atau aci adalah tepung yang
diperoleh dari umbi akar ketela pohon (singkong). Tepung kanji dapat

13
memberikan kekentalan pada saat dilakukannya pemanasan yang singkat, tetapi
kurang dapat memberikan kekentalan yang cukup pada produk yang dingin
(Imanningsih, 2012).
Santan kelapa merupakan cairan yang diperoleh dari perasan kelapa parut
kering yang ditambahkan air. Santan banyak digunakan sebagai bahan untuk
mengolah berbagai masakan dan dalam pembuatan berbagai aneka kue
(Satoto,1999). Selain sebagai pembentuk tekstur santan kelapa juga dapat
berfungsi sebagai media penghantar panas pada waktu pemasakan dan dapat
meningkatkan keempukan (Sundari, 1999).
Gula pasir mudah larut dalam makanan dan minuman sehingga mudah
digunakan (Ayodya, 2009). Menurut Koswara (2006) gula pasir dibuat dari nira
tebu, yang diolah dipanrik gula sehingga dihasilkan sukrosa yang dikenal sebagai
gula pasir. Daun pandan digunakan untuk memberi rasa dan aroma pada kue
(Cheetangdee dan Siree, 2006).
Tujuan dilakukannya pengukusan pada pembuatan kue talam ini adalah untuk
mengurangi kadar air dalam bahan baku, sehingga tekstur bahan menjadi kompak.
Suhu tingga dan penambahan air dalam pengukusan akan menyebabkan
gelatinisasi (Sartika, 2009). Proses pengolahan dengan pengukusan memiliki
penurunan gizi yang lebih kecil (Harris dan Karmas, 1989).

2.6 Makanan Enteral


Makanan enteral adalah makanan berkonsistensi cair yang diberikan melalui
alat pencernaan pasien, baik secara oral maupun dengan bantuan tabung (tube).
Makanan enteral diperuntukkan bagi pasien yang kesadarannya menurun dan
pasien yang mengalami kesulitan menelan. Makanan enteral menjadi juga salah
satu solusi untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien yang mengalami penurunan
nafsu makan. Pemberian makanan enteral terbukti aman bagi tubuh dan ekonomis
(Dietitians Association of Australia, 2015).

14
Umumnya makanan enteral memiliki kerapatan kalori 1 kkal/mL. dan bersifat
isotonik. Dalam formulasi standar mengandung 15-25% kalori sumbernya adalah
susu sapi, telur (putih telur), kedelai dan gandum. Sumber lemak termasuk
minyak jagung, minyak bunga matahari, kedelai, lemak mentega atau lemak
daging sapi (Akbaylar, 2002).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Windsor et al., (1998), pemberian
makanan enteral pasien penderita pankreatitis dapat mengurangi paparan toksik
dan stres oksidan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Moore et al., (1991)
pemberian makanan enteral lebih efektif mengurangi tingkat kesakitan
dibandingan pemberian makanan parenteral sebelum pasien dioperasi.
Jalur pemberian makanan enteral dengan bantuan tabung (tube)
dapatdiberikanmelaluijalurgastric(lambung) yaitu NGT (NasoGasticTube), jalur
duodenum yaitu NDT (Naso Duodenal Tube) dan juga jalur jejenum yaitu NJT
(Naso Jejunal Tube) (Dietitians Association of Australia, 2015).
NGT diberikan kepada pasien yang tidak memiliki gangguan pada lambung
dan usus. Keuntungan penggunakan NGT diantaranya lebih ekonomis, jalur
termudah untuk memasukkan tabung ke dalam alat pencernaan, dan juga menjaga
kenormalan fungsi usus, sedangkan kerugian penggunaan NGT adalah
meningkatkan resiko aspirasi paru-paru (Dietitians Association of Australia,
2015).
NDT diberikan kepada pasien yang memiliki gangguan pada lambung.
Keuntungan penggunaan NDT diantaranya dapat digunakan lebih cepat, yaitu 4-6
jam setelah cedera, sedangkan kerugian penggunaan NDT adalah meningkatkan
resiko kembung, kram dan diare karena kekurangan kapasitas dalam usus
(Dietitians Association of Australia, 2015).
NJT diberikan kepada pasien yang memiliki gangguan lambung, pasien yang
beresiko mengalami refluks esophagus, dan pasien yang akan dioperasi.
Keuntungan penggunaan NJT diantaranya dapat digunakan lebih cepat yaitu 4-6
jam setelah cedera dan dapat mengurangi refluks esophagus sedangkan kerugian

15
penggunaan NJT yaitu meningkatkan resiko kembung, kram dan diare karena
kekurangan kapasitas dalam usus (Dietitians Association of Australia, 2015).
Makanan enteral dikelompokkan menjadi makanan enteral komersil dan
makanan enteral homemade (Akbaylar, 2002). Makanan enteral komersial adalah
makanan enteral dalam bentuk bubuk (Mokhalalati, et al., 2004). Makanan enteral
komersial terbagi menjadi formula polimerik, formulamodular, formula elemental
(formula monomerik dan oligomerik) (Nilesh, et al.,2011).
Formula polimerik diberikan kepada pasien dengan penyakit kritis (critical
ill). Formulasi standar mengandung 45%-60% kalori dari karbohidrat, 12%-20%
kalori dari protein, dan 30%-40% kalori dari lemak. Formula ini mengandung
karbohidrat, lemak, dan protein dalam bentuk kompleks. Formula polimerik tidak
mengandung laktosa, karena kandungan laktosa akan menyebabkan distensi
abdomen, kram dan diare (Nilesh, et al., 2011). Formula polimerik memiliki
kerapatan kalori 1 kkal/mL dan bersifat isotonik (Akbaylar, 2002). Formula
modular adalah formula khusus yang hanya terdiri atas satu makronutrien yaitu
lemak, karbohidrat, atau protein saja (Nilesh, et al.,2011).
Formula elemental didesain untuk pasien yang mengalami gangguan
penyerapan makanan dan gangguan pencernaan seperti penyakit Chron’s dan
sindrom usus pendek. Formula elemental dibagi menjadi formula monomerik dan
oligomerik. Perbedaan kedua formula tersebut adalah sumber nitrogen, pada
formua monomerik terdiri dari asam-asam amino, sedangkan pada formula
oligomerik tersusun atas dipeptide dan tripeptida. Keduanya dikombinasikan
dengan sumber lemak yang mudah diserap yaitu MCT (Medium Chain
Triglyceride), dan juga penambahan maltodekstrin sebagai sumber karbohidrat
(Nilesh, et al.,2011).
Makanan enteral homemade dibuat dengan mengkombinasikan bahan-bahan
makanan seperti seperti susu, telur, daging, buah dan sayuran yang diblender.
Makanan enteral homemade dapat dibuat di rumah pasien atau di rumah sakit
(Mokhalalati, et al., 2004) dan (Nilesh, et al., 2011).Makanan enteral homemade

16
memiliki keuntungan diantaranya lebih ekonomis dan mudah disesuaikan dengan
kondisi pasien (Mokhalalati, et al., 2004).
Menurut Asosiasi Dietisien Indonesia (2005), pembuatan formula enteral
didasarkan pada perhitungan kebutuhan zat gizi yang disesuaikan dengan syarat
meliputi karbohidrat 60-70%, protein 15-20% dan lemak 20- 25% yang terdiri
dari SAFA <7%, MUFA <13%, PUFA <13%.

2.7 Uji Organoleptik Melalui Uji Hedonik


Penilaian organoleptik adalah suatu disiplin ilmu yang digunakan untuk
mengungkap, mengukur, menganalisa dan menafsir reaksi indera penglihatan,
perasa, pembau dan peraba ketika menangkap karakteristik produk. Uji
organoleptik dilakukan oleh panelis berdasarkan faktor kesukaan.
Karakteristik pengujian organoleptik menurut Bambang Kartika, (1988)
adalah penguji cenderung melakukan penilaian berdasarkan kesukaan, penguji
tanpa melakukan latihan, penguji umumnya tidak melakukan penginderaan
berdasarkan kemampuan seperti dalam pengujian inderawi, pengujian dilakukan
di tempat terbuka sehingga diskusi kemungkinan terjadi.
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
penginderaan. Bagian organ tubuh yang berperan dalam penginderaan adalah
mata, telinga, indera pencicip, indera pembau dan indera perabaan atau sentuhan.
Kemampuan alat indera memberikan kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau
dibedakan berdasarkan jenis kesan. Luas daerah kesan adalah gambaran dari
sebaran atau cakupan alat indera yang menerima rangsangan. Kemampuan
memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan alat indra
memberikan reaksi atas rangsangan yang diterima. Kemampuan tersebut meliputi
kemampuan mendeteksi (detection), mengenali (recognition), membedakan
(discrimination), membandingkan (scalling) dan kemampuan menyatakan suka
atau tidak suka (hedonik). Perbedaan kemampuan tersebut tidak begitu jelas pada
panelis. Sangat sulit untuk dinyatakan bahwa satu kemampuan sensori lebih
penting dan lebih sulit untuk dipelajari. Karena untuk setiap jenis sensori

17
memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda, dari yang paling mudah hingga
sulit atau dari yang paling sederhana sampai yang komplek (rumit).
Pengujian organoleptik atau sensory test didefinisikan sebagai metode untuk
mengukur, menganalisa dan menginterprestasikan reaksi dari karakteristik bahan
pangan yang diterima melalui penglihatan, bau, rasa, sentuhan dan pendengaran
atau suara. Penilaian atau uji organoleptik dikenal juga dengan penilaian sensori
atau penilaian inderawi dimana secara tradisional sudah berkembang sejak zaman
dahulu, yakni di saat manusia sudah mulai memperhatikan kualitas lingkungan
disekitarnya. Uji sensori merupakan suatu cara penilaian subjektif tertua yang
sangat umum digunakan untuk memilih hampir semua komoditi terutama hasil
pertanian dalam arti luas, seperti buah – buahan, ikan, rempah – rempah, minyak
dan lain – lain.
Penilaian organoleptik dimanfaatkan oleh industri terutama industri pangan
dan juga penelitian unutuk pengukuran atribut – atribut mutu dengan
menggunakan manusia sebagai alat pengukuran. Berdasarkan kemampuan
penginderaannya (mata, hidung, telinga, lidah dan kulit). Tujuan organoleptik
adalah untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan – pertanyaan menyangkut
mutu produk yang berkaitan dengan pembedaan (untuk membedakan mutu
organoleptik baik satu atau beberapa atribut organoleptik maupun secara
keseluruhan), afektifitas (untuk mengukur preferensi dan penerimaan) dan
deskriptif (untuk mendeskripsikan atribut – atribut organoleptik).
Pada prinsipnya terdapat 3 jenis uji organoleptik, yaitu uji pembedaan
(discriminative test), uji deskripsi (descriptive test) dan uji afektif (affective
test).Pada praktikum ini dilakukan uji organoleptik melalui uji afektif.Uji afektif
digunakan untuk mengukur sikap subjektif konsumen terhadap produk
berdasarkan sifat-sifat organoleptik. Hasil yang diperoleh adalah penerimaan
(diterima atau ditolak), kesukaan (tingkat suka/tidak suka), pilihan (pilih satu dari
yang lain) terhadap produk. Metode ini terdiri atas Uji Perbandingan Pasangan
(Paired Comparation), Uji Hedonik dan Uji Ranking.Dan uji afektif yang
digunakan adalah uji hedonik.

18
Uji hedonik merupakan pengujian yang paling banyak digunakan untuk
mengukur tingkat kesukaan terhadap produk. Tingkat kesukaan ini disebut skala
hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka, agak tidak suka, tidak suka,
sangat tidak suka dan lain-lain. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan
menurut rentangan skala yang dikehendaki. Dalam analisis datanya, skala
hedonik ditransformasikan ke dalam skala angka dengan angka manaik menurut
tingkat kesukaan (dapat 5, 7 atau 9 tingkat kesukaan). Dengan data ini dapat
dilakukan analisa statistik.

2.9 Uji Fisik


Uji Fisik adalah uji dimana kualitas produk diukur secara objektif berdasarkan
hal-hal fisik yang nampak dari suatu produk. Prinsip uji fisik yaitu Pengujian
dilakukan dengan cara kasat mata, penciuman, perabaan dan pengecapan dan alat-
alat tertentu yang sudah di akui secara akademis (Kartika, 1998).
Pertama, menggunakan indera manusia, dengan cara menyentuh, memijit,
menggigit, mengunyah, dan sebagainya, selanjutnya kita sampaikan apa yang kita
rasakan. Ini yang disebut dengan analisa sensori. Karena reaksi kita sebagai
manusia yang menguji berbeda-beda, maka diperlukan analisa statistik untuk
menyimpulkan skala perbedaan ataupun tingkat kesukaan penguji terhadap
produk tersebut. Cara uji kedua dengan pendekatan fisik, menggunakan
instrument atau peralatan tertentu (Kartika, 1998).
Uji morfologi adalah uji yang dilakukan terhadap produk pangan seperti
bentuk, ukuran dan warna atau faktor-faktor luaran dari produk pangan.
(Prabaningtyas 2003).

2.10 Uji Kimia dengan Metode Luff Schoorl (Uji Kadar Karbohidrat)
Uji Kimia adalah uji dimana kualitas produk diukur secara objektif
berdasarkan kandungan kimia yang terdapat dalam suatu produk. (Kartika,
1998). Uji kimia yang dilakukan adalah menggunakan uji Luff Schoorl.
Metode Luff Schoorl adalah berdasarkan proses reduksi dari larutan Luff

19
Schoorl oleh gula-gula pereduksi (semua monosakarida, laktosa dan maltosa).
Hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida yang dapat mereduksikan Cu2+
menjadi Cu1+.

2.11 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH


Metode DPPH merupakan metode cepat,sederhana, dan tidak
membutuhkan biaya tinggi dalam menentukan kemampuan antioksidan
menggunakan radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH). Metode
ini sering digunakan untuk menguji senyawa yang berperan sebagai free
radical scavengers atau donor hidrogen dan mengevaluasi aktivitas
antioksidannya, serta mengkuantifikasi jumlah kompleks radikal-antioksidan
yang terbentuk. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel berupa
padatan maupun cairan (Prakash,et,all, 2001).
Gugus kromofor dan auksokrom pada radikal bebas DPPH memberikan
absorbansi maksimum pada panjang gelombang 517 nm sehingga
menimbulkan warna ungu. Warna DPPH akan berubah dari ungu menjadi
kuning seiring penambahan antioksidan yaitu saat elektron tunggal pada
DPPH berpasangan dengan hidrogen dari antioksidan. Hasil dekolorisasi
oleh antioksidan setara dengan jumlah elektron yang tertangkap.

2.13Uji Biologis
Pengujian dilakukan dengan pemberian perlakuan uji coba pada makhluk
hidup, biasanya pada hewan seperti tikus atau mencit.

2.14 Uji Mikrobiologi


Prinsip dari metode hitungan cawan atau Total Plate Count (TPC) adalah
menumbuhkan sel mikroorganisme yang masih hidup pada media agar,
sehingga mikroorganisme akan berkembang biak dan membentuk koloni yang
dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan
mikroskop.

20
Pada metode ini, teknik pengenceran merupakan hal yang harus dikuasai.
Tujuan dari pengenceran sampel yaitu mengurangi jumlah kandungan mikroba
dalam sampel sehingga nantinya dapat diamati dan diketahui jumlah
mikroorganisme secara spesifik sehingga didapatkan perhitungan yang tepat.
Pengenceran memudahkan dalam perhitungan koloni (Fardiaz, 1993). Setelah
dilakukan pengenceran, kemudian dilakukan penanaman pada media lempeng
agar. Setelah diinkubasi, jumlah koloni masing-masing cawan diamati dan
dihitung. Koloni merupakan sekumpulan mikroorganisme yang memiliki
kesamaan sifat seperti bentuk, susunan, permukaan, dan sebagainya.
Selanjutnya perhitungan dilakukan terhadap cawan petri dengan jumlah koloni
bakteri antara 30-300. Perhitungan Total Plate Countdinyatakan sebagai jumlah
koloni bakteri hasil perhitungan dikalikan faktor pengencer. Keuntungan dari
metode TPC adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan.
Keuntungan lainnya dapat diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat
dalam contoh.

21
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Pengembangan resep dilakukan pada hari Senin tanggal 27 Januari 2020
di Laboratorium ITP Politeknik Kesehatan Banjarmasin Jurusan
Gizi.Pengembangan resep ini dimulai dari persiapan bahan makanaan,
pengolahan bahan makanan hingga penyajian makanan dan penilaian subjektif
panelis terhadap makanan.

3.2 Kasus
Seorang ibu umur 62 tahun, pensiunan guru SMU, TB 152 cm, BB 50 kg.
Masuk RS karena mengeluh badan lemah, nyeri sekitar pinggul, ada pendarahan
di luar siklus haid. Ibu tersebut menderita kanker rahim dan sudah dua kali
menjalani kemoterapi. Pasien mengalami mual dan muntah, serta hilangnya nafsu
makan. Hitung kalori dan zat-zat gizi serta susun menunya untuk satu hari.
 Anamnesis
BB : 50Kg
TB : 152 cm
𝐵𝐵 65 65
IMT = 𝑇𝐵2 = (1,52)2 = 2,3104 = 28,13 (Obesitas tingkat berat)

Umur : 62 thn
JK : Perempuan
Diet Penyakit Kanker
Protein : 1- 1,5 gram/kg BB
KH : sisa kebutuhan energi
Lemak : 15-20%

22
 Assesment Gizi
1. Antropometri
Tinggi Badan 152 cm
Berat Badan 50 kg
𝐵𝐵 50 50
IMT = 𝑇𝐵2 = (1,52)2 = 2,3104 = 21,6 (Normal)

2. Biokimia
3. Klinis dan Fisik
Pasien asthenia (lemah), obesitas, kehilangan nafsu makan,
mengalami mual dan muntah.

 Diagnosis Gizi
Daya Terima MakananTerbatas(P) berkaitan dengan berkurangnya
nafsu makan dan minum (E) ditandai dengan keluhan mual dan muntah (S)

 Intervensi/Planing
1. Macam/Bentuk/Cara Pemberian
Macam :Tinggi Energi Tinggi Protein
Bentuk : Bentuk Makanan yaitu Makanan Lunak.
Cara Pemberian : Makanan diet di berikan secara Oral.
2. Tujuan Diet
a. Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan penyakit
serta daya terima pasien.
b. Mengurangi rasa mual dan muntah
c. Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan
oleh pasien dan keluarganya
3. Prinsip Diet :
a. Energi tinggi diberikan sebesar 1580 kkal
b. Protein tinggi diberikan sebesar 65 gram
c. Lemak sedang diberikan sebesar 35,11 gram

23
d. Karbohidrat cukup, sisa pengurangan energi dengan protein dan lemak
e. Vitamin dan mineral cukup terutama vitamin A, B kompleks, C dan E
f. Rendah Iodium
g. Pasien mendapat makanan steril
h. Porsi makan kecil dan sering

4. Syarat Diet :
a. Energi tinggi, yaitu 32 kkal/Kg BB untuk perempuan.
b. Protein tinggi yaitu 1 – 1,5 gram/Kg BB
c. Lemak sedang, yaitu 15 – 20% dari kebutuhan enegi total
d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
e. Vitamin dan mineral cukup, terutama vitamin A, B Kompleks, C dan
E. Bila perlu ditambah dalam bentuk suplemen.
f. Rendah iodium. Bila pasien menjalankan kemoterapi pasien
mendapatkan makanan steril.
g. Porsi makan kecil dan sering.

5. Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi


Kalori = 32 kkal x 50 kg
= 1600 kkal (Rentang 1440 kkal – 1760 kkal)

Protein = 1 gram/kg BB x 50 kg = 50 gram (Rentang 40 g – 60 g)

50 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 4 𝑘𝑘𝑎𝑙
%P = 𝑥 100 %
1600 𝑘𝑘𝑎𝑙

= 12,5 %

20% 𝑥 1600 𝑘𝑘𝑎𝑙


Lemak = = 35,5 gram (Rentang 31,95 g – 39,05 g)
9 𝑘𝑘𝑎𝑙

% KH = 100% - (12,5% + 20%)

= 100% - 32,5%

24
= 67,7%

67,5% 𝑥 1600 𝑘𝑘𝑎𝑙


KH = = 270 gram (Rentang 243g – 297 g)
4 𝑘𝑘𝑎𝑙

3.3 Identifikasi Resep Lama dan Resep Baru


Resep Lama
KUE TALAM

Bahan:
Bahan A
 5 gram tepung tapioka
 6 gram tepung beras
 20 gram ubi, dihaluskan
 17 gram gula pasir
 1/8 sdt garam
 1/8 vanili
 20 ml santan sedang

Bahan B

 7 gram tepung tapioka


 5 gram tepung beras
 ¼ garam
 1/8 vanili
 34 ml santan kental
Cara Kerja :

1. Campur dan ayak kedua tepung hingga tak ada yang menggumpal.
2. Bersihkan ubi, kemudian ubi dikukus hingga matang
3. Kupas ubi, kemudian haluskan

25
4. Campurkan semua bahan A dan B secara terpisah, aduk hingga rata
5. Siapkan panci kukusan, kemudian panaskan diatas kompor
6. Masukan adonan A kedalam cetakan yang sudah disiapkan, kukus selama
15 menit
7. Masukan adonan B, kemudian kukus kembali selama 20 menit
8. Angkat dan keluarkan dari cetakan. Kue talam siap disajikan.

Diagram Alir

Campur dan ayak kedua tepung



Bersihkan ubi, kemudiankukus hingga matang

Kupas ubi, kemudian haluskan

Campurkan semua bahan A dan B secara terpisah, aduk hingga rata

Siapkan panci kukusan, kemudian panaskan diatas kompor

Masukan adonan A kedalam cetakan yang sudah disiapkan, kukus selama 15

Masukan adonan B, kemudian kukus kembali selama 20 menit

Angkat dan keluarkan dari cetakan

Kue talam siap disajikan.

26
Resep Baru

KUE TALAM

Bahan:
Bahan A
 5 gram tepung tapioka
 6 gram tepung beras
 20 gram ubi, dihaluskan
 17 gram gula pasir
 1/8 sdt garam
 1/8 vanili
 5 ml santan kental
 30 gram telur
 20 ml susu sapi

Bahan B

 7 gram tepung tapioka


 6 gram tepung beras
 ¼ garam
 1/8 vanili
 5 ml santan kental
 10 gram pisang raja
 10 ml susu sapi

Cara Kerja :
1. Campur dan ayak kedua tepung hingga tak ada yang menggumpal.
2. Bersihkan ubi, kemudian ubi dikukus hingga matang
3. Kupas ubi, kemudian haluskan
4. Campurkan semua bahan A dan B secara terpisah, aduk hingga rata

27
5. Siapkan panci kukusan, kemudian panaskan diatas kompor
6. Masukan adonan A kedalam cetakan yang sudah disiapkan, kukus selama 15
menit
7. Masukan adonan B dan potongan pisang, kemudian kukus kembali selama 20
menit
8. Angkat dan keluarkan dari cetakan. Kue talam siap disajikan.

Diagram Alir

Campur dan ayak kedua tepung



Bersihkan ubi, kemudiankukus hingga matang

Kupas ubi, kemudian haluskan

Campurkan semua bahan A dan B secara terpisah, aduk hingga rata

Siapkan panci kukusan, kemudian panaskan diatas kompor

Masukan adonan A kedalam cetakan yang sudah disiapkan, kukus selama 15

Masukan adonan B dan potongan pisang, kemudian kukus kembali selama 20
menit

Angkat dan keluarkan dari cetakan

Kue talam siap disajikan.

28
3.4 Analisis Nilai Gizi
Resep Lama
Berat Energi Protein Lemak
Bahan KH (gr) VIT C
(gr) (kkal) (gr) (gr)
Tepung sagu 12 42,36 0,084 0,024 10,164 0
Tepung beras 11 40,04 0,77 0,055 8,8 0
Ubi jalar ungu 20 24,6 0,36 0,14 5,58 4,4
Gula pasir 17 61,88 0 0 15,98 0
Santan, peras
tanpa air 54 174,96 2,268 18,522 3,024 1,08
Jumlah/porsi 343,84 3,482 18,741 43,548 5,48

Resep Baru
Berat Energi Protein Lemak
Bahan KH (gr) VIT C
(gr) (kkal) (gr) (gr)
Tepung sagu 13 45,89 0,091 0,026 11,011 0
Tepung beras 12 43,68 0,84 0,06 9,6 0
Ubi jalar ungu 30 36,9 0,54 0,21 8,37 6,6
Gula pasir 10 36,4 0 0 9,4 0
Santan, peras
tanpa air 10 32,4 0,42 3,43 0,56 0,2
Telur ayam
bagian putih 30 15 3,24 0 0,24 0
Susu sapi 25 15,25 0,8 0,875 1,075 0,25
Tepung susu
skim 5 18,1 1,78 0,05 2,6 0,35
Pisang raja 10 12 0,12 0,02 3,18 1
Jumlah/porsi 255,62 7,831 4,671 46,036 8,4

3.5 Uji Organoleptik melalui Uji Hedonik


Panelis : 10 orang
Bahan :
Alat :
 Piring 2 buah
 Kuesioner 10 lembar (Lampiran 1)
 Pulpen 10 buah

29
Cara Kerja :
1. Semua panelis dikumpulkan disuatu tempat yang telah ditentukan dan diberi
penjelasan tentang cara pengujian dan pengisian kuesioner.
2. Sampel disiapkan di dalam pring yang sudah disediakan.
3. Panelis diminta mengemukakan pendapatnya secara spontan pada data
kuesioner
4. Setelah panelis selesai mencicipi satu sampel, panelis diharapkan minum air
putih yang telah disediakan disetiap meja untuk menetralkan rasa.
5. Data dianalisis secara deskriptif kemudian membuat kesimpulan dari uji
daya terima yang telah dilakukan.

Diagram Alir :
Semua panelis dikumpulkan disuatu tempat

Penjelasan tentang cara pengujian dan pengisian kuesioner

Sampel disiapkan di dalam pring yang sudah disediakan

Panelis mengisi kuesioner

Setelah mencicipi satu sampel, panelis diharapakan minum air putih

Data dianalisis

30
3.6 Uji Fisik
a. Bahan : Kue talam
b. Alat :
 Neraca analitik 1 buah
c. Cara Kerja :
1. Mengamati bentuk kue Talam
2. Menimbang berat kue Talam

3.7 Uji Kimia dengan Metode Luff Schoorl (Uji Kadar Karbohidrat)
a. Alat
Beaker glass Corong
Labu iod Lampu Bunsen
Labu ukur Kaki tiga
Buret Botol semprot
Pipet volume Neraca analitik
Pipet ukur Pipet tetes

b. Bahan
Kue Talam Larutan K.Bromat 0.1N
Larutan Luff Schoorl Amilum 1%
Larutan KI 20% Larutan NaOH 30%
Larutan HCL 4 N Larutan As.sulfat 4N
Larutan Na.Thiosulfat 0.1N

Cara Kerja
a. Penetapan Kadar
1. Memasak 5 gr sample dengan 100 ml HCL 4N smpai hancur
2. Mendinginkan, masukkan kedalam labu ukur 125 ml,add sampai
tanda batas, saring seperlunya

31
3. Memipet 5 ml saringan, kemudian masukkan kedalam labu ukur
50 ml netralkan dengan NaOH 30%, add sampai tanda batas
4. Memipet 5 ml sample tersebut kedalam labu iod
5. Menambahkan 7,5 ml Aquadest dan 12,5 ml Luff Schoorl
6. Memanaskan diatas lampu spritus sampai mendidih ± 10 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
7. Mendinginkan, lalu menambahkan 7,5 ml KI 20% dan 12,5ml
As.Sulfat 4N, dan menutup dengan kertas
8. Melakukan titrasi dengan Na.Thioulfat 0.1N sampai kuning jerami
9. Menambahkan 4 tetes amilum 1% titrasi kembali sampai warna
biru tepat hilang,setelah itu mencatat volume titrasi
10. Melakukan titrasi blanko dengan 12,5 ml aquadest dan 12,5 ml
luff school, kerjakan seperti sample

b. Standarisasi
1. Memipet 5 ml Kalium Bromat 0.1N dalam labu iod,kemudian
menambahkan ±100𝑚𝑙
2. Menambahkan 2,5 ml As.Sulfat 4N dn 5 ml KI 10%,menutupnya
dengan kertas
3. Melakukan titrasi dengan Na.Thiosulfat 0.1N sampai Kuniing
jerami,lalu menambahkan 1 ml amilum 1%
4. mentitrasi kembali sampai warna biru tepat hilang,kemudian
mencatat volume titrasi
Perhitungan

𝑚𝑔𝑔𝑢𝑙𝑎(𝑑𝑎𝑟𝑖𝑝𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟𝑙𝑢𝑓𝑓)𝑥𝑃
Kadar gula = 𝑋 100%
𝑚𝑔𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒

Kadar Karbohidrat = Kadar gula x Faster konversi (0.9)

32
3.8 Uji Aktivasi Antioksidan menggunakan DPPH
Bahan :
Bahan uji yang digunakan adalah saus stroberi. Bahan kimia kualitas
farmasetis yang digunakan yaitu aquadest; bahan kimia kualitas teknis berupa
ethanol dan deionized water; bahan kimia kualitas pro analitik (E.Merck)
berupa metanol dan ninhidrin; bahan kimia kualitas pro analitik (Sigma
Chem.Co) berupa rutin dan DPPH; bovine serum albumine (BSA).
Alat :
Alat yang digunakan antara lain : blender, corong Buchner ,mikro pipet
50-200 µL,vortex, sentrifuge, magnetic stirrer, vacuum rotary evaporator,
waterbath, spektrofotometer UV-Vis, neraca analitik ketetlitian 0,1 mg, serta
alat-alat uang lazim digunakan di laboratorium.

Pembuatan Larutan Uji Aktivitas Antioksidan


Metode yang digunakan berdasarkan pada penelitian oleh Thangaraj
(2016) dengan beberapa modifikasi.
a. Pembuatan larutan DPPH
Senyawa DPPH sebanyak 15,8 mg ditimbang dan dilarutkan ke dalam
metanol p.a hingga 100 ml, sehingga diperoleh konsentrasi larutan DPPH
sebesar 0,4 mm. Larutan tersebut ditutup dengan aluminium foil dan harus
selalu dibuat baru.
b. Pembuatan larutan rutin
Senyawa rutin sebanyak 5,0 mg dilarutkan ke dalam metanol p.a
hingga 100 ml. Larutan tersebut diambil sebanyak 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; dan
6,0 ml lalu ditambahkan dengan metanol p.a hingga 10 ml, sehingga
diperoleh konsentrasi larutan standar rutin sebesar 10, 15, 20, 15, 25, dan
30 µg/ml.

33
c. Pembuatan larutan uji
Ekstrak saus stroberi sebanyak 250 mg ditimbang dan dimasukkan ke
dalam aquadest hingga 250 ml. Larutan tersebut diambil sebanyak 3,0;
3,5; 4,0; 4,5; dan 5,0 mg/ml.

Uji Aktivitas Antioksidan


Metode yang digunakan berdasarkan pada penelitian oleh Thangaraj (2016)
dengan beberapa modifikasi
a. Uji pendahuluan
Dalam tiga buah tabung reaksi, masing-masing ditambahkan dengan
larutan DPPH dan air deionisasi, larutan rutin 25µg/ml, dan larutan uji 5
mg/ml sebanyak 1,0 ml, kemudian ditambahkan dengan metanol p.a
sebanyak 3 ml. Larutan tersebut kemudian divortex selama 30 detik dan
didiamkan selama 30 menit. Setelah 30 menit, warna larutan diamati.
Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
b. Penentuan operating time (OT)
Dalam 3 buah labu ukur 5 ml, masing-masing ditambah dengan
larutan Dalam 3 buah labu ukur 5 ml, masing-masing ditambah dengan
larutan DPPH sebanyak 0,5; 1,0; dan 1,5 ml, kemudian ditambahn dengan
metanol p.a hingga tanda batas. Dan laruttan rutin 5, 15, 25 µg/ml
sebanyak 1 ml kemudian ditambahn dnegan metanol p.a sampai tanda
batas. Larutan divortex selam 30 detik dan dibaca serapannya dengan
menggunakan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 517 nm
tiap 5 menit selama 1 jam. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
c. Penetapan panjang gelombang maksimum
Dalam 3 buah labu ukur 5 ml, masing-masing ditambah dengan
larutan DPPH sebanyak 0,5; 1,0; dan 1,5 ml, kemudian ditambahn dengan
metanol p.a hingga tanda batas, sehingga diperoleh konsentrasi DPPH
sebesar 0,020; 0,040; dan 0,060 mm. Larutan dimasukkan ke dalam

34
tabung reaksi dan divortex selama 30 detik , lalu didiamkan selama OT.
Larutan diukur serapannya pada panjang gelombang 400-600 nm.
d. Pengukuran absorbansi larutan kontrol DPPH
Larutan DPPH sebanak 2 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml
dan ditambah dengan metanol p.a hingga tanda batas. Setelah OT, larutan
dibaca serapannya dengan menggunakan spektrofotometer visibel pada
panjang gelombang maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
Larutan ini digunakan sebagai larutan kontrol untuk menguji larutan
pembanding dan uji.
e. Pengukuran absorbansi larutan rutin dan uji
Larutan DPPH sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml
dan ditambahkan dengan 2 ml larutan pembanding dan larutan uji pada
berbagai seri konsentrasi yang telah dibuat, kemudian ditambah dengan
metanol p.a hingga tanda batas. Larutan divortex selama 30 detik, lalu
didiamkan selama OT. Setelah OT, larutan dibaca serapannya dengan
menggunakan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang
maksimum . replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
f. Estimasi aktivasi antioksidan
Berdasarkan hasil prosedur d dan e untuk rutin dan ekstrak saus buah
naga kemudian dihitung nilai %IC dan IC 50-

3.9 Uji Biologis


a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah saus stroberi.
b. Hewan Uji
Penelitian menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar,
dengan usia kurang lebih 2-3 bulan dengan berat badan kira-kira 150-200
gram.

35
c. Besar Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 25 tikus yang dibagi dalam 5
kelompok.

3.10 Uji Mikrobiologi


a. Alat
Cawan petri Pipet volumetrik
Coloni counter Tabung reaksi
Inkubator Batang L
Lampu bunsen Vortex
b. Bahan
Alkohol 70%
Aquadest
Media PCA
Saus stroberi 1 gr
c. Cara Kerja
Sebelum melakukan langkah – langkah di bawah ini, siapkan sampel padat
dengan melarutkannya di dalam aquadest steril dengan perbandingan 1 : 10
1. Hitungan Cawan
Metode : Cawan Sebar
 Siapkan empat buah cawan petri steril berisi agar beku
 Siapkan sampel yang sudah dalam bentuk larutan
 Ambil 1 ml larutan sampel dan pindahkan ke tabung pengenceran
pertama, homogenkan
 Ambil 1 ml larutan dari tabung pengenceran pertama, lalu pindahkan
ke tabung pengenceran ketiga, homogenkan
 Lanjutkan proses pengenceran sampai mencapai faktor pengenceran
yang diinginkan(104)

36
 Teteskan 1 ml larutan hasil pengenceran dari tiga tabung terakhir ke
dalam cawan petri yang sudah diisi media agar PCA. Ratakan dengan
batang L
2. Pengamatan
Pengamatan dilakukan setelah biakan dalam cawan petri diinkubasikan
dalam keadaan cawan petri yang terbalik selama 24 jam, 370C. Langkah-
langkah pengamatan adalah sbb.
 Keluarkan biakan dalam cawan dari incubator
 Amati pertumbuhan biakan secara mikroskopis, lalu ambil hasil
gambar
 Letakkan biakan cawan di dalam colony counter, lalu tutup dengan
kaca penutupnya
 Nyalakan colony counter
 Perkirakan jumlah koloni yang ada, bila sekiranya lebih dari 300
koloni, jumlah koloni dinyatakan TBUD (Terlalu Banyak Untuk
Dihitung) dan tidak dipakai dalam perhitungan.
 Hitung koloni yang tumbuh mulai dari baris kiri paling atas ke kanan,
begitu selanjutnya sampai baris berikutnya hingga ke baris paling
bawah
Untuk menghitung koloni bakteri digunakan rumus sebagai berikut :

3. Pengolahan data
Pengolahan data dengan cara melakukan perhitungan koloni bakteri pada
cawan.

37
DAFTAR PUSTAKA

Anni Faridah. 2008. Patiseri Jilid 1 Untuk SMk: Jakarta: Directorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejujuran.

Aritonang E, 2010. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil. IPB press kampus IPB Taman
Kencana Bogor

Budiman, S. dan Saraswati, D. 2005. Berkebun Stroberi Secara Komersial. Jakarta :


Penebar Swadaya.

Bogasari. 2014. Seputar Tepung Terigu.


http://www.bogasari.com/tentangkami/seputar-tepung-terigu.aspx. Diakses
pada 12 Maret 2018.

Dalimartha, Setiawan. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Jilit 1. Jakarta: Trubus


Agriwidya.

Diananda, Rama. (2009). Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta : Katahati.

Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan Edisi Pertama. Cetakan Pertama.


Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hastuti, P., Kartika, B. dan Supartono, W. (1998). Pedoman Uji Inderawi Bahan
Pangan. Yogyakarta.

Juanda Js., D dan B Cahyono. 2004. Ubi Jalar Budi Daya dan Analisis
Usaha Tani.Yogyakarta:Penerbit Kanisius.

Juanda , D. J. dan B. Cahyono. 2000. Ubi Jalar: Budi Daya dan Analisis Usaha
Tani.Kanisius.Yogyakarta

Koswara. 2009. Teknologi Pengolahan Jagung (Teori dan Praktek)

38
Maharani S, 2009. Kanker: Mengenal 13 Jenis Kanker dan Pengobatannya.
Yogyakarta: Katahati.
Prakash, A., 2001, Antioxidant Activity, Medallion Laboratories Analytical Progress,
vol. 19, No.2.
Rajagukguk, M. 2002. Pengaruh Perlakuan Panas (Heat Treatment) dengan Metode
Hot Water Treatment pada Pascapanen Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Selama
Penyimpanan [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Rifianto A, 2010, Jagung Manis Master Sweet Bener-bener Master.


azisrifianto.blogspot.com. Diakses pada 12 Maret 2018.

Rukmana, R. 2007. Ubi Jalar Budi Daya dan Pascapanen. Yogyakarta:


Penerbit Kanisius.

Santoso, Gempur. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Jakarta:


Prestasi Pustaka Publisher.

Suarni. 2009. Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung Untuk Kue Kering (Cookies).
Jurnal Litbang Pertanian.

Suarni dan S. Widowati. 2011. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Balai
Penelitian Tanaman Serealia Maros.

Sunaryati, S.S. 2011. 14 Penyakit Paling Sering Menyerang dan Mematikan.


Jogjakarta: Flash Books.

Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius.

Winarti, Sri. 2010. Makanan Fungsional. Surabaya: Graha Ilmu.

http://eprints.umm.ac.id/36808/3/jiptummpp-gdl-herlydwile-50073-3-babii.pdf
http://repository.unimus.ac.id/1985/3/BAB%20II.pdf

39
Lampiran 1

Nama :

Produk : Kue Talam

Tanggal : 27 Januari 2019

Instruksi : Nyatakan penilaian anda dan berilah tanda (√ ) pada kolom di bawah ini
sesuai dengan pilihan anda.
Tingkat Kesukaan Warna Aroma Tekstur Rasa
Sangat suka
Suka
Agak suka
Agak tidak suka
Tidak suka

Komentar

...................................................................................................................................

..................................................................................................................................

...................................................................................................................................

40
Lampiran 2

Daftar Belanja

Berat yg dipakai BDD Berat Total Harga


No Nama Bahan
(gram) (%) Diperlukan (Rp)
1 Tepung sagu 143 100% 143 2000
2 Tepung beras 132 100% 132 2000
3 Ubi jalar Ungu 330 86% 375 5000
4 Gula pasir 110 100% 110 2000
5 Santan kara 143 100% 143 4000
6 Telur ayam 66 90% 72.6 2000
7 Susu sapi 275 100% 275 4000
8 Tepung susu skim 55 100% 55 3000
9 Pisang raja 110 70% 143 3000
10 Vanili 2 buah 2000
11 Daun pandan 1 lembar 500
12 Margarine 10 100 10 1000
30.500

41

Anda mungkin juga menyukai