E. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko terjadinya CAP adalah sebagai berikut :
a. Usia
Setiap tahun di atas usia 65 tahun meningkat resiko terjadinya CAP. Rata–rata
terjadinya CAP pada usia lanjut diperkirakan 25 - 44 orang tiap 1000 penduduk,
lebih tinggi dibandingkan angka kejadian pada populasi umum yaitu 4,7 – 11,6
tiap 1000 orang. Frekuensi perawatan rumah sakit akibat CAP berat juga
meningkat nyata sesuai dengan usia (Rabbat dan Huchon, 2004). Resiko terjadinya
infeksi dengan Drug Resistant Streptococcus Pneumoniae (DRSP) juga meningkat
pada usia <2 tahun atau > 65 tahun (Prasad, 2007).
b. Alkoholisme
Efek samping alkohol berpengaruh pada beberapa system pertahanan dalam
saluran pernafasan. Alkohol menyebabkan kolonisasi bakteri gram negatif pada
orofaring, mengganggu refleks batuk, merubah gerak menelan, dan transport
mukosiliar. Alkohol juga mengganggu fungsi limfosit, neutrofil, monosit, dan
makrofag alveolar. Faktor-faktor tersebut menyebabkan penurunan bersihan
bakteri dari jalan nafas pasien. Legionella pneumophila lebih sering terjadi pada
pemabuk berat (Rabbat dan Huchon, 2004).
c. Nutrisi
Kerentanan terhadap infeksi meningkat dengan adanya fenomena akibat
malnutrisi seperti penurunan kadar sekresi IgA, suatu kegagalan pengerahan
makrofag, dan perubahan pada imunitas seluler. Sehingga frekuensi kolonisasi
saluran nafas oleh bakteri gram negatif meningkat pada pasien dengan malnutrisi,
dan kejadian pneumonia berat meningkat (Rabbat dan Huchon, 2004).
d. Merokok
Merokok mempengaruhi transport mukosilier, pertahanan humoral dan seluler,
dan fungsi sel epitel dan meningkatkan perlekatan Streptococcus pneumoniae dan
Haemophylus influenzae kepada epitel orofaring. Lebih dari itu merokok
merupakan predisposisi terjadinya infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae, Haemophylus influenzae, dan Legionella pneumophilla (Rabbat dan
Huchon, 2004).
e. Penyakit komorbid
Insidensi CAP meningkat pada orang dengan penyakit komorbid. Penyakit-
penyakit tersebut diantaranya Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD), diabetes mellitus, insufisiensi renal, Congestive Heart Failure
(CHF), penyakit jantung koroner, keganasan, penyakit neurologik kronik,
penyakit hati kronik. Pada penyakit kardiopulmoner beresiko terjadinya
infeksi oleh bakteri gram negatif. Pseudomonas aeruginosa berisiko terjadi
pada penyakit-penyakit paru strukutral seperti bronkiektasis (Mandell,dk.,
2003).
f. Genetik
Rangsangan inflamasi dan koagulasi dapat berasal dari invasi mikroba (trauma
eksogen) atau kerusakan jaringan secara langsung (trauma endogen).
Reseptor-reseptor seluler yang mengenal bahaya tersebut disebut Pattern
Recognition Receptors (PRRs). PRRs mengenal Patogen-Associated
Microbial Pattern (PAMPs) yang merupakan hasil produk dari fisiologi
mikroba (Holmes, 2003).
Selain itu, infeksi sekunder, status imunologi, pemberian antibiotik
sebelumnya, dan riwayat perawatan RS sebelumnya juga merupakan faktor
resiko terjadinya CAP (Rabbat dan Huchon, 2004).
F. PATHWAY
G. KOMPLIKASI
CAP dapat menyebabkan beberapa komplikasi diantaranya:
a. Efusi pleura
b. Empiema
c. Pneumotoraks
d. Piopneumotoraks
e. Pneumatosel
f. Abses Paru
g. Sepsis
h. Gagal nafas
i. Ileus paralitik fungsional (PDDI, 2003).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Gambaran Radiologis
Foto thorax (PA/Lateral) yang merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang sampai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk pemeriksaan
diagnosis etiologi dibutuhkan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25 persen penderita yang tidak diobati. Analisa gas
darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik (PDPI, 2003).
I. PENATALAKSANAN
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya.
Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga
diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan
risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae
yang resisten penisilin. Menurut ATS (2001), yang termasuk dalam faktor modifikasis
adalah:
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
Umur lebih dari 65 tahun
Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
Pecandu alkohol
Penyakit gangguan kekebalan
Penyakit penyerta yang multipel
b. Bakteri enterik Gram negatif
Penghuni rumah jompo
Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
Riwayat pengobatan antibiotik
c. Pseudomonas aeruginosa
Bronkiektasis
Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
Gizi kurang
Penatalaksanaan CAP dibagi menjadi:
a. Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
Istirahat di tempat tidur
Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simptomatik
Pemberian terapi oksigen
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan
antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
Pengobatan suportif / simptomatik
Pemberian terapi oksigen.
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik.
Pengobatan antibiotik kurang dari 8 jam (PDDI, 2003).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien CAP adalah :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
b. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
c. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap
pneumonia.
d. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder
terhadap demam dan proses infeksi.
C. INTERVENSI
1) Bersihan jalan napas tidak efektif
3) Intoleransi aktifitas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
4) Nyeri akut
Bartlett JG, Dowell SF, Mandell LA, File TM Jr, Musher DM, Fine MJ. 2000. Practice
guidelines for the management of community-acquired pneumonia in adults. Infectious
Diseases Society of America. Clin Infect Dis.
Holmes CL, Russel JA, Walley KR. Genetic polymorphism in sepsis and septic shock. Chest
2003
Mandell LA, Bartlett JG, Dowell SF, File TM Jr, Musher DM, Whitney C. Infectious Diseases
Society of America. Update of practice guidelines for the management of community-
acquired pneumonia in immunocompetent adults. Clin Infect Dis. 2003
Mendel LA, Wuderink RG, Anzueto A, Bartlett JG, Campbell GD, Dean NC, Dowell SF, et
all. 2007. Infectious disease society of america / american thoracic society consensus
guidelines on the management of community-acquired pneumonia in adults. Clinical
Infectious Disease.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta: EGC
Rabbat A, Huchon GJ. Bacterial Pneumonia. Dalam: Albert RK, Spiro SG, Jett JR, Clinical
Respiratory Medicine, second edition. Ontario: Mosby. 2004
W S Lim, S V Baudouin, R C George, et all. 2009. BTS guidelines for the management of
community acquired pneumonia in adults: update 2009. Thorax.