Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

Community-Acquired Pneumonia (CAP)


I. Konsep Penyakit
A. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme-bakteri, virus, jamur, parasit (Djojodibroto, 2007). Menurut Corwin
(2008) pneumonia adalah infeksi akut pada jaringan paru oleh mikroorganisme. Secara
klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang
disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-
obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (PDDI, 2003).
Definisi CAP berdasarkan IDSA adalah infeksi akut dari parenkim paru dengan
gejala-gejala infeksi akut, ditambah dengan adanya infiltrat pada pemeriksaan
radiografi atau suara paru abnormal pada pemeriksaan auskultasi pada pasien yang
tidak sedang dalam perawatan rumah sakit ataupun panti perawatan dalam kurun
waktu 14 hari sebelum timbulnya gejala. Kebanyakan pasien memiliki gejala yang
tidak spesifik seperti fatigue, sakit kepala, mialgia, dan anorexia. Gejala dari
pneumonia dapat meliputi demam atau hipotermi, kekakuan otot-otot, dispneu, nyeri
dada, batuk yang baru terjadi dengan atau tidak adanya produksi sputum atau
perubahan warna sekret pada pasien dengan batuk kronik ( Bartlett JG, Dowell SF,
2000).
B. KLASIFIKASI
Dalam melakukan pengkajian diagnosis pneumonia termasuk menentukan kelainan
anatomik / patologik jaringan parenkim paru mana yang terkena, kelainan klinik
(akut, kronik, kronik eksaserbasi akut) dan tingkat beratnya penyakit, menentukan
etiologi kuman penyebab, dan menentukan antibiotik mana yang harus diberikan
pada penderita, maka ada beberapa macam klasifikasi pneumonia yang perlu diketahui
(Rahmatullah, 2002):
a. Klasifikasi berdasarkan jaringan paru mana yang terkena pneumonia: pneumonia
lobaris, pneumonia lobularis, bronkopneumonia, dan pneumonia interstitialis.
b. Klasifikasi berdasarkan tempat asalnya ditemukannya patogen penyebab
pneumonia, dikenal (a) Community-acquired pneumonia (CAP), dan (b) Hospital-
Acquired Pneumonia (HAP) termasuk diantaranya Health Care-Associated
Pneumonia (HCAP) dan Ventilator-Associated Pneumonia (VAP).
c. Klasifikasi berdasarkan agen atau patogen penyebabnya: bakterial (patogen tipikal
dan patogen atipikal), virus, jamur, dan parasit
d. Klasifikasi pneumonia berdasarkan resiko timbulnya kematian pada penderita
pneumonia antara lain: (a) menurut ATS (Amercian Thoracic Society): PSI
(Pneumonia Severity Index) (b) menurut BTS (British Thoracic Society): CURB-
65, CURB, CRB-65.
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuan penyebab, usia,
status imunologis dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis beratt yaitu sesak dan
sianosis. Gejala dan tanda pneumonia dibedakan gejala non spesifik, pulmonal, pleural
dan ekstrapulmonal.
1. Gejala spesifik
a. Demam
b. Menggigil
c. Sfalgia
d. Gelisah
e. Gangguan Gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare atau sakit perut
2. Gejala pulmonal
a. Nafas cuping hidung
b. Takipnea, dispnea dan apnea
c. Menggunakan otot interkostal dan abdominal
d. Batuk
e. Wheezing
3. Gejala pleura
Nyeri dada yang disebabkan oleh Streptococus pneumoniae dan Staphylococus
aureus
4. Gejala ekstrapulmonal
a. Abses kulit atau jaringan lunak pada kasus pneumonia karena Staphylococus
aureus
b. Otitis media, konjuntivitis, sinusitis dapat ditemukan pada kasus infeksi karena
Streptococus pneumoniae atau H. Influenza
D. ETIOLOGI
Etiologi CAP bervariasi menurut tingkat keparahan penyakitnya, meliputi
bakteria, fungi, virus, protozoa, dan lain-lain. Namun sebagian besar kasus CAP
etiologinya adalah kuman atau bakteri patogen. Beberapa studi di negara barat
mengidentifikasi Streptococcus pneumoniae sebagai patogen etiologi yang paling
sering teridentifikasi. Patogen etiologi lain yang juga banyak teridentifikasi adalah
Mycoplasma pneumoniae, Haemophylus influenzae, agen viral, dan lain-lain.
Kebanyakan patogen penyebab CAP baik pada usia lanjut maupun dewasa muda
adalah sama, yaitu Streptococcus pneumoniae. Infeksi oleh Mycoplasma pneumoniae
dan Legionella jarang pada usia lanjut. Pada suatu studi, infeksi Mycoplasma
pneumoniae dan patogen atipikal lainnya lebih sering ditemukan pada penderita usia
<60 tahun. Pada usia lanjut, bakteri enterik gram negatif juga sudah jarang
ditemukan, sedangkan Haemophylus influenzae menjadi lebih sering teridentifikasi
(Lim,dkk.2009).
Etiologi yang sering ditemukan pada CAP (Mendel,dkk., 2007):
Tempat perawatan Etiologi
Rawat jalan (outpatient) Streptococcus pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus influenzae
Chlamydophila pneumoniae
Virus respiratori
Rawat inap (non-ICU) Streptococcus pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Chlamydophila pneumoniae
Haemohilus influenzae
Legionella species
Aspirasi
Virus respiratori
Rawat inap (ICU) Streptococcus pneumoniae
Staphylococcus aureus
Legionella species
Basil gram negatif
Haemophilus influenza

E. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko terjadinya CAP adalah sebagai berikut :
a. Usia
Setiap tahun di atas usia 65 tahun meningkat resiko terjadinya CAP. Rata–rata
terjadinya CAP pada usia lanjut diperkirakan 25 - 44 orang tiap 1000 penduduk,
lebih tinggi dibandingkan angka kejadian pada populasi umum yaitu 4,7 – 11,6
tiap 1000 orang. Frekuensi perawatan rumah sakit akibat CAP berat juga
meningkat nyata sesuai dengan usia (Rabbat dan Huchon, 2004). Resiko terjadinya
infeksi dengan Drug Resistant Streptococcus Pneumoniae (DRSP) juga meningkat
pada usia <2 tahun atau > 65 tahun (Prasad, 2007).
b. Alkoholisme
Efek samping alkohol berpengaruh pada beberapa system pertahanan dalam
saluran pernafasan. Alkohol menyebabkan kolonisasi bakteri gram negatif pada
orofaring, mengganggu refleks batuk, merubah gerak menelan, dan transport
mukosiliar. Alkohol juga mengganggu fungsi limfosit, neutrofil, monosit, dan
makrofag alveolar. Faktor-faktor tersebut menyebabkan penurunan bersihan
bakteri dari jalan nafas pasien. Legionella pneumophila lebih sering terjadi pada
pemabuk berat (Rabbat dan Huchon, 2004).
c. Nutrisi
Kerentanan terhadap infeksi meningkat dengan adanya fenomena akibat
malnutrisi seperti penurunan kadar sekresi IgA, suatu kegagalan pengerahan
makrofag, dan perubahan pada imunitas seluler. Sehingga frekuensi kolonisasi
saluran nafas oleh bakteri gram negatif meningkat pada pasien dengan malnutrisi,
dan kejadian pneumonia berat meningkat (Rabbat dan Huchon, 2004).
d. Merokok
Merokok mempengaruhi transport mukosilier, pertahanan humoral dan seluler,
dan fungsi sel epitel dan meningkatkan perlekatan Streptococcus pneumoniae dan
Haemophylus influenzae kepada epitel orofaring. Lebih dari itu merokok
merupakan predisposisi terjadinya infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae, Haemophylus influenzae, dan Legionella pneumophilla (Rabbat dan
Huchon, 2004).
e. Penyakit komorbid
Insidensi CAP meningkat pada orang dengan penyakit komorbid. Penyakit-
penyakit tersebut diantaranya Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD), diabetes mellitus, insufisiensi renal, Congestive Heart Failure
(CHF), penyakit jantung koroner, keganasan, penyakit neurologik kronik,
penyakit hati kronik. Pada penyakit kardiopulmoner beresiko terjadinya
infeksi oleh bakteri gram negatif. Pseudomonas aeruginosa berisiko terjadi
pada penyakit-penyakit paru strukutral seperti bronkiektasis (Mandell,dk.,
2003).
f. Genetik

Rangsangan inflamasi dan koagulasi dapat berasal dari invasi mikroba (trauma
eksogen) atau kerusakan jaringan secara langsung (trauma endogen).
Reseptor-reseptor seluler yang mengenal bahaya tersebut disebut Pattern
Recognition Receptors (PRRs). PRRs mengenal Patogen-Associated
Microbial Pattern (PAMPs) yang merupakan hasil produk dari fisiologi
mikroba (Holmes, 2003).
Selain itu, infeksi sekunder, status imunologi, pemberian antibiotik
sebelumnya, dan riwayat perawatan RS sebelumnya juga merupakan faktor
resiko terjadinya CAP (Rabbat dan Huchon, 2004).
F. PATHWAY

G. KOMPLIKASI
CAP dapat menyebabkan beberapa komplikasi diantaranya:
a. Efusi pleura
b. Empiema
c. Pneumotoraks
d. Piopneumotoraks
e. Pneumatosel
f. Abses Paru
g. Sepsis
h. Gagal nafas
i. Ileus paralitik fungsional (PDDI, 2003).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Gambaran Radiologis
Foto thorax (PA/Lateral) yang merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang sampai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk pemeriksaan
diagnosis etiologi dibutuhkan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25 persen penderita yang tidak diobati. Analisa gas
darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik (PDPI, 2003).
I. PENATALAKSANAN
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya.
Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga
diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan
risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae
yang resisten penisilin. Menurut ATS (2001), yang termasuk dalam faktor modifikasis
adalah:
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
 Umur lebih dari 65 tahun
 Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
 Pecandu alkohol
 Penyakit gangguan kekebalan
 Penyakit penyerta yang multipel
b. Bakteri enterik Gram negatif
 Penghuni rumah jompo
 Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
 Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
 Riwayat pengobatan antibiotik
c. Pseudomonas aeruginosa
 Bronkiektasis
 Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
 Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
 Gizi kurang
Penatalaksanaan CAP dibagi menjadi:
a. Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
 Istirahat di tempat tidur
 Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
 Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
 Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
 Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simptomatik
 Pemberian terapi oksigen
 Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
 Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan
antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
Pengobatan suportif / simptomatik
 Pemberian terapi oksigen.
 Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
 Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik.
Pengobatan antibiotik kurang dari 8 jam (PDDI, 2003).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien CAP adalah :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
b. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
c. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap
pneumonia.
d. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder
terhadap demam dan proses infeksi.
C. INTERVENSI
1) Bersihan jalan napas tidak efektif

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Bersihan Jalan Nafas tidak efektif NOC:


berhubungan dengan: ❖ Respiratory status : Ventilation ▪ Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
- Infeksi, disfungsi neuromuskular, ❖ Respiratory status : Airway ▪ Berikan O2 ……l/mnt, metode………
hiperplasia dinding bronkus, alergi patency ▪ Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
jalan nafas, asma, trauma ❖ Aspiration Control ● Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan Setelah dilakukan tindakan ● Lakukan fisioterapi dada jika perlu
nafas, sekresi tertahan, banyaknya keperawatan selama …………..pasien ● Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
mukus, adanya jalan nafas buatan, menunjukkan keefektifan jalan nafas ● Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
sekresi bronkus, adanya eksudat di dibuktikan dengan kriteria hasil : ● Berikan bronkodilator :
alveolus, adanya benda asing di jalan ❖ Mendemonstrasikan batuk efektif - ………………………
nafas. dan suara nafas yang bersih, tidak - ……………………….
DS: ada sianosis dan dyspneu (mampu - ………………………
mengeluarkan sputum, bernafas ● Monitor status hemodinamik
- Dispneu
dengan mudah, tidak ada pursed ● Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
DO:
lips) ● Berikan antibiotik :
- Penurunan suara nafas
❖ Menunjukkan jalan nafas yang …………………….
- Orthopneu
paten (klien tidak merasa tercekik, …………………….
- Cyanosis
irama nafas, frekuensi pernafasan ● Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
- Kelainan suara nafas (rales,
dalam rentang normal, tidak ada ● Monitor respirasi dan status O2
wheezing)
suara nafas abnormal) ● Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan
- Kesulitan berbicara
❖ Mampu mengidentifikasikan dan sekret
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
mencegah faktor yang penyebab. ● Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan
- Produksi sputum
❖ Saturasi O2 dalam batas normal peralatan : O2, Suction, Inhalasi.
- Gelisah
❖ Foto thorak dalam batas normal
- Perubahan frekuensi dan irama nafas

2) Gangguan pertukaran gas


Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :


Berhubungan dengan : ❖ Respiratory Status : Gas exchange ● Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 ketidakseimbangan perfusi ventilasi ❖ Keseimbangan asam Basa, ● Pasang mayo bila perlu
 perubahan membran kapiler-alveolar Elektrolit ● Lakukan fisioterapi dada jika perlu
DS: ❖ Respiratory Status : ventilation ● Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 sakit kepala ketika bangun ❖ Vital Sign Status ● Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
 Dyspnoe Setelah dilakukan tindakan ● Berikan bronkodilator ;
 Gangguan penglihatan keperawatan selama …. Gangguan -………………….
DO: pertukaran pasien teratasi dengan -………………….
 Penurunan CO2 kriteria hasi: ● Barikan pelembab udara
 Takikardi ❖ Mendemonstrasikan peningkatan ● Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
 Hiperkapnia ventilasi dan oksigenasi yang ● Monitor respirasi dan status O2
 Keletihan adekuat ● Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
 Iritabilitas ❖ Memelihara kebersihan paru paru otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
 Hypoxia dan bebas dari tanda tanda ● Monitor suara nafas, seperti dengkur
 kebingungan distress pernafasan ● Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
 sianosis ❖ Mendemonstrasikan batuk efektif hiperventilasi, cheyne stokes, biot
 warna kulit abnormal (pucat, dan suara nafas yang bersih, tidak ● Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
kehitaman) ada sianosis dan dyspneu (mampu ventilasi dan suara tambahan
 Hipoksemia mengeluarkan sputum, mampu ● Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
 hiperkarbia bernafas dengan mudah, tidak ada ● Observasi sianosis khususnya membran mukosa
 AGD abnormal pursed lips) ● Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan
 pH arteri abnormal ❖ Tanda tanda vital dalam rentang tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2,
frekuensi dan kedalaman nafas normal Suction, Inhalasi)
abnormal ❖ AGD dalam batas normal ● Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
❖ Status neurologis dalam batas
normal

3) Intoleransi aktifitas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


Berhubungan dengan : ❖ Self Care : ADLs ❖ Observasi adanya pembatasan klien dalam
● Tirah Baring atau imobilisasi ❖ Toleransi aktivitas melakukan aktivitas
● Kelemahan menyeluruh ❖ Konservasi eneergi ❖ Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
● Ketidakseimbangan antara suplei Setelah dilakukan tindakan keperawatan ❖ Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
oksigen dengan kebutuhan selama …. Pasien bertoleransi terhadap ❖ Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
Gaya hidup yang dipertahankan. aktivitas dengan Kriteria Hasil : secara berlebihan
❖ Berpartisipasi dalam aktivitas fisik ❖ Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
DS:
tanpa disertai peningkatan tekanan (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
● Melaporkan secara verbal adanya
darah, nadi dan RR perubahan hemodinamik)
kelelahan atau kelemahan.
❖ Mampu melakukan aktivitas sehari ❖ Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
● Adanya dyspneu atau
hari (ADLs) secara mandiri ❖ Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
ketidaknyamanan saat beraktivitas.
❖ Keseimbangan aktivitas dan dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
DO :
istirahat ❖ Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
● Respon abnormal dari tekanan ❖ Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
darah atau nadi terhadap aktifitas dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
● Perubahan ECG : aritmia, iskemia ❖ Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
❖ Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
❖ Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
❖ Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
❖ Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
❖ Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
❖ Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
❖ Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual

4) Nyeri akut

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :


Agen injuri (biologi, kimia, fisik, ❖ Pain Level, ▪ Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
psikologis), kerusakan jaringan ❖ pain control, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
❖ comfort level presipitasi
DS: Setelah dilakukan tinfakan ▪ Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal keperawatan selama …. Pasien tidak ▪ Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
DO: mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: dukungan
- Posisi untuk menahan nyeri ● Mampu mengontrol nyeri (tahu ▪ Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
- Tingkah laku berhati-hati penyebab nyeri, mampu suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak menggunakan tehnik ▪ Kurangi faktor presipitasi nyeri
capek, sulit atau gerakan kacau, nonfarmakologi untuk mengurangi ▪ Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
menyeringai) nyeri, mencari bantuan) ▪ Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
- Terfokus pada diri sendiri ● Melaporkan bahwa nyeri berkurang relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
- Fokus menyempit (penurunan dengan menggunakan manajemen ▪ Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
persepsi waktu, kerusakan proses nyeri ▪ Tingkatkan istirahat
berpikir, penurunan interaksi dengan ● Mampu mengenali nyeri (skala, ▪ Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
orang dan lingkungan) intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan- ● Menyatakan rasa nyaman setelah ketidaknyamanan dari prosedur
jalan, menemui orang lain dan/atau nyeri berkurang ▪ Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
aktivitas, aktivitas berulang-ulang) ● Tanda vital dalam rentang normal analgesik pertama kali
- Respon autonom (seperti diaphoresis, ● Tidak mengalami gangguan tidur
perubahan tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus
otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan
minum
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC: ▪ Kaji adanya alergi makanan


kebutuhan tubuh a. Nutritional status: Adequacy of ▪ Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
Berhubungan dengan : nutrient dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Ketidakmampuan untuk memasukkan b. Nutritional Status : food and Fluid ▪ Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
atau mencerna nutrisi oleh karena faktor Intake mencegah konstipasi
biologis, psikologis atau ekonomi. c. Weight Control ▪ Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
DS: Setelah dilakukan tindakan harian.
- Nyeri abdomen keperawatan selama….nutrisi kurang ▪ Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
- Muntah teratasi dengan indikator: ▪ Monitor lingkungan selama makan
- Kejang perut ❖ Albumin serum ▪ Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
- Rasa penuh tiba-tiba setelah makan ❖ Pre albumin serum makan
DO: ❖ Hematokrit ▪ Monitor turgor kulit
- Diare ❖ Hemoglobin ▪ Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan
- Rontok rambut yang berlebih ❖ Total iron binding capacity kadar Ht
- Kurang nafsu makan ❖ Jumlah limfosit ▪ Monitor mual dan muntah
- Bising usus berlebih ▪ Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
- Konjungtiva pucat konjungtiva
- Denyut nadi lemah ▪ Monitor intake nuntrisi
▪ Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
▪ Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
▪ Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
▪ Kelola pemberan anti emetik:.....
▪ Anjurkan banyak minum
▪ Pertahankan terapi IV line
▪ Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan
cavitas oval
DAFTAR PUSTAKA

Bartlett JG, Dowell SF, Mandell LA, File TM Jr, Musher DM, Fine MJ. 2000. Practice
guidelines for the management of community-acquired pneumonia in adults. Infectious
Diseases Society of America. Clin Infect Dis.

Djojodibroto, D. Respirologi (Respiratory Medicine). 2007. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC

Holmes CL, Russel JA, Walley KR. Genetic polymorphism in sepsis and septic shock. Chest
2003

Mandell LA, Bartlett JG, Dowell SF, File TM Jr, Musher DM, Whitney C. Infectious Diseases
Society of America. Update of practice guidelines for the management of community-
acquired pneumonia in immunocompetent adults. Clin Infect Dis. 2003

Mendel LA, Wuderink RG, Anzueto A, Bartlett JG, Campbell GD, Dean NC, Dowell SF, et
all. 2007. Infectious disease society of america / american thoracic society consensus
guidelines on the management of community-acquired pneumonia in adults. Clinical
Infectious Disease.

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta: EGC

PPDI. 2003. Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

Prasad R, Sanjay. Community Acquired Pneumonia: Evidence Based Management. Pulmon.


2007

Rabbat A, Huchon GJ. Bacterial Pneumonia. Dalam: Albert RK, Spiro SG, Jett JR, Clinical
Respiratory Medicine, second edition. Ontario: Mosby. 2004

Rahmatullah P. Pengelolaan Pneumoni Komunitas. Dalam: Padmomartono FM, Suharti C,


Gasem H. Editors. Pertemuan Ilmiah Tahun VI PAPDI Cabang Semarang. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. 2002

W S Lim, S V Baudouin, R C George, et all. 2009. BTS guidelines for the management of
community acquired pneumonia in adults: update 2009. Thorax.

Anda mungkin juga menyukai