Anda di halaman 1dari 3

Sumber : https://finance.detik.

com/berita-ekonomi-bisnis/d-4203316/harga-terjangkau-bibit-
bijih-cocok-untuk-petani-bawang

Sabtu, 08 Sep 2018 16:40 WIB

Harga Terjangkau, Bibit Bijih Cocok untuk


Petani Bawang
Robi Setiawan - detikFinance

Share 0 Tweet 0 Share 0 0 komentar

Foto: Dok. Kementan

Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menyebut terdapat perbedaan harga yang


cukup jauh antara benih bawang merah umbi dan bawang konsumsi. Selain itu harga bawang
juga cenderung fluktuatif yang diakibatkan terdapat suatu pola linear antara bawang
konsumsi dan benih.

Pola yang dimaksud adalah ketika harga bawang konsumsi mahal, maka benih pun akan ikut
dijual mahal. Untuk mengatasi hal tersebut, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman,
mendorong petani bawang untuk menanam dari biji demi mengendalikan harga bawang agar
tidak fluktuatif.
Saat ini, harga bawang merah yang berfluktuatif disebabkan terbatasnya umbi benih bawang
merah berkualitas. Harga benih bawang merah biasanya maksimal 1,5 kali harga bawang
merah konsumsi. Ini terjadi karena adanya penyusutan bobot selama di gudang sekitar 25
persen serta faktor biaya penyimpanan dan pemeliharaan selama di gudang.

"Menyikapi hal ini, sejak 5 tahun yang lalu, Kementerian Pertanian sudah mulai
memperkenalkan benih bawang merah asal biji. Namun untuk mengubah kebiasaan petani
menanam benih umbi membutuhkan waktu yang panjang. Hal ini disebabkan persemaian
benih biji membutuhkan waktu 6 minggu, yang kemudian ditanam selama 2 bulan," kata
Direktur Jenderal Hortikultura Suwandi dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/9/2018).

Suwandi menjelaskan, menanam bawang merah dengan benih biji dapat membuat biaya
usaha tani menjadi lebih murah. Sebab hanya membutuhkan 4 kg benih untuk pertanaman di
lahan seluas 1 hektar dengan harga benih Rp 6 juta per hektar. Jika dibandingkan dengan
benih umbi yang harganya mencapai Rp 35 ribu per kg dan membutuhkan benih sebanyak
1,2 ton per hektar. Tentu lebih menguntungkan jika petani menggunakan benih yang berasal
dari biji.

"Biaya benih umbi mencapai 50% dari biaya usaha tani. Sehingga bila menggunakan benih
biji maka biaya usaha tani menjadi lebih murah dan harga bawang merah konsumsi menjadi
lebih murah," jelasnya.

Menurutnya, dengan menggunakan benih biji bawang petani akan mendapatkan tiga
keuntungan. Pertama, biaya transportasi lebih murah karena berbentuk biji. Selanjutnya,
benih bisa lebih lama disimpan dalam gudang penyimpanan (maksimal dua tahun) selama
tidak terkena sinar matahari. Padahal dengan sistem konvensional, umbi hanya bisa disimpan
antara 2 hingga 4 bulan.

"Terakhir, biaya produksi jika bawang merah dipanen dalam bentuk bawang siap konsumsi
menjadi lebih rendah. Jika menggunakan sistem konvensional setiap hektar lahan
memerlukan sekitar 1,5 ton umbi dengan biaya di kisaran Rp 45 juta. Sedangkan jika
menggunakan metode pindah tanam hanya memerlukan 5 kg benih dengan biaya sekitar Rp
10 juta," terangnya.

Lebih lanjut, pada awal 2018 Direktorat Jenderal Hortikultura memberikan benih bawang
merah biji kepada petani di Kabupaten Nunukan. Meskipun hasil panen belum maksimal,
Ditjen Hortikultura ingin memaksimalkan keinginan petani untuk menanam bawang merah
biji dan akan memfasilitasi benih untuk petani di Nunukan walaupun jumlahnya tidak besar.

Saat ini varietas yang telah terdaftar adalah Bima Brebes, Sanren, Tuktuk, Lokananta, TSS
Agrihorti 1, TSS Agrihorti 2. Keterlibatan produsen untuk penyediaan benih bawang merah
biji sangat dibutuhkan.

"Kita harus bisa memutus mata rantai antara benih umbi dengan konsumsi, karena kalau
harga bawang mahal, pasti benih umbi juga mahal. Jadi kalau benih biji cukup tidak ada
keterkaitan antara harga benih umbi dengan umbi konsumsi. Keberhasilan ini tentunya
peluang penyediaan benih biji dengan harga lebih murah dengan kualitas yang baik sehingga
produktivitas kita lebih tinggi," tutur Suwandi.

Dia juga menegaskan, untuk mengatasi harga benih yang mahal pada bulan-bulan tertentu
pemerintah telah menumbuhkan penangkar benih di semua sentra bawang merah. Sehingga
semua sentra dapat mandiri benih di lokasi masing-masing.

"Hal ini mengurangi kebergantungan benih dari Kabupaten Brebes, Cirebon, dan sentra
lainnya di Pulau Jawa," katanya.

Perlu diketahui, pemerintah melihat potensi besar di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara
untuk penanaman bawang merah. Petugas dari Dinas Pertanian Kabupaten Nunukan, Sambio
mengatakan bahwa pada 2017 hasil panen bawang merah dari biji sebanyak 9 ton/hektar
untuk varietas Tuktuk. Hasil ini memang masih jauh dari hasil panen bawang merah umbi
yang bisa mencapai 15 ton, namun untuk hasil awal, ini sudah merupakan prestasi yang
bagus.

Selain itu, pada awal pertanaman benih bawang merah biji 2017, salah seorang petani dari
Nunukan, Asdar mengungkapkan hanya berhasil panen sebanyak 3 ton. Meskipun demikian
dia tidak putus asa dan menanam kembali sehingga mampu berproduksi di angka 9
ton/hektar.(idr/hns)

Analisis produksi

Produksi merupakan mata rantai konsumsi, yaitu menyediakan barang dan jasa yang
merupakan kebutuhan konsumen. Produsen, sebagaimana konsumen, bertujuan untuk
memperoleh laba maksimum melalui aktivitasnya. Oleh karena itu, tujuan produsen bukan
hanya laba, maka pertimbangan produsen juga bukan semata pada hal yang bersifat sumber
daya yang memiliki hubungan teknis dengan output. Misalnya ketika untuk menghasilkan
baju diperlukan kain, benang, tenaga kerja, serta mesin jahit produsen tidak hanya
memikirkan berapa meter kain dan benang yang diperlukan agar maksimal, namun juga
mempertimbangkan jenis kain dan benang apa, dan dibeli dengan harga berapa, berapa tenaga
kerja diperlukan, berapa baju akan dibuat agar mashlahah mencapal maksimal demikkian
juga dengan contoh kassus diatas ini menjadi kesempatan bagi petani untuk memproduksi
bawang karena bibit hrganya terjangkau.

Anda mungkin juga menyukai