Imunisasi
Seorang ibu membawa anak perempuannya yang berusia 1 tahun untuk imunisasi di
puskesmas. Anak lahir cukup bulan dengan BB lahir 3000 gram dan panjang 45 cm. saat ini
terjadi pertambahan BB : 8 kg, TB : 80 cm. ibu membawa ke puskesmas karena di
lingkungan sekitar terdapat anak penderita lumpuh layu.
STEP 1
Lumpuh layu : Sering disebut acute flaccid paralysis adalah kelumpuhan atau paralisis
secara fokal yang onsetnya akut tanpa penyebab lain yang nyata seperti
trauma
STEP 2
1. Status gizi pada saat lahir dan saat anak berusia 1 tahun
2. Imunisasi yang seharusnya sudah didapat pada anak usia 1 tahun
3. Perkembangan yang seharusnya sudah dicapai pada anak usia 1 tahun
4. Apa itu imunisasi ? cara imunisasi , cara pemberian imunisasi , pykt yg dpt dicegah ,
penyimpanannya
STEP 3
1
= -0,4 SD (gizi normal, BB normal)
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑒𝑎𝑙−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛
PB/U = 𝑆𝐷 𝑢𝑝𝑝𝑒𝑟/𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟
45−49,9
= 2,2
= -2,2 SD (normal)
Saat usia 1 tahun, BB = 8 kg TB = 80 cm
Diukur status gizinya menggunakan Z score
8−9,5
BB/U = 1
= 2,03 SD (jangkung)
8−10,6
BB/TB = 0,9
= -2,8 SD (kurus)
Perkiraan berat badan pada anak usia 1 tahun
𝑈𝑚𝑢𝑟 (𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛)+ 9
BB = 2
12+9
= 2
= 10,5 kg
Pada kasus ini, BB anak 8 kg, berat badan anak ini kurang dari rata-rata.
TB = 1,5 x TB lahir
= 1,5 x 45 cm
= 67,5 cm
Pada kasus ini, TB anak tersebut 80 cm. sehinggan termasuk jangkung
9-12 bulan Bermain CI LUK BA, menjimpit benda kecil, berdiri dan berjalan
berpegangan, dll
1-2 tahun Menunjukkan dan menyebut nama bagian tubuh, naik tangga,
corat-coret, dll
2-3 tahun Berdiri di atas satu kaki tanpa berpegangan, bicara domengerti,
makan sendiri, memeluk dan mencium orang yang terdekat, dll
Pada perkembangan anak terdapat 4 parameter yaitu motorik halus, motorik kasar, bahasa,
dan social. Pada anak usia 1 tahun, seharusnya sudah tercapai :
3
- Bahasa : bias bicara satu kata atau lebih
- Social : mulai mempunyai teman, memberikan mainan kepada orang
tua
4. Anak belum bias berkata mama-papa dan belum bias berdiri sendiri dan hubungannya
anak tersebut sering mengalami infeksi saluran nafas.
Karena pada lingkungan anak tersebut banyak yang menderita lumpuh layu, anak
tersebut juga sering mengalami infeksi saluran nafas dan juga belum bias berdiri
sendiri, serta imunisasi yang belum lengkap, maka kemungkinannya anak tersebut
terinfeksi virus poliomyelitis
Virus polio ada pada makanan, air masuk melalui hidung, mulut berkembang
biak di orofaring menuju GIT diserap oleh plak peyeri diedarkan melalui
vaskuler dan limfe menyerang antibody antibodi>virus poliomyelitis
- Anak belum bias bicara
Virus polio menyerang system syaraf terutama pada medulla spinalis kornu
anterior, yaitu system motorik. Serta pada area broca, sehingga menyebabkan
gangguan berbicara
- Anak belum bias berdiri
Merupakan manifestasi poliomyelitis yaitu flaccid paralysis.
STEP 4
Sasaran belajar
1. Imunisasi
2. Epidemiologi
3. Tumbuh kembang anak usia 0-12 bulan
4. Intervensi dini tumbuh kembang anak
5. Peran dokter keluarga
5
Pertemuan 2
STEP 7
1. Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak
terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitu
kekebaln pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari
luar tubuh, bukan dibuat oleh tubuh itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin
yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan
immunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme
oleh tubuh.
6
(a) Cara pemberian
(b) Dosis vaksin
(c) Frekuensi pemberian
(d) Ajuvan
(e) Jenis vaksin
Jenis vaksin:
7
- Dihasilkan daengan membiakkan bakteri/virus dalam media pembiakan, kemudian
dibuat inaktif dengan penanaman bahan kimia (biasanya formalin). Untuk vaksin
komponen, organisme tersebut dibuat murni dan hanya komponen-komponennya
yang dimasukkan ke dalam vaksin.
- Tidak hidup dan tidak dapat tumbuh sehingga seluruh dosis dimasukkan dalam
suntikan
- Tidak menyebabkan penyakit
- Tidak dapat mengalami mutasi menjadi patogenik
- Umumnya tidak dipengaruhi oleh antibodi yang beredar, dapat diberikan saat
antibodi beredar di dalam sirkulasi darah
- Selalu membutuhkan dosis multipel
- Vaksin inactivated yang saat ini tersedia berasal dari:
Seluruh sel virus yang inactivated : influenza, polio injeksi, rabies, hepatitis A
Seluruh bakteri yang inactivated : pertusis, tifoid, kolera, lepra
Vaksin fraksional yang masuk sub-unit : Hepatitis B, influenza, pertusis-aseluler,
tifoid vi, lyme disease
Toksoid : difteria, tetanus, botulinum
Polisakarida murni : pneumokokus, meningokokus, Haemophillus influenza tipe
b/Hib
Gabungan polisakarida : (Hib dan pneumokokus)
Imunisasi wajib
8
Vaksin BCG ulangan tidak dianjurkan oleh karena manfaatnya diragukan mengingat :
1. efektivitas perlindungan hanya 40%
2. sekitar 70% kasus TBC berat ternyata mempunyai parut BCG
3. kasus dewasa dengan BTA positif di Indonesia cukup tinggi (25-36%) walaupun
mereka telah mendapat BCG pada masa kanak-kanak
Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan pada pasien
imunokompromais (leukemia, dalam pengobatan steroid jangka panjang, atau pada
pasien HIV).
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan
tetanus.
- vaksin difteri ; toksin kuman yang dilemahkan (toksoid)
- vaksin tetanus ; toksoid
- vaksin pertusis ; kuman B. pertusis yang dimatikan
Imunisasi DPT ataupun DT diberikan Intramuskular atau subkutan dalam. Imunisasi
dasar diberikan sebanyak 3x, dimulai pada usia 3 bulan dengan dosis masing-masing 0,5
9
ml dengan selang 4 minggu (1 bulan ), kemudian diperkuat dengan imunisasi keempat
yang diberikan 1 tahun setelah imunisasi ketiga. Ulangan imunisasi berikutnya dilakukan
pada usia 5 tahun (usia masuk sekolah) masih menggunakan DPT. Selanjutnya ulangan
imunisasi dilakukan setiap 5 tahun dengan menggunakan DT saja tanpa pertusis karena
vaksin tersebut tidak dianjurkan pada anak usia lebih dari 7 tahun karena reaksi dapat
lebih hebat.
DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri
di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya
komponen pertusis di dalam vaksin. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa
diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan
juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan
maupun tungkai yang bersangkutan.
Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.
Terdapat 2 macam vaksin polio:
IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah
dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah
dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV)
10
efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan
1 jenis polio.
Polio-0 diberikan saat bayi lahir, karena Indonesia merupakan daerah endemik polio.
Mengingat OPV berisi virus polio hidup maka dianjurkan diberikan saat bayi
meninggalkan rumah sakit agar tidak mencemari bayi lain karena virus polio vaksin dapat
diekskresikan melalui tinja. Untuk keperluan ini, IPV dapat menjadi alternatif.
- Polio-1,2,3 dapat diberikan bersama dengan DPT 1,2,3.
- Polio-4 diberikan satu tahun setelah polio 3 atau diberikan bersamaan DPT 4.
- Polio-5 diberikan pada umur 5 tahun atau diberikan bersamaan DPT 5.
Di Indonesia umumnya diberikan OPV. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL)
langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula. Manfaat
vaksin Salk dan Sabin sebenarnya sama, namun untuk negara yang sedang berkembang
vaksin Sabin (OPV) lebih menguntungkan karena lebih murah (tanpa suntikan), mudah
didistribusikan dan mudah diberikan kepada anak.
Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
Diare berat
Penyakit akut atau demam
Hipersensitif yang berlebihan terutama pada neomisin, polimiksin, streptomisin)
Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)
Kehamilan
Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak
(tampek). Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL, pada umur 9
bulan. Pada bayi yang baru lahir mendapat kekebalan pasif terhadap penyakit campak
dari ibunya yang pernah terinfeksi morbili dan kekebalan pasif tersebut bertahan selama ±
6 bulan. Apabila telah mendapat vaksinasi MMR pada usia 15-18 bulan ulangan campak
pada umur 5 tahun tidak diperlukan. Tetapi bila anak baru datang pada usia diatas 12
bulan dan ia belum pernah menderita penyakit campak maka sebaiknya vaksinasi segera
dilakukan.
Kontra indikasi pemberian vaksin campak:
infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38° Celsius
gangguan sistem kekebalan
11
pemakaian obat imunosupresan
alergi terhadap protein telur
kehamilan
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan
kejang yang ringan, serta ensefalitis dalam waktu 30 hari setelah imunisasi (kejadian 1
diantara satu juta suntikan).
Hepatitis B
Apabila sampai umur 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B,
maka secepatnya diberikan. Ulangan imunisasi hepatitis B (hep B IV) dapat
dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun.
Reaksi imunisasi : segera setelah imunisasi dapat timbul demam yang tidak tinggi, pada
tempat penyuntikan timbul kemerahan, pembengkakan, nyeri rasa mual dan nyeri sendi.
Imunisasi tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita sakit berat. Efek samping
yang berarti tidak pernah dilaporkan.
12
Imunisasi yang dianjurkan diberikan kepada bayi / anak namun belum masuk ke dalam
program imunisasi nasional adalah MMR, Hib, Tifoid, Hepatitis A, Varisela, dan
influenza.
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap measles, mumps dan rubella, vaksin
MMR mengandung ketiga virus tersebut yang telah dilemahkan. Vaksin MMR diberikan
pada umur 15-18 bulan dengan dosis satu kali 0,5 ml, secara subkutan. MMR diberikan
minimal 1 bulan sebelum atau setelah penyuntikkan imunisasi lainnya.
Apabila seorang anak telah mendapat imunisasi MMR pada umur 12-18 bulan,
imunisasi campak-2 pada umur 5-6 tahun tidak perlu diberikan. Ulangan diberikan pada
umur 10-12 tahun atau 12-18 tahun (sebelum pubertas).
Reaksi imunisasi : kadang-kadang timbul kenaikan suhu ringan pada hari ke-5 atau ke-7
atau rasa nyeri dan kemerahan pada tempat suntikan.
Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih. Imunisasi MMR
sebaiknya tidak diberikan kepada:
Alergi yang berat (gelatin atau neomisin)
anak dengan demam akut
anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin
anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma
maupun akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati
imunosupresan.
wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil
13
Jadwal imunisasi :
Vaksin PRP-T diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan
Vaksin PRP-OMP diberikan pada umur 2 dan 4 bulan
Vaksin Hib dapat diberikan secara bersamaan dengan DPT dalam bentuk vaksin
kombinasi dalam kemasan prefilled syringe 0,5 ml.
Vaksin Hib baik PRP-T ataupun PRP-OMP perlu diulang pada umur 18 bulan
Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan 1 kali.
Satu dosis vaksin Hib berisi 0,5 ml, diberikan secara intramuskular.
Efek samping yang serius tidak pernah dilaporkan, namun dapat terjadi reaksi lokal
berupa pembengkakan, nyeri, dan kemerahan kulit atau reaksi umum berupa ruam kulit,
demam dan urtikaria.
Demam Tifoid
Imunisasi ini diberikan untuk memperoleh kekebalan aktif terhadap penyakit
demam tifoid. Terdapat 2 jenis vaksin yaitu vaksin suntikan (polisakarida) dan oral.
Vaksin capsular Vi polysaccharida diberikan pada umur lebih dari 2 tahun, ulangan
setiap 3 tahun. Sedangkan vaksin oral diberikan pada umur lebih dari 6 tahun, dikemas
dalam 3 dosis dengan interval selang hari (hari 1, 3, dan 5). Imunisasi ulangan dilakukan
setiap 3-5 tahun.
Vaksin demam tifoid oral :
Kapsul harus ditelan utuh dan tidak boleh dipecahkan karena kuman dapat
dimatikan oleh asam lambung.
Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik, sulfonamid, atau
antimalaria yang aktif terhadap salmonella.
Vaksin polisakarida parenteral :
Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml mengandung kuman salmonella typhi,
polisakarida 0,025 mg, fenol dan larutan bufer yang mengandung natrium klorida,
disodium fosfat, monosodium fosfat dan pelarut untuk suntikan.
Kontraindikasi ; alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin, juga pada saat
demam, penyakit akut maupun kronik progresif.
Reaksi imunisasi pada pemberian vaksin oral dapat dijumpai demam, mencret,
muntah dan kemerahan kulit, sedangkan vaksin suntikan hanya nyeri ringan,
kemerahan, dan pembengkakan pada tempat suntikan.
14
Efek samping yang berbahaya jarang sekali terjadi.
Hepatitis A
Imunisasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
hepatitis A. di Indonesia telah beredar kombinasi hepatitis B/hepatitis A.
Varisela
Vaksin varisela berisi virus varisela zoster strain OKA hidup yang telah dilemahkan,
kemasan dalam bentuk beku-kering. Direkomendasikan pada umur 10-12 tahun yang
belum terpajan
Untuk anak yang mengalami kontak dengan pasien varisela, vaksinasi dapat
mencegah apabila diberikan dalam kurun waktu 72 jam setelah kontak.
15
Jadwal imunisasi
1. Bayi : setiap bayi sebelum umur 1 tahun harus mendapat imunisasi dasar lengkap
- BCG 1x
- DTP 3x
- Polio 4x
- Campak 1x
- Hepatitis B 4x
2. Anak SD: kelas 1 imunisasi DT dan kelas IV imunisasi TT untuk anak perempuan.
Sekarang disebut BIAS(Bulan Imunisasi Anak Sekolah) kelas 1 imunisasi DT dan
kelas II-VI imunisasi TT(putri-putra)
3. Calon pengantin: imunisasi TT 2x dengan interval 1 bulan sebelum akan nikah
4. Wanita usia subur: imunisasi TT 5 dosis(5x)
5. Ibu hamil: imunisasi TT 2x pada kehamilan trimester 1 interval 1 bulan
6. Balita (0-59 bulan) mengikuti PIN(Pekan Imunisasi Nasional) Polio dan Campak
16
- Menurut DEPKES RI 2009
KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1
bulan setelah imunisasi. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai
masa 42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi
virus campak vaccine-strain pada pasien imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan
polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-strain pada resipien non
imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).
Etiologi
17
Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar ternyata
tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu unutk menentukan KIPI
diperlukan keterangan mengenai:
Reaksi suntikan
18
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik
langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi
suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat
suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing,
mual, sampai sinkope.
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi
terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis
biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti
reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah
teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh
produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai
tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau
vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh
pelaksana imunisasi.
Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara
kebetulan saja setelah diimunisasi. Indicator faktor kebetulan ini ditandai dengan
ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi
setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
Gejala KIPI
19
Lokal Abses pada tempat suntikan
Limfadenitis
Reaksi lokal lain yang berat,
misalnya selulitis, BCG-itis
SSP Kelumpuhan akut
Ensefalopati
G Ensefalitis
g Meningitis
e Kejang
j Lain-lain Reaksi alergi: urtikaria,
a dermatitis, edema
l Reaksi anafilaksis
a Syok anafilaksis
Artralgia
k Demam tinggi >38,5°C
l Episode hipotensif-hiporesponsif
i Osteomielitis
n Menangis menjerit yang terus
i menerus (3jam)
s Sindrom syok septik
KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi gejala lokal,
sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat
KIPI terjadi makin cepat gejalanya.
Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping,
maka apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa
saat, sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat).
20
dan kematian
Pertusis whole Syok anafilaksis 4 jam
cell(DPwT) Ensefalopati 72 jam
Komplikasi akut termasuk kecacatan tidak tercatat
dan kematian
Campak Syok anafilaksis 4 jam
Ensefalopati 5-15 hari
Komplikasi akut termasuk kecacatan tidak tercatat
dan kematian
Trombositopenia 7-30 hari
Klinis campak pada resipien 6 bulan
imunokompromais tidak tercatat
Komplikasi akut termasuk kecacatan
dan kematian
Polio hidup (OPV) Polio paralisis 30 hari
Polio paralisis pada resipien 6 bulan
imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan
dan kematian
Hepatitis B Syok anafilaksis 4 jam
Komplikasi akut termasuk kecacatan tidak tercatat
dan kematian
BCG BCG-itis 4-6 minggu
Dikutip dengan modifikasi dari RT Chen, 1999
KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis. Angka
kejadian reaksi anafilaktoid diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT, tetapi yang
benar-benar reaksi anafilaksis hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis. Anak yang lebih
besar dan orang dewasa lebih banyak mengalami sinkope, segera atau lambat.
Episode hipotonik/hiporesponsif juga tidak jarang terjadi, secara umum dapat terjadi
4-24 jam setelah imunisasi.
21
Pencegahan KIPI
2. Epidemiologi
Tujuan :
- Incident Rate :
Jml penderita penyakit tertentu/kasus baru X 1000
Population at risk
22
minggu merebah lagi gerik Membuat dan tangan dan pakaian
Letaknya simetrik Melihat rammelaar mendengarkan Mengenal botol
Tangan terbuka dan memegangnya suara Bersiap-siap untuk
bila diberikan makan
28 Duduk dengan Memindahkan kubus Berteriak dan Bermain dengan
minggu sokongan kedua dari satu tangan ke senagng membuat kaki
tangan tangan lain suara Bersiap untuk
Memgang kubus Mendengarkan makan
Melihat dan suaranya sendiri
menyentuh
kancing
40 Duduk tanpa Bermain dengan 2 Mengucapkan satu Dapat bermain
minggu sokongan kubus, yang satu perkataan yang mudah
Merangkak disentuhkan yang Memperhatikan Dapat makan
Mengangkat badan lain namanya biscuit sendiri
dengan kaki
1 tahun Berjalan dengan Memindahkan kubus Dapat Membantu waktu
bantuan ke dalam cangkir mengucapkan dua berpakaian
Duduk bersila atau lebih Memberikan
Mengetahui arti perkataan mainan bila diminta
kancing
Memasukkan dan
mengambilnya
dari botol
23
anak, anggota keluarga lain atau kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga
masing-masing dan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena akan meniru tingkah laku
orang-orang yang terdekat dengannya.
5. Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak , terhadap
ke 4 aspek kemampuan dasar anak.
6. Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan ada di sekitar anak.
8. Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas keberhasilannya.
Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan oleh tenaga
kesehatan di puskesmas dan jaringannya, berupa:
24
untuk mengetahui lingkar kepala anak dalam batas normal atau diluar batas
normal.
• Tes daya Lihat (TDL) dengan tujuan untuk mendeteksi secara dini kelainan
daya dengar agar segera dapat dilakukan tindakan lanjutan sehingga
kesempatan untuk memperoleh ketajaman daya lihat menjadi lebih besar.
25
5. Peran dokter keluarga
A. Pencegahan
1) Melakukan cakupan imunisasi yang tinggi dan menyeluruh.
2) Pemberian imunisasi polio yang sesuai dengan rekomendasi WHO sebanyak 4
kali dengan interval 6-8 minggu, usia 1½ tahun, 5 tahun dan 15 tahun.
3) Penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layu pada usia ≤ 15 tahun harus
diperiksa tinjanya untuk memastikan polio atau bukan.
4) Mapping up,pemberian vaksinasi massal didaerah yang ditemukan penderita
polio terhadap anak dibawah 3 tahun tanpa melihat status imunisasi sebelumnya.
B. Edukasi
1) Melakukan imunisasi aktif dan melengkapi imunisasi yang belum lengkap pada
anak.
2) Menghindari aktifitas fisik yang berlebihan.
3) Tetap memperhatikan dan memberikan nutrisi yang seimbang untuk menunjang
pertumbuhan dan perkembangan anak.
4) Melakukan tes lanjutan untuk mengetahui dan memastikan apakah anak
mengalami keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan atau tidak dan untuk
memastikan terapi selanjutnya pada anak.
5) Orang tua dan keluarga tetap mendukung dengan memberikan stimulasi untuk
merangsang pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
6) Orang tua dan keluarga berusaha untuk menjaga higiene sanoitasi dan
lingkungan sekitar anak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Dalam : Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Ranuh IGN,
Suyitno H, Hadinegoro SR, Kartasasmita CB, Penyunting. Edisi ke-2, IDAI : Balai
Penerbit, 2005. h. 1-256.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Pediatri Pencegahan. Dalam : Hassan R,
Alatas H, Latief A, Penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-1, Jakarta :
Balai Penerbit, 1985. h. 1-22.
26
3. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
4. Staf pengajar FK UI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak jilid I. Jakarta: Info Medica
27