Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Salah satu yang meningkatkan kualitas tidur adalah pemilihan sarung
bantal. Sarung bantal yang beredar di pasaran umumnya terbuat dari serat
kapas. Namun, serat kapas mudah kusut sehingga setelah pencucian terjadi
kekusutan. Untuk mengatasi hal ini, dilakukan penyempurnaan anti kusut
yang disempurnakan lagi dengan pelemasan.
Proses penyempurnaan resin termasuk penyempurnaan kimia yang salah
satunya digunakan untuk memperbaiki ketahanan kusut serta merperbaiki
kelemasan bahan. Pada proses penyempurnaan anti kusut ini, pembentukan
resin terjadi diantara celah-celah dari bagian amorf serat selulosa selama
proses pemanasawetan. Monomer resin yang telah masuk akan bergabung
membentuk polimer yang mempunyai ikatan silang yang kuat yang
menyebabkan kain menjadi lebih kaku sehingga mengurangi kecenderungan
kain menjadi kusut dan kekuatan serat akan menurun akibat proses hidrolisa
serat kapas oleh asam yang dihasilkan oleh katalis. Penurunan kekuatan tarik
dan kekakuan yang diakibatkan proses penyempurnaan anti kusut dapat
dikurangi dengan penggunaan zat tambahan berupa zat pelemas nonionik.

II. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang dapat diidentifikasikan masalah-masalah
sebagai berikut:
1. Sarung bantal yang sudah ada belum memiliki daya pakai yang maksimal.
Dengan kata lain sarung bantal tersebut kurang maksimal dalam
menahan kusut yang terbentuk, adanya kekakuan, serta tidak adanya
scent finish pada bahan.
2. Tidak adanya nilai tambah pada sarung bantal menyebabkan daya tarik
penggunaan sarung bantal tidak besar.
III. Maksud dan Tujuan
Maksud dari percobaan ini adalah mengidentifikasi seberapa besar
pengaruh konsentrasi resin anti kusut jenis DMDHEU pada penyempurnaan
anti kusut yang disempurnakan dengan penyempurnaan pelemasan.

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memperoleh konsentrasi optimum


resin anti kusut DMDHEU yang digunakan pada penyempurnaan anti kusut
yang disempurnakan dengan penyempurnaan pelemasan.
BAB II

TEORI PENDEKATAN

I. Serat Kapas
Kapas adalah serat lembut yang tumbuh di sekitar biji tanaman kapas.
Merupakan serat yang paling sering dipintal menjadi benang dan digunakan
untuk membuat tekstil. Kapas adalah tanaman yang berharga karena hanya
sekitar 10% dari berat baku hilang dalam pemrosesan. Setelah lilin, protein,
dll dihapus, sisanya adalah polimer alami berupa selulosa murni. Selulosa ini
diatur dengan cara yang menghasilkan sifat kapas dengan kekuatan unik dan
daya serap tinggi. Setiap serat terdiri dari dua puluh-tiga puluh lapisan
melingkar selulosa.
Komposisi kimia dari serat kapas terdiri dari selulosa 95%, satu 1,3%
protein, 1,2% abu, 1,6% lilin, 3% gula, dan asam organik, dan senyawa kimia
lainnya yang membentuk 3,1%. Serat kapas non-selulosa biasanya terletak
dalam serat kutikula.
Serat kapas non-selulosa terdiri dari protein, abu, lilin, gula dan asam
organik. Lilin kapas ditemukan pada permukaan luar serat. Lilin lebih banyak
ditemukan pada kapas jika luas permukaan kapas semakin besar, kapas
halus umumnya memiliki kandungan lilin lebih banyak. Lilin kapas terdiri atas
rantai panjang asam lemak dan alkohol. Lilin kapas berfungsi sebagai
pelindung untuk serat kapas. Gula yang terdiri dari 3% serat kapas, gula
berasal dari gula alami tanaman dan gula dari serangga. Gula tanaman terjadi
dari proses pertumbuhan tanaman kapas. Gula tanaman terdiri dari
monosakarida, glukosa dan fruktosa. Gula serangga terutama untuk
whiteflies,gula serangga dapat menyebabkan kekakuan, yang dapat
menyebabkan masalahdi pabrik tekstil. Asam organik yang ditemukan dalam
serat kapas sebagai residumetabolic, yang terdiri dari asam malat dan asam
sitrat. Serat kapas non-selulosa dipisahkan menggunakan pelarut selektif.
Beberapa pelarut meliputi: heksana, kloroform, larutan natrium hidroksida,
polar pelarut, etanol panas, dan air putih. Setelah menghapus semua bahan
kimia non selulosa, serat kapas selulosa adalah sekitar Sembilan puluh
sembilan persen.
Komposisi kimia dari kapas, jika diangkat, sekitar 94 persen
selulosa,dalam kain jadi itu 99 persen selulosa. Kapas mengandung karbon,
hidrogen, danoksigen dengan gugus hidroksil reaktif. Glukosa adalah unit
dasar dari molekul selulosa. Kapas mungkin memiliki monomer glukosa
sebanyak 10.000 permolekul. Rantai molekul yang diatur dalam rantai spiral
panjang linear dalam serat. Kekuatan serat secara langsung berkaitan dengan
panjang rantai.
Ikatan hidrogen terjadi antara rantai selulosa dalam serat kapas. Ada tiga
kelompok hidroksil yang menonjol dari cincin dibentuk oleh satu oksigen dan
lima atom karbon. Kelompok-kelompok ini bersifat polar berarti electron yang
mengelilingi atom tidak merata. Atom hidrogen dari gugus hidroksil yang
tertarik pada banyak atom oksigen dari selulosa. Atraksi ini disebut ikatan
hidrogen. Ikatan hidrogen dalam daerah memerintahkan fibril menyebabkan
molekul untuk mendekatkan diri satu sama lain yang meningkatkan kekuatan
serat. Ikatan hidrogen juga membantu dalam penyerapan air. Cotton peringkat
diantara serat-serat yang paling penyerap karena ikatan Hidrogen yang
memberikan kontribusi untuk kenyamanan kapas itu.
Reaktivitas kimia selulosa berkaitan dengan kelompok hidroksil dari unit
glukosa. Kelembaban, pewarna, dan proses panjang selama pengolahan
menyebabkan kelompok-kelompok ini mudah bereaksi. Bahan kimia
sepertipemutih klorin menyerang atom oksigen antara atau dalam dua unit
cincin memutus rantai molekul selulosa.

II. Zat Warna Reaktif


Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi
dengan serat (ikatan kovalen) sehingga zat warna tersebut merupakan bagian
dari serat. Zat warna reaktif termasuk golongan zat warna yang larut dalam
air. Karena mengadaka reaksi dengan serat selulosa, maka hasil pencelupan
zat warna reaktif mempunyai ketahanan luntur warna yang sangat baik.
Demikian pula karena berat molekul kecil maka kilapnya baik. Berdasarkan
cara pemakaiannya, zat warna reaktif digolongkan menjadi dua golongan
yaitu zat warna reaktif dingain dan reaktif panas.
 Zat warna reaktif panas
Yaitu zat warna reakrif yang mempunyai kereaktifan rendah, dicelup
pada suhu tingi. Misalnya Procion H, Cibacron dengan sistem reaktif mon
kloro triazin, remazol dengan sistem reaktif vinil sulfon. Didalam air, zat
warna reaktif dapat terhdidrolisa, sehingga sifat reaktifnya hilang dan hal
ini menyebabkan penurunan tahan cucinya. Hidrolisa tersebut menurut
reaksi sebagai berikut:

D - Cl + H2O → D – OH + HCl

Reaksi Fiksasi dan Hidrolisis Zat Warna Reaktif Jenis Vinil Sulfon

Sumber: Dr. Noerati, S.Teks,M.T,dkk, Bahan Ajar Pendidikan dan


Pelatihan Profesi Guru (PLPG) Teknologi Tekstil, Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil, Bandung, 2013.

Jenis zat warna ini merupakan jenis zat warna reaktif yang bereaksi
dengan serat melalui mekanisme adisi nukleofilik. Dilihat dari reaksinya,
zat warna ini cocok untuk dicelup dengan metoda pre pad alkali dan
metoda all in yang pemasukan alkalinya didepan.

 Zat warna reaktif dingin


Zat warna reaktif dingin merupakan zat warna reaktif yang memiliki
kereaktifan yang tinggi. Yang termasuk zat warna reaktif dingin adalah
Procion M dengan system reaktif diklorotriazin (DCT) dan Drimarene K
dengan sistem reaktif dyfluoro-monokhlro-pirimidin. Keduannya termasuk
zat warna reaktif yang bereaksi dengan serat melalui mekanisme
substitusi nukleofilik.
Kereaktifan zat warna reaktif dingin sangat tinggi sehingga proses
pencelupannya dapat dilakukan pada suhu 30°C – 40°C. Oleh karena itu
kromogen zat warna reaktif dingin relative kecil sehingga warnannya lebih
cerah dari zat warna reaktif panas.
Hal yang sangat perlu dilakukan diperhatikan dalam proses
pencelupannya adalah zat warnanya sangat kurang stabil, sangat mudah
rusak terhidrolisis, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha guna menguirangi
terjadinnya reaksi hidrolisis.

III. Anti Kusut

Penyempurnaan anti kusut merupakan suatu proses pemberian resin anti


kusut yang bersifat permanen pada kain tertentu untuk keperluan tertentu.
Proses penyempurnaan anti kusut merupakan salah satu proses
penyempurnaan tekstil menggunakan resin yang juga memberikan sifat tahan
kusut, kestabilan dimensi, dan lain sebagainya.

Pada umumnya resin merupakan kondensasi aminoplast yang terjadi dari


reaktan-reaktan nukleofil, senyawa NH dan senyawa karbonil. Ditinjau dari
segi molekulnya, resin terdiri dari molekul-molekul komplek yang pada kondisi
tertentu akan bergabung satu sama lain membentuk molekul yang sama
berbentuk linier atau siklik.

Dengan adanya kemampuan membentuk molekul besar diantara rantai


molekul, maka rantai molekul serat seakan-akan diikat satu sama lain pada
posisi tertentu sehingga kedudukannya tidak mudah berubah lagi.

Proses penyempurnaan resin secara umum meliputi proses persiapan


kain, persiapan larutan resin, rendam pereas, pengerinan, pemanas awetan,
dan pencucian.

a. Persiapan Kain

Hasil penyempurnaan resin tergantung pada distribusi resin yang


merata. Untuk itu diperlukan daya serap yang sama pada seluruh bagian
kain, sehingga pengerjaan berikut sebelum penyempurnaan resin
mempunyai arti yang penting:

- Pembakaran bulu
- Penghilangan kanji
- Pemasakan
- Pengelantangan
- Kostisasi atau merserisasi
- Pencucian
- Pengeringan
Kain yang sudah mengalami proses pengelantangan , baik daya
serapnya tetapi biasanya tertutup oleh lapisan tipis sabun alkali dan dapat
menghalangi penyerapan resin. Disamping itu, alkali dapat mengurangi
efisiensi katalis yang ditambahkan pada proses penyempurnaan dan
akan memberikan hasil yang tidak merata. Pencucian dengan calgon
dapat menghilangkan lapisan tipis itu atau pembilasan dengan larutan
asam encer. Khusus untuk selulosa sebaiknya diperlakukan dalam
keadaan menggelembung, untuk itu kain dilewatkan dalam alkali encer
(6-7 % soda kostik) dan kemudian dibilas dengan air dan asam encer.
Akhirnya untuk semua kain harus diatur kelembabannya tetap dan
seragam, bila didinginkan hasil yang seragam pula.

b. Larutan penyempurnaan resin

Larutan penyempurnaan resin pada umumnya terdiri atas tiga


komponen sebagai berikut :

1. Prakondensat

2. Katalis

3. Zat – zat aditif seperti pelemas, pelembut atau senyawa-senyawa


tertentu untuk memperoleh efek tertentu.

Saat ini banyak prakondensat yang telah diproduksi oleh pabrik–pabrik


kimia dengan nama dagang misalnya turunan dari urea, etilena urea,
triazon dan hidroksietilena urea.

c. Pengeringan

Pengeringan dari kain yang diimpregnasi harus sedemikian rupa


sehingga tidak terbentuk resin diantara rongga dan hanya pada
permukaan saja.

Selanjutnya pengeringan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga


distribusi pereaksi dalam serat tidak terganggu ini berarti, bahwa air yang
menguap dari dalam, bila tidak maka materi yang larut dalam air akan
terkondensasi pada permukaan.

Jadi proses pengeringan lambat harus dihindari, karena proses ini


membawa resin ke permukaan. Demikian pula penarikan berlebih selama
penarikan akan mempermudah cairan berpindah ke permukaan.

Silinder pengering lebih efisien dari pada penggunaan uap, hanya saja
lebar dan pegangan kain tak dapat dikontrol. Kontaminasi permukaan
silinder oleh zat warna atau hasil-hasil amino-aldehid dari kain dapat
menganggu.

Bila efek khusus diinginkan, misalnya pengelasuran (glazing) atau


pahatan (embossing), maka tahap ini harus dilaksanakan setelah
pengeringan , tetapi sebelum pemanggangan atau pemanas awetan
(curing). Temperatur pengeringan biasanya adalah antara 90oC sampai
100oC.

d. Pemanasan

Kondensasi akhir dari produk amino aldehida merupakan tahap


merupakan tahap penting penyempurnaan resin. Untuk mendapatkan
hasil yang baik maka tahap pemanasan/curing harus dikontrol dengan
baik. Pada umumnya digunakan temperatur pemanasan ditentukan oleh
macam katalis yang digunakan, asam organik seperti asam tatrat
memerlukan sampai 3 menit pada suhu 150 oC sesuai menurut tebal
kainnya. Tujuan pokok dari perlakukan panas adalah untuk mengawetkan
sifat yang diiginkan, sehingga bersifat lebih permanen.

Pemanas awetan secara kering sering menghasilkan produk yang


getas, lebih-lebih untuk rayon. Oleh karena diperlukan proses pemanas
awetan dengan uap. Dengan demikian ketahanan terhadap gosokan
dapat diperbesar juga
IV. Mekanisme Pembentukan Resin dan Ikatan Silang dengan Selulosa

Pembentukan resin terjadi di antara celah-celah dari bagian amorf serat


selulosa selama proses pemanasawetan. Monomer-monomer resin yang
telah masuk akan bergabung membentuk polimer-polimer yang mempunyai
ikatan linier dan ikatan silang yang kuat.

Reaksi polimerisasi tersebut terjadi karena terbentuknya ikatan metilen


dan eter dari gugus-gugus aktif prakondensat yang disertai dengan
pembebasan air dan formaldehid. Reaksinya adalah sebagai berikut :

 Pembentukan jembatan metilen

>N – CH2 – OH + H – N – CH2OH >N – CH2 – CH2OH + H2O

 Pembentukan jembatan eter

>N – CH2 – OH + HO – CH2 – N<>N – CH2 – O – CH2 – N + H2O

 Pembentukan jembatan metilen dengan pembebasan air dan formaldehid

>N – CH2 – OH + HO – CH2 – N<>N – CH2 – N< + H2O + CH2O

Pada saat terjadinya pembentukan resin, gugus-gugus aktif dari


prakondensat ini juga akan mengikat gugus-gugus –OH dari rantai molekul
selulosa yang berdekatan sehinga terjadi ikatan silang antar molekul selulosa
melalui jemnatan resin. Reaksinya adalah sebagai berikut :

2sel–OH + HO–H2C–resin–CH2–OH  sel–O–H2C–resin–CH2–O–sel + H2O

Resin yang masuk ke dalam serat akan berpolimer menghasilkan molekul


resin yang kompleks dengan membentuk ikatan silang sehingga resin tidak
dapat bermigrasi kembali keluar dari serat. Selain itu resin akan mengikat
susunan bagian-bagian molekul serat satu sama lain sehingga serat menjadi
lebih terikat yang akan mencegah kecenderungan rantai molekul serat
selulosa untuk saling menggelincir akibat tekanan mekanik yang diberikan
sehingga serat tidak berubah bentuk dan tahan kusut.
V. Ikatan Silang

Ikatan silang adalah obligasi yang menghubungkan satu rantai polimer


yang lain. Zat ikat silang merupakan senyawa-senyawa yang memiliki berat
molekul rendah dengan gugus hidroksil atau gugus amina lebih dari dua. Zat
ikat silang berfungsi sebagai pengikat silang rantai polimer melalui ikatan pada
gugus resin dengan gugus pada serat. Jenis resin yang mengadakan ikatan
silang dengan serat adalah jenis reaktan. Resin jenis reaktan akan
membentuk polimer-polimer pandek tapi banyak berikatan silang dengan
molekul serat, contohnya dimetilol etilena urea (DMEU) dan dimetilol
dihidroksi etilene urea (DMDHEU).

VI. Pelemasan

Zat pelemas adalah suatu zat yang biasa digunakan dalam proses
penyempurnaan untuk mendapatkan sifat bahan menjadi lembut, lemas, licin, tidak
rapuh dan anti statik. Zat pelemas yang biasa digunakan merupakan suatu zat yang
mengandung minyak/lemak. Zat pelemas ini dapat digunakan sebagai zat
penyempurnaan tersendiri maupun ditambahkan dengan zat penyempurnaan lain
untuk memperoleh kelemasan, kehalusan, pegangan penuh dan lembut serta
kesupelan pada bahan tekstil. Sifat tersebut didapat karena terjadi penurunan
koefisien gesekan antara serat atau filamen-filamen benang.

Pada dasarnya zat pelemas merupakan senyawa lemak dengan rantai


panjang yang diemulsikan, dibuat dari bahan alam seperti minyak, lemak dan
berbagai jenis sabun. Berdasarkan ionisasinya dalam air, zat pelemas dibagi
menjadi zat pelemas golongan anionik, kationik, nonionik maupun amfoter.

Zat pelemas nonionik adalah zat pelemas yang tidak mempunyai muatan
ion, merupakan zat pelemas yang tidak reaktif. Zat pelemas ini umumnya
dapat dipakai bersama-sama dengan zat penyempurnaan lainnya, walaupun
substantivitasnya kecil. Zat pelemas tersebut tidak memberikan sifat
pelemasan yang permanen pada serat karena tidak bereaksi dengan serat,
melainkan hanya membentuk lapisan film tipis pada permukaan serat saja.
Oleh karena itulah, maka ketahanan cucinya kurang baik. Pada umumnya, zat
pelemas ini banyak digunakan dalam campuran dengan zat pelemas anionik
atau kationik. Kerja zat pelemas ini tidak terpengaruh oleh pH larutan, stabil
terhadap elektrolit, tidak terpengaruh oleh air sadah dan tidak memberikan
efek kekuning-kuningan. Salah satu contoh dari resin golongan ini adalah
silikon.

Senyawa silikon berbentuk emulsi silikon yang dapat dipakai pada bahan
dari kapas, wol, sintetik dan serat campuran.senyawa silikon dapat digunkan
sebagai zat pelemas (softener), zat anti busa (antifoam agent), zat tolak air
(water repellent agent), dan lain-lain. Stabilitas ikatan Si-O dan Si-C yang
tinggi menyebabkannya mempunyai yang bagus terhadap panas, cuaca,
kelembaban, oksidasi dan bantingan-bantingan selama penyimpanan.
Tekanan permukaan yang rendah dari kelompok metil, memberikanya sifat
kebebasan dan pelumasan (release and lubrication) yang baik.

Mekanisme kerja zat pelemas terhadap bahan ada beberapa cara yaitu :

1. Pembentukan lapisan film yang lembut diatas serat.

2. Kemampuan menarik dan menyimpan kelembaban (attracting and holding


moisture)

3. Pelapisan serat dengan asam lemak amina, campuran polietilena dan wax,
atau dengan larutan silikon.

VII. Lavender

Bunga lavender memiliki 25-30 spesies, beberapa diantaranya adalah


Lavandula angustifolia, lavandula lattifolia, lavandula stoechas (Fam.
Lamiaceae). Penampakan bunga ini adalah berbentuk kecil, berwarna ungu
kebiruan, dan tinggi tanaman mencapai 72 cm. Asal tumbuhan ini adalah dari
wilayah selatan Laut Tengah sampai Afrika tropis dan ke timur sampai India.
Lavender termasuk tumbuhan menahun, tumbuhan dari jenis rumput-
rumputan, semak pendek, dan semak kecil. Tanaman ini juga menyebar di
Kepulauan Kanari, Afrika Utara dan Timur, Eropa selatan dan Mediterania,
Arabia, dan India. Karena telah ditanam dan dikembangkan di taman-taman
di seluruh dunia, tumbuhan ini sering ditemukan tumbuh liar di daerah di luar
daerah asalnya. Tanaman ini tumbuh baik pada daerah dataran tinggi, dengan
ketinggian berkisar antara 600−1.350 m di atas permukaan laut. Untuk
mengembangbiakkan tanaman ini tidaklah sulit, dimana menggunakan biji dari
tanaman lavender yang sudah tua dan disemaikan. Bila sudah tumbuh, dapat
dipindahkan ke polybag. Bila tinggi tanaman telah mencapai 15−20 cm, dapat
dipindahkan ke dalam pot atau bisa ditanam di halaman rumah.

Nama lavender berasal dari bahasa Latin “lavera” yang berarti


menyegarkan dan orang-orang Roma telah memakainya sebagai parfum dan
minyak mandi sejak zaman dahulu. Bunga lavender dapat digosokkan ke kulit,
selain memberikan aroma wangi, lavender juga dapat menghindarkan diri dari
gigitan nyamuk. Bunga lavender kering dapat diolah menjadi teh yang dapat
kita konsumsi. Manfaat lain bunga lavender adalah dapat dijadikan minyak
esensial yang sering dipakai sebagai aromaterapi karena dapat memberikan
manfaat relaksasi dan memiliki efek sedasi yang sangat membantu pada
orang yang mengalami insomnia. Minyak esensial dari lavender biasanya
diencerkan terlebih dahulu dengan minyak lain dari tumbuh-tumbuhan (carrier
oil) seperti sweet almond oil, apricot oil, dan grapeseed oil agar dapat
diaplikasikan pada tubuh untuk pijat aromaterapi.

 Zat yang Terkandung pada Minyak Lavender


Minyak lavender memiliki banyak potensi karena terdiri atas
beberapa kandungan. Menurut penelitian, dalam 100 gram bunga
lavender tersusun atas beberapa kandungan, seperti: minyak esensial (1-
3%), alpha-pinene (0,22%), camphene (0,06%), beta-myrcene (5,33%),
p-cymene (0,3%), limonene (1,06%), cineol (0,51%), linalool (26,12%),
borneol (1,21%), terpinen-4-ol (4,64%), linalyl acetate (26,32%), geranyl
acetate (2,14%), dan caryophyllene (7,55%). Berdasarkan data di atas,
dapat disimpulkan bahwa kandungan utama dari bunga lavender adalah
linalyl asetat dan linalool (C10H18O). Diteliti efek dari tiap kandungan
bunga lavender untuk mencari tahu zat mana yang memiliki efek anti-
anxiety (efek anti cemas/relaksasi) menggunakan Geller conflict test dan
Vogel conflict test. Cineol, terpinen-4-ol, alpha-pinene, dan beta-myrcene
tidak menghasilkan efek anti cemas yang signifikan pada tes Geller.
Linalyl asetat sebagai salah satu kandungan utama pada lavender tidak
menghasilkan efek anti cemas yang signifikan pada kedua tes. Borneol
dan camphene memberikan efek anti cemas yang signifikan pada tes
Geller, tapi tidak signifikan pada tes Vogel. Linalool, yang juga merupakan
kandungan utama pada lavender, memberikan hasil yang signifikan pada
kedua tes. Dapat dikatakan, linalool adalah kandungan aktif utama yang
berperan pada efek anti cemas (relaksasi) pada lavender.
BAB III

METODOOGI PERCOBAAN

I. Alat dan Bahan


 Alat

- Baki - Kompor

- Mesin Stenter - Neraca

- Batang Pengaduk - Termometer

- Gelas Plastik - Mesin Padder

- Gelas Ukur - Panci

 Bahan

- Na2CO3 - Resin DMDHEU

- Teepol - Zat Pelemas Nonionik

- Air - Katalis

- Zat Warna Reaktif - Aromaterapi Lavender

- NaCl - Binder
II. Diagram Alir

Kain kapas putih

Proses scouring kain kapas


Na2CO3 : 2 g/l
Teepol : 1 ml/l
Vlot : 1:20
Suhu : 80°C
Waktu : 30 menit

Pengeringan dan washing off

Proses pencelupan warna dasar kain


Zat warna reaktif panas : 1% owf
Zat Pembasah : 1 ml/l
Na2CO3 : 10 g/l
NaCl : 30 g/l
Vlot : 1:20
Suhu : 90°C
Waktu : 30 menit

Pengeringan dan washing off


Proses penyempurnaan anti kusut dengan penambahan zat pelemas
Resin DMDHEU (Crosslinking) : 40 - 70 g/l
Zat pelemas nonionik : 20 g/l
Katalis : 12% dari penggunaan resin
WPU : 80%

Pengeringan awal
Suhu : 100°C
Waktu : 2 menit

Pemanasawetan
Suhu : 170°C
Waktu : 2 menit

Washing Off

Pemberian aromaterapi lavender


Aromaterapi lavender : 10% owf
Binder : 5% owf
Vlot : 1:10
Suhu : 40°C
Waktu : 30 menit

Penjahitan
III. Resep
 Resep Scouring
- Na2CO3 : 2 g/l
- Teepol : 1 ml/l
- Vlot : 1:20
- Suhu : 80°C
- Waktu : 30 menit

 Resep Pencelupan dengan Zat Warna Reaktif


- Zat warna reaktif panas : 1% owf
- Zat Pembasah : 1 ml/l
- Na2CO3 : 10 g/l
- NaCl : 30 g/l
- Vlot : 1:20
- Suhu : 90°C
- Waktu : 30 menit

 Resep Penyempurnaan Anti Kusut


- Resin DMDHEU (Crosslinking) : 40 - 70 g/l
- Zat pelemas nonionik : 20 g/l
- Katalis : 12% dari penggunaan resin
- WPU : 80%
- Suhu dan Waktu Drying : 100°C ; 2 menit
- Suhu dan Waktu Curing : 170°C ; 2 menit

 Resep Pemberian Aromaterapi Lavender


- Aromaterapi lavender : 10% owf
- Binder : 5% owf
- Vlot : 1:10
- Suhu : 40°C
- Waktu : 30 menit
IV. Fungsi Zat
- Na2CO3 : Menyabunkan kotoran pada proses scouring, serta
memberikan suasana alkali pada proses pencelupan dan pada proses
washing off.
- Teepol : Mempercepat proses pembasahan kain pada proses
scouring, serta menghilangkan sisa zat yang tertinggal di permukaan pada
proses pencucian setelah proses pencelupan dan penyempurnaan.
- Zat Warna Reaktif : Memberikan warna pada kain kapas secara permanen
dan rata.
- NaCl : Meningkatkan penyerapan zat warna.
- Resin DMDHEU : Memberikan efek anti kusut pada kain kapas.
- Zat Pelemas Nonionik : Menurunkan kekakuan kain hasil penyempurnaan.
- Katalis : Mempercepat reaksi antara resin dengan kain.
- Aromaterapi Lavender : Memberikan aromaterapi pada kain.
- Binder : Mengikat aromaterapi pada kain.

V. Skema Proses
 Scouring

80

70 Kain Kapas
Air
60
Na2CO3
50 Teepol
Suhu (°C)

40

30

20

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)
 Pencelupan dengan Zat Warna Reaktif

100
90
80 Kain Kapas
70
Air
60 Na2CO3
Suhu (°C)

Zw Reaktif
50 Kain hasil Pencelupan
40
Teepol
30 NaCl
20 Na2CO3

10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Waktu (menit)

 Penyempurnaan Anti Kusut

170°C, 2 menit
 Pemberian Aromaterapi Lavender

80

70 Lavender
Kain
60 Air
Binder
Kain hasil proses
50
Suhu (°C)

Teepol
40 Na2CO3

30

20

10

0
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (menit)
BAB IV

HASIL PENELITIAN

 Kekakuan Kain

Variasi Konsentrasi DMDHEU


Blanko
40 g/l 50 g/l 60 g/l
2,1 cms 1,8 cms 1,5 cms 1,7 cms
Lusi
2 cms 1,7 cms 1,4 cms 1,6 cms
2,7 cms 2,3 cms 1,8 cms 2,8 cms
Pakan
2,8 cms 2,8 cms 1,7 cms 2,6 cms

 Kemampuan Kembali Dari Kekusutan

Variasi Konsentrasi DMDHEU


Blanko
40 g/l 50 g/l 60 g/l
Lusi 53° 72° 80° 73°
Pakan 25° 71° 72° 80°

 Kekuatan Tarik Cara Pita Tiras

Variasi Konsentrasi DMDHEU


Blanko
40 g/l 50 g/l 60 g/l
Kekuatan Lusi 19 kg 18 kg 17 kg 8 kg
Tarik Pakan 8 kg 5 kg 7 kg 7 kg
Lusi 2,6 cm 2,5 cm 2,2 cm 2,6 cm
Mulur
Pakan 1,7 cm 1,2 cm 1,7 cm 1,7 cm

Anda mungkin juga menyukai