Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Meskipun terjadi penurunan yang cukup besar dalam insidennya di seluruh dunia, lu-
ka bakar tetap menjadi salah satu bentuk trauma yang paling umum dan menyebabkan se-
bagian besar kasus trauma dalam keadaan darurat layanan kesehatan di seluruh dunia.1
Menurut WHO, sekitar 90 persen luka bakar terjadi pada sosial ekonomi rendah di nega-
ra-negara berpenghasilan menengah ke bawah, daerah yang umumnya tidak memiliki in-
frastruktur yang dibutuhkan untuk mengurangi insiden luka bakar.2 Cedera luka bakar
adalah masalah yang signifikan dengan lebih dari 500.000 orang mencari perawatan
medis, 40.000 rawat inap yang dihasilkan, dan 4000 kematian per tahun di Amerika Seri-
kat.3 Data Nasional mengenai angka mortalitas atau data kejadian luka bakar di seluruh
Indonesia masih belum ada. Dari data RSUP Sanglah Denpasar tahun 2012 didapatkan
bahwa dari total 154 pasien yang dirawat 13 orang meninggal (8,42%) akibat ledakan api
dengan luka bakar luas.2
Luka bakar adalah cedera termal yang disebabkan oleh agen biologis, kimia, listrik,
dan fisik dengan reaksi lokal dan sistemik.4,5 Hal ini adalah bentuk trauma paling parah
yang menimpa manusia sejak dahulu kala dimana selama bertahun-tahun telah dilakukan
berbagai penelitian ilmiah yang bertujuan untuk peningkatkan hasil dalam perawatannya.4
Proses penyembuhan luka bakar sangat kompleks, karena membutuhkan kolaborasi yang
terkoordinasi dengan baik antara berbagai jaringan dan seluler. Dilihat dari morfolo-
gisnya, tahapan proses perbaikan luka pada kulit meliputi proses homeostasis, pera-
dangan, proliferasi dan remodeling jaringan. Angiogenesis memiliki peran yang sangat
penting dalam proses penyembuhan luka bakar pada kulit.6
Angiogenesis merupakan pertumbuhan pembuluh darah baru dari pembuluh yang ada.
Hal ini merupakan aspek terpenting dari proses perbaikan jaringan pada fase proliferatif.
Pemulihan aliran darah ke jaringan yang rusak bertujuan untuk menyediakan oksigen dan
nutrisi yang dibutuhkan dalam proses perbaikan jaringan. Faktor pertumbuhan endotel
vaskular (VEGF) adalah salah satu faktor pertumbuhan proangiogenik paling kuat di ku-
lit, dan jumlah VEGF yang ada dalam luka dapat secara signifikan mempengaruhi
penyembuhan.6,7
Angiogenesis dalam penyembuhan luka bakar diinduksi oleh hipoksia jaringan dan
sitokin angiogenik seperti VEGF dan CXCK12, hal ini juga dipastikan dengan pening-
katan kadar sel progenitor endotel sel darah dengan daerah kulit yang terbakar. Pening-
katan pengeluarannya dipastikan dengan aktivasi jalur TGF-β yang menyebabkan remod-
eling dan pembentukan parut.6 Tinjauan ini akan memberikan gambaran mengenai angio-
genesis dalam perbaikan luka khususnya luka bakar.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Penulis telah menyusun beberapa poin yang akan dibahas dalam makalah ini. Dian-
taranya adalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan angiogenesis?
2. Apakah yang dimaksud dengan luka bakar?
3. Bagaimana proses angiogenesis dalam penyembuhan luka bakar?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan dari penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami proses angiogenesis.
2. Memahami mengenai luka bakar hingga mekanisme penyembuhannya.
3. Memahami proses angiogenesis dalam penyembuhan pada luka bakar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LUKA BAKAR


2.1.1 Definisi dan Etiologi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik,
dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortali-
tas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai
fase lanjut.8
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tid-
ak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan ru-
mah tangga.8 Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia
juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka ba-
kar dapat dibagi menjadi:9
 Paparan api/ Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pa-
kaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan
untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan men-
imbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
 Benda panas (kontak) : Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka
bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Con-
tohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi
atau peralatan masak.
 Scalds (air panas) : Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan
dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditim-
bulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan
pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola
percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus
yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sir-
kumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
 Uap panas, terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari
uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas
dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
 Gas panas, inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas
dan oklusi jalan nafas akibat edema.
 Aliran listrik, cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan
tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebab-
kan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan
 Zat kimia (asam atau basa)
 Radiasi
 Sunburn sinar matahari
 Terapi radiasi.

2.2 Klasifikasi Luka Bakar


Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi, ad-
ekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat tubuh,
baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman ada-
lah yang terbuat dari bulu domba (wol).10 Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain
mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga
memperberat kedalaman luka bakar.9,10
Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan
pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga
akan mempengaruhi berat luka bakar.9,12
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya ke-
rusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar me-
nyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak,
permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma
meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat me-
nyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon
terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi
metabolisme.12
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya mening-
kat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam
persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas
luka bakar, yaitu9,12:
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung
pada pasien dengan derajat luka II atau III.9
Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, ping-
gang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri,
tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1%
adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh
yang terbakar pada orang dewasa.9,13

Gambar 2.1 Derajat Luka Bakar

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak
jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas
permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus
10-15-20 untuk anak.9,13,14
Metode Lund dan Browder
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala
pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak.
Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat
menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan usia14,17:
a) Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan
lengan persentasenya sama dengan dewasa.
b) Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan
turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

Gambar 2.2 Lund and Browder chart


Berikut pembagian derajat luka bakar:
1) Luka bakar berdasarkan tingkat kedalaman luka18

No. Derajat Keterangan

1. Derajat Pertama Kerusakan terbakar terbatas di epidermis, misalnya ter-


bakar sinar matahari. Luka bakar ini menyebabkan ced-
era setempat atau destruksi setempat pada kulit. Luka
bakar pada derajat ini disertai eritema dan nyeri, tetapi
tidak timbul lepuh. Penyembuhan terjadi secara spontan
dalam 3-4 hari. Luka bakar ini tidak menimbulkan jarin-
gan parut.

2. Derajat Kedua Kerusakan meluas ke lapisan epidermis dan dermis. Or-


(Superfisial) gan-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh. Dasar luka berwarna merah
atau pucat , sering terletak lebih tinggi di atas kulit nor-
mal. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu
10-14 hari.

3. Derajat Kedua Luka bakar ini meliputi destruksi epidermis dan dermis
(Dalam) yang menimbulkan lepuh dan edema yang ringan hingga
sedang serta rasa nyeri. Organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian
masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung
epitel yang tersisa, biasanya satu bulan, bila perlu
dengan operasi penambahan kulit

4. Derajat Ketiga Kerusakan meluas ke epidermis, dermis dan jaringan


subkutis. Pembuluh kapiler dan vena mungkin hangus
dan aliran darah ke daerah tersebut berkurang serta saraf
rusak. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Kulit
yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, letaknya
lebih rendah dibandingkan dengan kulit sekitar.
Penyembuhan terjadi lama, karena tidak ada proses
epitelisasi spontan dari dasar luka.

5. Derajat Keempat Kerusakan meluas melalui jaringan subkutan hingga


mengenai otot dan tulang.
2) Sumber yang lain mengatakan, kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka
bakar, yaitu luka bakar derajat I, II, atau III9,11:
 Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan untuk
dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan
dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul
dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I ada-
lah sunburn.9,11

Gambar 2.3 Luka Bakar Derajat I


 Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih ter-
dapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut
misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut.
Dengan adanya jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3
minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat
dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.
Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul
edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi
full-thickness burn atau luka bakar derajat III.9,11
Gambar 2.4 Luka Bakar Derajat II

 Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau
jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang
dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kem-
bali jaringan kulit harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru
tanpa nyeri maupun bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang mem-
iliki persarafan sudah tidak intak.9,11

Gambar 2.5 Luka Bakar Derajat III


3) Luka bakar berdasarkan derajat & luasnya kulit yang terkena18

No. Klasifikasi Keterangan

1. Luka bakar ringan ✓ Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa

✓ Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan


usia lanjut

✓ Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala


usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan
perineum

2. Luka bakar sedang ✓ Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada de-


wasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari
10 %

✓ Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak


usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun,
dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %

✓ Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada


anak maupun dewasa yang tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar berat ✓ Mengenai wajah, tangan-kaki alat kelamin,
persendian, sekitar ketiak atau akibat listrik te-
gangan tinggi (1000 V) atau dengan kom-
plikasi patah tulang maupun kerusakan jarin-
gan lunak/gangguan jalan napas.

✓ Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di


bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun

✓ Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia


selain disebutkan pada butir pertama

✓ Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki,


dan perineum

✓ Adanya cedera pada jalan nafas (cedera in-


halasi) tanpa memperhitungkan luas luka ba-
kar

✓ Luka bakar listrik tegangan tinggi

✓ Disertai trauma lainnya

✓ Pasien-pasien dengan resiko tinggi

2.3 ANGIOGENESIS
Dalam tahap penyembuhan luka, peningkatan kebutuhan akan suplai darah akan
meningkat. hal ini dikarenakan kebutuhan yang tinggi untuk debridement, proliferasi fi-
broblas, sintesa matrix extracellular, dan epitelisasi. Kebutuhan suplai darah yang terbatas
akan menyebabkan hambatan dalam penyembuhan luka. Berdasarkan perkembangan
terbaru, angiogenesis merupakan fokus utama dalam penyembuhan luka. Berbagai upaya
telah dilakukan untuk menstimulasi perkembangan pembuluh darah baru untuk men-
grangi efek jaringan yang tidak menguntungkan yang disebabkan karena iskemia lokal
atau untuk meningkatkan perbaikan jaringan.26
Penyembuhan luka terjadi dalam empat tahap utama yang tumpang tindih: (1) hemo-
statik, (2) tahap inflamasi, (3) tahap proliferatif, dan (4) tahap remodeling. Meskipun
granulasi ditugaskan ke tahap proliferatif, angiogenesis dimulai segera setelah cedera
jaringan dan dimediasi sepanjang proses penyembuhan luka.27
Angiogenesis terjadi dengan cara yang mirip pada semua organisme muda saat
berkembang dan pada orang dewasa selama perbaikan dan remodeling jaringan.28 Angio-
genesis ialah proses pembentukan pembuluh darah baru dari pembuluh darah yang telah
ada, terutama vena. Merupakan proses yang sangat penting pada pemulihan luka di tem-
pat jejas, untuk pembentukan kolateral di daerah iskemia, dan menyebabkan tumor dapat
bertambah besar walaupun suplai darah terbatas. Banyak upaya dilakukan untuk dapat
memahami mekanisme yang mendasari angiogenesis, dan terapi untuk meningkatkan
proses (misal meningkatkan aliran darah ke jantung yang terkena aterosklerosis koroner)
maupun upaya untuk mencegah proses (misal mengacaukan pertumbuhan tumor atau
menghentikan pertumbuhan pembuluh darah patologis seperti pada retinopati diabetik)
sedang dikembangkan.29,30
Hal ini merupakan proses normal dan kompleks yang dikendalikan oleh biomolekul
tertentu yang diproduksi dalam tubuh. Sinyal kimia lokal atau sistemik endogen men-
goordinasikan fungsi sel endotel dan sel otot polos untuk memperbaiki pembuluh darah
yang rusak. Pembentukan pembuluh darah baru berasal dari sel darah yang sudah ada
sebelumnya melalui “sprouting” sel endotel, sehingga memperluas cabang vascular.31

Gambar 2.6 Kaskade angiogenik. Selama proses angiogenesis, pembuluh darah


stabil (a) mengalami peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang memung-
kinkan ekstravasasi protein plasma (b). Degradasi ECM oleh MMPs mengurangi
kontak pericyte-EC dan membebaskan faktor pertumbuhan yang diasingkan
ECM (c). EC kemudian berkembang biak dan bermigrasi ke tujuan akhir (d)
dan berkumpul sebagai kabel yang mengandung lumen (e). (ECM, Extracellular
matrix; MMPs, matrix-metalloprotease; EC, Endothelial Cell
Angiogenesis, yaitu timbulnya pembuluh darah baru terjadi melalui pertumbuhan
percabangan pembuluh darah yang ada dan terdiri dari langkah-langkah berikut:
 Vasodilator terjadi karena respons terhadap NO dan pertambahan permeabilitas yang
diinduksi oleh VEGF.
 Lepasnya perisit dari permukaan.
 Migrasi sel endotel menuju tempat jejas.
 Proliferasi sel endotel dibelakang sel yang bermigrasi didepannya.
 Proses penyesuaian bentuk menjadi pipa kapiler.
 Pengumpulan sel periendotel (perisit untuk kapiler kecil dan sel otot polos untuk
pembuluh darah yang lebih besar) untuk membentuk pembuluh matur.
 Supresi proliferasi endotel dan migrasi serta deposisi membran basalis.29,30,31

Gambar 2.7 Tahap-tahap angiogenesis

Proses angiogenesis melibatkan berbagai faktor pertumbuhan, interaksi antar sel,


interaksi dengan protein ECM, dan enzim jaringan. Faktor Pertumbuhan yang terlibat pa-
da angiogenesis yang terpenting ialah VEGF dan faktor pertumbuhan dasar fibroblas
(FGF-2). 29,30,31

• Faktor pertumbuhan kelompok VEGF termasuk VEGF-A, -B, -C, -D, dan -E dan
faktor pertumbuhan plasenta (P1GF). VEGF-A biasanya dikenal sebagai VEGF
merupakan penginduksi utama angiogenesis setelah terjadinya jejas dan pada tumor;
VEGF-B dan P1GF terlibat dalam pembentukan pembuluh pada embrio; dan VEGF-
C dan -D menstimulasi lymphangiogenesis dan angiogenesis. VEGFs diekspresi di
berbagai jaringan dewasa, dengan ekspresi tertinggi di sel epitel yang berdekatan
dengan epitel yang bersifat sebagai penyaring (misal podosit di ginjal, epitel pigmen
di retina). Terjadi ikatan dengan reseptor kelompok tirosin kinase (VEGFR-1, -2, dan
-3). Reseptor terpenting untuk angiogenesis ialah VEGFR-2, yang terekspresi oleh sel
target VEGF, khususnya sel endotel. Di antara berbagai penyebab induksi VEGF,
yang terpenting ialah hipoksia, yang lainnya ialah faktor pertumbuhan asal trombosit
(PDGF), TGF-a, dan TGF-13. 29,31
 VEGF menstimulasi migrasi dan proliferasi sel endotel, sehingga menginisiasi proses
pertumbuhan kapiler pada angiogenesis. Akan terjadi vasodilatasi yang akan mes-
timulasi produksi NO, dan berperan pada pembentukan lumen vaskular.29

• Kelompok faktor pertumbuhan fibroblas (FGF) terdiri atas lebih dari 20 macam, pal-
ing dikenal ialah FGF-1 (FGF asam) dan FGF-2 (FGF basa). Faktor pertumbuhan ini
diproduksi oleh berbagai sel dan akan berikatan dengan reseptor kelompok membran
plasma yang mempunyai aktivitas tirosin kinase. FGF yang dilepas akan berikatan
dengan sulfat heparan disimpan di ECM. FGF-2 berpartisipasi pada angiogenesis
terutama dengan menstimulasi proliferasi sel endotel. Juga akan mengakibatkan
migrasi makrofag dan fibroblas menuju daerah cedera, dan menstimulasi migrasi sel
epitel untuk menutup luka pada epidermis.29

• Angiopoietin Angl dan Ang2 merupakan faktor pertumbuhan yang berperan pada an-
giogenesis dan maturasi struktur pembuluh darah baru. Pembuluh darah yang baru
terbentuk harus distabilkan dengan pengerahan perisit dan sel otot polos dan pengen-
dapan jaringan ikat. Ang1 berinteraksi dengan reseptor tirosin kinase pada sel endotel
yang disebut Tie2. Faktor pertumbuhan PDGF dan TGF-P juga berpartisipasi pada
proses stabilisasi PDGF mengumpulkan sel otot polos dan TGF-P menekan proliferasi
endotel dan migrasi endotel, dan meningkatkan produksi protein ECM.29,30,31
Pertumbuhan pembuluh darah pada masa embrio disebut vaskulogenesis. Pada vasku-
logenesis, pembuluh darah dibentuk de novo melalui penyatuan prekursor endotel yang
disebut angioblas. Angioblas berasal dari hemangioblas, yang juga menyediakan prekur-
sor untuk sistem hematopoietik. Di samping itu, ada progenitor endotel pada orang de-
wasa yang berasal dari sel punca sumsum tulang dan bersirkulasi di darah. Kontribusi sel
tersebut pada angiogenesis pada orang dewasa belum jelas.29,30
Protein ECM berpartisipasi pada pertumbuhan pembuluh pada proses angiogenesis,
terutama melalui interaksi dengan reseptor integrin di sel endotel dan menyediakan pe-
nopang untuk pertumbuhan pembuluh. Enzim di ECM, yaitu metalloproteinase matriks
(MMPs), mendegradasi ECM sehingga memungkinkan penyesuaian bentuk dan ekstensi
pipa vaskular. Pembuluh darah baru yang terbentuk masih bocor, karena perlekatan antar
endotel tidak lengkap dan karena VEGF meningkatkan permeabilitas vaskular. Ke-
bocoran ini menjelaskan mengapa sering dijumpai edema pada jaringan granulasi dan
masih dijumpai pada penyembuhan luka walaupun respons radang akut sudah lama
selesai. Juga, akan menyebabkan peningkatan tekanan intratumor dan juga menjadi dasar
edema yang amat menyulitkan pada proses patologis angiogenesis okuler misalnya de-
generasi makula yang basah.29,30,31

2.4 Patofisiologi Luka Bakar


Panas tidak hanya mengakibatkan kerusakan lokal pada kulit, tetapi juga memiliki
banyak efek pada tubuh. Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan
kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitasnya
meninggi.12,16 Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan plasma leakage yang akan menyebabkan
edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebab-
kan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang
terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar de-
rajat III.16,17
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan
gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,
maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi
di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas
yang terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan na-
pas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap
akibat jelaga.17,19
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda
keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang
berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat mening-
gal.17,19
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya
diuresis.17,19
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium
yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi
karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Pa-
dahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab
infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontami-
nasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi
nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten
terhadap berbagai antibiotik.16,20
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari
kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram
negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari
toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. In-
feksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman
memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan
granulasi membentuk nanah.16,20
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan
nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan
perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik; akibatnya,
luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan
vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis
sehingga jaringan yang didarahinya nanti.16,20
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan ter-
lihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka
bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram
negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat
menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin
kuman yang menyebar di darah.16,20
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang
masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel
pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertro-
fik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan
sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat
berkurang atau hilang.13,6,20
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus
menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat
menurun karena kekurangan ion kalium. Stres atau badan faali yang terjadi pada pen-
derita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau du-
odenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal se-
bagai tukak Curling.16,19
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan pro-
tein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi
dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan.
Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein
dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat
badan menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang
disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka
mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan be-
rat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.13,16,19

2.5 Fase Pada Luka Bakar


Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu17,19:
 Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran nafas
yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya eskar melingkar di
dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi seperti keseim-
bangan cairan elektrolit, syok hipovolemia.
 Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini
merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama
dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka).
 Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan. Ma-
salah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik, kon-
traktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur terten-
tu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama
Pembagian zona kerusakan jaringan berdasarkan Jackson (1959)17,19,21:
 Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat
pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis be-
berapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis.
 Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di daerah
ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leu-
kosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan
permeabilitas kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24
jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
 Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberi-
kan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona
kedua bahkan zona pertama.

Gambar 2.8 Zona Kerusakan Jaringan berdasarkan Jackson, (a) zona koagulasi,
(b) zona stasis, (c) zona hiperemi

2.6 Penyembuhan Luka pada Luka Bakar


Penyembuhan pada luka bakar tergantung pada kedalaman luka bakar. Pada luka ba-
kar derajat I dan derajat II, penyembuhan (healing) adalah tujuan primer. Luka bakar de-
rajat dua (superfisial) dapat sembuh dari epitel sisa folikel rambut, yang banyak terdapat
di dermis superfisial. Penyembuhan selesai dalam 5-7 hari dan hampir tidak meninggal-
kan bekas luka. Pada luka bakar derajat II (dalam) dan derajat III, penyembuhan dil-
akukan tujuan sekunder, yang melibatkan proses epitelisasi dan kontraksi.21
Terdapat empat fase penyembuhan pada luka yaitu fase koagulasi (hemostasis), fase
inflamasi, fase proliferasi, dan fase maturasi (remodeling). Fase ini akan sama untuk
semua jenis luka, satu-satunya perbedaan adalah durasi pada setiap tahap.21 Fase koagu-
lasi dan fase inflamasi sering dikelompokkan bersama, karena adanya kesamaan pada
mediator yang dilepaskan.22

A. Fase koagulasi dan fase inflamasi


Dalam fase awal penyembuhan luka, trombosit adalah sel utama yang bertin-
dak sebagai penyegel pembuluh darah yang rusak.22 Trombosit mensekresi zat vaso-
konstriktif untuk membantu proses ini, tetapi peran utamanya adalah membentuk
gumpalan yang stabil yang menyegel pembuluh darah yang rusak.21
Di bawah pengaruh ADP (adenosine difosfat) yang keluar dari jaringan yang
rusak, trombosit menempel pada kolagen tipe 1 yang terpapar. Mereka menjadi aktif
dan mengeluarkan glikoprotein perekat, yang menyebabkan agregasi platelet. Mereka
juga mengeluarkan faktor-faktor yang berinteraksi dan merangsang kaskade
pembekuan intrinsik melalui produksi trombin, yang memulai pembentukan fibrin
dari fibrinogen. Jaring fibrin memperkuat agregat trombosit menjadi sumbat hemo-
statik yang stabil.21
Trombosit juga mensekresi faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan
turunan trombosit, yang diakui sebagai salah satu faktor pertama dalam memulai
langkah penyembuhan selanjutnya. Faktor-faktor pertumbuhan ini merekrut neutrofil
dan monosit (memulai fase penyembuhan luka selanjutnya), merangsang sel-sel epitel
dan merekrut fibroblas. Hemostasis terjadi dalam beberapa menit setelah cedera awal
kecuali pasien memiliki gangguan pembekuan darah yang mendasarinya.21
Respons inflamasi tubuh memiliki komponen vaskular dan seluler:

✓ Respons vascular : Segera setelah terbakar ada vasodilatasi lokal dengan ekstravasasi
cairan di ruang ketiga. Pada cedera luka bakar yang luas peningkatan permeabilitas
kapiler dapat digeneralisasi yang menyebabkan ekstravasasi masif plasma yang mem-
butuhkan penggantian cairan.
✓ Respon seluler: Neutrofil dan monosit adalah sel pertama yang bermigrasi di tempat
peradangan. Kemudian neutrofil mulai menurun dan digantikan oleh makrofag.
Migrasi sel-sel ini diinisiasi oleh faktor-faktor kemotaksis seperti kallkirein dan pep-
tida fibrin yang dilepaskan dari proses koagulasi dan zat-zat yang dilepaskan dari sel
mast seperti faktor nekrosis tumor, histamin, protease, leukotrein dan sitokin. Respon
seluler membantu dalam fagositosis dan pembersihan jaringan mati dan racun yang
dilepaskan oleh jaringan yang terbakar. 21

B. Fase proliferasi
Pada luka bakar ketebalan parsial, epitelisasi dimulai dalam bentuk migrasi
keratinosit dari jaringan penyokong kulit yang layak (di dermis) beberapa jam setelah
cedera, proses ini biasanya selesai dalam 5-7 hari. Setelah epitelisasi, zona membrana
basalis terbentuk antara dermis dan epidermis. Angiogenesis dan fibrogenesis mem-
bantu dalam pemulihan kulit. 21,22
Pada luka bakar dalam, setelah eksisi primer dan penyembuhan cangkok dil-
akukan dengan tujuan primer tertunda. Mengambil cangkok kulit setelah eksisi primer
adalah bagian dari fase proliferatif penyembuhan luka. 21

C. Fase remodelling
Fase remodeling adalah fase ketiga penyembuhan dimana pematangan
cangkok (graft) atau bekas luka terjadi. Pada fase terakhir penyembuhan luka ini
awalnya ada peletakan protein struktural berserat yaitu, kolagen dan elastin di sekitar
epitel, endotel dan otot halus sebagai matriks ekstraseluler. Kemudian pada fase
resolusi, matriks ekstraseluler ini berubah menjadi jaringan parut dan fibroblast men-
jadi fenotip myofibroblast yang bertanggung jawab atas kontraksi parut. 21
Gambar 2.9 Fase Penyembuhan Luka22
Pada luka bakar derajat II (dalam) dan ketebalan penuh yang dibiarkan sem-
buh sendiri, fase resolusi ini akan memanjang dan mungkin memakan waktu ber-
tahun-tahun dan bertanggung jawab untuk jaringan parut dan kontraktur hipertrofik.
Hiperpigmentasi yang terlihat pada luka bakar superfisial disebabkan oleh re-
spons melanosit yang terlalu aktif dan hipopigmentasi yang terlihat pada luka bakar
yang dalam disebabkan oleh kerusakan melanosit dari jaringan penyokong kulit. Di
daerah cangkok kulit setelah inervasi dimulai, saraf yang tumbuh mengubah kontrol
melanosit yang biasanya menyebabkan hiperpigmentasi cangkok pada kulit gelap dan
hipopigmentasi cangkok pada individu berkulit putih.2
DAFTAR PUSTAKA

1. I. Kaddoura, et al. 2017. Burn Injury: Review of Pathophysiology and Therapeutic


Modalities in Major Burns. Annals of Burns and Fire Disasters. 30(2):95-102.
2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokter-
an Tatalaksana Luka Bakar. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
3. Nielson, et al. 2017. Angiogenesis assessment in experimental third degree skin burns:
a histological and immunohistochemical study. Journal of Burn Care & Research.
38(1): 469-481.
4. JA, Garcia-Espinoza, et al. 2017. Burns: Definition, Classification, Pathophysiology
and Initial Approach. General Medicine: Open Access. 5(5): 298.
5. Shpichka, A., et al. 2019. Skin tissue regeneration for burn injury. BMC. 10:94.
6. Busuioc, C.J., et al. 2013. Phases of the cutaneous angiogenesis process in experi-
mental third-degree skin burns: histological and immunohistochemical study. RJME.
54(1):163–171.
7. Johnson, Kelly E., et al. 2014. Vascular Endothelial Growth Factor and Angiogenesis
in the Regulation of Cutaneous Wound Repair. Advances in Wound Care. 3(10): 647-
661.
8. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon JM,
Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com. 23
Nopember 2019.
9. Van Hasselt EJ. 2008. Burns manual. A manual for health workers. 2nd ed.. Dutch
Burns Foundation. Beverwijk.
10. Grabb, Smith. 2013. Text book of plastic surgery. New York: Churchil Livingstone.
11. Machado NM, Gragnani A and Ferreira LM. 2011. Split & Full Thickness Skin Graft-
ing. Burns, metabolism and nutritional requirements. Nutr Hosp. 26(4):692-700.
12. Kreymann KG, Berger MM, Deutz NEP, et al. 2006. ESPEN guidelines on enteral nu-
trition: intensive care. Clin Nutr 25:210 - 23.
13. Prins A. 2009. Nutritional management of the burn patient. S Afr J Clin Nutr. 22(1):9-
15.
14. Berger Metee. 2009. Basic in clinical nutrition: Nutritionaal support in burn patient. the
e-SPEN Journal of Clinical Nutrition and Metabolism 4:e308–e312.
15. Rousseau AF, Losser MR, Ichai C, Berger M. 2013. ESPEN endorsed recommenda-
tion: Nutritional therapy in major burns. Clin Nutr. 32:497-502.
16. Gottschlich MM, Mayes T. 2005. Burns. Dalam The A.S.P.E.N Nutrition Support Prac-
tice Manual 2nd edition . ASPEN.
17. Settle JA. 1996. Principles and Practice of Burns Management. New York: Churchil
Livingstone.
18. Haryono, Rudi dkk. 2019. Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: PT.Pustaka Ba-
ru
19. Conolly S. 2009. Clinical Practice Guidelines: Burn Patient Management NSW Health
Agency for Clinical Innovation
20. Wardhana A. 2014. Panduan Praktis Manajemen Awal Luka Bakar. Indonesia: Press
Lingkar Studi Bedah Plastik. Diunduh dari :
http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 23 Nopember 2019.
21. Tiwari V.K. 2012. Burn wound: How it differs from other wounds? Indian J Plast Surg.
45(2): 364–373.
22. Wolff, K., Goldsmith, L., Katz, S., Gilchrest, B., Paller, AS., & Leffell, D.
(2011). Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine, 8th Edition. New York:
McGraw-Hill.
23. Oetoro S, Witjaksono F, Permadhi I. 2012. Tata Laksana Nutrisi pada Luka Bakar da-
lam Moenadjat Y. Luka bakar masalah dan tata laksana edisi ke 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. hal 285-300.
24. Prelack K, Dylewski M, Sheridan RL. 2007. Practical guidelines for nutritional man-
agement of burn injury and recovery. Burns 33:14 - 24.
25. Rodriguez NA, Jeschke MG, Williams FN, Kamolz LP and Herndon DN. 2011. Nutri-
tion in burns: Galveston contributions. JPEN J Parenter Enteral Nutr. 35(6):704-714.
26. Liapakis I., et al. 2008. Burn wound angiogenesis is increased by exogenously adminis-
tered recombinant leptin in rats. Acta Cirúrgica Brasileira, 23 (2):118-124
27. Honnegowda TM, Kumar P, Udupa EG, Kumar S, Kumar U, Rao P. 2015. Role of an-
giogenesis and angiogenic factors in acute and chronic wound healing. Plast Aesthet
Res 2:243-9.
28. Alberts, B., et al. 2008. Molecular Biology of the Cell fifth edition. USA: Garland sci-
ence, Taylor & Francis Group.
29. Kumar, V., et al. 2013. Buku Ajar Patologi Robbins edisi 9. Canada: Elsevier
30. Honnegowda, T. M., et al. 2015. Role of angiogenesis and angiogenic factors in acute
and chronic wound healing. Plast Aesthet Res. 2:243-249.
31. Rajabi, Mehdi and Shaker A.M. 2017. The Role of Angiogenesis in Cancer Treatment.
Biomedicines. 5(34).

Anda mungkin juga menyukai