Oleh :
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 1
C. Tujuan Penulis................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A. Sekilas Lahirnya Tafsir Al-Qur’an.................................................. 2
B. Perkembangan dan Pertumbuhan Tafsri Al-Qur’an........................ 4
1. Tafsir pada Masa Nabi Muhammad Saw. (tahun dari kenabian
hingga 11 H/610 M)..................................................................
2. Tafsir Periode Mutaqaddimin (Abad ke 1-4 H/7-11 M)
3. Tafsir Periode Muta’akhkhirin ( Abad ke – 4 – 12 H = 11 - 19 M )
4. Tafsir Periode Kontemporer/Modren (Abad ke- 12 H = 19 M -
Sekarang)
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah menjadi Sunnatullah bahwa dalam menurunkan kitab, Allah
SWT megutus seorang Nabi dengan menggunakan bahasa kaumnya. Hal ini
dijelaskan dalam ayat berikut.
Artinya: ‘Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa
kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang
kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang dia
kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia
kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha
Bijaksana.”(QS.Ibrahim:4)
Nabi Muhammad Saw. hidup di jazirah Arab dan Al-Qur’an di
turunkan kepadanya dengan menggunakan bahasa mereka, sebagaimana
terdapat dalam firman Allah SWT berikut.
Artinya: “Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran dengan
berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”(QS.Yusuf:2)
Kelebihan bahasa al-Qur’an jauh diatas bahas mereka, baik dari segi
kosakata maupun maknanya. Dengan demikian. Meskipun mereka bertutur
dengan bahasa Arab, mereka tidak memiliki pemahaman yang saman akan al-
Qur’an. Menurut M.Nur Kholis Setiawan dalam Al-Qur’an Kitab Sastra
Terbesar. Kenyataan itu menunjukkan bahwa al-Qur’an bukanlah teks yang
dibuat oleh manusia melainkan teks Ilahi.
Sehubungan dengan pemahaman yang berbeda terhadapa al-Qur’an,
para sahabatpun memiliki pemahaman dan kemampuan menafsirkan yang
berbeda pula, meskipun mereka hidup semasa dengan Nabi.
Oleh karena itu, makalah ini akan menguraikan sejarah penafsiran al-
Qur’an dengan uraian yang panjang lebar atau meluas dan mendalam serta
rinci. baik sejarah tafsir zaman Rasulullah, mutaqaddimin. Mutaakhkhirin dan
kontemporer.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah:
a. Bagaimana sejarah dan perkembangan tafsir Al-Qur’an?
b. Bagaimana sejarah tafsir pada masa Nabi Muhammad Saw.?
c. Bagaimana sejarah tafsir periode mutaqaddimin?
d. Bagaimana sejarah tafsir periode mutaakhkhirin?
e. Bagaimana sejarah tafsir periode kontemporer?
C. Tujuan Penulis
Adapun tujuan penulis dalam pembuatan makalah ini, yaitu:
a. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan tafsir Al-Qur’an?
b. Untuk mengetahui sejarah tafsir pada masa Nabi Muhammad Saw.?
c. Untuk mengetahui sejarah tafsir periode mutaqaddimin?
d. Untuk mengetahui sejarah tafsir periode mutaakhkhirin?
e. Untuk mengetahui sejarah tafsir periode kontemporer?
BAB II
PEMBAHASAN
1 Ali Akbar. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir ( Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau :
2011) hal. 28
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk.”
2 Ibid. hal.29
mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi
kaum yang beriman.”
1. Tafsir pada Masa Nabi Muhammad Saw. (tahun dari kenabian hingga
11 H/610 M)
7 Ibid
Artinya: “ (Tuhan) yang Maha pemurah, Yang Telah mengajarkan Al Quran.
Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.”(QS.Ar-
Rahman:1-4)
8 Ibid. hal.322
9 Samsurrohman. Pengantar Ilmu Tafir. (Jakarta:Amzah.2014) hal. 48
a. Riwayat dari Aisyah yang menyataan bahwa Nabi Saw. hanya
menjelaskan dan menafsirkan beberapa ayat yang di ajarkan Jibril.
b. Allah memerintahkan manusia untuk berfikir, mengerti maksud
kalam-kalam-Nya, dan melakukan istinbath, yaitu berupaya
menemukan penafsiran baru serta makna yang lebih sesuai dengan
kondisi masanya.
c. Apabila Nabi menjelaskan seluruh makna al-Qur’an, do’a beliau
kepada Ibnu Abbas tidak ada gunanya, karena manusia memiliki
batasan pengetahuan yang sama.
3. Sebagian ayat ada yang penjelasannya hanya di ketahui oleh Allah, seperti
terjadinya hari kiamat. Oleh sebab itu, setiap Nabi di tanya kapan terjadi
kiamat, beliau hanya menjelaskan tanda-tanda datangnya. Dalam Surah
Luqman (31) ayat 34 dikemukakan bahwa hanya Allah yang mengetahui
tentang hari kiamat.
4. Ada sebagian ayat yang tidak bermanfaat untuk diketahui lebih jauh,
seperti warna anjing Ashabul Al-Kahfi dan bentuk tongkat Nabi Musa.
10 Ibid. hal. 50
Rasulullah tidak pernah menafsirkan hingga keluar dari batasan
hingga akhirnya cendrung tidak bermanfaat. Kebanyakan tafsir Rasulullah
merupakan penjelasan mengenai sesuatu yang global, menerangkan perkara
yang sulit, mengkhususkan yang umum, memberikan batasan untuk hal-hal
yang muthlak, dan menjelaskan makna kata.11
1. menjelaskan hal yang sulit. Misalnya, riwayat dari Ibnu Abbas yang
berkata, “Ada seseorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw.
‘Bagaimana pendapat engkau tentang firman Allah kama anzalna ‘ala al-
muqtasimin (sebagaimana [kami telah memberi peringatan], kami telah
menurunkan [azab] kepada orang yang memilah-milah [Kitab Allah].
(QS. Al-Hijr:90)? Nabi menjawab, ‘(Mereka adalah) kaum yahudi dan
Nasrani.’ Laki-laki itu bertanya lagi, ‘Alladzi ja’alu al-qur’an ‘idhin
([yaitu]orang-orang yang telah menjadikan al-qur’an itu terbagi-bagi).
(QS. Al-Hijr : 91). Apa ‘idhin itu? Nabi menjawab, ‘Orang-orang yang
beriman dengan sebagian dan kufur dengan sebagian lainnya.’”
Contohnya lainnya adalah penjelasan Nabi tentang benang putih dan
benang hitam sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat
187. Nabi menjelaskan bahwa maksudnya adalah terang siang dan
gelapnya malam.
11 Ibid. hal. 51
12 Ibid
ارجعوا يال يأهليكم يفعلموهم يومروهم يوصلوا يكما يرأيتمون يأصلى
Pulanglah kepada keluarga kalian, ajarilah dan perintahkan mereka, dan
shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat. (HR. Al-Bukhari)
Nabi sebagai pembawa risalah banyak memberikan kesempatan untuk
menjelaskan makna-makna al-Qur’an yang belum dipahami secara memadai
oleh sahabat dalam berbagai kondisi, seperti dalam perjalanan, mukim.
Perang, atau damai. Sementara itu, tafsir pada masa beliau belum di bukukan
sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri, tetapi baru disampaikan melalui
riwayat.13
13 Ibid
14 Muhammad Amin Suma. Loc.cit
orang Badui yang sedang berdebat mengenai sebuah sumur, siapa diantara
keduanya yang lebih dahulu menggali. Berdasarkan perdebatan tersebut,
akhirnya Ibnu Abbas menegaskan bahwa maksud fatih as-samawat adalah dia
yang awal mula menciptakan langit.15
Oleh sebab itu, Ali bin Abi Thalib berkata, “Tidak. Demi zat yang
membelah biji dan membuat keturunan, kami tidak mengetahuinya melainkan
pemahaman yang diberikan Allah kepada seseorang mengenai al-Qur’an.
Dari pendapat Ali tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:16
Pada masa Nabi Saw. sumber penafsiran adalah al-Qur’an dan ijtihad
beliau. Sementara itu, sumber rujukan tafsir pada masa sahabat adalah
sebagai berikut:19
a. Al-Qur’an dengan mencakup kalimat yang panjang dan pendek, global dan
terperinci, muthlaq dan muqayyad, serta umum dan khusus. Oleh sebab
itu, bagi orang yang hendak menafsirkan al-Qur’an, sebelumnya harus
18 Ibid. hal. 54
19 Ibid. hal.55
meneliti lalu mengumpulkan ayat-ayat berdasarkan kesamaan topik dan
membandingkannya.
b. penjelasan Nabi Saw. ketika beliau masih hidup, sahabat langsung
menanyakan segala persoalan kepada beliau.
c. Ijtihad dan kemampuan untuk ber-istinbath. Hal ini dilakukan apabila
didalam dua sumber diatas tidak ditemukan jawaban. Akan tetapi orang
ingin berijtihad harus memenuhi syarat-syarat berikut.
1) mengetahui kaidah-kaidah bahasa Arab.
2) mengetahui kebiasaan kaum Arab.
3) mengetahui perilaku Ahli Kitab pada masa turunnya al-Qur’an.
4) mengetahui asbab an-nuzul.
5) memiliki pemahaman yang kuat karena kebanyakan ayat al-Qur’an
maknanya halus dan maksudnya samar.
d. Kaum Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). Hal ini dikarenakan sebagian al-
Qur’an sesuai dengan kitab Taurat dan Injil (yang asli), seperti kisah para
Nabi dan umat-umat terdahulu. Begitu juga dengan al-Qur’an yang
mencakup ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Injil, seperti kisah
kelahiran Nabi Isa, hanya saja metode dan tujuan yang dipakai al-Qur’an
berbeda.
5. Sahabat yang Terkenal dalam Bidang Ilmu Tafsir
Dari kalangan para sahabat, minimal tercatat sepuluh orang mufassir
terkenal, yaitu :20
1) Abu Bakar al – Shiddiq ( w. 13 H / 634 M )
2) Umar Ibn Al – Khathtab ( w.23 H / 644 M )
3) Utsman bin Affan ( w.35 H / 656 M )
4) Ali bin Abi Thalib ( w. 40 H / 661 M )
5) Ibn Mas’ud ( w. 32 H / 652 M )
6) Zaid bin Tsabit ( w. 45 H / 665 M )
7) Ubay bin Ka’ab ( w. 20 H / 640 M )
8) Abu Musa al – asy’ari ( w. 44 H / 664 M )
9) Abdullah bin Zubair ( w. 73 H / 692 M )
10) Abdullah bin Abbas ( w. 68 H / 687 M )
Dari kalangan khulafa’ al – Rasyidin, Ali bin Thalib-lah yang dikenal
paling banyak menafsirkan Al – qur’an. Sedangkan tiga lainnya, terutama
Abu Bakar, di samping Umar dan Utsman, relatif tidak banyak dengan
kegiatan menafsirkan Al – Qur’an. Selain karena Utsman, Umar dan terutama
Abu Bakar yang secara berturut – turut terlihat langsung dengan kegiatan
24 Ibid. hal. 57
25 Ibid. hal. 59
26 Ibid. hal. 60
1. Menafsirkan ayat dengan asbab an-nuzul. Ubay bi Ka’ab meriwayatkan,
“Tatkala ayat tentang iddah turun, yaitu surah al-Baqarah ayat 228 dan
234, para sahabat berkata, ‘Masih ada kelompok perempuan yang belum
dijelaskan, yaitu perempuan yang msih kecil, perempuan yang telah
monopause, dan perempuan yang mengandung.’” Oleh sebab itu turunlah
firman Allah Swt.
Oleh sebab itu apabila segala ilmu yang bersinggungan dengan al-
Qur’an tidak segera dibukukan, akan menghambat kemajuan Islam. Dengan
demikian, pada akhirnya ilmu al-Qur’an di bukukan.
31 Ibid. hal. 67
32 Syaikh Manna Al-Qaththan.opcit. hal:428
33 Ibid. hal. 427
4. Hukum dari Tafsir Tabi’in
Ulama berbeda pendapat tentang tafsir tabi’in. Mereka baru
berpedoman pada tafsir tabi’in ini jika tidak ditemukan tafsir dari Rasulullah
Saw. dan sahabat.34
a. sebagian kelpmpok, seperti Ibnu Aqil, dan berdasarkan riwayat dari Imam
Ahmad dan Syu’bah menyatakan bahwa tidak wajib berpegang pada tafsir
tabi’in karena hal-hal berikut ini.
1) mereka tidak mendengar langsung dari Rasulullah.
2) mereka tidak menyaksikan ketika al-Qur’an diturunkan sehingga ada
kemungkinan salah paham.
3) Sifat adil tabi’in tidak di tetapkan oleh Al-Qur’an dan hadis seperti
halnya sifat adil sahabat.
b. Sebagian kelompok lainnya, seperti Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Abi
Mulaikah, dan al-A’masy. Kelompok ini merupakan kelompok mayoritas
yang menyatakan bahwa tafsir tabi’in dapat di pegang jika tidak di
temukan tafsir Rasulullah Saw. dan sahabat. Hal itu, karena tabi’in
menerima tafsir sahabat, menghadiri majelis mereka, dan melihat tata cara
ibadah mereka.
1. Pembukuan Tafsir
36 Ibid. hal. 70
37 Ibid. hal. 71
tabi’ tabi’in. Muqatil bin Sulaiman (w. 150H), Syu’bah bin Al-Hajaj (w. 160
H), Sufyan bi Sa’id Ats-Tsauri (w.161 H ), Waqi’ bin Al-Jarah (w. 197 H),
Sufyan bin Uyaynah (w. 198H), Yazid bin Harun (w.206 H), Rauh bin
Ubadah (w.207 H), Abdurrazaq bin Hamam bin Ash-Shan’ani, Imam Al-
Bukhari (w. 211 H).38
a. Fokus pada sanad, baik riwayat tafsir Nabi, Sahabat maupun Tabi’in.
b. Tafsir al-Qur’an belum berdiri sendiri, tetapi masih menyatu dengan
disiplin ilmu hadis.
c. Tidak hanya fokus pada tafsir yang marfu’ kepada Nabi, tetapi juga
mencakup tafsir sahabat dan tabi’in.
38 Ibid. hal. 72
39 Ibid. hal. 73
Artinya: “dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu,
tentang dosa-dosa mereka.”(QS.Al-Qasash:78)
Muqatil berkomentar, ayat ini selaras dengan surah ar-Rahman ayat 41.
“ Sesungguhnya para ulama itu adalah para ahli waris para Nabi.” ( HR. Al
– Turmizi )
Perkembangan tafsir Al – Qur’an pada abad ke – 15 H = 21 M, kini
semakin deras dan mengalir ke dalam berbagi bahasa di seluruh dunia seiring
dengan perkembangan para ilmuan Muslim yang tersebar di seluruh pelosok
dunia. Meskipun terkadang diwarnai dengan sedikit polemik terhadap
penafsirannya mengingat ada beberapa orang yang boleh jadi asal ikut – ikut
menafsirkan Al – Qur’an yang jelas tafsir Al – Qur’an kini telah merata ke
seluruh penjuru dunia dan meliputi semua bahasa.45
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran