Pembimbing :
dr. Roito Elmina G.H, Sp.A
OLEH
Muhammad Irsyifa Azmi
2014730062
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Umur : 7 bulan
Agama : Islam
Anamnesis (Alloanamnesa dengan ibu pasien pada tanggal 24 Januari 2020 jam 14.30 WIB)
Keluhan Utama
Sejak 3 hari SMRS pasien diare lebih dari 5 kali per hari. BAB encer, disertai sedikit ampas,
berwarna coklat kekuningan, tidak terlihat lender, tidak ada darah, tidak berbau busuk dan tidak
keruh. Banyak BAB sekitar 2 popok penuh BAB encer per hari. Pasien lebih rewel dan lebih
haus dari biasanya. Perut kembung disangkal, keluhan demam disangkal, muntah disangkal,
pucat disangkal. Pasien juga sulit untuk diberi makan dan minum. BAK keluar sedikit dan
warna lebih pekat.
Sejak 5 hari, menurut orang tua pasien keadaannya membaik, anak nampak tenang, nafsu
makan membaik, keluhan diare 3 kali sehari, lebih padat namun masih encer, berwarna coklat
1
kekuningan. BAK dapat keluar lebih banyak, warna lebih muda. Berat badan turun dari 8,6 kg
menjadi 7,9 kg.
Ibu rutin memeriksakan kehamilannya ke dokter setiap bulan. Tidak ada riwayat sakit pada
saat kehamilan. Persalinan di rumah sakit secara SC. Bayi lahir 38 minggu, langsung menangis,
pucat (-), biru (-), kuning (-), dengan berat 3.000 gr dengan Panjang badan 47cm
Saat ini pasien sudah dapat mengangkat kepala dan dadanya tegak, sudah dapat merangkak,
dapat berubah posisi dari tengkurap ke telentang, dan sudah dapat duduk dengan dibantu.
Kesan : Tidak ada gangguan perkembangan
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
TB : 68 cm
BB : 7,9 kg
LLA : 11 cm
Lingkar kepala : 46 cm
Status Gizi
3
3. Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut, distribusi rata
4. Mata : Konjungtiva anemis (-), Skelra ikterik (-), Pupil isokor, Mata
Cekung (+/+)
5. Hidung : Sekret (-/-), epistaksis (-/-)
6. Mulut : Lidah kotor (-) sianosis (-), mulut basah
7. Gigi : Tidak ada karies gigi, tidak ginggivitis
8. Faring : Hiperemis (-) Tonsil T1-T1
9. Telinga : Normotia. Sekret (-/-), Nyeri tekan (-/-)
10. Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak membesar
Thorax
1. Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-) venektasi (-)
2. Palpasi : Ekspansi dada simetris, vocal fremitus simetris
3. Auskultasi
Abdomen
1. Inspeksi : datar tidak ada tampak massa
2. Auskultasi : Bising usus (+) normal
3. Palpasi : Nyeri tekan (-) seluruh lapang abdomen. Turgor kulit
menurun.
Hepar dan Lien tidak membesar
Ekstremitas
1. Akral : hangat, CRT <2 detik
2. Otot : tidak atrofi
3. Tulang : Tidak ada deformitas
4. Sendi : Tidak edema, tidak ada gangguan pergerakan sendi.
Status Neurologi
Motorik : 5555 5555
5555 5555
Spasme (-), klonus (-),refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)
4
Anus : Eritema natum (-)
Genitalia : tidak diperiksa
Pemeriksaan Penunjang : Tidak dilakukan
Resume
Pasien an. Sabil, usia 7 bulan datang dengan keluhan diare sejak 5 hari, frekuensi >5x/hari,
konsistensi encer, ampas sedikit, berwarna coklat kekuningan, dengan banyak 2 popok penuh
per hari, pasien rewel dan haus. Makan dan minum sulit. BAK sedikit dan berwarna pekat.
penurunan BB dari 8,6 kg menjadi 7,9 kg.
5
TTV : Nadi : 94x/menit, Pernafasan : 24x/menit, Suhu : 36.6 C
Diagnosis Kerja
Terapi
Terapi lanjutan :
Edukasi
ASI, susu formula serta makanan harus dilanjutkan selama diare dan ditingkatkan
setelah diare sembuh.
Jaga kebersihan makanan dan minuman
6
Catatan Perkembangan Penyakit
S BAB Cair (+) 5x/hari, BAB Cair (+) 4x/hari, BAB Cair (+) 2x/hari,
Ampas (+) Ampas (+) Ampas (+)
O KU= sakit sedang, Nadi: KU= sakit sedang, Nadi: KU= sakit sedang, Nadi:
102x/menit 94x/menit 98x/menit
Suhu: 36,5 C, RR: Suhu: 36,5 C, RR: Suhu: 36,5 C, RR:
35x/menit. 31x/menit. 35x/menit.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Diare didefinisikan sebagai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3
kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan/tanpa darah
dan/atau lendir. Bila diare berlangsung kurang dari 14 hari dinamakan dengan diare
akut. Diare akut yang disebabkan oleh infeksi pada saluran cerna disebut sebagai
gastroenteritis.
2. Epidemiologi
Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-2 episode per
tahun (Depkes, 2003). Berdasarkan survei demografi kesehatan Indonesia tahun 2002-
2003, prevalensi diare pada anak – anak dengan usia kurang dari 5 tahun di Indonesia
adalah : laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi
terjadi pada usia 6-11 bulan(19,4%), 12-23 bulan (14,8) dan 24-35 bulan (12,0) (Biro
pusat statistik, 2003).
Berdasarkan laporan WHO 2003, kematian akibat diare di negara berkembang telah
turun dari 4,6 juta tahun 1982 menjadi 2,5 juta kematian pada tahun 2003. Di Indonesia
angka kematian diare juga telah turun tajam dari 40% tahun 1972 menjadi 24,9 pada
tahun 1980, 10% tahun 1985 hingga 7,4 % tahun 1996 dari semua kasus kematian.
Walaupun angka kematian karena diare telah turun, angka kesakitan karena diare tetap
tinggi baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.
4. Etiologi
Penyebab gastroenteritis akut pada anak dapat dilihat pada Tabel dibawah. gastroenteritis
akut pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus (40-60%). Rotavirus sebagai patogen
penyebab tersering pada usia 6-24 bulan. Di Indonesia sendiri, Rotavirus merupakan 61%
dari penyebab diare pada anak usia kurang dari 5 tahun. Hanya 10% diare disebabkan
oleh infeksi bakteri, terutama pada beberapa bulan awal kehidupan (bayi muda) dan pada
anak usia sekolah.
8
1. Patofisiologi
Secara garis besar terdapat 2 mekanisme dasar terjadinya diare.
1. Diare osmotik. Didasari oleh adanya nutrien yang tidak terserap, selanjutnya nutrien
tersebut difermentasi di usus besar menghasilkan asam organik dan gas. Asam organik
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik intraluminal yang menghambat reabsorbsi
air dan elektrolit sehingga terjadi diare.
2. Diare sekretorik. Pada diare sekretorik terdapat infeksi bakteri yang mampu
melepas enterotoksin di dalam usus. Selanjutnya enterotoksin ini merangsang c-AMP
dan c-GMP, akibatnya kapasitas sekresi sel kripte meningkat sehingga terjadi
kehilangan air dan elektrolit yang berlebihan.
2. Manifestasi Klinis
1. Anamnesis
Anamnesis anak dengan gejala gastroenteritis akut perlu dimulai dengan mengambil
informasi yang mungkin mengarahkan penyebab diare tersebut.Tujuan anamnesis
selanjutnya adalah menilai beratnya gejala dan risiko komplikasi seperti dehidrasi.
Pertanyaan spesifik mengenai frekuensi, volume serta lama diare dan muntah, serta ada
tidaknya demam, jumlah dan jenis cairan yang telah diminum, diperlukan untuk
9
menentukan derajat kehilangan cairan dan gangguan elektrolit yang terjadi. Dehidrasi
yang bermakna dapat bermanifestasi sebagai berkurangnya aktifitas, volume urin dan
berat badan. Berbagai cara penilaian derajat dehidrasi dapat dilihat pada Tabel dibawah.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik bertujuan untuk memperkirakan derajat dehidrasi dan mencari tanda-
tanda penyakit penyerta. Gejala dan tanda dehidrasi perlu ditemukan dan harus
ditentukan derajat dehidrasinya. Berat badan sebelum sakit perlu ditanyakan. Berat badan
saat datang harus diukur sebagai parameter kehilangan cairan dan dapat digunakan
sebagai parameter keberhasilan terapi. Bila ditemukan napas cepat dan dalam
menandakan adanya komplikasi asidosis metabolik. Bila nyeri bertambah pada palpasi
atau ditemukan nyeri tekan, nyeri lepas atau anak menolak diperiksa, waspadai
kemungkinan komplikasi atau kemungkinan penyebab non infeksi. Pada keadaan
kembung, auskultasi harus lebih cermat untuk mendeteksi adanya ileus paralitik. Amati
adanya eritema perianal akibat adanya malabsorpsi karbohidrat sekunder atau akibat
malabsorpsi garam empedu sekunder yang disertai dengan dermatitis popok.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap hanya dikerjakan jika diare tidak sembuh
dalam 5 – 7 hari.
10
4. Pemeriksaan Laboratorium yang Perlu Dikerjakan
a. Pemeriksaan
Tinja : makroskopik dan mikroskopik
b. Pemeriksaan tambahan :
1) Tinja
a) Biakan kuman
b) Tes resistensi terhadap berbagai antibiotika
c) pH dan kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa
2) Darah
a) Kadar gula darah pada kasus dengan malnutrisi dan dehidrasi berat dan atau
dengan ensefalopati.
Pemeriksaan lain yang perlu dikerjakan pada dehidrasi berat dan atau dengan
ensefalopati adalah pemeriksaan elektrolit serum, analisis gas darah, dan nitrogen urea.
Pemeriksaan kadar elektrolit serum perlu dilakukan pada anak dengan gejala
hipernatremia atau hipokalemia. Adapun tanda-tanda hipernatremia adalah kulit teraba
hangat, tanda dehidrasi seolaholah ringan, hipertonia, hiperefleksia, letargi, namun
terdapat iritabilitas yang nyata bila dirangsang. Tanda hipokalemia seperti nampak
lemah, ileus dengan distensi abdomen dan aritmia.
11
5. Tatalaksana 1,2
a. Tanpa dehidrasi
Beri oralit osmolaritas rendah sejumLah 10mL/kgBB setiap kali buang air besar.
b. Dehidrasi ringan-sedang.
Lakukan upaya rehidrasi oral (URO) dengan larutan oralit osmolaritas rendah sesuai
dengan tabel dibawah .
1) Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan berikan oralit
“paling sedikit” sesuai tabel di bawah :
1) Mulai diberi cairan IV segera. Bila penderita bisa minum, berikan oralit, sewaktu cairan IV
dimulai. Beri 100 mg/kgBB cairan Ringer Laktat (atau NaCl 0,9%) dibagi sbb :
12
2) Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan IV
3) Segera berikan oralit (5mL/kgBB/jam) bila penderita bisa minum; biasanya setelah 3-4
jam (bayi) atau 1-2 jam (anak).
4) Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi penderita menggunakan bagan penilaian.
Kemudian pilihlah rencana yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
a. ASI/makanan dilanjutkan
b. Beri makanan yang mudah dicerna, rendah serat dan tidak merangsang.
a. Tersangka Kolera
1) Umur > 7 tahun : Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari, dibagi 4 dosis selama 2-3 hari.
b. Giardiasis
1) Antibiotika pilihan adalah metronidazole dengan dosis 30-50 mg/kgBB dibagi tiga
dosis sehari.
a. Pencegahan diare
13
3) Penyediaan dan penyimpanan makanan anak/bayi secara bersih.
4) Gunakan air bersih dan matang untuk minum.
5) Mencuci tangan sebelum menyiapkan dan memberi makan.
6) Membuang tinja di jamban.
7) Imunisasi campak.
8) Makanan seimbang untuk menjaga status gizi yang baik.
b. Edukasi
ASI, susu formula serta makanan harus dilanjutkan selama diare dan ditingkatkan setelah
diare sembuh.
Komplikasi
1. Hipoglikemia. Gejala : berkeringat, kesadaran menurun, kejang-kejang. Beri
glukosa bolus i.v. dengan dosis 2-4 g/ kgBB.
2. Hipokalemia. Beri oralit (mengandung 20 mmol K/L, buah-buahan yang
mengandung banyak K (pisang).
3. Ileus paralitik. Preparat K intravena.
14
15
16
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Pudjiadi AH, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Pengurus
Pusat Ikatan Anak Indonesia, 2010. h. 58-62.
2. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut. Dalam: Juffrie M, dkk. Buku Ajar Gastroenterologi-
hepatologi. Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010.h. 87-120
3. Galloway DP, Cohen MP.Infectious Diarrhea. Dalam: Wylie E, Hyam JS, Kay M, penyunting.
Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier, 2016. h. 104-
14.
4. Ebach DR. Diarrhea. Dalam: Bishop W, penyunting. Pediatric Practice Gastroenterology. Edisi
pertama. China: Mc Graw and Hill, 2010. h. 41-54.
18