Disusun Oleh :
Mujizat Bahrul P (182121035)
Farisul Ahmad Zufar (182121056)
Diah Prih Avani (182121057)
Sindya Putri A (182121069)
A. Pengertian Perkawinan
Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah, perkawinan merupakan salah satu
sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik manusia, hewan,
maupun tumbuh-tumbuhan. Hal ini mendasarkan pada firman Allah swt.dalam al Quran
surat adz Dzariyat ayat 49 yang berbunyi sebagai berikut:
Perkawinan merupakan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia
untuk beranak, berkembang biak, dan menjaga kelestarian hidupnya, setelah masing-
masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan
perkawinan. Tuhan tidak mau menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup
bebas mengikuti nalurinya, dan berhubungan antara jantan dan betinanya secara anarkis
tanpa suatu aturan. Akan tetapi demi menjaga kehormatan dan martabat, Allah membuat
hukum sesuai dengan martabatnya. Dengan demikian hubungan antara laki-laki dengan
perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan saling meridhoi dengan upacara ijab
qabul dan dihadiri saksi-saksi sebagai lambang dari adanya kesepakatan dari kedua
mempelai.1 Perkawinan menurut KHI (Inpres No. 1 Tahun 1991) bahwa perkawinan
adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqa ghaliidhan 2untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
1
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam Perspektif Fikih dan Hukum Positif. (Yogyakarta: UII Press.
2011)
2
Riduan Syahrani, Seluk Beluk Asas-Asas Hukum Perdata. (Banjarmasin: PT. Alumni. 2006)
Sedangkan perkawinan menurut UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketentuan yang Maha Esa.
Ketentuan Pasal 1 UU Perkawinan tersebut dapat dirinci dalam beberapa unsur
dari pengertian perkawinan, sebagai berikut:
1. Adanya Ikatan Lahir Dan Batin
2. Antara Seorang Pria Dan Wanita
3. Sebagai Suami Istri
4. Adanya Tujuan
5. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
B. Dasar Perkawinan
Dasar hukum perkawinan dalam Al-qur’an dan hadis yaitu:
1. QS. Ar-Rum 21
َو ِم ْن آيَاتِ ِه أ َ ْن َخلَقَ لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َوا ًجا ِلت َ ْس ُكنُوا ِإلَ ْي َها
ٍ َو َجعَ َل بَ ْينَ ُك ْم َم َودة ً َو َر ْح َمةً ِإن فِي ذَ ِل َك آليَا
ت ِلقَ ْو ٍم
َيَتَفَك ُرون
3. HR. Bukhori Muslim “ Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah
mampu kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum
mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjajdi
perisai baginya” 3
Sedangkan menurut Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dasar
perkawinan di jelaskan oleh Bab I dalam
Pasal 1
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketentuan yang Maha Esa
Pasal 2
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undang yang berlaku
Pasal 3
(1) Pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang
istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami
(2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebi dari satu
apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan
Pasal 4
(1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang. Sebagaimana tersebut
dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan
kepada Pengadilan di daerah tinggalnya
(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang
suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila
a. istri tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai istri
3
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Modern. (Yogyakarta: Graha Ilmu. 2011)
C. Prinsip Perkawinan
Di dalam UUP ini terdapat pula asas-asas atau prinsip-prinsip mengenai perkawinan
dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang disesuaikan dengan
perkembangan dan tuntutan zaman, asas-asas dan prinsip-prinsip itu adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan perkawinan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, untuk itu suami
istri masing-masing perlu saling membantu dan melengkapi agar dapat
mengembangkan kepribadiannya dalam mencapai kesejahteraan spiritual dan materi
yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Bahwasanya perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agama dan keyakinan.
3. Bahwa tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
4. Asas perkawinan adalah monogami, kecuali bagi suami yang agamanya
Memperbolehkan kawin lebih dari satu tetapi tetap dengan seizin pengadilan.
5. Perkawinan harus atas persetujuan kedua belah pihak tanpa adanya paksaan.
6. Calon suami dan calon istri haruslah masak jiwa dan raganya. Berhubungan dengan
itu, maka UU No 1 Tahun 1974 menentukan batas umur untuk kawin, yaitu 19 Tahun
bagi Pria dan 16 Tahun bagi wanita. Akan tetapi UU tersebut untuk saat ini telah
direvisi dengan UU No 16 Tahun 2019 yang menentukan bahwa batas umur untuk
kawin bagi wanita dan pria yaitu sama 19 Tahun.
7. Hak dan kewajiban serta kedudukan suami dan istri adalah seimbang.
Dr. Musdah mulia menjelskan bahwa prinsip perkawinan ada empat yang didasarkan
pada al-qur’an
1. Prinsip kebebasan memilih jodoh
2. Prinsip mawadah wa rahma
Didasarkan pada QS. Ar-Rum: 21 yang mana perkawinan bertujuan untuk mencapai
ridha Allah disamping tujuan yang bersifat biologis
3. Prinsip saling melengkapi dan melindungi
Berdasarkan QS. Al-Baqarah: 187 menjelaskan istri adalah pakaian sebagaimana
layaknya dan laki-laki juga sebagai pakaian untuk wanita.
4. Prinsip muasyarah bi al-ma’ruf
Berdasarkan QS. An-Nisa’: 19 yang memerintahkan kepada laki-laki untuk
memperlakukan istrinya dengan cara yang ma’ruf.4
Di samping adanya prinsip juga terdapat asas perkawinan dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 diantaranya :
1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
2. Dalam Undang-Undang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana
di lakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya dan
disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan undang-undang
yang berlaku.
3. Undang-Undang ini menganut asas monogami. Apabila dikehendaki oleh yang
bersangkutan, karena hakum dan agama yang bersangkutan mengizinkannya seorang
suami dapat beristri dengan lebih dari seorang, meskipun dilakukan apabila
memenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.
4. Undang-Undang ini menganut prinsip bahwa calon suami istri harus telah masak jiwa
raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan
perkawinan secara baik tanpa berpikir pada perceraian dan mendapatkan keturunan
yag baik dan sehat.
4
Ibid
5. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan
sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya
perceraian.
6. Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga
dengan demikian segala suatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan
oleh suami istri.5
D. Tujuan Perkawinan
Menurut UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dapat disimpulkan, bahwa
tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila kita amati tujuan perkawinan
menurut konsepsi UUP tersebut, ternyata bahwa konsepsi UUP Nasional tidak ada yang
bertentangan dengan tujuan perkawinan menurut konsepsi hukum Islam, bahkan dapat
dikatakan bahwasanya ketentuan-ketentuan di dalam undang-undang No 1 Tahun 1974
dapat menunjang terlaksananya tujuan perkawinan menurut hukum Islam. Beberapa ahli
dalam hukum Islam yang mencoba merumuskan tujuan perkawinan menurut hukum
Islam, antara lain Drs. Masdar Hilmi, menyatakan bahwa tujuan perkawinan dalam Islam
selain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus
untuk membentuk keluarga serta meneruskan dan memelihara keturunan dalam menjalani
hidupnya di dunia, juga untuk mencegah perzinahan, dan juga agar terciptanya
ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, keluarga dan masyarakat.
Ny. Soemiati, S.H. menyebutkan bahwa tujuan perkawinan dalam Islam adalah
untuk memenuhi hajat tabi’at kemanusiaan, yaitu berhubungan antara laki-laki dan
perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia, dengan dasar kasih
sayang, untuk memperoleh keturunan dalam masyarkat dengan mengikuti ketentuan-
ketentuan yang diatur oleh syari’ah.
Filosofi Islam Imam Al Ghazali, membagi tujuan dan faedah perkawinan kepada
lima hal sebagai berikut:
5
Ibid
1. Memperoleh keturunan yang sah, yang akan melangsunkan serta mengembangkan
)keturunan suku-suku bangsa manusia (QS. al Furqan: 74
Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami
istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah
kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
اس لَ ُك ْم
سائِ ُك ْم ُهن ِلبَ ٌ ث ِإلَى نِ َ الصيَ ِام الرفَ ُ أ ُ ِحل لَ ُك ْم لَ ْيلَةَ ِ ِّ
ع ِل َم َّللاُ أَن ُك ْم ُك ْنت ُ ْم تَ ْختَانُونَ أَ ْنفُ َ
س ُك ْم فَتَ َ
اب اس لَ ُهن َ َوأ َ ْنت ُ ْم ِلبَ ٌ
ب َّللاُ لَ ُك ْمع ْن ُك ْم فَاآلنَ بَا ِش ُرو ُهن َوا ْبتَغُوا َما َكتَ َعفَا َ علَ ْي ُك ْم َو َ
َ
ض ِمنَ ْال َخي ِْط ط األ ْبيَ ُ َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َحتى يَتَبَينَ لَ ُك ُم ْال َخ ْي ُ
ام ِإلَى الل ْي ِل َوال األ ْس َو ِد ِمنَ ْالفَ ْج ِر ثُم أَتِ ُّموا ِ ِّ
الصيَ َ
اج ِد ِت ْل َك ُحدُودُ َّللاِ فَال
س ِعا ِكفُونَ ِفي ْال َم َتُبَا ِش ُرو ُهن َوأ َ ْنت ُ ْم َ
ت َ ْق َربُو َها َكذَ ِل َك يُبَ ِي ُِّن َّللاُ آيَاتِ ِه ِللن ِ
اس لَعَل ُه ْم يَتقُون
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri
kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.
Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka
dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu
campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah,
maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
ض ِعيفًا ُ س
َ ان َ ع ْن ُك ْم َو ُخ ِلقَ اإل ْن َ ِّيُ ِريدُ َّللاُ أ َ ْن يُ َخ ِف
َ ف
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat
lemah.
4. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama yang besar
diatas dasar kecintaan dan kasih sayang
َو ِم ْن آيَاتِ ِه أ َ ْن َخلَقَ لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َوا ًجا ِلت َ ْس ُكنُوا ِإلَ ْي َها
ٍ َو َجعَ َل بَ ْينَ ُك ْم َم َودة ً َو َر ْح َمةً ِإن ِفي ذَ ِل َك آليَا
ت ِلقَ ْو ٍم
َيَتَفَك ُرون
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.
6
Ibid
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Abdul Ghofur. 2011. “Hukum Perkawinan Islam”. Yogyakarta: UII Press
Wasman, dkk. 2011. “Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia”. Yogyakarta: Teras
Mardani. 2015. “Hukum Islam”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar