Anda di halaman 1dari 14

HAKEKAT HUNIAN VERTIKAL DI PERKOTAAN

Arief Sabaruddin1
1Peneliti Utama Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

INFORMASI ARTIKEL Abstrak


Arsitektur hunian merupakan sebuah wadah di mana manusia tumbuh
dan berkembang secara fisik maupun psikologis, hampir sebagian besar
waktu kehidupan manusia berada dalam rumah. Penyediaan perumahan
sudah sejak lama menjadi perhatian manusia baik perorangan maupun
pemerintah, sejarah perkembangan hunian tidak dapat dipisahkan dari
aspek teknis teknologis, aspek sosial, ekonomi dan kebijakan politik.
Telaah ini berlatar-belakang perkembangan pembangunan rumah yang
sangat progresif, melalui penyediaan formal maupun informal, sebagai
dorongan dalam menjawab kebutuhan rumah nasional yang sangat
tinggi juga keterbatasan lahan di perkotaan dalam mendukung
penyediaan perumahan. Metoda pembahasan ini merupakan sebuah
eksplorasi konteks konsep dan teori dari unsur-unsur yang terdapat
pada sistem hunian vertikal. Persoalan utamanya adalah keberadaan
sistem hunian vertikal di Indonesia, dapat dinyatakan masih relatif baru,
namun juga dihadapkan pada persoalan lingkungan pada skala global
maupun regional serta persoalan sosial yang semakin kompleks,
dikarenakan perkembangan yang sangat pesat belum diimbangi dengan
Kata kunci:
kajian-kajian yang mendalam. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan
hunian vertikal, telaah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rancangan hunian
sustainable , vertikal yang digali dari sistem hunian landed ke hunian vertikal melalui
arsitektur, pendekatan sustainabiliy.
rumah,
perumahan Kata kunci : hunian vertikal, sustainable , arsitektur, rumah, perumahan
© 2018

PENDAHULUAN beberapa sub sistem yang saling terkait dalam


satu sistem.
Pengantar Umum Manusia dalam kehidupannya senantiasa
Sistem hunian vertikal adalah kumpulan dari mencari nilai-nilai kemanusiaan untuk
sub sistem fisik yang berkaitan dengan teknis mencapai keselamatan, kesehatan,
teknologis dan sub sistem non fisik yang kenyamanan dan kemudahan dalam
berwujud tata nilai, yang dipengaruhi oleh menjalankan kehidupan dan penghidupannya.
aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek budaya. Para filsuf senantiasa mencari nilai
Sistem adalah kumpulan/group dari sub
kemanusian, mulai dari Socrates sampai
sistem/bagian/ komponen apapun baik fisik dengan Albert Camus. Secara garis besar telah
atau non fisik yang saling berhubungan satu melahirkan beberapa pemikiran, yaitu
sama lain dan bekerjasama secara harmonis formalism, minimalism, mannerism,
untuk mencapai satu tujuan tertentu (Susanto, functionalism, rationalism, brutalism,
2004). Antara sub sistem tersebut terjadi positivism, romanticism, expressionism,
interaksi yang saling pengaruh mempengaruhi classicism, constructivism, organicism,
dalam mencapai nilai kemanusiaan yang modernism, futurism, radicalism,
hakiki, hal tersebut merupakan juga, tujuan deconstructivisim, historicism, post-
rancang bangun dari sebuah sistem bangunan. modernism – setiap perubahan pemikiran
Selanjutnya sistem hunian dibangun dari tersebut juga berpengaruh pada perkembangan

10
arsitektur secara umum maupun arsitektur Sebagai pusat peradaban, rumah merupakan
perumahan. produk arsitektur paling awal, diantara fungsi-
fungsi bangunan lainnya. Berdasarkan proses
Tiga aspek utama dalam penyediaan
transformasi fungsi hunian, fungsi rumah
perumahan, meliputi aspek supply, aspek
diawali sebagai shelter, yaitu tempat
demand dan aspek need. Telaah yang terkait
berlindung dari gangguan ekternal (iklim,
dengan aspek need dalam penyediaan
binatang buas, dsb). Fenomena tersebut,
perumahan, masih sangat kurang. Kebutuhan
merupakan bentuk dari pemenuhan kebutuhan
rumah tidak hanya dibaca pada sisi kuantitas,
manusia terhadap rasa aman. Perkembangan
akan tetapi dari sisi kualitas yang dikenali
lebih lanjut, fungsi hunian terus mengalami
sebagai bentuk kesadaran akan keberadaan
perubahan. Secara garis besar, fungsi rumah
rumah atau ruang (existence space) hunian
dimulai dari pemenuhan kebutuhan (need)
oleh penghuni. Rumah bukan sekedar tempat
yang terus meningkat pada tahap pemenuhan
berlindung (shelter) akan tetapi tempat di
keiinginan (want).
mana sebuah keluarga dapat melakukan
kegiatan, serta mengalami perkembangan Rumah sebagai pemenuhan kebutuhan dasar
kehidupan, di tempat yang aman, sehat, (need), dapat dilihat pada potret masyarakat
nyaman dan mudah, melalui pemenuhan primitif, kebutuhannya adalah untuk bertahan
kebutuhan fisik maupun spikologis dari hidup dari gangguan alam, sehingga mencari
penghuni. tempat yang dapat memberikan rasa aman,
untuk itu gua alam dipilih sebagai tempat yang
Rumah merupakan pusat peradaban manusia,
memenuhi kebutuhannya. Gua merupakan
di mana sebuah keluarga tumbuh dan
sistem hunian awal bagi peradaban manusia,
berkembang. Oleh karena itu, rumah harus
dimana sistem hunian yang terbentuk masih
memiliki area private bagi individu maupun
memiliki pola sederhana, yaitu hanya sebagai
keluarga, yang menjamin privacy bagi
shelter, akan tetapi telah memenuhi alasan
individu maupun bagi keluarga. Tingkat
pertama sebagai tempat tinggal, yaitu dengan
privacy menjadi indikator dari kualitas ruang
terpenuhinya rasa aman terhadap gangguan
pada sebuah hunian. Setiap manusia memiliki
alam dan binatang. Proses perkembangan
hak untuk mendapatkan tempat tinggal yang
selanjutnya, yang terjadi dalam pembentukan
layak, dalam hunian manusia akan
arsitektur tempat tinggal didorong oleh
mendapatkan kebebasan. Hunian vertikal
peningkatan kebutuhan untuk
merupakan bentuk pemenuhan hak atas hunian
mempertahankan keberlangsungan hidup dari
bagi masyarakat perkotaan, yang mengalami
gangguan-ganguan yang terus terjadi, Foto 1.
krisis ruang kota.
Menunjukkan proses perkembangan hunian
Sepintas Sejarah Hunian Vertikal pada periode awal.

Foto 1. Proses tranformasi sistem dan bentuk hunian pada tahap awal.

Kebutuhan manusia terus meningkat sejalan mempertahankan kehidupannya. Pengalaman-


pengalaman hidup tersebut senantiasa
dengan gangguan yang terus terjadi, yang
mendorong manusia untuk membangun
mendorong stimulasi akal manusia untuk
tempat tinggal yang lebih aman, lebih sehat,
11
lebih nyaman dan lebih mudah. Ketika Hunian vertikal merupakan konsekuensi dari
gangguan terus terjadi, manusia berusaha perubahan sosial-budaya yang dipengaruhi
untuk mengamankan dirinya dengan oleh revolusi industri. Terjadi pertama kali di
membangun tempat tinggal di daerah yang Inggris, pada abad ke-18, prosesnya terus
lebih tinggi dengan memanfaatkan pohon berlangsung di beberapa negara sampai
sebagai tempat membangun shelter, dengan dengan saat ini. Indonesia mulai pada abad ke-
demikian manusia mulai menguasai wilayah di 20, perubahan sosial-budaya dari masyarakat
sekitarnya. Perkembangan hunian secara agraris menjadi masyarakat industri,
konseptual terbagi dua, yaitu era dimana mempengaruhi perubahan pendekatan
manusia dikuasai oleh alam dan era dimana arsitektur hunian, melalui peningkatan
mansuai sudah mampu menguasai alam kebutuhan tenaga buruh lebih besar, yang
sampai dengan mengelola alam. mengakibatkan pertumbuhan penduduk
perkotaan menjadi lebih cepat.
Proses tersebut menunjukkan bahwa ilmu
pengetahuan (knowing) berkembang dari Akibat industrialisasi di Amerika Serikat pada
fenomena alam yang diterima oleh pikiran awal abad ke-19, telah mendorong
manusia, dengan itu manusia melakukan kreasi pertumbuhan penduduk perkotaan meningkat
(creating) terhadap alam, hal tersebut sampai dengan lima kali. Kota tumbuh
sebagaimana digambarkan oleh Gelernter menjadi pusat-pusat industri dengan menyerap
(2005) antara manusia dengan lingkungannya tenaga kerja buruh yang dengan jumlah besar.
terjadi interaksi, yang saling pengaruh Pertumbuhan penduduk harus diimbangi oleh
mempengaruhi, dimana pengaruh positif akan penyediaan perumahannya. Pada tahun 1790
menunjukkan pertumbuhan sedangkan jumlah penduduk perkotaan di Amerika
pengaruh negatif akan menunjukkan degradasi Serikat hanya 5%, saat ini, jumlah penduduk
pada keduanya. Dari proses interaksi tersebut perkotaan meningkat sampai dengan 75%.
mendorong akal budi manusia berkembang Gejala tersebut saat ini, sedang terjadi di
lebih baik. Indonesia, dimana jumlah penduduk perkotaan
tumbuh dengan pesat, sektor pertanian terus
Secara garis besar, perkembangan
ditinggalkan dan berganti menjadi sektor
pengetahuan arsitektur perumahaan tidak
industri. Penduduk perkotaan terus meningkat,
terlepas dari perkembangan sosial budaya
hampir mendekati 50%.
masyarakatnya, yang dapat dikelompokan
dalam empat tahapan, meliputi; tahap awal, Ledakan penduduk dunia, yang terjadi pada
dimana alam masih mempengaruhi manusia, era awal industrialisasi, telah dikhawatirkan
tahap respon terhadap fenomena alam, tahap oleh Malthus antara periode 1766 – 1834
modifikasi terhadap lingkungan, dan tahap (Baker, 2006), merupakan titik awal dari
pengembangan teknologi untuk memudahkan kepedulian masyarakat dunian terhadap
manusia hidup. kerusakan ekosistem yang merupakan dampak
dari eksploitasi sumber daya alam untuk
Arsitektur merupakan salah satu wujud dari
memenuhi kebutuhan manusia. Secara formal
budaya yang merupakan produk dari akal budi.
pendekatan sustainable developmant dimulai
Setiap perubahan sistem sosial budaya akan
dari laporan Brundland tentang “Our Common
mempengaruhi wujud arsitekturnya.
Future” yang dipublikasikan oleh World
Bangunan tinggi (pencakar langit) telah sejak
Commission on Environment and
lama dikembangkan oleh manusia, 3000 tahun
Developmant (WCED), pada tahun 1987.
sebelum masehi, masyarakat mesir telah
membangun bangunan tinggi Piramida. Para urbanis yang datang ke kota secara
Bangunan tinggi pada hunian juga telah naluriah akan mencari atau membangun
dibangun pada masa romawi dengan jumlah shelter terlebih dahulu, meskipun dalam
lantai terbatas. Bangunan pencakar langit bentuk yang paling sederhana, seperti kasus
mulai berkembang pesat ketika Ottis RULI (rumah liar) di Batam, rumah dibangun
menemukan mesin elevator. dengan bahan seadanya sesuai dengan
kemampuan para migran yang sedang mencari
12
lapangan pekerjaan. Keterbaasan kemampuan kembali arsitektur vernakular dengan
dalam membangun hunian layak dari para pendapatnya “less is a bore” sebagai kritik
migran telah berdampak pertumbuhan hunian terhadap pendapat Ludwig Mies van der Rohe
kumuh di perkotaan. “less is more” (Newman,1978).
Hunian vertikal merupakan sebuah produk dari Sejarah titik terendah dari arsitektur modern
perwujudan perkembangan teknologi. Pada dan bangkitnya arsitektur post-modern, pada
dekade awal industrialisasi, hunian vertikal hunian, ditandai dengan pembongkaran
disediakan sebagai sebuah produk industri, apatemen Pruitt-Igoe, St. Louis karya Minoru
yang dibangun secara masal dan bentuk yang Yamasaki, pada tahun 1972 (Freschi, et. All.,
sederhana (simplicity), era ini dikenal dengan 1986). Alasan utama dari penghacuran tersebut
era modernism, yang menitik-beratkan pada disebabkan oleh banyaknya persoalan sosial
bentuk sederhana dengan memprioritaskan yang timbul pada penghuni apartemen
pada fungsi, struktur dan kegunaannya. Boleh tersebut, seperti persoalan kriminalitas,
jadi kata-kata Rumah Sederhana atau Rumah pornografi dan vandalisme yang sangat parah.
Susun Sederhana, merupakan konsekuensi dari Permasalahan Perumahan
gaya modernism yang terbawa dalam
pengistilahan pada perumahan murah (low cost Pola pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia
housing) di Indonesia. saat ini, cenderung mengikuti pola
pertumbuhan kota-kota di negara-negara barat
Beberapa tokoh arsitektur modern yang pada era revolusi industri. Proses tersebut
mempengaruhi perwujudan arsitektur hunian mungkin terjadi karena Indonesia sedang
diantaranya adalah, Tony Garnier dengan mengembangkan sektor industri. Pertumbuhan
konsep La cité industrielle (1917), Le jumlah penduduk perkotaan di Indonesia
Corbusier melalui pemikiranya yang dituangan disebabkan oleh urbanisasi dalam proses
dalam bukunya Vers une Architecture (1923), industrialisasi, disamping itu juga dipengaruhi
Frank Loyd Wright dengan Modern oleh adanya ketimpangan pembangunan
Architecture (1931), dan pelopor arsitektur infrastruktur perdesaan dan perkotaan.
modern Adolf Loos (1870 – 1933) melalui Pembangunan infrastruktur di perdesaan
konsep Architecture without Ornament, sangat lambat, sehingga pertumbuhan
pemikirannya tersebut menguatkan bentuk- ekonomi disektor pertanian juga rendah,
bentuk arsitektur yang simple. Ironisnya ketika sedangkan pertumbuhan ekonomi di perkotaan
desain arsitektur hunian dibangun secara
sangat menjanjikan. Sehingga penduduk
masal, dengan tujuan mengejar target perkotaan meningkat terus dengan cepat.
pemenuhan rumah buruh dengan cepat, pada
akhirnya menghasilkan arsitektur yang Dalam menjawab pertumbuhan penduduk
seragam dan monoton, dan cenderung kota, maka sistem hunian vertikal dianggap
mengabaikan nilai-nilai humanisme. Rumah sebagai satu solusi, terlepas apakah
perkotaan pada akhirnya hanya sebagai shelter masyarakat kota siap menghuni rumah susun
dengan fungsi berteduh dibatasi oleh dinding, atau tidak. Konsep yang dikembangkan saat ini
lantai dan plafond. masih sejalan dengan perjalanan modernism
dalam arsitektur di negara-negara barat.
Pada era ini, rumah kehilangan makna Terdapat satu hal yang belum banyak digali
kemanusiaan, yang mengakibatkan munculnya oleh kita, mengenai kegagalan negara-negara
berbagai persoalan sosial budaya, yang barat dalam penerapan pola pembangunan
mendorong peningkatan vandalisme, yang demikian. Kritik terkait dengan persoalan
kriminalitas, dan pornografi. Kondisi tersebut sosial seharusnya menjadi bahan pembelajaran
menumbuhkan kritik-kritik sosial, yang bagi penyediaan perumahan di Indonesia saat
melahirkan era post-modernism, dengan ini.
tokoh-tokohnya seperti Robert Venturi, di
dalam pemikirannya yang dituangkan dalam Target-target pembangunan hunian juga
Complexity and Contradiction in Architecture terkendala oleh rendahnya daya beli
(1966, ed. Rev. 1977), telah memperjuangkan masyarakat, untuk itu pendekatan efisiensi
13
pada sisi teknis terus dilakukan. Penyediaan direncanakan, dengan berorientasi pada
perumahan hanya sebatas pemenuhan peningkatan kualitas kehidupan dan
kebutuhan ruang untuk melakukan aktifitas penghidupan di masa mendatang. Hal ini
dasar (berteduh), sedikit mengasampingkan menunjukkan bahwa arsitektur berorientasi
pertimbangan nilai-nilai kemanusian, yang pada manusia, bukan sekedar produk fisik
diperlukan oleh penghuni. Beberapa fakta semata. Arsitektur memiliki jiwa/roh
menunjukkan, adanya penurunan standar luas kehadirannya bukan dari tampilan fisik
ruang dari tahun ke tahun, termasuk bangunan akan tetapi ketika fungsi bangunan
menurunkan spesifikasi bahan bangunan yang dapat mewadahi aktifitas manusia dengan
dipilih, sehingga menghasilkan rancangan ukuran kualitas psikis pengguna bangunan.
yang sederhana. Penyelesaian desain hunian Kualitas arsitektur hunian dapat dinikmati
kota bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui perasaan (feel) dan penglihatan (look),
dilakukan sangat pragmatis merupakan seperti diungkapkan oleh Bernard Tschumi
gambaran modernism. dalam Hamming (2004) menyatakan bahwa
Ketika rumah dipahami sebagai wujud “architecture is a function of both …. The
arsitektur, maka akan memegang peran sensual experience of a real space and the
penting di dalam pembangunan karakter appreciation of rational concept”. Pendapat
sebuah keluarga. Keberadaan rumah juga tersebut telah menguatkan dua sisi arsitektur,
merupakan tonggak dari kekuatan sebuah yaitu lingkungan fisik dan lingkungan
keluarga. Pada skala makro, rumah merupakan psikologi, yang harus utuh dan sinergi dalam
identitas sebuah bangsa. Maju atau sebuah wujud arsitektur.
terbelakangnya sebuah bangsa tergantung dari Terdapat beberapa indikator fisik yang dapat
kondisi perumahannya. Rumah yang digunakan dalam mengukur kualitas
memenuhi kriteria layak huni, akan membawa bangunan, diantaranya spesifikasi teknis yang
pada satu kemajuan dari negara. Rumah berkaitan dengan teknologi bahan dan struktur
merupakan embrio dari sebuah bangsa, di
konstruksi yang dipilih, termasuk sistem
dalam rumah yang sehat berlangsung proses utilitas yang dipilih dalam sebuah proses
pertumbuhan keluarga yang sehat, yang dapat desain, juga kualitas ruang dari aspek
mewujudkan sebuah keluarga yang produktif kenyamanan termal, udara dan angin.
dan tercapainya kesejahteraan bagi seluruh Keluaran (output) kualitas fisik sebuah hunian
keluarga. diwujudkan dalam bentuk ruang (space),
Tercapainya sebuah keluarga sehat jasmani sedangkan keluaran non fisik diwujudkan
dan rohani, bila persyaratan minimal dalam keberadaan ruang (existence space),
lingkungan dan bangunan terpenuhi. Lingkup dalam standar, hal tersebut dituangkan dalam
persyaratan teknis ini meliputi aspek bentuk tingkat kepadatan ruang atau standar
keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan luas ruang per jiwa.
kemudahan dalam bangunan dan Dalam membangun sebuah hunian yang
lingkungannya. Dalam wujud arsitektur, berkelanjutan (sustainable) dengan memenuhi
keempat aspek tersebut tercapai melalui aspek sehat dari pengguna bangunan, dapat
pemenuhan kebutuhan ruang secara fisik juga menggunakan beberapa indikator fisik
maupun non fisik (psikologis). Dalam yang dinyatakan dalam standar, maka dalam
arsitektur, kedua sisi tersebut tidak dapat mengukur kualitas non fisik, penghuni atau
dipisahkan, karena di antara keduannya keluarga menjadi objek pengukuran dengan
terdapat keterkaitan yang saling menggunakan Indeks Pembangunan Manusia
mempengaruhi. (IPM) atau Human Development Index (HDI).
Peningkatan kualitas fisik arsitektur akan Aspek-aspek yang digunakan dalam mengukur
membawa pengaruh pada peningkatan kualitas tingkat keberhasilan sebuah rancang bangun
psikologis, demikian sebaliknya. Arsitektur arsitektur hunian tersebut, sejalan dengan pilar
hunian merupakan sebuah produk pemikiran utama dari pendekatan pembangunan yang
(creating) terhadap lingkungan yang berkelanjutan (sustainable development),
14
yaitu; pertumbuhan ekonomi, perkembangan form, function, and meaning, yang saling
sosial dan peningkatan kualitas lingkungan berinteraksi membentuk wujud arsitektur.
pada saat ini dengan mempertimbangkan Pada diagram 1. diperlihatkan ketiga aspek
kebutuhan dan kelangsungan hidup generasi arsitektur, yaitu form merupakan perwujudan
mendatang. dari lingkungan fisik arsitektur, memiliki
tujuan membangun lingkungan binaan yang
Pendekatan sustainable development bila
lebih baik, meaning merupakan tata nilai yang
ditarik garis pola pemikiran, maka akan
dimiliki oleh manusia dalam membangun
ditemukan kesejalanan dengan pendapat
lingkungan psikologis, dan aktifitas personal
Capon tentang teori semiotik, yang digunakan
sampai dengan komunitas merupakan tatanan
dalam membaca bentukan arsitektur. Capon
fungsi dari sebuah hunian.
berpendapat bahwa arsitektur terdiri dari aspek

Personal Space
Private

BENTUK
Aktivitas

Batas
Aman, sehat,
Nyaman Social Space
Konteks
Tempat
Psikologis FUN Fisik
GSI
Existence Aman, sehat,
Spc. Community Space Nyaman
Aktivitas

Hakekat
Orang
Public

NILAI-
NILAI
Public Space

Diagram 1. Sistem hunian sebagai lingkungan tempat tinggal terdiri dari dua sub-sistem utama, yaitu lingkungan fisik
dan lingkungan non fisik, menampung kegiatan manusia dalam lingkungan hidupnya

membangun spatial cognition, yang mengacu


Lebih rinci lagi, bahwa aspek psikologis
pada proses perekaman informasi dari
dipengaruhi oleh sistem-sistem humaniora
lingkungan fisik yang disampaikan dalam
seperti; budaya, sosial, ekonomi dari individu
bentuk penandaan.
dan keluarga, sedangkan aspek fisik
dipengaruhi oleh lingkungan (konteks tempat). Fakta perumahan perkotaan saat ini,
Dua sisi arsitektur perumahan tersebut menunjukkan kondisinya masih jauh dari
menempatkan aktifitas manusia di dalamnya ideal. Kondisi luas ruang masih di bawah
sebagai fungsi kehidupan dan penghidupan standar yang diijinkan. Secara fisik, kondisi
penghuni untuk mencapai tujuan kesejahteraan bahan bangunan yang digunakan belum
dan kebahagiaan, yang dapat dinyatakan memenuhi ketentuan minimal. Kondisi
sebagai aktifitas ekonomi. tersebut bertentangan dengan tata nilai hunian
sebagai pusat peradaban, sehingga sulit untuk
Tingkat keberhasilan produk arsitektur hunian
membangun sebuah bangsa yang memiliki
ditentukan oleh kualitas persepsi dan kognisi
daya saing yang tangguh dalam menghadapi
keruangan penghuni terhadap lingkungan
globalisasi. Penyediaan perumahan
tempat tinggal. Dalam konteks dimensi ruang,
merupakan tantangan arsitektur hunian di
manusia membangun spatial perception yang
masa mendatang. Sudah seharusnya proses
dipengaruhi oleh lingkungan psikologis
desain hunian vertikal mempertimbangkan
personal, sedangkan sisi lingkungan fisik akan
aspek-aspek yang lebih menyeluruh, dengan
15
menggali ulang perkembangan budaya keragaman wujud arsitektur nusantara dari
modernism, post-modernism dan tuntutan Sabang sampai Merauke. Pengaruh dari luas
globalisasi saat ini. wilayah Indonesia merupakan 2/3 –nya adalah
wilayah lautan, telah mempengaruhi bentuk
arsitektur secara umum, dimana tata nilai
METODA digali dari konsep kemaritiman, salah satu
Telaah ini menggunakan pendekatan contoh adalah perwujudan bentuk bangunan
deskripsif dari sistem dan sub sistem pada dari konsep perahu, hal ini menujukkan bahwa
hunian vertikal, dikembangkan dari sistem pengaruh tempat terhadap wujud arsitektur
fungsi, sistem tata nilai, dan sistem bentuk. arsitektur nusantara, pada awal perkembangan
Diawali dari eksplorasi kajian sejarah sosial arsitektur hunian sangat perpengaruh.
budaya pada sistem hunian, dari landed Bagaimana konsep tempat dalam araitektur
menuju hunian vertikal. Bagaimana hunian, dapat mengacu pada teori semiotika
keterkaitan berbagai aspek yang yang disampaikan oleh Capon, terdiri dari tiga
mempengaruhi wujud arsitektur hunian pada pilar utama arsitektur yaitu; form, function and
setiap peradaban, dengan thesa bahwa sistem meaning. Konsep tempat dalam arsitektur
hunian vertikal merupakan produk dari terbentuk melalui integrasi fungsi dengan
industrialisasi pada era revolusi Industri. konteks dalam sebuah ruang yang mewadahi
Wujud arsitektur dipengaruhi oleh sistem aktifitas manusia. Wujud arsitektur secara
sosial budaya masyarakat pada zamannya. Apa keseluruhan didirikan pada sebuah tempat
yang terjadi pada era saat ini, memiliki yang memiliki makna, sehingga wujud
keterkaitan dengan era-era sebelumnya, juga arsitektur terdiri dari unsur fisik dan non fisik.
memiliki relevansi waktu dengan sejarah Telaah ini mengesampingkan terlebih dahulu
hunian di negara lain yang lebih dahulu telah persoalan hunian permanen dan sementara,
memulai. Fokus dari telaah hunian vertikal Sistem hunian dilihat sebagai sebuah tempat
adalah eksplorasi konsep hunian yang (place) memiliki fungsi untuk mewadahi
berkelanjutan (sustainability), yaitu wujud aktifitas kehidupan sebuah keluarga dapat
arsitektur hunian yang memiliki kecocokan menjalankan kehidupan dan penghidupan
(suitable) dengan karakteristik penghuni dan manusia secara utuh dan hakiki, selain
lingkungannya. keberadaan ruang (space) yang dibatasi oleh
Kondisi ideal bilamana arsitektur hunian dinding-lantai-atap (bentuk – struktur) juga
memberi jaminan pertumbuhan sosial ekonomi tata nilai (makna – kebiasaan) yang terkandung
dan lingkungan secara berkesinambungan. di dalamnya.
Fakta menunjukkan bahwa pembangunan Konsep ruang dan tempat menurut pendapat
hunian saat ini masih terlalu difokuskan pada Yi-Fu Tuan (1989) yaitu; “Space are marked
pembangunan lingkungan fisik, kurang off and defended against instruders. Place are
memperhatikan pembangunan sosial ekonomi centres of felt value where biological needs,
masyarakatnya. such as those for food, water, rest, and
procreation, are satisfied”. Selanjutnya Yi-Fu
juga menjelaskan bagaimana hubungan antara
ASPEK-ASPEK DALAM SISTEM ruang dan tempat “Space is more abstract than
HUNIAN Place …. Architect talk about the spatial
Aspek Tempat (A System of Settings) qualities of place; they can equally well speak
of the locational (place) qualities of space”.
Tempat merupakan sub-sistem dari sistem Dengan demkian ketika mengupas sebuah
hunian yang memegang peran penting dalam tempat (place) maka tidak dapat dipisahkan
perwujudan bentuk arsitektur hunian. dari keberadaan ruang (space).
Sejauhmana faktor tempat berpengaruh
terhadap bentuk arsitektur dan tata nilai Selanjutnya ruang dan tempat tersebut
hunian?, faktor tempat mempengaruhi mengalami modifikasi yang dipengaruhi oleh
16
faktor fisik dan nonfisik yang berasal dari alam geografis, fungsi maupun sifatnya.
dan tata nilai yang dianut oleh masyarakat. Berdasarkan fungsi, kota dibagi atas fungsi
Sejalan dengan hal tersebut Rapoport (1969) kota jasa, kota industri, kota pendidikan, kota
menjelaskan bagaimana teori bentuk dalam perdagangan, kota transit dsb. Sedangkan
arsitektur secara umum berkembang “building berdasarkan sifat kota dapat dikatagorikan
form manifests the complex interaction of berdasarkan dimensi kota atau jumlah
many factor, and the selection of a single penduduk dan tingkat kepadatan kota,
factor, and chages in the types of factors meliputi; kota megapolitan, kota metropolitan,
selected at different periodes, are in kota besar, kota sedang, kota kecil. Perdesaan
themselves social phenomena of great interest. secara umum dibagi menurut desa pesisir, desa
Each of the theories examined will also be daratan dan desa pegunungan. Sedangkan
found to fail to account for some obvious and berdasarkan fungsi desa nelayan, desa wisata,
significant aspects of the problem”. Sehingga, desa argonomi, dsb.
wujud arsitektur hunian merupakan hasil Secara geografis, tempat (place) dapat dikenali
modifikasi dari pengolahan tempat terhadap secara tiga dimensi, yaitu arah horizontal dan
faktor-faktor lingkungan dan manusia. Faktor arah vertikal. Pada arah vertikal
alam atau lingkungan yang mempengaruhi diidentifikasikan berupa, tempat di dalam
bentuk meliputi iklim, geografis, geologis dan tanah, di permukaan, dan di udara. Sedangkan
lingkungan fisik lainnya, selanjutnya faktor pada arah horizontal tempat dapat
tata nilai yang dianut oleh manusia sebagai diidentifikasi berupa lautan, daratan dan
individu maupun masyarakat memerlukan pegunungan. Gambar 1. berbagai tipe tempat
perlindungan, ekonomi, dan religi. berdasarkan letak geografis berdasarkan
Berdasarkan lokasi/tempat (locus), sistem penampang bumi, selain itu juga letak tempat
hunian dapat dibedakan berdasarkan sistem dapat ditunjukkan melalui posisi garis lintang
hunian perkotaan dan sistem hunian perdesaan. dan busur. Hal ini menghasilkan andanya
Perkotaan maupun perdesaan memiliki perbedaan wujud arsitektur pada wilayah
beberapa jenis, yang dibagi berdasarkan letak berbeda.

gunung udara

darat

tanah Laut

Gambar 1. Indentitas tempat untuk mengenali arsitektur hunian berdasarkan system setting
properti yang berbeda. Begitu juga dengan
Pada skala mikro, sebuah hunian ditentukan
sistem hunian vertikal. Merujuk pada gambar
oleh posisi tempat di mana site itu berada,
1 arsitektur hunian di Indonesia, masih
beberapa tipe tempat pada sistem hunian
mendominasi tempat pada arah horizontal,
horizontal ditunjukan oleh lokasi, yaitu site
arsitektur hunian di pegunungan, daratan dan
sudut, tengah, tusuk sate, buntu, dsb. Pada
pantai termasuk rumah pesisir. Sedangkan
sistem hunian vertikal maka tipe tempat dibagi
sistem hunian pada arah vertikal, dengan
berdasarkan pola horizontal maupun vertikal,
pemanfaatan ruang udara, telah dimulai sejak
pola horizontal dikenal dengan posisi pinggir
pertengahan tahun 70-an, dan akselerasi
dan tengah, sedangkan arah vertikal dikenal
dengan posisi bawah, tengah dan atas. pembangunannya baru terasa pada tahun 2007
belakangan ini, dengan program 1000 Tower.
Pada sistem hunian horizontal, setiap posisi
tempat memiliki ketenuan, kriteria, dan
17
Pemanfaat tempat pada ruang bawah tanah, Selain faktor tempat, faktor-faktor lain yang
banyak digunakan pada bangunan gedung, menentukan keberhasilan sistem hunian
berupa ruang basemen masih sejauh tempat vertikal di Indonesia, yaitu tercapainya
parkir kendaraan dan ruang-ruang servis. kesesuaian antara wadah bentuk dengan
Sistem hunian pada skala kota yang lebih luas, aktifitas manusia. Baik bentuk maupun
saat ini, masih sejauh konsep utopia, namun aktifitas manusianya sangat ditentukan oleh
ide pengembangan permukiman di bawah faktor tempat, sebaliknya kondisi tempat dapat
tanah sudah diwacanakan oleh sebuah film dirancang menyesuaikan dengan sifat dari
fiksi yang futuristik, yaitu film “city of aktifitas manusia dan wadahnya, keterkaitan
ember”. Film tersebut secara arsitektural proses perwujudan bentuk arsitektur hunian
memberikan banyak pembelajaran dalam hal secara grafis diperlihatkan pada diagram 2.
sosial-budaya masyarakat.
place

functi
on
mores structure

Environmentally Environmentally
fisical psychological

form meani
ng

context

Diagram 2. Pola pengaruh bentuk arsitektur hunian dikembangkan dari semiotika Capon.
tepat hadir dalam berbagai skala, skala makro
Terdapat perbedaan sistem sosial budaya
dalam alam semesta dari kumpulan galaksi
antara Masyarakat Barat dengan Timur,
sampai dengan tempat pada menyimpan
sehingga konsep hunian yang dikembangkan
barang kecil seperti laci meja. Menurut Yi-Fu
oleh Masyarakat Barat belum tentu sesuai bila
Tuan (1989) tempat yang berada pada skala
diterapkan pada Masyarakat Timur. Wujud
menegah adalah tanah air (homeland).
arsitektur hunian merupakan wujud dari sistem
Site/kapling dimana bangunan itu berada
masyarakat yang mengisi dan berdaptasi
merupakan sebuah tempat yang memiliki
dengan lingkungannya. Pada diagram 2
keterkaitan kuat dengan sistem hunian, untuk
menunjukkan alur proses pembentukan
itu, banyak masyarakat Indonesia ketika harus
arsitektur hunian secara umum, yang
tinggal di rumah susun melakukan penolakan,
dikembangkan dari teori semiotika Capon dari
dengan alasan mereka tidak lagi memiliki
Hamming, mengutip Walter Gropius bahwa
tanah.
“architecture is said to be the true mirror of
the life and social behavior of the periode”. Selanjutnya Yi-Fu Tuan juga menempatkan
melalui gambaran diagram 2 menujukkan rumah sebagai pusat kosmologi yaitu “Home is
bahwa antara lingkungan fisik dan lingkungan at the center of an astronomically determined
psikologis merupakan wujud yang sama, spatial system. A vertical axis, linking to
dengan dibatasi cermin fungsi dan konteks heaven to the underworld, passes through it.
yang merupakan wujud dari tempat (place). The stars are perceived to move around one’s
Tempat mengandung nilai fungsi dalam abode; home is a focal point of cosmic
structure. Such a conception of place ought to
kaitannya terhadap konteks lingkungan fisik
give it supreme value; to abandon it would be
maupun lingkungan non fisik. Keberadaan
hard to imagine”. Pendapat ini masih sejalan
18
dengan sistem aksis yang digambarkan pada Sebuah tempat merupakan sebuah ruang yang
gambar 1 terhadap identitas tempat secara memiliki batas-batas, dapat dibatasi dengan
umum, yang dikenali melalui dunia atas – batas fisik maupun batas non fisik (imajiner).
dunia bawah, serta arah mata angin Kulon Rumah sebagai pusat merupakan ruang dengan
(barat) – Kidul (selatan) – Wetan (timur) – kualitas privacy tinggi, sehingga runag
Kaler (utara). semakin tertutup maka kualitas privacy-nya
semakin besar, demikian juga ruang semakin
atas maka kualitas privacy-nya paling besar.

atas

belakang

depan

bawah

Diagram 3. Sistem yang bekerja pada tempat, dipengaruhi oleh tata nilai rumah sebagai pusat pada tatanan
kosmologi antara hunian landed dan vertikal
kebahagiaan dan keselamatan. Secara teologis
Ketika, konsep hunian vertikal dikembangkan
kebahagiaan dapat diartikan pada kebahagiaan
maka tata nilai pada diagram 3 akan
di dunia maupun di hari akhir nanti. Perasaan
mengalami pergeseran. Sehingga, pada
bahagia timbul ketika suasana hati berada pada
masyarakat yang masih memegang tata nilai
zona nyaman dan kenyamanan merupakan
yang terkandung dalam adat istiadat, sistem
buah dari kebaikan yang diwujudkan dalam
hunian vertikal masih sulit untuk dapat
keindahan (estetika).
diterima oleh masyarakat demikian. Indikasi
lain yang menunjukkan konsep hunian vertikal Sepanjang hidupnya manusia senantiasa
belum dapat diterima oleh masyarakat, adalah mencari kebahagiaan, kebahagian tercapai
ketika masyarakat dalam memilih lokasi unit ketika kebutuhan hidupnya terpenuhi (need),
hunian rumah susun, maka akan lebih memilih ketika kebutuhan telah terpenuhi dalam
tempat terendah, sehingga semakin tinggi mencapai kebahagiaan tersebut manusia mulai
semakin tidak diminati, hal tersebut berbeda timbul berbagai keinginan yang tidak ada
dengan masyarakat barat, hunian teratas dijual batasnya (want). Nilai-nilai kemanusia akan
dengan harga tinggi karena banyak diminati. terpenuhi ketika kebutuhan dasarnya
terpenuhi, yaitu sandang, pangan, dan papan,
Aspek Tata Nilai
selanjutnya saat ini banyak ditambahkan
Sistem tata nilai merupakan suatu aspek yang dengan kesehatan dan pendidikan.
berada pada lingkungan psikologis manusia,
Ukuran kebahagiaan manusia sulit
kondisi lingkungan psikologis tersebut
ditentukan oleh aspek sosial, budaya, dan didefinisikan, karena nilai kebahagiaan setiap
individu berbeda, hal tersebut dipengaruhi oleh
ekonomi. Manusia sebagai mahluk sosial
lingkungan psikologis yang dibentuk oleh
memiliki visi dalam hidupnya untuk mencapai
19
kondisi sosial, ekonomi dan budaya. Kondisi sebagai bagian dari kebudayaan; rumah
demikian yang mengakibatkan terbentuknya memberikan kehangatan (warmth) yang
keragaman arsitektur hunian. Pada skala menujukan kualitas kehidupan, bukan hanya
makro mengakibatkan adanya perbedaan kualitas fisik akan tetapi kualitas yang
bentuk hunian antara masyarakat yang tinggal dirasakan secara psikis, sangat simbolik dan
di daerah dingin (kutub – Eskimo) dengan tergantung personal; dan memiliki kecocokan
masyarakat yang tinggal di derah tropis, antara bentuk arsitektur yang diwujudkan
masyarakat di pegunungan dengan di pantai. dalam kebutuhan psikologis (physicall
Demikian juga pada skala mikro setiap suitable).
individu akan selalu berkeinginan untuk Rapoport (2005) menyatakan bahwa sebuah
memiliki rumah yang berbeda dengan yang desain harus keluar berdasarkan pertimbangan
lainnya. Hal tersebut, menjadi faktor yang kondisi manusia seperti diungkapkan “…. the
menyebabkan penghuni akan selalu merubah products of such design (building and other
rumah yang didapat dari pengembangan, pada physical environment) must be based on an
hunian rumah sederhana (RSH). understanding of human characteristics and
Kebahagiaan berada pada wilayah persepsi, must fit and be supportive of those”. Konsep
yang dibentuk oleh kondisi lingkungan tersebut menguatkan pendapat bahwa antara
psikologis manusia, prosesnya dibangun manusia dengan lingkungannya terjadi
secara bertahap. Saat ini, banyak masyarakat interaksi (Rapopot mengistilahkan dengan
yang telah tinggal dalam rumah akan tetapi “EBR – environment-behavior relation”).
seperti belum berada dalam rumah, hal ini Bentuk hunian harus mampu menampung
seperti diuraikan oleh Gifford (2002) yaitu “a kegiatan dari penghuninya, dan ketika kegiatan
homeless person as someone without a place tersebut dapat berjalan dengan baik maka
to live, a houseless person. But it is possible to estetika bangunan terwujud. Sejalan dengan
have a residence and yet be homeless: the pendapat Gelernter (1995) keindahan bentuk
place where I live has little or no meaning to
bangunan berdasarkan pada aktifitas dan
me, provide no sense of security, order, fungsi bangunan yang dapat memuaskan,
identity, connectedness, warmth, or seperti uraiannya “good building are shaped to
suitability”. Seseorang yang telah memiliki a considerable extent by the functions they
rumah akan tetapi tidak merasakan memiliki must satisfy”, hal ini sejalan dengan pandangan
tempat tinggal, antara rumah dan dirinya masih Loius Sullivan “form follows function”.
terpisahkan.
David Canter yang dikutip oleh Gifford (2002)
Selajutnya Gifford (2002) memberikan enam juga menjelaskan bahwa terdapat dua proses
dimensi keberadaan rumah, yaitu; tempat kognitif yang berhubungan dengan kepuasan
berlindung (haven) dari sekitarnya untuk terhadap hunian, yaitu; tingkat kepuasan
mendapatkan privacy, keamanan, tempat terhadap tempat tinggal yang dipengaruhi oleh
perlindungan, dan proteksi terhadap ancaman faktor individu seperti usia, status sosial
yang datang dari luar lingkungannya; rumah ekonomi, gender, karakter individu,
dapat membantu kita untuk mengenali posisi pembandingan, serta tingkat kepuasan
terhadap lingkungan yang lebih luas (order), berdasarkan impian masa depan individu.
keberadaan (existence) rumah terhadap dunia
luar; rumah merupakan inti dari identitas Kepuasan juga dipengaruhi oleh kondisi sosial
pemiliknya (identity) dari sosial budaya dan dari keluarga, apakah keluarga tersebut baik
ekonomi pemiliknya. Lebih lanjut Gifford juga atau buruk, kondisi norma yang dianut juga
menyatakan bahwa “home is a symbol of self”; mempengaruhi kepuasan, dan kondisi tingkat
melalui order dan identitas, rumah memiliki kebutuhan akan privacy, kondisi keamanan
makna keterkaitan (connectedness) antara dan interaksi sosial antara warga lingkungan
seseorang tertentu pada tempat, pada waktu dimana tempat tinggal tersebut berada.
saat ini dan masa depan, sebagai bagian dari Aspek Bentuk
keluarga saat ini dan waktu yang akan datang,
20
Bentukan arsitektur merupakan karakteristk jumlah hunian di bawah standar cenderung
fisik yang dipengaruhi oleh kondisi naik 1% (BPS 2010). Hal tersebut sejalan
lingkungan fisik sekitar. Dua bentuk hunian, dengan inflasi pada sektor perumahan, dimana
yaitu hunian tunggal (landed house) dan harga rumah sederhana tiap tahunnya selalu
hunian susun (flat). Masyarakat Indonesia saat mengalami kenaikan. Berdasarkan Kepmen
ini masih cukup kuat untuk memilih tempat Pera No. 7 tahun 2007, harga rumah RSH di
tinggal pada runah tunggal, yaitu rumah yang patok Rp. 55 Juta. Dalam waktu satu tahun,
didirikan di atas lahan, sebaliknya animo harga tersebut dapat menembus Rp. 70 juta
tinggal di rumah susun masih rendah. untuk luas bangunan 36 m2/tanah 60 m2. Saat
Demikian juga penerimaan masyarakat di ini berdasarkan Permen PUPR No. 552 Tahun
Toronto sebagai pembanding, berdasarkan 2016, harga rumah sudah melonjal mendakat
pada hasil studi dari William Michelson yang dua kalinya menjadi antara Rp. 116 jt. s.d Rp.
dikutip oleh Gifford, di Toronto lebih dari 50% 160 jt per unit.
masyarakat puas dengan tinggal dirumah Indikator lingkungan fisik lainnya, yang
landed, dan kurang dari 25% puas tinggal di digunakan untuk menilai kondisi kelaikan
apartemen. perumahan adalah penggunaan bahan
Masyarakat yang tetap dapat bertahan dalam bangunan. Potret kondisi rumah dengan bahan
bangunan apartemen atau rumah susun, lebih lantai dari tanah 16, 35%, bahan atap yang
didorong oleh keterpaksaan, karena itu adalah tidak layak 4,65%, bahan dinding yang tidak
alternatif pilihan yang lebih ekonomis atau layak 12,62%. Rumah yang dibangun di atas
tidak ada piliha lain yang memungkinkan lahan ilegal (marginal) 0,39% yaitu berada di
untuk dipilih. Tiga indikator utama yang bantaran sungai dan lahan kumuh, dari aspek
menentukan kepuasan penghuni terhadap sanitasi 59,33% tidak memiliki tangki septik,
rumahnya, yaitu kepuasan terhadap ekterior jarak rumah terhadap penampungan kurang
bangunan dan kepuasan terhadap interior dari 10 meter sebanyak 28,96%, serta jumlah
bangunan serta area lingkungan. Untuk rumah tangga yang menggunakan air bersih
masyarakat yang tinggal di rumah susun maka baru mencapai 51,64%.
kepusannya berasal dari aspek interior Fakta-fakta di atas menunjukkan kondisi
bangunan dan fasilitas kawasan. Banyak perumahan Indonesia saat ini sangat kritis,
masyarakat pada akhirnya memilih rumah karena mencapai 50% kondisi hunian tidak
susun dengan alasan ketiga yaitu area layak huni. Ketika pemerintah mendorong
lingkungan yang nyaman, pancapaian yang pengembang untuk menyediakan rumah layak
mudah pada titik simpul kegiatan, berbeda huni, maka kita terbentur oleh daya beli
sekali dengan rumah landed yang dibangun masyarakat yang sangat rendah, bila standar
jauh di luar atau sisi kota, sehingga pencapaian teknis diturunkan maka persoalan perbaikan
kepada titik-titik simpul kegiatan tidak kualitas hidup tidak mungkin tercapai. Kondisi
ekonomis. demikian ibarat telur dan ayam, mana yang
KEBIJAKAN SEKTOR PERUMAHAN lebih dahulu perlu diselesaikan.
Kualitas kehidupan dan penghidupan seperti Kebutuhan rumah baru yang cukup besar
apa yang diharapkan? Ketika kondisi arsitektur (800.000 unit per tahun), telah disikapi oleh
perumahan di Indonesia saat ini masih berada pemerintah melalui bantuan subsidi langsung
di bawah rata-rata standar internasional. kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas
Sebagaimana jumlah hunian dengan luas di likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP),
bawah 36 m2 (di bawah standar nasional) selisih bunga atau uang muka, juga melalui
mencapai 49% (BPS 2010), 29% hunian sesuai pengembang dengan subsidi fiskal. Namun
dengan standar nasional dan 21% yang sudah persoalannya belum juga tuntas, karena setiap
berada di atas standar. tahunnya backlog perumahan terus meningkat,
hal ini disebabkan oleh kemampuan
Struktur luasan unit hunian tersebut dari tahun
masyarakat untuk mendapatkan rumah sangat
ke tahun cenderung menurun. Peningkatan
rendah. Selain itu kebutuhan perumahan
21
dengan jumlah tersebut, bila target TREND PERUMAHAN DI MASA DEPAN
pembangunannya terpenuhi, maka akan Sistem hunian vertikal saat ini, walaupun
mengkonsumsi sumber daya alam yang masih banyak menyisakan permasalahan, akan
melampaui kemampuan alam untuk tetapi keberadaanya merupakan sebuah
memulihkan pada kondisi awal. tuntutan di masa depan, yang tidak dapat
Pemenuhan kebutuhan rumah berpeluang dielakan, terutama di perkotaan, dalam
terhadap kerusakan lingkungan, yang menjawab pertumbuhan penduduk yang terus
diakibatkan oleh aktifitas manusia dalam meningkat. Berdasarkan data BPS penduduk
membangun juga dalam menjalankan Indonesia setelah tahun 2012 lebih dari 50%
kehidupannya. Dua setengah juta kubik kayu tinggal di kawasan kota.
balok atau lima juta kayu log diperlukan setiap Perkembangan kota sangat pesat, aglomerasi
tahunnya, juga bahan lainnya yang berasal dari kota ke arah horizontal telah mengakibatkan
galian C, diperlukan 15,2 juta kubik setiap konversi lahan-lahan produktif.
tahunnya untuk memenuhi kebutuhan rumah Pengembangan kota ke arah horizontal
baru , selain itu, ledakan penduduk juga menjadikan kehidupan kota menjadi tidak
berpeluang menghasilkan sampah dalam efisien, selain oleh faktor jarak dari satu tujuan
bentuk udara (polusi, emisi, dsb), cair (limbah ke tujuan lain yang lebih jauh, juga konsumsi
industri, limbah rumah tangga) dan padat sumber daya alam yang diperlukan akan lebih
(sampah rumah tangga). banyak untuk melakukan aktifitas di kota yang
Melalui program 1000 Tower, pemerintah demikian.
berusaha mendorong pembangunan hunian Ketidak-efisienan pembangunan kota
secara vertikal, untuk menjawab kebutuhan mengakibatkan kerusakan lingkungan, karena
rumah di perkotaan, dengan keterbatasan lahan kota mengkonsumsi sumber daya alam, pada
dan tingginya harga lahan di perkotaan. saat pembangunan maupun operasionalisasi.
Program hunian vertikal selain ditunjukkan Sumber daya alam yang dibutuhkan kota
pada pembangunan baru juga kawasan- meliputi enerji, air, dan bahan makan,
kawasan kumuh menjadi target peningkatan sebaliknya kota juga menghasilkan limbah,
kualitas lingkungan. Namun yang menjadi dalam bentuk sampah, polusi, emisi, air kotor,
persoalan adalah animo masyarakat yang dsb. Dampak global yang saat ini sangat
tinggal di kawasan kumuh sangat rendah dirasakan adalah terjadinya pemanasan global,
terhadap hunian vertikal, masyarakat lebih
yang mengaibatkan temperatur bumi
memilih tinggal dalam kondisi kumuh meningkat, dalam kurun waktu 100 tahun
dibanding tinggal di rumah susun. sejak tahun 1888 s.d 1988 meningkat 40 C.
Persoalan utama yang terungkap kepermukaan Untuk itu pertumbuhan kota ke arah horizontal
dari masyarakat, adalah masyarakat merasa harus segera dihentikan, dan sebagai gantinya
kehilangan keterkaitan antara tanah dengan adalah dengan melakukan efisiensi ruang, dan
kehidupannya. Dan rumah susun di dalam memanfaatkan ruang udara untuk menampung
persepsi masyarakat adalah hanya sebagai
kegiatan kota. Kawasan perumahan lebih
selter tempat tidur dan berlindung, hal tersebut, kompak (compact city) merupakan tuntutan
sejauh ini mungkin dikarenakan masyarakat perumahan di perkotaan, berbagai persoalan
disajikan sistem hunian vertikal dengan kota, menuntut perubahan perilaku masyarakat
kondisi luas ruang yang sangat terbatas, serta kota, yang lebih simple dan efisien.
hilangnya beberapa komponen ruang hunian
yang seharusnya ada dalam sistem hunian. Namun bagaimana memposisikan persoalan
Pada sisi lain ketika standar dinaikan, maka kota yang berkonsekuensi terhadap sistem
akan berbenturan dengan daya beli masyarakat hunian, dimana pada satu sisi kehidupan kota
yang masih sangat rendah. telah banyak merubah sistem kehidupan
masyarakat, dan cenderung mengurangi nilai-
nilai kemanusia yang selama ini dianut. Perlu
kita kembalikan kepada pemikiran bagaimana
22
manusia memaknai kehidupannya, dan Telaah ini dapat ditindak lanjuti, pada tahap
bagaimana manusia sebagai mahluk sosial ekplorasi lebih mendalam berkaitan dengan
harus dapat menyikapi perubahan sistem aspek suitability dari sistem hunian vertikal
sosial. Perubahan sosial perlu dilakukan untuk terhadap penghuninya. Hasil telaah dapat
menjamin keberlangsungan lingkungan digunakan sebagai acuan dalam proses
alamiah maupun lingkungan binaan dalam rancang bangun hunian vertikal termasuk
upaya menjawab persoalan global. menyiapkan pola regulasi untuk merumuskan
titik temu antara tuntutan fisik hunian vertikal
dan tuntutan psikologi penghuninya. Terbuka
PENUTUP puluang yang cukup besar bila melihat pada
Sistem hunian vertikal lahir di perkotaan kondisi sosial ekonomi masyarakat secara
ditujukan untuk menjawab persoalan efisiensi umum saat ini.
lahan, dalam memenuhi kebutuhan penduduk
perkotaan yang tumbuh pesat. Belajar dari
DAFTAR PUSTAKA
masyarakat Barat dalam penyediaan hunian Baker, Susan , [2006], Sustainable Development,
vertikal, maka adanya ketidak-cocokan Routledge Taylor & Francis Group, London &
(unsuitable) antara sistem fisik bangunan New York.
hunian vertikal dengan kondisi lingkungan Freschi, L., et al., [1986], Introduction a L’Urbanisme,
psikologi dari masyarakatnya, hal ini ENTPE Press, France.
Gelernter, Mark, [1995], Source of Achitecture Form,
merupakan faktor pemicu rendahnya animo A Critical Histoty of Western Design Theory,
masyarakat untuk tinggal di hunian vertikal. Manchester University Press, New York.
Sistem hunian vertikal yang dikembangkan Gifford, Robert, [2002], Residential Environmental
Psychology, dalam Environmental Psychology
saat ini di Indonesia, tidak semestinya Principle and Practice, Optimal Books,
mengorbankan aspek sosial yang berkaitan Canada, hal. 235 – 258.
dengan humanisme di dalam hunian. Hamming, Richard, [2004], Culture, Space and
Persoalan-persoalan keterjangkauan bukanlah Architecture ?, http://battleham.blogspot.com
menjadi alasan untuk mengurangi perhatian /2007/06/culture-space-and-architecture.html.,
diunduh tanggal 4 April 2010.
terhadap aspek humanisme, dalam proses Newman, Oscar, [1978], Defensible Space, Crime
penyusunan desain hunian vertikal. Nilai-nilai Prevention Through Urban Design, Collier
humanisme dalam desain hunian vertikal Books, New York.
adalah pendekatan pembangunan hunian yang Rapoport, Amos, [1969], House Form and Culture,
lebih berkelanjutan dalam menyelasaikan Foundations of Cultural Geography Series,
Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, N.J.
berbagai persoalan multi-dimensi di Indonesia Rapoport, Amos, [2005], Culture, Architecture, and
saat ini. Design, Locke Science Publishing Company,
Inc., USA.
Kondisi Rumah Sederhana maupun Rumah Susanto, Azhar, [2004] Sistem Informasi Manajemen,
Susun Sederhana, yang dikembangkan di Konsep dan Pengembangannya, Universitas
Indonesia menunjukkan kualitas dari Padjadjaran, Bandung
bangunan itu sendiri, hal tersebut Tuan, Yi-Fu, [1989], Space and Place, The Prespective
memperlihatkan bahwa pendekatan of Experience, University of Minnesota Press,
Minneapolis.
penyediaan perumahan murah masih
didominasi oleh permainan desain dengan
terus menurunkan standar teknis dari sistem
hunian, sehingga mengurangi tata nilai yang
harus dimiliki oleh sebuah hunian. Hal
tersebut, tidak dapat terus dibiarkan karena tata
nilai sebuah rumah tidak dapat dihilangkan
begitu saja, di dalamnya terdapat makna yang
menjadikan rumah sebagai tempat bermukim
bukan sekedar ruang yang memiliki batas-
batas fisik.
23

Anda mungkin juga menyukai