Arief Sabaruddin1
1Peneliti Utama Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
10
arsitektur secara umum maupun arsitektur Sebagai pusat peradaban, rumah merupakan
perumahan. produk arsitektur paling awal, diantara fungsi-
fungsi bangunan lainnya. Berdasarkan proses
Tiga aspek utama dalam penyediaan
transformasi fungsi hunian, fungsi rumah
perumahan, meliputi aspek supply, aspek
diawali sebagai shelter, yaitu tempat
demand dan aspek need. Telaah yang terkait
berlindung dari gangguan ekternal (iklim,
dengan aspek need dalam penyediaan
binatang buas, dsb). Fenomena tersebut,
perumahan, masih sangat kurang. Kebutuhan
merupakan bentuk dari pemenuhan kebutuhan
rumah tidak hanya dibaca pada sisi kuantitas,
manusia terhadap rasa aman. Perkembangan
akan tetapi dari sisi kualitas yang dikenali
lebih lanjut, fungsi hunian terus mengalami
sebagai bentuk kesadaran akan keberadaan
perubahan. Secara garis besar, fungsi rumah
rumah atau ruang (existence space) hunian
dimulai dari pemenuhan kebutuhan (need)
oleh penghuni. Rumah bukan sekedar tempat
yang terus meningkat pada tahap pemenuhan
berlindung (shelter) akan tetapi tempat di
keiinginan (want).
mana sebuah keluarga dapat melakukan
kegiatan, serta mengalami perkembangan Rumah sebagai pemenuhan kebutuhan dasar
kehidupan, di tempat yang aman, sehat, (need), dapat dilihat pada potret masyarakat
nyaman dan mudah, melalui pemenuhan primitif, kebutuhannya adalah untuk bertahan
kebutuhan fisik maupun spikologis dari hidup dari gangguan alam, sehingga mencari
penghuni. tempat yang dapat memberikan rasa aman,
untuk itu gua alam dipilih sebagai tempat yang
Rumah merupakan pusat peradaban manusia,
memenuhi kebutuhannya. Gua merupakan
di mana sebuah keluarga tumbuh dan
sistem hunian awal bagi peradaban manusia,
berkembang. Oleh karena itu, rumah harus
dimana sistem hunian yang terbentuk masih
memiliki area private bagi individu maupun
memiliki pola sederhana, yaitu hanya sebagai
keluarga, yang menjamin privacy bagi
shelter, akan tetapi telah memenuhi alasan
individu maupun bagi keluarga. Tingkat
pertama sebagai tempat tinggal, yaitu dengan
privacy menjadi indikator dari kualitas ruang
terpenuhinya rasa aman terhadap gangguan
pada sebuah hunian. Setiap manusia memiliki
alam dan binatang. Proses perkembangan
hak untuk mendapatkan tempat tinggal yang
selanjutnya, yang terjadi dalam pembentukan
layak, dalam hunian manusia akan
arsitektur tempat tinggal didorong oleh
mendapatkan kebebasan. Hunian vertikal
peningkatan kebutuhan untuk
merupakan bentuk pemenuhan hak atas hunian
mempertahankan keberlangsungan hidup dari
bagi masyarakat perkotaan, yang mengalami
gangguan-ganguan yang terus terjadi, Foto 1.
krisis ruang kota.
Menunjukkan proses perkembangan hunian
Sepintas Sejarah Hunian Vertikal pada periode awal.
Foto 1. Proses tranformasi sistem dan bentuk hunian pada tahap awal.
Personal Space
Private
BENTUK
Aktivitas
Batas
Aman, sehat,
Nyaman Social Space
Konteks
Tempat
Psikologis FUN Fisik
GSI
Existence Aman, sehat,
Spc. Community Space Nyaman
Aktivitas
Hakekat
Orang
Public
NILAI-
NILAI
Public Space
Diagram 1. Sistem hunian sebagai lingkungan tempat tinggal terdiri dari dua sub-sistem utama, yaitu lingkungan fisik
dan lingkungan non fisik, menampung kegiatan manusia dalam lingkungan hidupnya
gunung udara
darat
tanah Laut
Gambar 1. Indentitas tempat untuk mengenali arsitektur hunian berdasarkan system setting
properti yang berbeda. Begitu juga dengan
Pada skala mikro, sebuah hunian ditentukan
sistem hunian vertikal. Merujuk pada gambar
oleh posisi tempat di mana site itu berada,
1 arsitektur hunian di Indonesia, masih
beberapa tipe tempat pada sistem hunian
mendominasi tempat pada arah horizontal,
horizontal ditunjukan oleh lokasi, yaitu site
arsitektur hunian di pegunungan, daratan dan
sudut, tengah, tusuk sate, buntu, dsb. Pada
pantai termasuk rumah pesisir. Sedangkan
sistem hunian vertikal maka tipe tempat dibagi
sistem hunian pada arah vertikal, dengan
berdasarkan pola horizontal maupun vertikal,
pemanfaatan ruang udara, telah dimulai sejak
pola horizontal dikenal dengan posisi pinggir
pertengahan tahun 70-an, dan akselerasi
dan tengah, sedangkan arah vertikal dikenal
dengan posisi bawah, tengah dan atas. pembangunannya baru terasa pada tahun 2007
belakangan ini, dengan program 1000 Tower.
Pada sistem hunian horizontal, setiap posisi
tempat memiliki ketenuan, kriteria, dan
17
Pemanfaat tempat pada ruang bawah tanah, Selain faktor tempat, faktor-faktor lain yang
banyak digunakan pada bangunan gedung, menentukan keberhasilan sistem hunian
berupa ruang basemen masih sejauh tempat vertikal di Indonesia, yaitu tercapainya
parkir kendaraan dan ruang-ruang servis. kesesuaian antara wadah bentuk dengan
Sistem hunian pada skala kota yang lebih luas, aktifitas manusia. Baik bentuk maupun
saat ini, masih sejauh konsep utopia, namun aktifitas manusianya sangat ditentukan oleh
ide pengembangan permukiman di bawah faktor tempat, sebaliknya kondisi tempat dapat
tanah sudah diwacanakan oleh sebuah film dirancang menyesuaikan dengan sifat dari
fiksi yang futuristik, yaitu film “city of aktifitas manusia dan wadahnya, keterkaitan
ember”. Film tersebut secara arsitektural proses perwujudan bentuk arsitektur hunian
memberikan banyak pembelajaran dalam hal secara grafis diperlihatkan pada diagram 2.
sosial-budaya masyarakat.
place
functi
on
mores structure
Environmentally Environmentally
fisical psychological
form meani
ng
context
Diagram 2. Pola pengaruh bentuk arsitektur hunian dikembangkan dari semiotika Capon.
tepat hadir dalam berbagai skala, skala makro
Terdapat perbedaan sistem sosial budaya
dalam alam semesta dari kumpulan galaksi
antara Masyarakat Barat dengan Timur,
sampai dengan tempat pada menyimpan
sehingga konsep hunian yang dikembangkan
barang kecil seperti laci meja. Menurut Yi-Fu
oleh Masyarakat Barat belum tentu sesuai bila
Tuan (1989) tempat yang berada pada skala
diterapkan pada Masyarakat Timur. Wujud
menegah adalah tanah air (homeland).
arsitektur hunian merupakan wujud dari sistem
Site/kapling dimana bangunan itu berada
masyarakat yang mengisi dan berdaptasi
merupakan sebuah tempat yang memiliki
dengan lingkungannya. Pada diagram 2
keterkaitan kuat dengan sistem hunian, untuk
menunjukkan alur proses pembentukan
itu, banyak masyarakat Indonesia ketika harus
arsitektur hunian secara umum, yang
tinggal di rumah susun melakukan penolakan,
dikembangkan dari teori semiotika Capon dari
dengan alasan mereka tidak lagi memiliki
Hamming, mengutip Walter Gropius bahwa
tanah.
“architecture is said to be the true mirror of
the life and social behavior of the periode”. Selanjutnya Yi-Fu Tuan juga menempatkan
melalui gambaran diagram 2 menujukkan rumah sebagai pusat kosmologi yaitu “Home is
bahwa antara lingkungan fisik dan lingkungan at the center of an astronomically determined
psikologis merupakan wujud yang sama, spatial system. A vertical axis, linking to
dengan dibatasi cermin fungsi dan konteks heaven to the underworld, passes through it.
yang merupakan wujud dari tempat (place). The stars are perceived to move around one’s
Tempat mengandung nilai fungsi dalam abode; home is a focal point of cosmic
structure. Such a conception of place ought to
kaitannya terhadap konteks lingkungan fisik
give it supreme value; to abandon it would be
maupun lingkungan non fisik. Keberadaan
hard to imagine”. Pendapat ini masih sejalan
18
dengan sistem aksis yang digambarkan pada Sebuah tempat merupakan sebuah ruang yang
gambar 1 terhadap identitas tempat secara memiliki batas-batas, dapat dibatasi dengan
umum, yang dikenali melalui dunia atas – batas fisik maupun batas non fisik (imajiner).
dunia bawah, serta arah mata angin Kulon Rumah sebagai pusat merupakan ruang dengan
(barat) – Kidul (selatan) – Wetan (timur) – kualitas privacy tinggi, sehingga runag
Kaler (utara). semakin tertutup maka kualitas privacy-nya
semakin besar, demikian juga ruang semakin
atas maka kualitas privacy-nya paling besar.
atas
belakang
depan
bawah
Diagram 3. Sistem yang bekerja pada tempat, dipengaruhi oleh tata nilai rumah sebagai pusat pada tatanan
kosmologi antara hunian landed dan vertikal
kebahagiaan dan keselamatan. Secara teologis
Ketika, konsep hunian vertikal dikembangkan
kebahagiaan dapat diartikan pada kebahagiaan
maka tata nilai pada diagram 3 akan
di dunia maupun di hari akhir nanti. Perasaan
mengalami pergeseran. Sehingga, pada
bahagia timbul ketika suasana hati berada pada
masyarakat yang masih memegang tata nilai
zona nyaman dan kenyamanan merupakan
yang terkandung dalam adat istiadat, sistem
buah dari kebaikan yang diwujudkan dalam
hunian vertikal masih sulit untuk dapat
keindahan (estetika).
diterima oleh masyarakat demikian. Indikasi
lain yang menunjukkan konsep hunian vertikal Sepanjang hidupnya manusia senantiasa
belum dapat diterima oleh masyarakat, adalah mencari kebahagiaan, kebahagian tercapai
ketika masyarakat dalam memilih lokasi unit ketika kebutuhan hidupnya terpenuhi (need),
hunian rumah susun, maka akan lebih memilih ketika kebutuhan telah terpenuhi dalam
tempat terendah, sehingga semakin tinggi mencapai kebahagiaan tersebut manusia mulai
semakin tidak diminati, hal tersebut berbeda timbul berbagai keinginan yang tidak ada
dengan masyarakat barat, hunian teratas dijual batasnya (want). Nilai-nilai kemanusia akan
dengan harga tinggi karena banyak diminati. terpenuhi ketika kebutuhan dasarnya
terpenuhi, yaitu sandang, pangan, dan papan,
Aspek Tata Nilai
selanjutnya saat ini banyak ditambahkan
Sistem tata nilai merupakan suatu aspek yang dengan kesehatan dan pendidikan.
berada pada lingkungan psikologis manusia,
Ukuran kebahagiaan manusia sulit
kondisi lingkungan psikologis tersebut
ditentukan oleh aspek sosial, budaya, dan didefinisikan, karena nilai kebahagiaan setiap
individu berbeda, hal tersebut dipengaruhi oleh
ekonomi. Manusia sebagai mahluk sosial
lingkungan psikologis yang dibentuk oleh
memiliki visi dalam hidupnya untuk mencapai
19
kondisi sosial, ekonomi dan budaya. Kondisi sebagai bagian dari kebudayaan; rumah
demikian yang mengakibatkan terbentuknya memberikan kehangatan (warmth) yang
keragaman arsitektur hunian. Pada skala menujukan kualitas kehidupan, bukan hanya
makro mengakibatkan adanya perbedaan kualitas fisik akan tetapi kualitas yang
bentuk hunian antara masyarakat yang tinggal dirasakan secara psikis, sangat simbolik dan
di daerah dingin (kutub – Eskimo) dengan tergantung personal; dan memiliki kecocokan
masyarakat yang tinggal di derah tropis, antara bentuk arsitektur yang diwujudkan
masyarakat di pegunungan dengan di pantai. dalam kebutuhan psikologis (physicall
Demikian juga pada skala mikro setiap suitable).
individu akan selalu berkeinginan untuk Rapoport (2005) menyatakan bahwa sebuah
memiliki rumah yang berbeda dengan yang desain harus keluar berdasarkan pertimbangan
lainnya. Hal tersebut, menjadi faktor yang kondisi manusia seperti diungkapkan “…. the
menyebabkan penghuni akan selalu merubah products of such design (building and other
rumah yang didapat dari pengembangan, pada physical environment) must be based on an
hunian rumah sederhana (RSH). understanding of human characteristics and
Kebahagiaan berada pada wilayah persepsi, must fit and be supportive of those”. Konsep
yang dibentuk oleh kondisi lingkungan tersebut menguatkan pendapat bahwa antara
psikologis manusia, prosesnya dibangun manusia dengan lingkungannya terjadi
secara bertahap. Saat ini, banyak masyarakat interaksi (Rapopot mengistilahkan dengan
yang telah tinggal dalam rumah akan tetapi “EBR – environment-behavior relation”).
seperti belum berada dalam rumah, hal ini Bentuk hunian harus mampu menampung
seperti diuraikan oleh Gifford (2002) yaitu “a kegiatan dari penghuninya, dan ketika kegiatan
homeless person as someone without a place tersebut dapat berjalan dengan baik maka
to live, a houseless person. But it is possible to estetika bangunan terwujud. Sejalan dengan
have a residence and yet be homeless: the pendapat Gelernter (1995) keindahan bentuk
place where I live has little or no meaning to
bangunan berdasarkan pada aktifitas dan
me, provide no sense of security, order, fungsi bangunan yang dapat memuaskan,
identity, connectedness, warmth, or seperti uraiannya “good building are shaped to
suitability”. Seseorang yang telah memiliki a considerable extent by the functions they
rumah akan tetapi tidak merasakan memiliki must satisfy”, hal ini sejalan dengan pandangan
tempat tinggal, antara rumah dan dirinya masih Loius Sullivan “form follows function”.
terpisahkan.
David Canter yang dikutip oleh Gifford (2002)
Selajutnya Gifford (2002) memberikan enam juga menjelaskan bahwa terdapat dua proses
dimensi keberadaan rumah, yaitu; tempat kognitif yang berhubungan dengan kepuasan
berlindung (haven) dari sekitarnya untuk terhadap hunian, yaitu; tingkat kepuasan
mendapatkan privacy, keamanan, tempat terhadap tempat tinggal yang dipengaruhi oleh
perlindungan, dan proteksi terhadap ancaman faktor individu seperti usia, status sosial
yang datang dari luar lingkungannya; rumah ekonomi, gender, karakter individu,
dapat membantu kita untuk mengenali posisi pembandingan, serta tingkat kepuasan
terhadap lingkungan yang lebih luas (order), berdasarkan impian masa depan individu.
keberadaan (existence) rumah terhadap dunia
luar; rumah merupakan inti dari identitas Kepuasan juga dipengaruhi oleh kondisi sosial
pemiliknya (identity) dari sosial budaya dan dari keluarga, apakah keluarga tersebut baik
ekonomi pemiliknya. Lebih lanjut Gifford juga atau buruk, kondisi norma yang dianut juga
menyatakan bahwa “home is a symbol of self”; mempengaruhi kepuasan, dan kondisi tingkat
melalui order dan identitas, rumah memiliki kebutuhan akan privacy, kondisi keamanan
makna keterkaitan (connectedness) antara dan interaksi sosial antara warga lingkungan
seseorang tertentu pada tempat, pada waktu dimana tempat tinggal tersebut berada.
saat ini dan masa depan, sebagai bagian dari Aspek Bentuk
keluarga saat ini dan waktu yang akan datang,
20
Bentukan arsitektur merupakan karakteristk jumlah hunian di bawah standar cenderung
fisik yang dipengaruhi oleh kondisi naik 1% (BPS 2010). Hal tersebut sejalan
lingkungan fisik sekitar. Dua bentuk hunian, dengan inflasi pada sektor perumahan, dimana
yaitu hunian tunggal (landed house) dan harga rumah sederhana tiap tahunnya selalu
hunian susun (flat). Masyarakat Indonesia saat mengalami kenaikan. Berdasarkan Kepmen
ini masih cukup kuat untuk memilih tempat Pera No. 7 tahun 2007, harga rumah RSH di
tinggal pada runah tunggal, yaitu rumah yang patok Rp. 55 Juta. Dalam waktu satu tahun,
didirikan di atas lahan, sebaliknya animo harga tersebut dapat menembus Rp. 70 juta
tinggal di rumah susun masih rendah. untuk luas bangunan 36 m2/tanah 60 m2. Saat
Demikian juga penerimaan masyarakat di ini berdasarkan Permen PUPR No. 552 Tahun
Toronto sebagai pembanding, berdasarkan 2016, harga rumah sudah melonjal mendakat
pada hasil studi dari William Michelson yang dua kalinya menjadi antara Rp. 116 jt. s.d Rp.
dikutip oleh Gifford, di Toronto lebih dari 50% 160 jt per unit.
masyarakat puas dengan tinggal dirumah Indikator lingkungan fisik lainnya, yang
landed, dan kurang dari 25% puas tinggal di digunakan untuk menilai kondisi kelaikan
apartemen. perumahan adalah penggunaan bahan
Masyarakat yang tetap dapat bertahan dalam bangunan. Potret kondisi rumah dengan bahan
bangunan apartemen atau rumah susun, lebih lantai dari tanah 16, 35%, bahan atap yang
didorong oleh keterpaksaan, karena itu adalah tidak layak 4,65%, bahan dinding yang tidak
alternatif pilihan yang lebih ekonomis atau layak 12,62%. Rumah yang dibangun di atas
tidak ada piliha lain yang memungkinkan lahan ilegal (marginal) 0,39% yaitu berada di
untuk dipilih. Tiga indikator utama yang bantaran sungai dan lahan kumuh, dari aspek
menentukan kepuasan penghuni terhadap sanitasi 59,33% tidak memiliki tangki septik,
rumahnya, yaitu kepuasan terhadap ekterior jarak rumah terhadap penampungan kurang
bangunan dan kepuasan terhadap interior dari 10 meter sebanyak 28,96%, serta jumlah
bangunan serta area lingkungan. Untuk rumah tangga yang menggunakan air bersih
masyarakat yang tinggal di rumah susun maka baru mencapai 51,64%.
kepusannya berasal dari aspek interior Fakta-fakta di atas menunjukkan kondisi
bangunan dan fasilitas kawasan. Banyak perumahan Indonesia saat ini sangat kritis,
masyarakat pada akhirnya memilih rumah karena mencapai 50% kondisi hunian tidak
susun dengan alasan ketiga yaitu area layak huni. Ketika pemerintah mendorong
lingkungan yang nyaman, pancapaian yang pengembang untuk menyediakan rumah layak
mudah pada titik simpul kegiatan, berbeda huni, maka kita terbentur oleh daya beli
sekali dengan rumah landed yang dibangun masyarakat yang sangat rendah, bila standar
jauh di luar atau sisi kota, sehingga pencapaian teknis diturunkan maka persoalan perbaikan
kepada titik-titik simpul kegiatan tidak kualitas hidup tidak mungkin tercapai. Kondisi
ekonomis. demikian ibarat telur dan ayam, mana yang
KEBIJAKAN SEKTOR PERUMAHAN lebih dahulu perlu diselesaikan.
Kualitas kehidupan dan penghidupan seperti Kebutuhan rumah baru yang cukup besar
apa yang diharapkan? Ketika kondisi arsitektur (800.000 unit per tahun), telah disikapi oleh
perumahan di Indonesia saat ini masih berada pemerintah melalui bantuan subsidi langsung
di bawah rata-rata standar internasional. kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas
Sebagaimana jumlah hunian dengan luas di likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP),
bawah 36 m2 (di bawah standar nasional) selisih bunga atau uang muka, juga melalui
mencapai 49% (BPS 2010), 29% hunian sesuai pengembang dengan subsidi fiskal. Namun
dengan standar nasional dan 21% yang sudah persoalannya belum juga tuntas, karena setiap
berada di atas standar. tahunnya backlog perumahan terus meningkat,
hal ini disebabkan oleh kemampuan
Struktur luasan unit hunian tersebut dari tahun
masyarakat untuk mendapatkan rumah sangat
ke tahun cenderung menurun. Peningkatan
rendah. Selain itu kebutuhan perumahan
21
dengan jumlah tersebut, bila target TREND PERUMAHAN DI MASA DEPAN
pembangunannya terpenuhi, maka akan Sistem hunian vertikal saat ini, walaupun
mengkonsumsi sumber daya alam yang masih banyak menyisakan permasalahan, akan
melampaui kemampuan alam untuk tetapi keberadaanya merupakan sebuah
memulihkan pada kondisi awal. tuntutan di masa depan, yang tidak dapat
Pemenuhan kebutuhan rumah berpeluang dielakan, terutama di perkotaan, dalam
terhadap kerusakan lingkungan, yang menjawab pertumbuhan penduduk yang terus
diakibatkan oleh aktifitas manusia dalam meningkat. Berdasarkan data BPS penduduk
membangun juga dalam menjalankan Indonesia setelah tahun 2012 lebih dari 50%
kehidupannya. Dua setengah juta kubik kayu tinggal di kawasan kota.
balok atau lima juta kayu log diperlukan setiap Perkembangan kota sangat pesat, aglomerasi
tahunnya, juga bahan lainnya yang berasal dari kota ke arah horizontal telah mengakibatkan
galian C, diperlukan 15,2 juta kubik setiap konversi lahan-lahan produktif.
tahunnya untuk memenuhi kebutuhan rumah Pengembangan kota ke arah horizontal
baru , selain itu, ledakan penduduk juga menjadikan kehidupan kota menjadi tidak
berpeluang menghasilkan sampah dalam efisien, selain oleh faktor jarak dari satu tujuan
bentuk udara (polusi, emisi, dsb), cair (limbah ke tujuan lain yang lebih jauh, juga konsumsi
industri, limbah rumah tangga) dan padat sumber daya alam yang diperlukan akan lebih
(sampah rumah tangga). banyak untuk melakukan aktifitas di kota yang
Melalui program 1000 Tower, pemerintah demikian.
berusaha mendorong pembangunan hunian Ketidak-efisienan pembangunan kota
secara vertikal, untuk menjawab kebutuhan mengakibatkan kerusakan lingkungan, karena
rumah di perkotaan, dengan keterbatasan lahan kota mengkonsumsi sumber daya alam, pada
dan tingginya harga lahan di perkotaan. saat pembangunan maupun operasionalisasi.
Program hunian vertikal selain ditunjukkan Sumber daya alam yang dibutuhkan kota
pada pembangunan baru juga kawasan- meliputi enerji, air, dan bahan makan,
kawasan kumuh menjadi target peningkatan sebaliknya kota juga menghasilkan limbah,
kualitas lingkungan. Namun yang menjadi dalam bentuk sampah, polusi, emisi, air kotor,
persoalan adalah animo masyarakat yang dsb. Dampak global yang saat ini sangat
tinggal di kawasan kumuh sangat rendah dirasakan adalah terjadinya pemanasan global,
terhadap hunian vertikal, masyarakat lebih
yang mengaibatkan temperatur bumi
memilih tinggal dalam kondisi kumuh meningkat, dalam kurun waktu 100 tahun
dibanding tinggal di rumah susun. sejak tahun 1888 s.d 1988 meningkat 40 C.
Persoalan utama yang terungkap kepermukaan Untuk itu pertumbuhan kota ke arah horizontal
dari masyarakat, adalah masyarakat merasa harus segera dihentikan, dan sebagai gantinya
kehilangan keterkaitan antara tanah dengan adalah dengan melakukan efisiensi ruang, dan
kehidupannya. Dan rumah susun di dalam memanfaatkan ruang udara untuk menampung
persepsi masyarakat adalah hanya sebagai
kegiatan kota. Kawasan perumahan lebih
selter tempat tidur dan berlindung, hal tersebut, kompak (compact city) merupakan tuntutan
sejauh ini mungkin dikarenakan masyarakat perumahan di perkotaan, berbagai persoalan
disajikan sistem hunian vertikal dengan kota, menuntut perubahan perilaku masyarakat
kondisi luas ruang yang sangat terbatas, serta kota, yang lebih simple dan efisien.
hilangnya beberapa komponen ruang hunian
yang seharusnya ada dalam sistem hunian. Namun bagaimana memposisikan persoalan
Pada sisi lain ketika standar dinaikan, maka kota yang berkonsekuensi terhadap sistem
akan berbenturan dengan daya beli masyarakat hunian, dimana pada satu sisi kehidupan kota
yang masih sangat rendah. telah banyak merubah sistem kehidupan
masyarakat, dan cenderung mengurangi nilai-
nilai kemanusia yang selama ini dianut. Perlu
kita kembalikan kepada pemikiran bagaimana
22
manusia memaknai kehidupannya, dan Telaah ini dapat ditindak lanjuti, pada tahap
bagaimana manusia sebagai mahluk sosial ekplorasi lebih mendalam berkaitan dengan
harus dapat menyikapi perubahan sistem aspek suitability dari sistem hunian vertikal
sosial. Perubahan sosial perlu dilakukan untuk terhadap penghuninya. Hasil telaah dapat
menjamin keberlangsungan lingkungan digunakan sebagai acuan dalam proses
alamiah maupun lingkungan binaan dalam rancang bangun hunian vertikal termasuk
upaya menjawab persoalan global. menyiapkan pola regulasi untuk merumuskan
titik temu antara tuntutan fisik hunian vertikal
dan tuntutan psikologi penghuninya. Terbuka
PENUTUP puluang yang cukup besar bila melihat pada
Sistem hunian vertikal lahir di perkotaan kondisi sosial ekonomi masyarakat secara
ditujukan untuk menjawab persoalan efisiensi umum saat ini.
lahan, dalam memenuhi kebutuhan penduduk
perkotaan yang tumbuh pesat. Belajar dari
DAFTAR PUSTAKA
masyarakat Barat dalam penyediaan hunian Baker, Susan , [2006], Sustainable Development,
vertikal, maka adanya ketidak-cocokan Routledge Taylor & Francis Group, London &
(unsuitable) antara sistem fisik bangunan New York.
hunian vertikal dengan kondisi lingkungan Freschi, L., et al., [1986], Introduction a L’Urbanisme,
psikologi dari masyarakatnya, hal ini ENTPE Press, France.
Gelernter, Mark, [1995], Source of Achitecture Form,
merupakan faktor pemicu rendahnya animo A Critical Histoty of Western Design Theory,
masyarakat untuk tinggal di hunian vertikal. Manchester University Press, New York.
Sistem hunian vertikal yang dikembangkan Gifford, Robert, [2002], Residential Environmental
Psychology, dalam Environmental Psychology
saat ini di Indonesia, tidak semestinya Principle and Practice, Optimal Books,
mengorbankan aspek sosial yang berkaitan Canada, hal. 235 – 258.
dengan humanisme di dalam hunian. Hamming, Richard, [2004], Culture, Space and
Persoalan-persoalan keterjangkauan bukanlah Architecture ?, http://battleham.blogspot.com
menjadi alasan untuk mengurangi perhatian /2007/06/culture-space-and-architecture.html.,
diunduh tanggal 4 April 2010.
terhadap aspek humanisme, dalam proses Newman, Oscar, [1978], Defensible Space, Crime
penyusunan desain hunian vertikal. Nilai-nilai Prevention Through Urban Design, Collier
humanisme dalam desain hunian vertikal Books, New York.
adalah pendekatan pembangunan hunian yang Rapoport, Amos, [1969], House Form and Culture,
lebih berkelanjutan dalam menyelasaikan Foundations of Cultural Geography Series,
Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, N.J.
berbagai persoalan multi-dimensi di Indonesia Rapoport, Amos, [2005], Culture, Architecture, and
saat ini. Design, Locke Science Publishing Company,
Inc., USA.
Kondisi Rumah Sederhana maupun Rumah Susanto, Azhar, [2004] Sistem Informasi Manajemen,
Susun Sederhana, yang dikembangkan di Konsep dan Pengembangannya, Universitas
Indonesia menunjukkan kualitas dari Padjadjaran, Bandung
bangunan itu sendiri, hal tersebut Tuan, Yi-Fu, [1989], Space and Place, The Prespective
memperlihatkan bahwa pendekatan of Experience, University of Minnesota Press,
Minneapolis.
penyediaan perumahan murah masih
didominasi oleh permainan desain dengan
terus menurunkan standar teknis dari sistem
hunian, sehingga mengurangi tata nilai yang
harus dimiliki oleh sebuah hunian. Hal
tersebut, tidak dapat terus dibiarkan karena tata
nilai sebuah rumah tidak dapat dihilangkan
begitu saja, di dalamnya terdapat makna yang
menjadikan rumah sebagai tempat bermukim
bukan sekedar ruang yang memiliki batas-
batas fisik.
23