Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIK KEBIDANAN KOMUNITAS DI PELITA 2

RT 28 KELURAHAN SAMBUTAN KECAMATAN SAMBUTAN

KOTA SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR TANGGAL

27 JANUARI 2020 - 14 FEBRUARI 2020

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas PKL Kebidanan Komunitas

Oleh :
Kelompok III

1. Badriatus Sholihah
2. Debbye Constantia Sihite
3. Fathaniatul Ummiyah
4. Isnaini Awaliyah
5. Maudi Tamimi
6. Messy Lestari
7. Nadya Natasya Anggraistari
8. Situmorang Widya Yulanda

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
TAHUN 2020
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Komunitas

Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme

dari berbagai lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang

sama. Dalam komunitas manusia, individu individu di dalamnya, dapat

memiliki maksud kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, resiko

dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa latin

communitas yang berarti "kesamaan", kemudian dapat diturunkan

dari communis yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak".

Hillery Jr (dikutip oleh Fredian Tonny, 2003:23) merumuskan

pengertian komunitas sebagai orang-orang yang hidup dalam satu wilayah

tertentu dengan ikatan bersama dan satu yang lain saling berinteraksi.

Sementara itu, Christensson dan Robinson (seperti dikutip oleh Fredian

Tonny, 2003:22) melihat bahwa konsep komunitas mengandung empat

komponen, yaitu:

1. people

2. place or territory

3. social interaction

4. psychological identification

Sehingga kemudian mereka merumuskan pengertian komunitas

sebagai ”people the live within a greographically bounded are who are

involved in social interction and have one or more psychological ties with
each other an with the place in which they live” (orang-orang yang

bertempat tingal di suatu daerah yang terbatas secara geografis, yang terlibat

dalam interaksi sosial dan memiliki satu atau lebih ikatan psikologis satu

dengan yang lain dan dengan wilayah tempat tinggalnya).

Unsur spesifik dari komunitas di sini adalah adanya ikatan bersama

antara warganya baik antara sesama maupun dengan wilayah teritorialnya.

Dengan adanya ikatan bersama antara warga yang tinggi dalam suatu

komunitas sehingga dapat menimbulkan satu perasaan yang disebut dengan

community sentiment . Dan di sini community sentiment memiliki tiga ciri

yang penting dalam suatu komunitas, yaitu:

1. Seperasaan, seperti mereka menyebutnya dengan “kelompok kami”

2. Sepenanggungan, setiap individu sadar akan peranannya.

3. Saling memerlukan, setiap individu membetuhkan satu sama lain.

Fear dan Schwarzweller (seperti yang dikutip oleh Fredian Tonny,

2003: 64) memahami Community Development (CD) sebagai sebuah

proses perubahan yang inisiatifnya muncul dari anggota-anggota komunitas

yang bersangkutan. Mereka mengatakan: “sekelompok orang yang

bekerjasama secara bahu-membahu dalam sebuah setting komunitas (local)

dimana mmereka menegakkan prinsip musyawarah (Shared decision)

dalam merancang proses-proses perbaikan atau perubahan disektor

ekonomi, sosial budaya dan lingkungan”. Istilah Community Development

secara resmi telah mulai digunakan pada masa colonial.Kantor colonial

pemerintah inggris menggunakan istilah Community Development untuk


menggantikan istilah mass education. Ketika itu Community Development

diberi pengertian sebagai “a movement designed to promote better living for

the whole community with the active participation and on the initiative of

the community”. (“suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf

hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi aktif, dan jika

memungkinkan, berdasarkan prakarsa komunitas”) (Adi 2001: 135-136).

Ketiga pengertian diatas tampak selaras. Beberapa hal penting yang

dapat ditangkap dari ketiganya adalah bahwa Pembangunan Komunitas :

1) Bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan warga komunitas yang

bersangkutan

2) Merupakan usaha perubahan yang dilakukan secara sengaja dan

terencana

3) Pelaku adalah warga komunitas bersama-sama

4) Inisiatif diambil oleh warga

5) Keputusan diambil oleh warga dengan prinsip musyawarah.

Makna yang lebih dalam dapat ditarik adalah bahwa pembangunan

komunitas itu dilakukan oleh waarga, dan bukan orang lain dari luar. Warga

komunitaslah yang berpartisipasi aktif melakukan sesuatu tindakan secara

bersama-sama (social movement) sesuai kesepakatan diambil

bersama.Dengan demikian Pemabangunan Komunitas tidak hanya

dilakukan oleh pihak dari luar tetapi partisipasi warga setempat

sendiri.Gagasan yang dating dari luar disampaikan (transfer) sedemikian


rupa sehingga milik warga komunitas itu sendiri dan merekalah yang

memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukannya.

B. Konsep PKMD

1. Definisi PKMD

PKMD adalah kegiatan atau pelayanan kesehatan berdasarkan

sistem pendekatan edukatif masalah kesehatan melalui Puskesmas

dimana setiap individu atau kelompok masyarakat dibantu agar dapat

melakukan tindakan-tindakan yang tepat dalam mengatasi kesehatan

mereka sendiri. Disamping itu kegiatan pelayanan kesehatan yang

diberikan juga dapat mendorong timbulnya kreativitas dan inisiatif

setiap individu atau kelompok masyarakat untuk ikut secara aktif dalam

program-program kesehatan di daerahnya dan menentukan prioritas

program sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat yang

bersangkutan.

2. Tujuan PKMD

a. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat menolong diri

sendiri dibidang kesehatan dalam rangka meningkatkan mutu hidup.

b. Tujuan khusus

1) Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan potensi yang

dimilikinya untuk menolong diri mereka sendiri dalam

meningkatkan mutu hidup mereka

2) Mengembangkan kemampuan dan prakarsa masyarakat untuk

berperan secara aktif dan berswadaya dalam meningkatkan

kesejahteraan mereka sendiri

3) Menghasilkan lebih banyak tenaga-tenaga masyarakat setempat

yang mampu, terampil serta mau berperan aktif dalam

pembangunan desa

4) Meningkatnya kesehatan masyarakat dalam arti memenuhi

beberapa indikator :

a) Angka kesakitan menurun

b) Angka kematian menurun, terutama angka kematian bayi

dan anak

c) Angka kelahiran menurun

d) Menurunnya angka kekurangan gizi pada anak balita

3. Ciri-ciri PKMD

a. Kegiatan dilaksnakan atas dasar kesadaran, kemampuan dan

prakarsa masyarakat sendiri, dalam arti bahwa kegiatan dimulai


dengan kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan yang

memang dirasakan oleh masyarakat sendiri sebagai kesehatan.

b. Perencanaan kegiatan ditetapkan oleh masyarakat secara

musyawarah dan mufakat.

c. Pelaksanaan kegiatan belandaskan pada peran serta aktif dan

swadaya masyarakat dalam arti memanfaatkan secara optimal

kemampuan dan sumber daya yang dimiliki masyarakat

d. Masukan dari luar hanya bersifat memacu, melengkapi, dan

menunjang tidak mengakibatkan ketergantungan

e. Kegiatan dilakukan oleh tenaga-tenaga masyarakat setempat

f. Memanfaatkan teknologi tepat guna

g. Kegiatan yang dilakukan sekurang-kurangnya mencakup salah

satu dari 8 unsur PHC (Primary Health Care)

4. Prinsip-prinsip PKMD

a. Kegiatan masyarakat sebaiknya dimulai dengan kegiatan yang

memenuhi kebutuhan masyarakat setempat walaupun kegiatan

tersebut bukan merupakan kegiatan kesehatan secara langsung.

Ini berarti kegiatan tidak hanya terbatas pada aspek kesehatan

saja, melainkan juga mencakup aspek-aspek kehidupan lainnya

yang secara tidak langsung menunjang taraf kesehatan.

b. Dalam membina kesehatan masyarakat diperlukan kerja sama

yang baik
1) Antar dinas-dinas/ instansi-instansi/ lembaga-lembaga

lainnya yang bersangkutan

2) Antar dinas-dinas/ instansi-instansi/ lembaga-lembaga

lainnya dengan masyarakat

c. Dalam hal masyarakat tidak dapat mmecahkan masalah atau

kebutuhannya sendiri, maka pelayanan langsung diberikan oleh

sektor yang bersangkutan.

5. Wadah Kegiatan PKMD

Karena kegiatan PKMD merupakan bagian integral dari

pembangunan desa, sedangkan wadah partisipasi masyarakat dalam

pembangunan desa adalah LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat

Desa), maka dengan sendirinya wadah kegiatan PKMD adalah LKMD.

6. Strategi Pembinaan

a. Tim pembinaan PKMD di masing-masing tingkat sekaligus

dijadikan sebagai forum kordinasi di masing-masing tingkat.

b. Setiap kegiatan partisipasi masyarakat yang akan dipromosikan

oleh salah satu sektor,terlebih dahulu dibahas dalam forum

kordinasi,untuk memungkinkan bantuan dari sektor-sektor lain

untuk menghindari tumpang tindih.

c. Jenis bantuan apapun yang akan dijalankan harus selalu

berdasarkan pada proporsi kebutuhan masyarakat setempat.


d. Seluruh tahap kegiatan, mulai dari persiapan, perencanaan,

pelaksanaan, penilaian, pembinaan, sampai pada perluasan,

dilakukan oleh masyarakat sendiri dan dimana perlu dibantu oleh

pemerintah secara lintas program dan lintas sektoral.

e. Wadah kegiatan PKMD adalah lembaga ketahanan masyarakat

desa (LKMD) sesuai surat keputusan presiden nomor 28 tentang

“ Penyempurnaan dan penempatan fungsi lembaga swadaya desa

menjadi LKMD. Maka pada dasarnya LKMD merupakan wadah

partisipasi masyarakat dalam pembangunanan desa.

f. PKMD adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dari

masyarakat untuk masyarakat.Pengembangan dan pembinaan

yang dilakukan oleh pemerintah adalah suatu pendekatan,bukan

pendekatan yang berdiri sendiri.

7. Pengembangan dan Pembinaan

a. Pengembangan dan pembinaan PKMD berpedoman dengan GBHN.

b. Pengembangan dan pembinaan PKMD dilaksanakn dengan kerja

sama lintas program dan lintas sektoral melalui pendekatan edukatif.

c. Kordinasi pembinaan melalui jalur fungsional pada tiap

tingkatan,tingkat provinsi oleh gubernur,tingkat kabupaten oleh

bupati,tingkat kecamatan oleh camat.

d. PKMD merupakan bagian integral dari pembangunan desa secara

keseluruhan.
e. Kegiatan dilaksanakan dengan membantu mekanisme kerja yang

edukatif antara instansi yang berkepentingan dalam pembinaan

masyarakat desa

f. Puskesmas sebagai pusat pengembangan dan pembangunan

kesehatan berfungsi sebagai dinamisator.

8. Mekanisme Pembinaan Peran Serta Masyarakat Dalam PKMD

Untuk mengenal masalah dan kebutuhan mereka sendiri, masyarakat

mendapatkan bimbingan dan motivasi dari puskesmas yang bekerja

sama dengan sector – sector yang bersangkutan. Pemuka masyarakat

diarahkan untuk membahas masalah dan kebutuhan yang dirasakan oleh

mereka dan membimbing untuk memecahkan masalah dan memenuhi

kebutuhannya dengan menggunakan sumber daya setempat yang

tersedia. Dalam hal masalah atau kebutuhan hanya sebagian dapat

diatasi sendiri, maka puskesmas bersama dengan sector yang

bersangkutan member bantuan teknis atau materi yang dibutuhkan

dengan catatan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan.

Dalam hal masalah dan kebutuhan masyarakat tidak mungkin diatasi

sendiri, maka pelayanan langsung diberikan oleh puskesmas dan atau

sector yang bersangkutan. Hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaan

kegiatan PKMD, yaitu :

a. Masyarakat perlu dikembangkan pengertiannya yang benar tentang

kesehatan dan tentang program-program yang dilaksanakan

pemerintah
b. Masyarakat perlu dikembangkan kesadarannya akan potensi dan

sumber daya yang dimiliki serta harus dikembangkan dan dibina

kemampuan dan keberaniannya, untuk berperan secara aktif dan

swadaya dalam meningkatkan mutu hidup dan kesejateraan mereka.

c. Sikap mental pihak penyelengara pelayanan perlu dipersiapkan

terlebih dahulu agar dapat menyadari bahwa masyarakat

mempunyai hak dan potensi untuk menolong diri mereka sendiri,

dalam meningkatkan mutu hidup dan kesejahteraan meraka.

d. Harus ad kepekaan dari pada para Pembina unyuk memahami

aspirasi yang tumbuh dimasyarakat dan dapat berperan secara wajar

dan tepat.

e. Harus ada keterbukaan dan interaksi yang dinamis dan

berkesinambungan baik antara para pembina dengan masyarakat,

sehingga muncul arus pemikiran yang mendukung kegiatan PKMD

9. Persiapan bagi pelaksanaan

Persiapan bagi pelaksana dari masyarakat sangat penting artinya

persiapan yang dimaksud dapat dilakukan melalui :

a. Pelatihan kader

b. Kunjungan kerja

c. Studi perbandingan

10. Pengadaan Fasilitas


Kelestarian PKMD akan lebih terjamin bila fasilitas yang disediakan

dari swadaya masyarakat melalui potensi dan sumberdaya yang ada

dimasyarakat yang dapat digali dan dimanfaatkan. Bila masyarakat

tidak memilikinya barulah para penyelenggara pembinaan PKMD

berusaha untuk memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Dengan ketentuan tidak menimbulkan ketergantungan bagi

masyarakat.

11. Orientasi Kebutuhan dalam Pelayanan

Pelayanan dilaksanakan atas dasar orientasi pada kebutuhan

masyarakat, bersifat gotong royong dan swadaya. Hal tersebut dalam

rangka menolong diri sendiri serta memecahkan masalah untuk

memenuhi kebutuhan di bidang kesehatan dan di bidang lain yang

berkaitan. Tujuan agar mampu mencapai kehidupan sehat sejahtera.

Untuk mencapai hubungan timbal balik yang saling membutuhkan,

diperlukan perekat dalam perbedaan budaya, unsur yang paling penting

dalam memahami kondisi masyarakat bergantung dalam 5 keadaan

yakni :

a. Status sosial dan geografis

b. Politik

c. Ekonomi

d. Keamanan

e. Komunikasi dan informasi


Kelima keadaan tersebut secara ilmiah dikategorikan dalam keadaan

besar yang disebut keadaan budaya. Untuk itu diperlukan sebuah

mekanisme dalam bentuk persepakatan budaya yang tinggi sebagai

naungan dalam mengatasi perbedaan yang ada demi kelancaran

pemenuhan kebutuhan masing-masing. Masyarakat membutuhkan

pelayanan yang berkualitas, bidan membutuhkan pengkuan sebagai

bukti pelayanan kebutuhan.

Keberadaan bidan didesa merupakan salah satu upaya agar bidan

ramah terhadap budaya baru tempat bidan mengabdikan profesinya

demi berorientasi pada kunci akulturasi budaya lokal :

a. Keyakinan diri

Keyakinan bidan yang memasuki budaya baru agar tetap

kokoh pada profesinya, bukan hanya sekedar mengabdi namun juga

secara realistis berusaha mengembangkan profesinya dengan

berbagai strategi yang legal.

b. Gigih

Kegigihan dapat diartikan sebagai bentuk budaya untuk

menyelaraskan budaya sendiri pada budaya setempat mengatasi

konotasi selaras dalam budaya dapat terjadi bila bidan mampu

memahami bahwan dalam lingkup kerjanya dia harus mampu

membawa diri pada masyarakat setempat dalam kategorisasi

pemahaman budaya, pendekatan untuk memahami budaya lokal


sangat tergantung pada sikap pendatang dalam menghargai budaya

lokal yang ada.

c. Keramahan

Kunci sukses dalam memahami budaya orang lain adalah

keramahan. Menerima pemahaman budaya orang lain dapat

diartikan sebagai pintu pembuka perkenalan diri, sekaligus

merupakan faktor untuk membuka jaringan dengan siapa pun dan

dalam kondisi apapun. Hantaran budaya (bidan) dengan budaya

setempat (masyarakat) dapat terjadi dengan baik. Dan harmonis

apabila bidan memahami dan mengaplikasikan 4 unsur yaitu bersih,

alim, inspiratif, dan kreatif (baik).

d. Bersih

Masyarakat utamanya para ibu sebagai klien merasa

nyaman, aman, indah bila berdekat dengan bidan. Tampilan yang

biasa disebut inner beauty, tutur kata, pandangan mata, bahasa

tubuh dan perawatan diri. Sebagai agen dalam budaya, bidan harus

memiliki percaya diri bahwa dirinya adalah artis dalam profesinya

dan dalam wilayah kerjanya, sehingga timbul kesan untuk malu bila

tidak sedap dipandang mata.

e. Alim

Ada nuansa religious dalam tata busana, tatapan mata dan

ucapan yang keluar dari mulut. Profesi bidan adalah profesi yang

penuh dengan nuansa yang kuat akan religiusnya, karena bidan


berada pada tatanan mempersiapkan kehamilan anak manusia dan

mempersiapkan kelangsungan hidup seorang ibu dengan segenap

resiko. Secara religious, bidan berada dalam posisi yang

memperjuangkan dua orang jiwa yaitu ibu dan anak. Secara tidak

langsung, memperjuangkan nasib generasi sebuah budaya.

f. Inspiratif

Memiliki kemampuan untuk menularkan nilai-nilai budaya

kepada masyarakat setempat. Inspiratif dalam pemahaman budaya

sebagai karsa artinya gagasan, pemikiran dan ide terolah secara

imajinatif karna adanya pengalaman, pemahaman serta konsentrasi

dalam berpikir yang digerakan karna adanya tanggung jawab hal

ini merupakan upaya mengenali budaya baru untuk kemudian

dipadukan dengan gagasan yang dimiliki sehingga muncul

perubahan-perubahan yang dapat dijadikan strategi menghadapi

pasien termasuk menangani konseling.

g. Kreatif

Diartikan sebuah hasil dari inisiatif (karsa). Hasil karsa itu

dapat berbentuk kelakuan, perilaku, tabiat, tutur kata, sikap dan

kedisiplinan. Disinilah peran bidan dalam melayani kesehatan

masyarakat dapat di mulai dari kreatifitas anggota contohnya

misalnya rumah bidan yang bersih dan apik, cara pemilihan dan

pengelolaan makanan yang sehat, memberikan ASI yang benar dan


tepat bagi yang mempunyai keluarga dan anak dituntut memberikan

contoh akan kehidupan keluarga yang harmonis.

12. Tugas dan Tanggung Jawab Bidan di Komunitas

Secara umum, tugas dan tanggung jawab bidan di komunitas ada 3 :

a. Memiliki pengetahuan tentang public healthy yang luas, karna

tugasnya bukan saja melakukan pelayanan menurut kompetensinya

namun di tuntut mampu melakukan identifikasi masalah kesehatan

dan sumber potensi yang tersedia untuk mengatasi masalah

kesehatan masyarakat terutama kesehatan ibu dan anak

b. Mengenal kondisi kesehatan masyarakat yang selalu berubah-ubah,

karena kesehatan masyarakat dipenuhi oleh perkembangan

masyarakat itu sendiri sebagai akibat perubahan teknologi dan ilmu

pengetahuan serta kebijakan pemerintah

c. Bidan dituntut memiliki kemampuan penelitian, pengelolaan dan

analisa masalah kesehatan masyarakat. Selain itu, dapat

mempertanggung jawabkan hasil penelitiannya melalui beberapa

teknik dan teknologi beserta publikasi

Tugas utama bidan di komunitas adalah memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat khususnya untuk menyelamatkan ibu dan

anak, baik dirumah maupun ditempat pelayanan kesehatan yang ada

masyarakat. Selain itu, adapula tugas tambahan :


a. Melakukan identifikasi permasalahan kesehatan, pengkajian dan

perencanaan, penanganan masalah dengan pendekatan problem

solving.

b. Menyusun rencana penanganan masalah kesehatan dengan

memanfaatkan sumber potensi masyarakat

c. Menggerakan kegiatan masyarakat untuk mengatasi permasalahan

yang telah dirumuskan, serta tindak lanjutnya

Secara profesional bidan bertanggung jawab terhadap

pekerjaannya, partnership dengan perempuan untuk kelancaran,

memberi support, asuhan dan advice, karna bidan telah memahami

filosofi dan model pelayanan yang akan diberikan berdasarkan legislasi

yang mengatur. Pekerjaan bidan adalah profesi yang mandiri,

mencakup elemen-elemen profesi, body of knowledge, kode etik,

mengatur diri sendiri, proses pengambilan keputusan, pengakuan

masyarakat dan keterlibatan pemerintah. Pendidikan dasar dan

berkelanjutan merupakan tanggung jawab bidan untuk melakukan

praktek secara aman dan sesuai evidence based.

C. Profil Puskesmas Sambutan

Puskesmas adalah Unit Pelayanan Teknis Dinas Kesehatan Kota

yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah

kerjanya. Puskesmas berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk

meningkatkn kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

penduduk agar meperoleh derajat kesehatan yang optimal. Dengan


demikian Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan

berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat serta

pelayanan kesehatan pada strata pertama.

D. Konsep Komunitas Kelompok

1. Pengumpulan Data

a. Pengertian

Data adalah bahan keterangan berupa himpunan fakta,

angka, huruf, grafik, tabel, lambang, objek, kondisi, situasi. Data

merupakan bahan baku informasi. Untuk mencapai tujuan

penelitian, peneliti memerlukan data yang benar yang dapat

diperoleh di lapangan sesuai dengan topik dalam penelitiannya.

Pengumpulan data merupakan kegiatan mencari data di

lapangan yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan

penelitian.

b. Jenis Data

1) Data Menurut Cara Memperolehnya

Apabila dilihat dari cara memperolehnya, data dibedakan

menjadi 2 bagian, yaitu data primer dan data sekunder.

a) Data Primer

Data yang didapatkan oleh peneliti secara langsung dari

subjek atau objek penelitian, misalkan berupa rekaman hasil

wawancara

b) Data Sekunder
Data yang tidak didapatkan secara langsung oleh

peneliti,data di sini bisa berupa dokumen atau arsip-arsip

yang dimiliki oleh lembaga atau seseorang yang menjadi

subjek penelitian.

2) Data Menurut Sumbernya

a) Data internal

Data yang menggambarkan keadaan atau kegiatan yang

terjadi di dalam suatu lembaga atau instansi tempat

penelitian.

b) Data eksternal

Data yang menggambarkan keadaan atau kegiatan yang

terjadi di luar suatu lembaga atau instansi tempat penelitian.

3) Data Menurut Sifatnya

a) Data kuantitatif

Data yang didapatkan dalam penelitian yang berbentuk

angka-angka.

b) Data kualitatif

Data yang didapatkan dalam penelitian yang bukan

berbentuk angka.

4) Data Menurut Waktu Pengumpulan

Apabila dilihat dari waktu pengumpulan data dibagi menjadi

2, yaitu time series dan cross section.

a) Data berkala/ time series


Data yang menggambarkan suatu perkembangan, peristiwa

atau kegiatan dan didapatkan dengan cara

mengumpulkannya dari waktu ke waktu.

b) Cross section/insidentil

Data yang menggambarkan suatu kejadian atau peristawa

yang dikumpulkan pada suatu waktu aja.

c. Metode Pengumpulan Data

Ada berbagai metode pengumpulan data yang dapat

dilakukan dalam sebuah penelitian. Metode pengumpulan data ini

dapat digunakan secara sendiri-sendiri, namun dapat pula digunakan

dengan menggabungkan dua metode atau lebih. Beberapa metode

pengumpulan data antara lain.

1) Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara peneliti dan

narasumber. Seiring perkembangan teknologi, metode

wawancara dapat pula dilakukan melalui media-media tertentu,

misalnya telepon, email, atau skype. Wawancara terbagi atas dua

kategori, yakni wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.

a) Wawancara terstruktur

Dalam wawancara terstruktur, peneliti telah mengetahui

dengan pasti informasi apa yang hendak digali dari

narasumber. Pada kondisi ini, peneliti biasanya sudah


membuat daftar pertanyaan secara sistematis. Peneliti juga

bisa menggunakan berbagai instrumen penelitian seperti alat

bantu recorder, kamera untuk foto, serta instrumen-

instrumen lain.

b) Wawancara tidak terstruktur

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas.

Peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang

berisi pertanyaan-pertanyaan spesifik, namun hanya memuat

poin-poin penting dari masalah yang ingin digali dari

responden.

2) Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data yang kompleks

karena melibatkan berbagai faktor dalam pelaksanaannya.

Metode pengumpulan data observasi tidak hanya mengukur

sikap dari responden, namun juga dapat digunakan untuk

merekam berbagai fenomena yang terjadi. Teknik pengumpulan

data observasi cocok digunakan untuk penelitian yang bertujuan

untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja, dan gejala-

gejala alam. Metode ini juga tepat dilakukan pada responden

yang kuantitasnya tidak terlalu besar. Metode pengumpulan data

observasi terbagi menjadi dua kategori, yakni:

a) Participant observation
Dalam participant observation, peneliti terlibat secara

langsung dalam kegiatan sehari-hari orang atau situasi yang

diamati sebagai sumber data.

b) Non participant observation

Berlawanan dengan participant observation, non participant

observation merupakan observasi yang penelitinya tidak ikut

secara langsung dalam kegiatan atau proses yang sedang

diamati.

3) Angket (kuesioner)

Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau

pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner

merupakan metode pengumpulan data yang lebih efisien bila

peneliti telah mengetahui dengan pasti variabel yag akan diukur

dan tahu apa yang diharapkan dari responden. Selain itu

kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup

besar dan tersebar di wilayah yang luas.

Berdasarkan bentuk pertanyaannya, kuesioner dapat

dikategorikan dalam dua jenis, yakni kuesioner terbuka dan

kuesioner tertutup. Kuesioner terbuka adalah kuesioner yang

memberikan kebebasan kepada objek penelitian untuk

menjawab. Sementara itu, kuesioner tertutup adalah kuesioner

yang telah menyediakan pilihan jawaban untuk dipilih oleh


objek penelitian. Seiring dengan perkembangan, beberapa

penelitian saat ini juga menerapkan metode kuesioner yang

memiliki bentuk semi terbuka. Dalam bentuk ini, pilihan

jawaban telah diberikan oleh peneliti, namun objek penelitian

tetap diberi kesempatan untuk menjawab sesuai dengan

kemauan mereka.

4) Studi Dokumen

Studi dokumen adalah metode pengumpulan data yang tidak

ditujukan langsung kepada subjek penelitian. Studi dokumen

adalah jenis pengumpulan data yang meneliti berbagai macam

dokumen yang berguna untuk bahan analisis. Dokumen yang

dapat digunakan dalam pengumpulan data dibedakan menjadi

dua, yakni :

a) Dokumen primer

Dokumen primer adalah dokumen yang ditulis oleh orang

yang langsung mengalami suatu peristiwa, misalnya:

autobiograf

b) Dokumen sekunder

Dokumen sekunder adalah dokumen yang ditulis

berdasarkan oleh laporan/ cerita orang lain, misalnya:

biografi.
2. Menganalisa Masalah dengan Pendekatan Partisipatif Rural

Appraisal

a. Pengertian

Analisis adalah aktivitas yang memuat proses mengurai,

membedakan dan memilah sesuatu untuk kemudian digolongkan

dan dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu. Selanjutnya dicari

makna dan keterkaitannya.

Masalah adalah suatu kesenjangan, perbedaan,

penyimpangan, kefakuman antara apa yang seharusnya dan apa

yang sebenarnya. Seharusnya maksudnya adalah teori sedangkan

sebenarnya adalah kenyataan dan fakta.

b. Proses Mengindentifikasi Masalah

Proses identifikasi masalah untuk menemukan masalah

penelitian. Sebagaimana diketahui, bahwa penelitian itu pasti

berangkat dari masalah dan punya tujuan untuk memecahkan

masalah. Oleh karena itu, selain masalah itu dapat ditemukan dari

sumber-sumber di atas, masalah penelitian menurut Sumadi

Suryabrata (2003: 13) juga dapat ditemukan melalui:

1) Bacaan, terutama bacaan yang berisi laporan hasil penelitian; hal

ini bisa dimanfaatkan karena dalam bagian akhir laporan

penelitian terdapat rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut;

2) Diskusi, seminar dan kegiatan ilmiah lainnya; dalam seminat

atau kegiatan ilmiah lainnya biasanya pembicara sering


melontarkan masalah yang disampaikan secara logis dan

professional. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk diteliti.

3) Pernyataan pemegang otoritas; misalnya pernyataan Mendiknas,

Gubernur, Bupati, dan lain-lain yang sering melontarkan

persoalan-persoalan yang sering dihadapi pemerintahannya,

terutama masalah pendidikan.

4) Pengamatan sepintas; misalnya timbul saat mengadakan studi

komparatif ke sekolah-sekolah tertentu, dll.

5) Pengalaman pribadi; biasanya dari sini banyak timbul persoalan

ketika kehidupan pribadi sering dikaitkan dengan kehidupan

professional seperti pendidikan.

6) Perasaan Intuitif; biasanya muncul tanpa sengaja saat bangun

tidur atau saat-saat setelah habis istirahat, dll.

c. Pendekatan Partisipatif Rural Appraisal

Participatory Rural Appraisal (PRA) atau Pemahaman

Partisipatif Kondisi Pedesaan (PRA) adalah pendekatan dan metode

yang memungkinkan masyarakat secara bersama-sama

menganalisis masalah kehidupan dalam rangka merumuskan

perencanaan dan kebijakan secara nyata. Metode dan pendekatan

ini semakin meluas dan diakui kegunaannya ketika paradigma

pembangunan berkelanjutan mulai dipakai sebagai landasan

pembangunan di negara-negara sedang berkembang. Dalam

paradigma pembangunan berkelanjutan, manusia ditempatkan


sebagai inti dalam proses pembangunan. Manusia dalam proses

pembangunan tidak hanya sebagai penonton tetapi mereka harus

secara aktif ikut serta dalam perencanaa, pelaksanaan, pengawasan

dan menikmati hasil pembangunan. Metode dan pendekatan yang

tampaknya sesuai dengan tuntutan paradigma itu adalah metode dan

pendekatan yang partisipatif.

3. Musyawarah Masyarakat Desa

a. Pengertian

Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) adalah musyawarah

yang dihadiri oleh perwakilan masyarakat untuk membahas

masalah-masalah (terutama yang erat kaitannya dengan

kemungkinan KLB, Kegawatdaruratan & Bencana) yang ada di desa

serta merencanakan penanggulangannya. Topik yang dibahas focus

kepada hasil SMD yang telah diperoleh.

b. Tujuan MMD

1) Agar masyarakat mengenal masalah kesehatan yang dihadapi

dan dirasakan diwilayahnya

2) Agar masyarakat sepakat untuk bersama-sama

menanggulanginya

3) Tersusunnya rencana kerja untuk penanggulangan yang

disepakati bersama

c. Peserta MMD
Peserta yang terlibat dalam pelaksanaan MMD adalah para

kader pelaksana SMD, kepala desa & perangkat desa, tokoh

masyarakat setempat (formal & non-Formal), PKKLPM / KPM,

Karang Taruna, Saka Bakti Husada, PMR, beberapa KK yg di SMD,

pimpinan puskesmas & staf, sektor kecamatan (Sosial, BKKBN,

KUA, dll), ketua organisasi masyarakat (NU, Muhammadiyah,

Perempuan, Pemuda, Partai)

d. Pola Penyelenggaraan MMD

Susunan tempat duduk sebaiknya berbentuk lingkaran

(round table), tidak ada peserta membelakangi peserta yang lainnya,

komposisi jangan seperti diruangan kelas. Pimpinan pertemuan

duduk sederetan, setara dan berada diantara para peserta, tidak

memisah atau duduk dikursi istemewa. Duduk tidak harus selalu

dikursi, boleh juga dilantai diatas tikar/permadani/matras

e. Suasana MMD

Ciptakan suasana kekeluargaan yang akrab. Jangan

cipatakan suasana formal dengan meja yang ditata seperti dimeja

persidangan.

f. Peran Ketua MMD

Mengarahkan pembicaraan agar jangan menyimpang dari

arah yang ditetapkan. Menjadi penengah jika terjadi perselisihan

pendapat dalam pembicaraan. Mengatur lalu-lintas pembicaraan

diantara sesama peserta. Ketua harus selalu berusaha memotivasi


setiap peserta. Ketua jangan terlalu banyak berbicara, ketua

sebaiknya lebih banyak memandu, Ketua harus sabar, tidak

emosional bila ada hal-hal yang menjengkelkan, Ketua harus jeli,

cerdik dan segera bisa menangkap apa yang dimaksud oleh peserta.

Setiap pendapat harus dihargai, jangan memaksakan kehendak

untuk disetujui. Semua keputusan harus berdasarkan musyawarah,

bukan paksaan, Ketua harus selalu memantau kepada bahasa tubuh,

ekspresi, gerak-gerik peserta, apakah mereka kelihatan

bosan/jengkel mendengarkan , bila perlu diselingi dengan gurauan

untuk mencairkan (Ice Breaker). Bila ada hal-hal teknis yang kurang

jelas, terutama tentang masalah/info yang berkaitan dengan

kesehatan, dapat meminta kejelasan / penjelasan dari dokter

Puskesmas / stafnya

a. Langkah-langkah Penyelenggaraan MMD

1) Persiapan

Kader menyiapkan hasil analisis yang ditulis dalam lembar

balik. Kader membantu Kepala Desa menyimpulkan acara,

tata ruangan & perlengkapan, Kader memotivasi/mengajak

para TOMA, TOGA, mengajak kader-kader di desa tersebut

yang lainnya untuk ikut hadir. Ormas yang ada didesa itu

untuk hadir dalam MMD, agar dapat membantu

memecahkan masalah bersama-sama.

2) Proses
Pembukaan dengan menguraikan maksud & tujuan MMD

dipimpin oleh Kades, pengenalan masalah kesehatan

dipimpin bidan, penyajian hasil SMD oleh kelompok SMD,

perumusan & penentuan prioritas masalah kesehatan atas

dasar pengenalan masalah & hasil SMD, rekomendasi teknis

dari bidan, penyusunan rencana pelaksana kegiatan dipimpin

Kades, dan terakhir penutup.

3) Tindak lanjut

Kader membantu kades menyebarkan hasil Musyawarah

tentang Rencana Kerja Penanggulangan masalah dan

membantu menindak-lanjuti untuk kegiatan-

kegiatan.Selanjutnya, mencari calon kader baru, pelatihan

kader & pelaksanaan kegiatan

Tindak lanjut Rencana Kerja hasil MMD yaitu latihan

kader melaksanakan kegiatan masyarakat dibidang kesehatan,

memantau/memonitor hasil kegiatan, memotivasi warga agar

kegiatan dibidang kesehatan dapat dikembangkan baik lokasinya

maupun jenis kegiatannya.

b. Cara Pelaksanaan Musyawarah Masyarakat Desa

1) Pembukaan dilakukan oleh kepala desa dengan menguraikan

tujuan MMD dan menghimbau seluruh peserta agar aktif

mengemukakan pendapat dan pengalaman sehingga

membantu pemecahan masalah yang dihadapi bersama


2) Perkenalan peserta yang dipimpin oleh kader untuk

menimbulkan suasana keakraban

3) Penyajian hasil survei oleh kader selaku pelaksana SMD

4) Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan atas

dasar pengenalan masalah kesehatan dan hasil SMD

dilanjutkan dengan rekomendasi teknis dari petugas

kesehatan di desa/bidan di desa

5) Menggali potensi dan menemukenali potensi yang ada di

masyarakat untuk memecahkan masalah yang dihadapi;

6) Penyusunan rencana kerja penanggulangan masalah

kesehatan yang dipimpin oleh Kepala Desa

7) Menyimpulkan hasil MMD berupa penegasan tentang

rencana kerja oleh Kepala Desa

8) Penutup

c. Tindak Lanjut Musyawarah Masyarakat Desa

Kader/tokoh masyarakat membantu kepala desa

menyebarkan hasil musyawarah/MMD berupa rencana kerja

penanggulangan masalah kesehatan dan membantu

menindaklanjuti untuk kegiatan-kegiatan selanjutnya.

d. Promosi Kesehatan

a. Pengertian

Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan

kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan


bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri,

serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat,

sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik

yang berwawasan kesehatan (Kemenkes, 2011).

Menurut Green (Notoatmodjo, 2007), promosi kesehatan

adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan

intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi,

yang direncanakan untuk memudahkan perilaku dan lingkungan

yang kondusif bagi kesehatan. Green juga mengemukakan bahwa

perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu :

1) Faktor predisposisi (predisposising factors), yang meliputi

pengetahuandan sikap seseorang.

2) Faktor pemungkin (enabling factors), yang meliputi sarana,

prasarana, dan fasilitas yang mendukung terjadinya perubahan

perilaku.

3) Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat

bagi seseorang untuk mengubah perilaku seperti tokoh

masyarakat, undang-undang, peraturan-peraturan dan surat

keputusan.

b. Tujuan Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan adalah suatu proses yang bertujuan

memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan

dan meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas


mengenai pemberdayaan diri sendiri (self empowerment). Proses

pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama

masyarakat serta sesuai dengan sosial budaya setempat. Demi

mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik dari fisik, mental

maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan

mewujudkan 9 aspirasi dan kebutuhannya, serta mampu mengubah

atau mengatasi lingkungannya (Kemenkes, 2011).

c. Sasaran Promosi Kesehatan

Menurut Maulana (2009), pelaksanaan promosi kesehatan

dikenal memiliki 3 jenis sasaran yaitu sasaran primer, sekunder dan

tersier.

1) Sasaran primer

Sasaran primer kesehatan adalah pasien, individu sehat dan

keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat.

Masyarakat diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang

tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan

sehat (PHBS).Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku

bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku pasien,

individu sehat dan keluarga (rumah tangga) akan sulit dicapai

jika tidak didukung oleh sistem nilai dan norma sosial serta

norma hukum yang dapat diciptakan atau dikembangkan oleh

para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun

pemuka formal. Keteladanan dari para pemuka masyarakat, baik


Pemuka informal maupun formal dalam mempraktikkan PHBS.

Suasana lingkungan sosial yang kondusif (social pressure) dari

kelompok-kelompok masyarakat dan pendapat umum (public

opinion). Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi

terciptanya PHBS, yang dapat diupayakan atau dibantu

penyediaannya oleh mereka yang bertanggung jawab dan

berkepentingan (stakeholders), khususnya perangkat

pemerintahan dan dunia usaha (Maulana, 2009).

2) Sasaran Sekunder

Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik

pemuka informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan

lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan,

pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan

dan media massa. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam

upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga

(rumah tangga) dengan cara: berperan sebagai panutan dalam

mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan informasi

tentang PHBS dan menciptakan suasana yang kondusif bagi

PHBS. Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group)

guna mempercepat terbentuknya PHBS (Maulana, 2009).

3) Sasaran Tersier

Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang

berupa peraturan perundangan-undangan di bidang kesehatan


dan bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat

memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka

diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien,

individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara :

Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan yang

tidak merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung

terciptanya PHBS dan kesehatan masyarakat. Membantu

menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang

dapat mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien,

individu sehat dan keluarga (rumah tangga) pada khususnya

serta masyarakat luas pada umumnya (Maulana, 2009)

e. Desa Siaga

a. Pengertian

Desa siaga merupakan strategi baru pembangunan

kesehatan. Desa siaga lahir sebagai respon pemerintah terhadap

masalah kesehatan di Indonesia yang tak kunjung selesai. Tingginya

angka kematian ibu dan bayi, munculnya kembali berbagai penyakit

lama seperti tuberkulosis paru, merebaknya berbagai penyakit baru

yang bersifat pandemic seperti SARS, HIV/AIDS dan flu burung

serta belum hilangnya penyakit endemis seperti diare dan demam

berdarah merupakan masalah utama kesehatan di Indonesia.

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 564/MENKES/SK/VIII/2006, tentang Pedoman


Pelaksanaan Pengembangan Desa siaga, desa siaga merupakan desa

yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan

serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah

kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri.

Desa siaga adalah suatu konsep peran serta dan pemberdayaan

masyarakat di tingkat desa, disertai dengan pengembangan

kesiagaan dan kesiapan masyarakat untuk memelihara kesehatannya

secara mandiri.

Desa yang dimaksud di sini dapat berarti kelurahan atau

nagari atau istilah-istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asalusul

dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Depkes, 2007).

Konsep desa siaga adalah membangun suatu sistem di suatu desa

yang bertanggung jawab memelihara kesehatan masyarakat itu

sendiri, di bawah bimbingan dan interaksi dengan seorang bidan dan

2 orang kader desa. Di samping itu, juga dilibatkan berbagai

pengurus desa untuk mendorong peran serta masyarakat dalam

program kesehatan seperti imunisasi dan posyandu (Depkes 2009).

b. Tujuan pegembangan Desa Siaga


Secara umum, tujuan pengembangan desa siaga adalah
terwujudnya masyarakat desa yang sehat, peduli dan tanggap
terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Selanjutnya,
secara khusus, tujuan pengembangan desa siaga (Depkes, 2006),
adalah :
1) Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa
tentang pentingnya kesehatan.
2) Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat
desa.
3) Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan
perilaku hidup bersih dan sehat.
4) Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa.
c. Kriteria Desa Siaga
Suatu desa dikatakan menjadi desa siaga apabila memenuhi
kriteria berikut (Depkes, 2006) :
1) Memiliki 1 orang tenaga bidan yang menetap di desa tersebut
dan sekurang-kurangnya 2 orang kader desa.
2) Memiliki minimal 1 bangunan pos kesehatan desa (poskesdes)
beserta peralatan dan perlengkapannya. Poskesdes tersebut
dikembangkan oleh masyarakat yang dikenal dengan istilah
upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang
melaksanakan kegiatan-kegiatan minimal :
a) Pengamatan epidemiologis penyakit menular dan yang
berpotensi menjadi kejadian luar biasa serta faktor-faktor
risikonya.
b) Penanggulangan penyakit menular dan yang berpotensi
menjadi KLB serta kekurangan gizi.
c) Kesiapsiagaan penanggulangan bencana dan
kegawatdaruratan kesehatan.
d) Pelayanan kesehatan dasar, sesuai dengan
kompetensinya.
e) Kegiatan pengembangan seperti promosi kesehatan, kadarzi,
PHBS, penyehatan lingkungan dan lain-lain.
d. Prinsip Pengembangan Desa Siaga
Prinsip pengembangan desa siaga (Depkes, 2008), yaitu :
1) Desa siaga adalah titik temu antara pelayanan kesehatan dan
program kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah
dengan upaya masyarakat yang terorganisir.
2) Desa siaga mengandung makna “kesiapan” dan “kesiagaan”
Kesiagaan masyarakat dapat didorong dengan memberi
informasi yang akurat dan cepat tentang situasi dan masalah-
masalah yang mereka hadapi.
3) Prinsip respons segera. Begitu masyarakat mengetahui adanya
suatu masalah, mereka melalui desa siaga, akan melakukan
langkah-langkah yang perlu dan apabila langkah tersebut tidak
cukup, sistem kesehatan akan memberikan bantuan (termasuk
pustu, puskesmas, Dinkes, dan RSUD).
4) Desa siaga adalah “wadah” bagi masyarakat dan sistem
pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan berbagai
program kesehatan.
e. Kegiatan Pokok Desa Siaga
Secara organisasi, koordinasi dan kontrol proses
pengembangan desa siaga dilakukan oleh sebuah organisasi desa
siaga. Organisasi desa siaga ini berada di tingkat desa/kelurahan
dengan penanggung jawab umum kepala desa atau lurah. Sedangkan
pengelola kegiatan harian desa siaga, bertugas melaksanakan
kegiatan lapangan seperti pemetaan balita untuk penimbangan dan
imunisasi, pemetaan ibu hamil, membantu tugas administrasi di
poskesdes dan lain-lain. Kegiatan pokok desa siaga :
1) Surveilans dan pemetaan : Setiap ada masalah kesehatan di
rumah tangga akan dicatat dalam kartu sehat keluarga.
Selanjutnya, semua informasi tersebut akan direkapitulasi dalam
sebuah peta desa (spasial) dan peta tersebut dipaparkan di
poskesdes.
2) Perencanaan partisipatif: Perencanaan partisipatif di laksanakan
melal ui survei mawas diri (SMD) dan musyawarah masyarakat
desa (MMD). Melalui SMD, desa siaga menentukan prioritas
masalah. Selanjutnya, melalui MMD, desa siaga menentukan
target dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai
target tersebut. Selanjutnya melakukan penyusunan anggaran.
3) Mobilisasi sumber daya masyarakat : Melalui forum desa siaga,
masyarakat dihimbau memberikan kontribusi dana sesuai
dengan kemampuannya. Dana yang terkumpul bisa
dipergunakan sebagai tambahan biaya operasional poskesdes.
Desa siaga juga bisa mengembangkan kegiatan peningkatan
pendapatan, misalnya dengan koperasi desa. Mobilisasi sumber
daya masyarakat sangat penting agar desa siaga berkelanjutan
(sustainable).
4) Kegiatan khusus: Desa siaga dapat mengembangkan kegiatan
khusus yang efektif mengatasi masalah kesehatan yang
diprioritaskan. Dasar penentuan kegiatan tersebut adalah
pedoman standar yang sudah ada untuk program tertentu, seperti
malaria, TBC dan lain-lain. Dalam mengembangkan kegiatan
khusus ini, pengurus desa siaga dibantu oleh fasilitator dan pihak
puskesmas.
5) Monitoring kinerja : Monitoring menggunakan peta rumah
tangga sebagai bagian dari surveilans rutin. Setiap rumah tangga
akan diberi Kartu Kesehatan Keluarga untuk diisi sesuai dengan
keadaan dalam keluarga tersebut. Kemudian pengurus desa siaga
atau kader secara berkala mengumpulkan data dari Kartu
Kesehatan Keluarga untuk dimasukkan dalam peta desa.
6) Manajemen keuangan: Desa siaga akan mendapat dana hibah
(block grant) setiap tahun dari DHS-2 guna mendukung
kegiatannya. Besarnya sesuai dengan proposal yang diajukan
dan proposal tersebut sebelumnya sudah direview oleh Dewan
Kesehatan Desa, kepala desa, fasilitator dan Puskesmas. Untuk
menjaga transparansi dan akuntabilitas, penggunaan dana
tersebut harus dicatat dan dilaporkan sesuai dengan pedoman
yang ada.
f. Tahapan pengembangan desa siaga
Pengembangan desa siaga merupakan aktivitas yang
berkelanjutan dan bersifat siklus. Setiap tahapan meliputi banyak
aktivitas.
1) Pada tahap 1 dilakukan sosialisasi dan survei mawas diri (SMD),
dengan kegiatan antara lain : Sosialisasi, Pengenalan kondisi
desa, Membentuk kelompok masyarakat yang melaksanakan
SMD, pertemuan pengurus, kader dan warga desa untuk
merumuskan masalah kesehatan yang dihadapi dan menentukan
masalah prioritas yang akan diatasi.
2) Pada tahap 2 dilakukan pembuatan rencana kegiatan.
Aktivitasnya, terdiri dari penentuan prioritas masalah dan
perumusan alternatif pemecahan masalah. Aktivitas tersebut,
dilakukan pada saat musyawarah masyarakat 2 (MMD-2).
Selanjutnya, penyusunan rencana kegiatan, dilakukan pada saat
musyawarah masyarakat 3 (MMD)
3) Sedangkan kegiatan antara lain memutuskan prioritas masalah,
menentukan tujuan, menyusun rencana kegiatan dan rencana
biaya, pemilihan pengurus desa siaga, presentasi rencana
kegiatan kepada masyarakat, serta koreksi dan persetujuan
masyarakat.
4) Tahap 3, merupakan tahap pelaksanaan dan monitoring, dengan
kegiatan berupa pelaksanaan dan monitoring rencana kegiatan.
5) Tahap 4, yaitu : kegiatan evaluasi atau penilaian, dengan
kegiatan berupa pertanggung jawaban.
Pada pelaksanaannya, tahapan diatas tidak harus berurutan,
namun disesuaikan dengan kondisi masing-masing desa/kelurahan.

Anda mungkin juga menyukai