Anda di halaman 1dari 54

Materi Ke NU an

BAB IV
PERANAN NAHDLATUL ULAMA
DALAM MEMPERJUANGKAN BERDIRINYA NEGARA RI

Kompetensi Dasar :
Mendiskripsikan peran perjuangan Nahdlatul Ulama dalam memperjuangkan berdirinya
Negara RI

Indikator :
1 . Siswa mampu menunjukkan peran Nahdlatul Ulama pada masa penjajahan Belanda
2 . Siswa mampu mengidentifikasi peran Nahdlatul Ulama pada masa pendudukan Jepang
3 . Siswa mampu menjelaskan peran Nahdlatul Ulama dalam membentuk dasar Negara

A. Peran Nahdlatul Ulama Pada Masa Penjajahan Belanda

Nahdlatul Ulama dalam setiap langkahnya selalu mengutamakan kepentingan


bangsa dan negara. Selain dilandasi oleh nilai-nilai ke-Islam-an, juga didasari nilai-nilai
ke-Indonesia-an dan semangat nasionalisme yang tinggi.

Peranan Nahdlatul Ulama pada masa penjajahan Belanda dapat dilihat pada
Muktamar Nahdlatul Ulama ke-II di Banjarmasin pada tahun 1936. Pada saat itu ditetapkan
kedudukan Hindia Belanda (Indonesia) sebagai Dar al-Salam, yang menegaskan keterikatan
Nahdlatul Ulama dengan nusa-bangsa. Meskipun disadari peraturan yang berlaku tidak
menggunakan Islam sebagai dasarnya, akan tetapi Nahdlatul Ulama tidak mempersoalkan,
karena yang terpenting adalah umat Islam dapat melaksanakan syariat agamanya dengan
bebas.

Pada pekembangan selanjutnya, tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama mulai terlibat secara


aktif dalam dunia politik. Hal ini terlihat pada saat tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama ikut
memprakarsai lahirnya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada tahun 1937, yang kemudian
dipimpin oleh KH. Abdul Wachid Hasyim. Ide mendirikan MIAI tidak bisa lepas dari kerangka
usaha pengembangan Nahdlatul Ulama dalam perjuangan bangsa Indonesia sebelum
kemerdekaan. Sebab baik dilihat dari sudut historis maupun semangat yang membentuk diri
MIAI menjadi besar, tidak pernah lepas dari peranan Nahdlatul Ulama.
MIAI pada dasarnya bergerak di bidang keagamaan, namun dalam setiap
aktivitasnya sarat dengan muatan politik. MIAI berusaha mempengaruhi kebijakan-kebijakan
politik, melalui pengajuan tuntutan kepada penguasa, baik mengenai hal-hal yang secara
langsung terkait dengan masalah keagamaan maupun tidak, bahkan masalah internasional.
Tuntutan tersebut antara lain : Indonesia berparlemen, persoalan Palestina dan mencabut
Guru Ordonantie tahun 1925.

Pada masa penjajahan Belanda sikap Nahdlatul Ulama jelas, yaitu menerapkan
politik non cooperation (tidak mau kerja sama) dengan Belanda. Untuk menanamkan rasa
benci kepada penjajah, para ulama mengharamkan segala sesuatu yang berbau Belanda,
sehingga semakin menumbuhkan rasa kebangsaan dan anti penjajah.Hal ini terlihat ketika
Nahdlatul Ulama menolak mendudukkan wakilnya dalam Volksraad (DPR masa Belanda).

Di samping itu para ulama Nahdlatul Ulama juga memberikan fatwa kepada umat
Islam untuk tidak meniru pakaian model Belanda, seperti celana panjang atau pakaian
berdasi, dengan sebuah landasan (qaul)

Artinya : Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia menjadi bagian dari mereka.

Fatwa para ulama tersebut sangat ditaati oleh para santri, sehingga mereka lebih suka
memakai sarung daripada celana panjang, meskipun sebenarnya tidak ada larangan dalam
Islam untuk memakai celana panjang.

Di saat Belanda datang lagi dengan membonceng tentara sekutu sambil


mengultimatum agar Indonesia menyerah, Nahdlatul Ulama mengeluarkan mengeluarkan
pernyataan yang dikenal dengan Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober 1945 untuk
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Adapun isi Resolusi Jihad tersebut
adalah :
1. Kemerdekaan RI yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 wajib
dipertahankan.
2. Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintah wajib dibela dan dipertahankan.
3. Umat Islam Indonesia terutama warga Nahdlatul Ulama wajib mengangkat senjata
melawan penjajah Belan
da dan kawan-kawannya yang hendak menjajah Indonesia kembali.
4. Kewajiban itu adalah suatu jihad yang menjadi kewajiban umat Islam yang berada pada
radius 94 km (jarak
diperbolehkannya menjama’ shalat). Adapun yang berada di luar radius itu berkewajiban
membantu saudara
saudaranya yang berada dalam radius km tersebut.

Resolusi jihad yang dikeluarkan oleh Nahdlatul Ulama berdampak besar di Jawa
Timur. Pada tanggal 10 Nopember 1945 di Surabaya, terjadi sebuah pemberontakan
massal, yang di dalamnya terdapat banyak pengikut Nahdlatul Ulama ikut terlibat aktif, di
bawah pimpinan Bung Tomo. Peristiwa inilah yang kemudian dikenal dengan Hari
Pahlawan.

Dalam rangka mempertahankan kemerdekaan tersebut, terbentuklah


organisasi-organisasi perlawanan terhadap Belanda, antara lain Hizbullah di bawah
pimpinan KH. Zainul Arifin dan Sabilillah di bawah pimpinan KH. Masjkur.

B. Peran Nahdlatul Ulama Pada Masa Pendudukan Jepang

Sejarah bangsa Indonesia mencatat perkembangan baru setelah Maret 1942 Jepang
menggantikan kedudukan Belanda. Pada mulanya kedatangan Jepang disambut dengan
baik oleh bangsa Indonesia, tetapi berubah menjadi kebencian setelah diketahui bahwa
Jepang tidak lebih baik dari Belanda.

Rezim baru ini segera tampak lebih represif (menekan). Jendral Imamura (Panglima
Jepang pertama di Jawa) mengeluarkan dekrit yang membekukan aktivitas organisasi politik
dan organisasi sosial kemasyarakatan. Larangan ini sama artinya dengan membunuh
aktivitas organisasi politik dan organisasi sosial kemasyarakatan, termasuk Nahdlatul Ulama
dan MIAI. Bahkan KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Mahfudz Shiddiq ditahan oleh Jepang.

Ketika aktivitas organisasi sosial kemasyarakatan dibekukan, perjuangan ulama


Nahdlatul Ulama difokuskan melalui jalur diplomasi. KH. Abdul Wahid Hasyim dan beberapa
ulama lain masuk sebagai anggota Chuo Sangi-In (parlemen buatan Jepang). Melalui
parlemen ini KH. Abdul Wahid Hasyim meminta Jepang mengizinkan Nahdlatul Ulama
diaktifkan kembali dan pada bulan September 1943 permintaan tersebut dikabulkan.

Pada akhir Oktober 1943 perjuangan diplomasi terus ditingkatkan melalui berdirinya
wadah perjuangan baru bagi umat Islam Indonesia yang bernama Majelis Syura Muslimin
Indonesia (Masyumi). KH. Hasyim Asy’ari diangkat sebagai pemimpin tertinggi dan KH.
Abdul Wahid Hasyim duduk sebagai wakilnya. Masyumi adalah kelanjutan dari MIAI yang
dibubarkan Jepang.

Melalui Masyumi KH. Abdul Wahid Hasyim meminta Jepang melatih kemiliteran para
santri di pesantren secara khusus dan terpisah. Pada 14 Oktober 1944 permintaan itu
dikabulkan dengan dibentuknya Hizbullah dan Sabilillah. Permintaan ini merupakan akal
cerdik KH. Abdul Wahid Hasyim, sebab pada akhirnya nanti, justru akan mengadili Jepang
dengan pucuk senjata.

Sementara di bidang politik, selain aktif dalam Masyumi KH. Abdul Wahid Hasyim
juga duduk sebagai pimpinan tertinggi Shumubu (Kantor Urusan Agama) menggantikan KH.
Hasyim Asy’ari. Shumubu pada awalnya dipimpin oleh Kolonel Horrie yang bertugas
mengawasi secara ketat organisasi-organisasi Islam, terutama terhadap pendidikan Islam.

Sikap menentang keras Nahdlatul Ulama terhadap Jepang terlihat ketika ada
perintah untuk melakukan seikere(ritual penghormatan kepada Tenno Heika dengan posisi
siap membungkukkan badan 90 derajat semacam ruku’ dalam shalat). Perintah ini
diperuntukkan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali, setiap pagi sebelum melakukan
aktivitas. KH. Hasyim Asy’ari menyerukan kepada seluruh umat Islam khususnya warga
Nahdlatul Ulama untuk tidak melakukan seikere karena hukumnya haram.

Semasa pendudukan Jepang aktivitas Nahdlatul Ulama terpusat pada perjuangan


membela tanah air baik secara fisik maupun politik. Nahdlatul Ulama sudah tidak lagi
mengkhususkan diri pada urusan sosial kemasyarakatan dan keagamaan saja, melainkan
juga melibatkan diri pada urusan politik.

C. Peran Nahdlatul Ulama Dalam Membentuk Dasar Negara

Bahwa perjuangan umat Islam Indonesia untuk menolak penjajahan dan


memperjuangkan kemerdekaan bangsa dari tangan penjajah telah berlangsung sejak lama.
Begitu pula ketika perjuangan merebut kemerdekaan sudah mendekati keberhasilannya.
Umat Islam memberikan saham yang sangat besar dalam mempersiapkan lahirnya Negara
Indonesia merdeka, yaitu melalui para pemimpinnya, umat Islam ikut menentukan wujud,
asas dan hukum negara yang akan lahir itu.

Untuk mematangkan persiapan Indonesia menyambut kemerdekaannya, pada


tanggal 29 April 1945 dibentuklah Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, BPUPKI) yang anggotanya berjumlah 62
orang diketuai oleh Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai wakilnya juga di dalamnya KH.
Abdul Wahid Hasyim sebagai anggota.

Selanjutnya KH. Abdul Wahid Hasyim juga terlibat aktif dalam perumusan konstitusi
dan dasar negara bersama tokoh lain, yaitu : Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad
Yamin, Achmad Soebardjo, Abikoesno Tjokrosoejoso, H. Agus Salim, A.A. Maramis dan
Abdul Kahar Muzakkir yang disebut Panitia Sembilan. Mereka membubuhkan tanda
tangannya pada Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945.

Piagam Jakarta sendiri merupakan kesepakatan awal antara golongan Islam dengan
golongan nasionalis dalam hal perumusan Undang-Undang Dasar. Kesepakatan itu
termaktub dalam suatu naskah yang akan dijadikan sebagai preambul atau pembukaan
Undang-Undang Dasar. Dalam naskah pembukaan itulah disebutkan bahwa Pancasila
menjadi dasar negara Indonesia.
Bagi Nahdlatul Ulama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan bentuk final dari sistem kebangsaan dan akan
terus dipertahankan kelestariannya, telah menjadi salah satu bukti bahwa Nahdlatul Ulama
memiliki semangat nasionalisme yang tinggi.

RAGKUMAN

1. Keterlibatan Nahdlatul Ulama dalam mewujudkan Indonesia merdeka keberadaannya


tidak bisa dipungkiri. Nahdlatul Ulama menganggap bahwa kewajiban berbangsa dan
bernegara adalah merupakan sesuatu yang final.

2. Sikap dan pandangan Nahdlatul Ulama terhadap penjajah terbaca dari perjalanannya
yang kemudian disebut sikap non cooperation, yaitu sikap menentang atau tidak mau
bekerja sama berkaitan dengan kebijakan-kebijakan penjajah yang merugikan atau bahkan
mengancam bangsa, terutama umat Islam.

3. Peran yang diperlihatkan Nahdlatul Ulama baik pada masa penjajah Belanda maupun
Jepang, menunjukkan suatu bukti bahwa Nahdlatul Ulama mempunyai nasionalisme yang
tinggi, karena menyadari sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

4. Nahdlatul Ulama juga turut berperan dalam membentuk dasar Negara melalui
keikutsertaan KH. Abdul Wahid Hasyim sebagai salah satu anggota panitia sembilan yang
merumuskan undang-undang dasar.

EVALUASI

A. Pilihlah jawaban a, b, c atau d pada pertanyaan di bawah ini yang kamu anggap benar !

1. Muktamar Nahdlatul Ulama ke-II di Banjarmasin pada tahun 1936 memutuskan


Indonesia sebagai ….
a. Negara Kesatuan Republik Indonesia
b. Negara Federal
c. Dar al-Salam
d. Dar al-Ulum

2. Nahdlatul Ulama ikut memprakarsai berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia pada tahun
….
a. 1935
b. 1936
c. 1937
d. 1938

3. Pada masa penjajah Belanda Nahdlatul Ulama bersikap non cooperation, yang berarti
….
a. tidak mau bekerja sama
b. bersedia bekerja sama
c. bekerja sama dalam hal tertentu
d. menolak penjajahan

4. Resolusi Jihad yang dikeluarkan Nahdlatul Ulama pada tanggal 22 Oktober 1945
memberi inspirasi lahirnya peristiwa ….
a. Hari Pahlawan
b. Palagan Ambarawa
c. Sumpah Pemuda
d. Proklamasi Kemerdekaan
5. Pemimpin laskar Hizbullah dan Sabilillah adalah …
a. KH. Zainul Arifin dan KH. Masjkur
b. KH. Zainul Arifin dan KH. Abdul Wahid Hasyim
c. KH. Masjkur dan KH. Abdul Wahid Hasyim
d. KH. Masjkur dan KH. Abdul Wahab Hasbullah

6. Tokoh Nahdlatul Ulama yang pernah ditahan oleh Jepang adalah ….


a. KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Abdul Wahid Hasyim
b. KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Mahfudz Shiddiq
c. KH. Abdul Wahid Hasyim dan KH. Mahfudz Shiddiq
d. KH. Abdul Wahid Hasyim dan KH. Ahmad Shiddiq

7. Pada masa Jepang perjuangan diplomasi Nahdlatul Ulama dilakukan melalui ….


a. MIAI
b. Volksraad
c. Majelis Syura Muslimin Indonesia
d. Shumubu
.
8. Hizbullah dan Sabilillah dibentuk pada tanggal ….
a. 11 Oktober 1944
b. 12 Oktober 1944
c. 13 Oktober 1944
d. 14 Oktober 1944

9. Tokoh Nahdlatul Ulama yang menjadi salah satu anggota Panitia Sembilan adalah ….
a. KH. Hasyim Asy’ari
b. KH. Abdul Wahid Hasyim
c. KH. Abdul Wahab Hasbullah
d. KH. Ahmad Shiddiq

10. Piagam Jakarta yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan ditandatangani pada tanggal ….
a. 22 Juni 1945
b. 23 Juni 1945
c. 24 Juni 1945
d. 25 Juni 1945

B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan tepat !


1. Jelaskan sikap Nahdlatul Ulama terhadap penjajah Belanda !
2. Sebutkan landasan (qaul) yang digunakan Nahdlatul Ulama yang memberikan fatwa
kepada umat Islam untuk tidak meniru pakaian model Belanda !
3. Sebutkan isi dari Resolusi Jihad !
4. Apakah yang dimaksud seikere ?
5. Sebutkan anggota dari Panitia Sembilan !

BAB V
PERANAN NAHDLATUL ULAMA
DALAM MEMPERJUANGKAN KEBERADAAN NEGARA RI

Kompetensi Dasar :
Mendiskripsikan peran perjuangan Nahdlatul Ulama dalam memperjuangkan keberadaan
Negara RI

Indikator :
1 . Siswa mampu menunjukkan peran Nahdlatul Ulama dalam bidang keagamaan dan
ekonomi
2 . Siswa mampu menjelaskan peran Nahdlatul Ulama dalam bidang pendidikan
3 . Siswa mampu mengidentifikasi peran Nahdlatul Ulama pada masa reformasi
4 . Siswa mampu menjelaskan peran Nahdlatul Ulama dalam bidang politik

A. Peran Nahdlatul Ulama Dalam Bidang Keagamaan Dan Ekonomi

1. Bidang Keagamaan

Sejak berdiri Nahdlatul Ulama menegaskan dirinya sebagai organisasi keagamaan


Islam (Jam’iyyah Diniyyah Islamiyah). Nahdlatul Ulama didirikan untuk meningkatkan mutu
pribadi-pribadi muslim yang mampu menyesuaikan hidup dan kehidupannya dengan ajaran
agama Islam serta mengembangkannya, sehingga terwujudlah peranan agama Islam dan
para pemeluknya sebagai rahmatan lil ‘alamin (sebagai rahmat bagi seluruh alam)
sebagaimana firman Allah SWT :

‫وﻣﺎ أرﺳﻠﻨﺎك إﻻ رﺣﻤﺔ ﻟﻠﻌﺎﻟﻤﯿﻦ‬

Artinya : Tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) kecuali menjadi rahmat bagi seluruh
alam. (QS. Ali Imran
107)

Sebagai organsasi keagamaan, Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak


terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha memegang teguh prinsip
persaudaraan (ukhuwah), toleransi (tasamuh), kebersamaan dan hidup berdampingan antar
sesama umat Islam maupun dengan sesama warga negara yang mempunyai keyakinan
atau agama lain untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa
yang kokoh dan dinamis.

Sebagai organisasi keagamaan, tentunya Naahdlatul Ulama memiliki ciri keagamaan


yang dapat dilihat dalam beberapa hal, antara lain :
1 . Didirikan karena motif keagamaan, tidak karena dorongan politik, ekonomi atau
lainnya.
2 . Berasas keagamaan sehingga segala sikap tingkah laku dan karakteristik
perjuangannya selalu disesuaikan dan diukur dengan norma hukum dan ajaran agama.
3 . Bercita-cita keagamaan yaitu Izzul Islam wal Muslimin (kejayaan Islam dan kaum
muslimin) menuju Rahmatan lil ‘Alamin (menyebar rahmat bagi seluruh alam).
4 . Menitikberatkan kegiatannya pada bidang-bidang yang langsung berhubungan
dengan keagamaan, seperti masalah ubudiyyah, mabarrat, dakwah, ma’arif, muamalah dan
sebagainya.

Ciri keagamaan tersebut dijabarkan dalam strategi dan wujud


kegiatan-kegiatan pokok, dengan mengutamakan :
1 . Pembinaan pribadi-pribadi muslim supaya mampu menyesuaikan hidup dan
kehidupannya menuju terwujudnya Jama’ah Islamiyah (masyarakat Islam).
2 . Dorongan dan bimbingan kepada umat terutama pada warganya untuk mau dan
mampu melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan rangkaian perjuangan besar
meluhurkan kalimah Allah SWT.
3 . Mengorganisasikan kegiatan-kegiatan tersebut dalam wadah perjuangan dengan
tata kerja dan tata tertib berdasar musyawarah.

2. Bidang Ekonomi

Bagi semua orang, berekonomi dalam pengertian berbuat untuk mendapat nafkah hidup
adalah suatu kebutuhan mutlak. Bagi orang beragama, berekonomi adalah perintah Allah
SWT dan pelaksanaannya harus disesuaikan dengan ajaran dan hukum agama.
Berekonomi adalah sarana mutlak untuk memelihara kelangsungan hidup dan di dalam
hidup itulah orang dapat ibadah, berbuat sesuatu untuk kepentingan agama, bangsa dan
Negara.

Berekonomi dalam Islam adalah sekedar memenuhi kebutuhan pokok bagi diri sendiri dan
keluarga. Tetapi Islam tidak membiarkan pemeluknya hanya sekedar mampu memenuhi
kebutuhan yang paling minim bagi diri dan keluarganya saja.

Islam mendorong secara tegas supaya para pemeluknya memiliki harta benda yang berlebih
dari kebutuhan pokoknya, sehingga mampu melaksanakan kewajiban berzakat. Mampu
berzakat berarti memiliki harta benda sedikitnya satu nisab. Orang baru terlepas dari
kewajiban itu setelah ternyata tidak mampu, Islam tidak menyenangi kemiskinan, bahkan
mengajarkan pemberantasan kemiskinan antara lain dengan kewajiban membayar zakat.

Nahdlatul Ulama tidak melupakan aspek ekonomi dalam program kerjanya yang permanen,
karena seluruh warganya berekonomi dan dalam berekonomi itu harus ditaati dan diikuti
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh agama.

Dalam Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama pasal 6 huruf d ditegaskan bahwa di bidang
ekonomi, mengusahakan terwujudnya pembangunan ekonomi dengan mengupayakan
pemerataan kesempatan untuk berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan dengan
mengutamakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi kerakyatan. Dengan demikian jelas
bahwa kesejahteraan umat merupakan masalah yang menjadi perhatian utama Nahdlatul
Ulama dalam kiprahnya di bidang ekonomi.

Program berekonomi Nahdlatul Ulama dibatasi tidak lebih dari pokok-pokok ajaran agama
dalam berekonomi, yaitu :
1 . Mendorong para anggotanya untuk meningkatkan kegiatannya berekonomi demi
meningkatkan kemampuan ekonominya.
2 . Membimbing para anggotanya supaya dalam berekonomi selalu mentaati dan
mengikuti hukum dan ajaran Islam.

Berangkat dari pokok-pokok di atas, maka Nahdlatul Ulama dapat mewujudkannya


dengan cara :
1 . Membentuk koperasi tingkat bawah yang tumbuh dari kebutuhan nyata.
2 . Menciptakan jaringan-jaringan kerja ekonomi antara tingkat pedesaan dengan
pedesaan, perkotaan dengan perkotaan dan pedesaan dengan perkotaan.
3 . Nahdlatul Ulama selalu mengajukan gagasan, ajakan dan pengawasan tentang
penentuan skala prioritas pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah.

Nahdlatul Ulama juga mengembangkan ekonomi melalui peran serta


pesantren, karena terbukti sangat efektif. Letak pesantren yang pada umumnya di pedesaan
memungkinkan lembaga ini memahami persoalan-persoalan desa, sehingga
gagasan-gagasan pengembangan kesejahteraan yang datang dari luar dapat diserap
dengan baik oleh masyarakat setelah diolah dan disampaikan oleh pesantren. Disamping itu
Nahdlatul Ulama juga memiliki perangkat organisasi yang mendukung program ekonominya,
seperti : lembaga perekonomian dan lembaga pengembangan pertanian.

B. Peran Nahdlatul Ulama Dalam Bidang Pendidikan

Nahdlatul Ulama memaknai pendidikan tidak semata-mata sebagai sebuah hak,


melainkan juga kunci dalam memasuki kehidupan baru. Pendidikan merupakan tanggung
jawab bersama dan harmonis antara pemerintah, masyarakat dan keluarga. Ketiganya
merupakan komponen pelaksana pendidikan yang interaktif dan berpotensi untuk
melakukan tanggung jawab dan harmonisasi.

Fungsi pendidikan bagi Nahdlatul Ulama adalah, satu, untuk mencerdaskan manusia
dan bangsa sehingga menjadi terhormat dalam pergaulan bangsa di dunia, dua, untuk
memberikan wawasan yang plural sehingga mampu menjadi penopang pembangunan
bangsa.

Gerakan pendidikan Nahdlatul Ulama sebenarnya sudah dimulai sebelum Nahdlatul


Ulama sebagai organisasi secara resmi didirikan. Cikal bakal pendidikan Nahdlatul Ulama
dimulai dari berdirinya Nahdlatul Wathan, organisasi penyelenggara pendidikan yang lahir
sebagai produk pemikiran yang dihasilkan oleh forum diskusi yang disebut Tashwirul Afkar,
yang dipimpin oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah. Organisasi ini mempunyai tujuan untuk
memperluas dan mempertinggi mutu pendidikan sekolah atau madrasah yang teratur.

Dalam mengusahakan terciptanya pendidikan yang baik, maka Nahdlatul Ulama


memandang perlunya proses pendidikan yang terencana, teratur dan terukur.Sekolah atau
madrasah menjadi salah satu program permanen Nahdlatul Ulama, disamping jalur non
formal seperti pesantren.

Sekolah atau madrasah yang dimiliki Nahdlatul Ulama memiliki karakter yang
khusus, yaitu karakter masyarakat. Diakui sebagai milik masyarakat dan selalu bersatu
dengan masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Sejak semula masyarakat
mendirikan sekolah atau madrasah selalu dilandasi oleh mental, percaya pada diri sendiri
dan tidak menunggu bantuan dari luar. Pada masa penjajahan, Nahdlatul Ulama secara
tegas menolak bantuan pemerintah jajahan bagi sekolah atau madrasah dan segala bidang
kegiatannya.

Lembaga Pendidikan Ma’arif (LP Ma’arif) yang berdiri pada tanggal 19 September
1929 M atau bertepatan dengan 14 Rabiul Tsani 1347 H adalah lembaga yang membantu
Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan yang selalu berusaha meningkatkan dan
mengembangkan sekolah atau madrasah menjadi lebih baik.

Sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk mengelola pendidikan di


lingkungan Nahdlatul Ulama, LP Ma’rif mempunyai visi dan misi yang selalu diperjuangkan
demi meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan Nahdlatul Ulama. Visi dan misi yang
dimaksud adalah :

1. Visi
a. Terciptanya manusia unggul yang mampu berkompetisi dan sains dan teknologi
serta berwawasan Ahlussunnah Wal Jama’ah.
b. Tersedianya kader-kader bangsa yang cakap, terampil dan bertanggung jawab
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berakhlak karimah.
c. Terwujudnya kader-kader Nahdlatul Ulama yang mandiri, kreatif dan inovatif dalam
melakukan pencerahan kepada masyarakat.

2. Misi
a. Menjadikan lembaga pendidikan yang berkualitas unggul dan menjadi idola
masyarakat.
b. Menjadikan lembaga pendidikan yang independen dan sebagai perekat komponen
bangsa.

Selain sekolah atau madrasah, pendidikan lain yang dikelola Nahdlatul


Ulama adalah pesantren. Dengan segala dinamikanya, keberadaan pesantren telah
memberikan sumbangan besar yang tidak ternilai harganya dalam mencerdaskan anak
bangsa, menyuburkan tradisi keagamaan yang kuat serta menciptakan generasi yang
berakhlak karimah.

Pendidikan pesantren dirancang dan dikelola oleh masyarakat, sehingga pesantren


memiliki kemandirian yang luar biasa, baik dalam memenuhi kebutuhannya sendiri,
mengembangkan ilmu (agama) maupun dalam mencetak ulama.Para lulusan pesantren
tidak sedikit yang tampil dalam kepemimpinan nasional, baik dalam reputasi kejuangan,
keilmuan, kenegaraan maupun kepribadian.
Tradisi keilmuan dan keahlian dalam pesantren ditandai oleh beberapa hal sebagai
berikut :
1. Adanya tahapan-tahapan materi keilmuan.
2. Adanya hirarki kitab-kitab yang menjadi bahan kajian.
3. Adanya metodologi pengajaran yang bervariasi (pola terpimpin, pola mandiri dan
ekspresi).
4. Adanya jaringan pesantren yang menggambarkan tingkatan pesantren.

Salah satu tugas besar yang menjadi tanggung jawab Nahdlatul Ulama dalam
pengembangan pendidikan pesantren adalah bagaimana menggali nilai-nilai tradisi yang
menjadi ciri khasnya dengan ajaran Islam untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.
Hanya dengan demikian Nahdlatul Ulama akan mampu memberikan arti keberadaan dan
kebermaknaannya dalam masyarakat, bangsa dan kemanusiaan.

C. Peran Nahdlatul Ulama Pada Masa Reformasi

Masa reformasi yang menjadi tanda berakhirnya kekuasaan pemerintahan orde baru
merupakan sebuah momentum bagi Nahdlatul Ulama untuk melakukan pembenahan diri.
Selama rezim orde baru berkuasa, Nahdlatul Ulama cenderung dipinggirkan oleh penguasa
saat itu. Ruang gerak Nahdlatul Ulama pada masa orde baru juga dibatasi, terutama dalam
hal aktivitas politiknya.

Pada masa reformasi inilah peluang Nahdlatul Ulama untuk memainkan peran
pentingnya di Indonesia kembali terbuka. Nahdlatul Ulama yang merupakan ormas Islam
terbesar di Indonesia, pada awalnya lebih memilih sikap netral menjelang mundurnya
Soeharto. Namun sikap ini kemudian berubah, setelah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU) mengeluarkan sebuah pandangan untuk merespon proses reformasi yang
berlangsung di Indonesia, yang dikenal dengan Refleksi Reformasi.

Refleksi reformasi ini berisi delapan butir pernyataan sikap dari PBNU, yaitu :
1. Nahdlatul Ulama memiliki tanggung jawab moral untuk turut menjaga agar reformasi
berjalan kea rah yang lebih tepat.
2. Rekonsiliasi nasional jika dilaksanakan harus ditujukan untuk merajut kembali ukhuwah
wathaniyah (persaudaraan kebangsaan) dan dirancang kea rah penataan sistem
kebangsaan dan kenegaraan yang lebih demokratis, jujur dan berkeadilan.
3. Reformasi jangan sampai berhenti di tengah jalan, sehingga dapat menjangkau
terbentuknya sebuah tatanan baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
4. Penyampaian berbagai gagasan yang dikemukakan hendaknya dilakukan dengan
hati-hati, penuh kearifan dan didasari komitmen bersama serta dihindari adanya pemaksaan
kehendak.
5. Kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu harus disikapi secara arif dan bertanggung
jawab.
6. TNI harus berdiri di atas semua golongan.
7. Pemberantasan KKN harus dilakukan secara serius dan tidak hanya dilakukan pada
kelompok tertentu.
8. Praktik monopoli yang ada di Indonesia harus segera dibasmi tuntas dalam setiap
praktik ekonomi.

Pada perkembangan selanjutnya, PBNU kembali mengeluarkan himbauan yang


isinya menyerukan agar agenda reformasi diikuti secara aktif oleh seluruh lapisan dan
jajaran Nahdlatul Ulama. Himbauan itu dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 1998 yang
ditandatangani oleh KH. M. Ilyas Ruhiyat, Prof. Dr. KH. Said Agil Siraj, M.A., Ir. H. Musthafa
Zuhad Mughni dan Drs. Ahmad Bagdja.

Menjelang Nopember 1998, para mahasiswa yang merupakan elemen paling penting
dalam gerakan reformasi, makin menjadi tidak sabar dengan tokoh-tokoh nasional yang
enggan bergerak cepat dalam gerakan reformasi ini. Pada tanggal 10 Nopember 1998 para
mahasiswa merancang sebuah pertemuan dengan mengundang KH. Abdurrahman Wahid,
Megawati Soekarnoputri, Prof.Dr. Amien Rais dan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tempat
pertemuan ini dipilih di Ciganjur (rumah KH. Abdurrahman Wahid), karena kondisi kesehatan
KH. Abdurrahman Wahid saat itu belum sembuh total dari serangan stroke yang
menimpanya.

Keempat tokoh nasional pro reformasi tersebut membentuk sebuah kelompok yang
sering disebut Kelompok Ciganjur. Kelompok ini kemudian mengeluarkan sebuah deklarasi
yang dikenal dengan Deklarasi Ciganjur, yang berisi delapan tuntutan reformasi, yaitu :
1. Menghimbau kepada semua pihak agar tetap menjunjung tinggi kesatuan dan pesatuan
bangsa.
2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan memberdayakan lembaga perwakilan
sebagai penjelmaan aspirasi rakyat.
3. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat sebagai asas perjuangan di dalam proses
pembangunan bangsa.
4. Pelaksanaan reformasi harus diletakkan dalam perspektif kepentingan yang akan
datang.
5. Segera dilaksanakan pemilu oleh pelaksana independent.
6. Penghapusan dwi fungsi ABRI secara bertahap, paling lambat 6 tahun dari tanggal
pernyataan ini dibacakan.
7. Menghapus dan mengusut pelaku KKN, yang diawali dari kekayaan Soeharto dan
kroni-kroninya.
8. Mendesak untuk segera dibubarkannya PAM Swakarsa.

Gerakan reformasi harus dijalankan dengan cara-cara yang damai dan menolak
segala bentuk tindakan kekerasan atas nama reformasi. Di berbagai wilayah Indonesia
digelar istighosah yang bertujuan untuk memohon kepada Allah SWT agar bangsa
Indonesia dapat segera terbebas dari krisis yang sedang melanda. Istighosah terbesar yang
diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama diadakan di Jakarta pada bulan Juli 1999, yang
dihadiri tokoh-tokoh nasional. Dengan penyelengaraan istighosah, diharapkan dapat
mempererat silaturahim dan mengurangi ketegangan antar komponen bangsa.

D. Peran Nahdlatul Ulama Dalam Bidang Politik

Menurut KH. Ahmad Mustofa Bisri, setidaknya ada 3 jenis politik dalam pemahaman
Nahdlatul Ulama, yaitu politik kebangsaan, politik kerakyatan dan politik kekuasaan.
Nahdlatul Ulama sejak berdiri memang melakukan aktivitas politik, terutama dalam
pengertian yang pertama, yakni politik kebangsaan, karena Nahdlatul Ulama sangat
berkepentingan dengan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam sejarah perjalanan Indonesia, tercatat bahwa Nahdlatul Ulama selalu


memperjuangkan keutuhan NKRI. Selain dilandasi oleh nilai-nilai ke-Islam-an,
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Nahdlatul Ulama juga didasari oleh nilai-nilai
ke-Indonesia-an dan semangat nasionalisme yang tinggi.

Politik jenis kedua yang dijalankan oleh Nahdlatul Ulama yaitu politik kerakyatan.
Politik kerakyatan bagi Nahdlatul Ulama sebenarnya adalah perwujudan dari prinsip amar
ma’ruf nahi munkar yang ditujukan kepada penguasa untuk membela rakyat. Hal itulah yang
kemudian diambil alih oleh generasi muda Nahdlatul Ulama melalui LSM-LSM, ketika
melihat Nahdlatul Ulama secara structural kurang peduli terhadap permasalahan yang
menyangkut kepentingan rakyat kecil.

Nahdlatul Ulama juga menjalankan politik jenis ketiga, yaitu politik kekuasaan atau
yang lazim disebut politik praktis. Politik kekuasaan merupakan jenis politik yang paling
banyak menarik perhatian orang Nahdlatul Ulama. Dalam catatan sejarah, terlihat bahwa
Nahdlatul Ulama pernah mendapatkan kesuksesan dalam pemilu pertama di Indonesia pada
tahun 1955. Pada saat itu, dalam waktu persiapan yang relative sangat pendek, Partai
Nahdlatul Ulama yang baru keluar dari Masyumi dapat menduduki peringkat ketiga setelah
PNI dan Masyumi yang sangat siap waktu itu. Disusul pada pemilu pertama orde baru pada
tahun 1971, dimana Partai Nahdlatul Ulama menduduki posisi kedua setelah Golongan
Karya. Sejak saat itu banyak tokoh Nahdatul Ulama yang terjun ke dunia politik praktis. Hal
ini membawa dampak negatif pada aktivitas penting Nahdlatul Ulama lainnya seperti dalam
bidang pendidikan, ekonomi, sosial dan dakwah yang menjadi terbengkalai.

Menyadari bahwa Nahdlatul Ulama merupakan satu kesatuan yang integral dari para
anggotanya dengan aneka ragam latar belakang dan aspirasi masing-masing dan demi
mengembangkan budaya politik yang bertanggung jawab, maka Nahdlatul Ulama
memberikan pedoman berpolitik sebagai berikut :
1. Berpolitik mengandung arti keterlibatan warga Negara dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
2. Berpolitik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan
menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.
3. Berpolitik dengan mengembangkan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis,
menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.
4. Berpolitik harus dilakukan dengan moral, etika dan budaya sesuai dengan nilai-nilai
sila-sila Pancasila.
5. Berpolitik harus dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama.
6. Berpolitik dilakukan untuk memperkokoh consensus-konsensus nasional dan
dilaksanakan sesuai dengan akhlakul karimah sebagai pengamalan ajaran Islam
Ahlussunnah Wal Jama’ah.
7. Berpolitik dengan dalih apapun tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan
kepentingan bersama dan memecah belah persatuan.
8. Perbedaan pandangan harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan dan saling
menghargai.
9. Berpolitik menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam
pembangunan nasional.

Dengan berpedoman pada etika politik di atas, menurut Ir. KH. Salahuddin
Wahid, Nahdlatul Ulama dapat mewujudkan peran politik yang ideal dengan selalu
berpegang pada prinsip-prinsip, pertama, memperhatikan kepentingan bangsa dan negara
serta agama, kedua, memperhatikan kepentingan Nahdlatul Ulama, baik secara jama’ah
(komunitas) maupun jam’iyyah (organisasi), ketiga, orang-orang Nahdlatul Ulama yang
memiliki jabatan dalam structural organisasi Nahdlatul Ulama tidak masuk ke dalam wilayah
politik praktis.

Selanjutnya dalam merespon perkembangan politik pada masa reformasi,


Nahdlatul Ulama memfasilitasi pendeklarasian sebuah partai politik. Pendeklarasian partai
tersebut bertujuan untuk menyalurkan dan memproses warga nahdliyin yang ingin berkiprah
dalam politik praktis agar menjadi politisi sejati, yang pada gilirannya menjadi negarawan.

10

Pada sisi lain, Nahdlatul Ulama memberikan kebebasan pada warganya untuk
memasuki partai politik manapun yang diyakininya dapat menjadikan dirinya sebagai politisi
sejati dan negarawan. Dengan catatan senantiasa mengacu pada etika berpolitik nahdliyin
yang didasarkan pada nilai-nilai Ahlussunnah Wal Jama’ah dan tidak kehilangan kesetiaan
kepada cita-cita dan kepentingan Nahdlatul Ulama.
RANGKUMAN

1. Sejak berdirinya Nahdlatul Ulama memilih beberapa bidang kegiatannya sebagai


usaha untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan berdirinya, baik yang bersifat keagamaan
maupun kemasyarakatan, seperti peningkatan bidang keilmuan, peningkatan kegiatan
penyiaran Islam, pembangunan sarana-sarana peribadatan dan pelayanan sosial serta
peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup masyarakat.

2. Sebagai organisasi yang mempunyai fungsi pendidikan, Nahdlatul Ulama senantiasa


berusaha secara sadar untuk menciptakan warga negara yang menyadari akan hak dan
kewajibannya terhadap bangsa dan negara.

3. Nahdlatul Ulama secara organisatoris tidak terikat dengan organisasi politik dan
organisasi kemasyarakatan manapun juga. Setiap warga Nahdlatul Ulama adalah warga
negara yang mempunyai hak-hak politik yang dilindungi oleh undang-undang dan harus
dilakukan secara bertanggung jawab.

EVALUASI

A. Pilihlah jawaban a, b, c atau d pada pertanyaan di bawah ini yang kamu anggap benar !

1. Nahdlatul Ulama adalah Jam’iyyah Diniyyah Islamiyah artinya ….


a. organisasi keagamaan dan sosial kemasyarakatan
b. organisasi keagamaan Islam
c. organisasi keagamaan dan ekonomi
d. organisasi keagamaan dan politik

2. Nahdlatul Ulama senantiasa berusaha memegang teguh prinsip ukhuwah dan tasamuh.
Makna arti ukhuwah dan tasamuh adalah ….
a. persaudaraan dan toleransi
b. persaudaraan dan bersikap adil
c. saling menghargai dan menghormati
d. saling menghargai dan tepo seliro

3. Tujuan Nahdlatul Ulama dib dang ekonomi disebutkan dalam anggaran dasar ….
a. pasal 6 huruf a
b. pasal 6 huruf b
c. pasal 6 huruf c
d. pasal 6 huruf d
4. Inti dari usaha yang dilakukan Nahdlatul Ulama di bidang ekonomi adalah ….
a. adanya pemerataan kesempatan dalam berusaha
b. menciptakan lapangan kerja
c. memberikan pelatihan kerja
d. menyiapkan tenaga kerja siap pakai

5. Cikal bakal Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan adalah ….


a. Nahdlatul Wathan
b. Nahdlatut Tujjar

11

c. Syirkah Inan
d. Tashwirul Afkar

6. Pendiri Nahdlatul Wathan adalah ….


a. KH. Hasyim Asy’ari
b. KH. Abdul Wahab Hasbullah
c. KH. Abdul Wahid Hasyim
d. KH. Ridlwan

7. Lembaga Pendidikan Ma’arif yang diberi kewenangan Nahdlatul Ulama untuk mengatur
pendidikan di lingkungan Nahdlatul Ulama berdiri pada tanggal ….
a. 19 September 1929
b. 20 September 1929
c. 21 September 1929
d. 22 September 1929

8. Awal dimulainya masa refoemasi ditandai dengan ….


a. runtuhnya orde lama
b. runtuhnya orde baru
c. penyerahan kekuasaan dari Sukarno kepada Suharto
d. penyerahan kekuasaan dari Suharto kepada KH. Abdurrahman Wahid

9. Di bawah ini yang tidak termasuk tokoh reformasi adalah ….


a. KH. Abdurrahman Wahid
b. Megawati Soekarnoputri
c. Prof. Dr. Amien Rais
d. Susilo Bambang Yudoyono

10. Nahdlatul Ulama menjadi peserta pemilu pada tahun …


a. 1955 dan 1971
b. 1955 dan 1978
c. 1971 dan 1978
d. 1971 dan 1983

B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan tepat !

1. Sebutkan 3 jenis politik menurut KH. Ahmad Mustofa Bisri !


2. Bagaimana peran Nahdlatul Ulama pada masa reformasi ?
3. Jelaskan peran pesantren dalam pengembangan pendidikan di lingkungan Nahdlatul
Ulama !
4. Sebutkan visi dan misi Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan !
5. Sebutkan lembaga-lembaga yang mendukung program ekonomi Nahdlatul Ulama !

12

BAB V
AMALIYAH WARGA NAHDLATUL ULAMA

Standar Kompetensi :
Kemampuan menganalisa amaliyah ibadah yang dianut Nahdlatul Ulama

Kompetensi Dasar :
Mengamalkan amaliyah ibadah yang dianut Nahdlatul Ulama

Indikator :
1 . Siswa mampu menjelaskan dasar dan hakekat do’a qunut
2 . Siswa mampu menjelaskan arti pentingnya ziarah kubur
3 . Siswa mampu membiaskan diri ziarah kubur

Di antara ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah adalah keberadaan Al-Qur'an yang


diyakini sebagai kitab Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
petunjuk dan pembimbing manusia. Ahlussunnah Wal Jama'ah juga mengajarkan bahwa
Nabi Muhammad SAWadalah manusia biasa yang sempurna, sehingga ia mampu berperan
sebagai teladan sekaligus panutan yang baik.

Doktrin di atas di internal kaum nahdliyin melahirkan pemikiran dan tradisi pemuliaan
sekaligus panutan yang baik. Di bawah ini dijelaskan sebagian amalan-amalan tersebut.

A. Dasar Dan Hakekat Do’a Qunut

Qunut adalah do’a yang dibaca pada saat tertentu dan karena keadaan tertentu.
Qunut dibagi dua macam, yaitu qunut witir atau qunut subuh dan qunut nazilah. Imam Syafi’i
menyatakan bahwa qunut sunnah dibaca dalam shalat subuh berdasarkan hadits dari Anas
bin Malik yang menyatakan :

Artinya : Rasulullah SAW senantiasa membaca qunut pada shalat subuh hingga
beliau wafat. (HR. Ahmad bin
Hambal)
Apa yang dilakukan Rasulullah SAW itu kemudian diikuti oleh para sahabat, seperti Umar
bin Khattab ra.

Qunut dalam shalat subuh adalah sunnah muakkad, andaikata ditinggalkan, baik
sengaja atau karena lupa, tidak batal shalatnya, akan tetapi melakukan sujud sahwi. Qunut
dalam shalat subuh dilakukan setelah mengangkat kepala dari ruku’ dalam rakaat kedua.
Do’a qunut juga dilakukan pada separuh akhir bulan Ramadlan dalam rakaat terakhir dari
shalat witir.

Sedangkan qunut nazilah adalah qunut yang dibaca kaum muslimin dalam shalat
fardlu ketika umat Islam menghadapi bahaya, wabah penyakit, tantangan, bencana dan
permusuhan dari orang-orang kafir. Apabila bahaya yang mengancam itu sudah berakhir,
maka berakhir pula pembacaan qunutnya.

Pembacaan qunut nazilah berdasarkan atas sunnah Rasulullah SAW, “ Rasulullah


SAW mengadakan qunut selama satu bulan untuk mendo’akan pembunuh-pembunuh para
sahabatnya di Bir al-Maunah “ (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits lain dari Abu Hurairah ra menyebutkan, “ Sesungguhnya apabila ingin


mendo’akan seseorang, Nabi Muhammad SAW membaca qunut sesudah ruku’ “ (HR.
Bukhari dan Ahmad Ibnu Hambal).

13

B. Arti Penting Ziarah Kubur

Nahdlatul Ulama akrab dengan budaya ziarah kubur, yaitu mendatangi


makam-makam orang tua, kakek, nenek, anak, leluhur, para ulama, wali dan lain
sebagainya untuk mendo’akan atau bertawasul kepada mereka. Biasanya waktu yang dipilih
adalah Kamis sore atau Jum’at pagi. Di atas makam mereka membaca tahlil dan ayat-ayat
Al-Qur’an, yang pahalanya dihadiahkan pada ahli kubur tersebut. Bagi mereka yang peka
lingkungan, sebelum kirim do’a, terlebih dahulu membersihkan lingkungan dari sampah
dedaunan atau mengganti bunga-bunga yang sudah kering di atas makam.

Pada masa awal Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh Rasulullah SAW. Hal itu
dimaksudkan untuk menjaga aqidah mereka yang belum kuat, agar tidak menjadi musyrik
dan penyembah kuburan. Namun setelah Islam kuat dan aqidah mereka juga kuat,
Rasulullah justru menyuruh kaum muslimin untuk melakukannya. Hal ini berdasar pada
Hadits,

“ Dahulu saya melarang menziarahi kubur, adapun sekarang berziarahlah ke sana, karena
yang demikian itu akan mengingatkanmu akan hari akhirat “. (HR. Ahmad, Muslim dan
Asbahus Sunan)

Ziarah kubur sangat dianjurkan dalam Islam, sebab manfaat di dalamnya sangat
besar, baik bagi orang yang sudah meninggal dunia berupa hadiah pahala bacaan Al-Qur’an
maupun bagi orang yang berziarah itu sendiri, yakni mengingatkan manusia akan kematian
yang pasti akan menjemputnya.

Dipilihnya hari Kamis sore atau Jum’at pagi, karena hari Jum’at adalah hari paling
mulia (penanggalan hijriyah dimulai dari tenggelamnya matahari) dan diyakini para arwah
sedang diberi kebebasan pada hari itu untuk menengok keluarganya, sekaligus menunggu
kiriman dari mereka berupa amal.
Sedangkan ziarah di bulan suci Ramadlan ataupun di Hari Raya sebenarnya tidak
ada perintah dan tidak ada larangan. Karena tidak ada larangan, orang yang suka ziarah
mengambil inisiatif, alangkah indahnya jika dapat kirim do’a pada hari-hari yang penuh
rahmat dan ampunan (Ramadlan) dan hari yang bahagia (Idul Fitri). Justru akan sangat
bermakna bagi orang-orang yang mudik ke kampong kalau mereka mengunjungi makam
orang tua.

Di samping maksud utama ziarah kubur itu mendo’akan terhadap mereka yang
sudah wafat, agar mendapatkan maghirah (ampunan) dan rahmat dari Allah SWT, juga
mengandung beberapa hikmah yang sangat bermanfaat, antara lain :

1. Mengingat akan alam akhirat

Kelak di alam akhirat, manusia yang telah meninggal dunia akan dihidupkan kembali
oleh Allah SWT untuk menerima keadilan dan balasanNya atas segala amal perbuatan
manusia semasa hidupnya. Semua amal perbuatan manusia tidak ada yang tertinggal,
masing-masing akan mendapatkan balasan sekalipun amal itu tidak terlihat oleh sesama
manusia.

2. Berzuhud terhadap dunia

Zuhud terhadap dunia berarti meninggalkan dunia untuk berbakti kepada Allah SWT.
Manusia jangan sampai terpikat hati dan pikirannya dengan tipu muslihat dunia, tetapi justru
dapat memanfaatkan harta benda yang diperolehnya di jalan yang diridhai Allah SWT
sebelum ajal mendatanginya.

3. Mengambil suri tauladan

Setiap manusia pasti akan mengalami kematian, yang waktunya tak dapat diketahui
sebelumnya. Oleh karena itu sebelum ajal datang, manusia perlu selalu memperbanyak
amal kebaikannya dan meninggalkan amal keburukan serta bertaubat memohon ampun
kepada Allah SWT.

14

4. Mendapatkan barokah

Hal ini jika yang diziarahi adalah orang yang shalih, dimana ketika hidupnya telah
dimintai barokahnya. Setelah wafatnya, orang tersebut boleh menurut faham Ahlussunnah
Wal Jama’ah untuk kita mohon barokahnya.

5. Membulatkan niat mencari ridha Allah SWT


Seorang muslim yang berziarah hendaknya wajib meyakinkan hatinya bahwa tidak
ada yang dapat memberi manfaat dan madharat, kecuali kekuasaan Allah SWT. Yakinkan
niat bahwa berziarah itu semata-mata mencari ridha Allah SWT.

Berziarah berarti memberi nasihat kepada yang hidup tentang kematian, bukan
memberi nasihat kepada yang mati, karena yang mati tak perlu lagi menerima nasihat dan
tidak mempunyai hubungan dengan yang masih hidup. Namun sebaliknya manusia hidup
masih mempunyai hubungan dengan yang sudah mati.

Perempuan ziarah kubur di kalangan warga Nahdlatul Ulama tidak begitu popular.
Sebab mereka sudah paham bahwa ziarah kubur bagi perempuan tidak diperkenankan.
Alasannya perempuan pada umumnya banyak mendatangkan madharat ketimbang
manfaat.

Dalam melakukan ziarah kubur perlu diperhatikan beberapa petunjuk, antara lain :
1. Berwudlu dahulu sebelum berziarah.
2. Mengucapkan salam.
3. Membaca ayat-ayat atau surat-surat dari Al-Qur’an, seperti tahlil, surat Yasin, ayat kursi
dan lain-lain.
4. Menghadap kiblat ketika membaca do’a.
5. Ziarah dilakukan dengan penuh khidmat dan khusyu’.
15

RANGKUMAN

1. Membaca do’a qunut dan ziarah kubur merupakan sebagian amaliah yang dilakukan
warga Nahdlatul Ulama yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan justru
dianjurkan atau diperintahkan.

2. Ziarah kubur pada dasarnya dapat dilaksanakan kapan saja. Tetapi sebagian besar
memilih waktu-waktu yang baik, seperti : hari Kamis sore, Jum’at pagi, bulan Ramadlan dan
hari Raya Idul Fitri.

2. Membaca do’a qunut dan ziarah kubur telah dilaksanakan oleh mayoritas umat Islam
secara umum dan oleh warga Nahdlatul Ulama secara khusus adalah suatu amalan yang
juga telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW sejak dahulu.

3. Banyak hikmah yang diperoleh dalam melaksanakan ziarah kubur, antara lain :
mengingat akan alam akhirat, berzuhud terhadap dunia, mengambil suri tauladan,
mendapatkan barokah dan membulatkan niat mencari ridha Allah SWT.

EVALUASI

A. Pilihlah jawaban a, b, c atau d pada pertanyaan di bawah ini yang kamu anggap benar !

1. Do’a yang dibaca pada saat tertentu dan karena keadaan tertentu disebut ….
a. do’a qunut
b. do’a witit
c. do’a tarawih
d. do’a sapu jagat
e. do'a dunia akhirat
2. Do’a qunut yang dibaca pada shalat subuh, menurut Imam Syafi’i hukumnya ….
a. wajib
b. sunnah muakkad
c. tidak diperbolehkan
d. diperbolehkan pada waktu-waktu tertentu
e. diperbolehkan pada semua waktu

3. Apabila lupa membaca do’a qunut pada shalat subuh, harus melakukan ….
a. sujud syukur
b. sujud sahwi
c. sujud tilawah
d. sujud bersama-sama
e. sujud perseorangan

4. Qunut yang dibaca kaum muslimin dalam shalat fardlu ketika umat Islam menghadapi
bahaya disebut ….
a. qunut subuh
b. qunut witir
c. qunut nazilah
d. qunut di bulan Ramadlan
e. qunut di bulan Syawal

5. Qunut dalam shalat subuh dilakukan ….


a. setelah mengangkat kepala dari ruku’ dalam rakaat pertama
b. setelah mengangkat kepala dari ruku’ dalam rakaat kedua
c. sebelum mengangkat kepala dari ruku’ dalam rakaat pertama
d. sebelum mengangkat kepala dari ruku’ dalam rakaat kedua
e. sebelum mengangkat kepala dari ruku' dalam rakaat ketiga

16

6. Biasanya waktu yang dipilih untuk melaksanakan ziarah kubur adalah hari ….
a. Kamis sore atau Jum’at pagi
b. Kamis sore atau Jum’at sore
c. Jum’at pagi atau Jum’at sore
d. Jum’at dan Sabtu
e. Kamis, Jum'at dan Sabtu

7. Pada masa awal Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh Rasulullah SAW. Hal itu
dimaksudkan untuk …
a. mendo’akan yang sudah meninggal dunia
b. bertawasul pada Rasulullah SAW
c. menjaga aqidah mereka yang belum kuat
d. mendapatkan barokah
e. mendapatkan sesuatu yang diinginkan

8. Di bawah ini yang tidak termasuk hikmah ziarah kubur adalah ….


a. mengingat akan alam akhirat
b. berzuhud terhadap dunia
c. mengambil suri tauladan
d. meminta sesuatu pada ahli kubur
e. membulatkan niat mencari ridha Allah SWT.

9. Dalam melakukan ziarah kubur perlu diperhatikan beberapa petunjuk, antara lain …
a. ziarah dilakukan dengan penuh khidmat dan khusyu’
b. memakai pakaian serba putih
c. memakai minyak wangi
d. dilakukan secara bersama-sama
e. dilakukan sendiri

10. Ziarah kubur sudah dilakukan sejak ….


a. masa Rasulullah SAW
b. masa sahabat
c. masa tabiit
d. masa tabiin
e. masa tabiit tabiin

B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan tepat !

1. Sebutkan dasar do’a qunut !


2. Sebutkan macam do’a qunut ?
3. Apakah perbedaan antara qunut subuh dengan qunut nazilah !
4. Sebutkan dasar ziarah kubur !
5. Sebutkan hikmah dari ziarah kubur !
17

DAFTAR PUSTAKA

Soeleiman Fadeli, H, Mohammad Subhan, S. Sos, 2007, Antologi NU, Surabaya, Khalista

Abdul Muchit Muzadi, KH, NU Dalam Perspektif Sejarah dan Ajaran, 2006 Surabaya
Khalista

Zudi Setiawan, Nasionalisme NU, 2007, Semarang, Aneka Ilmu

Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 1985, Sala, Jatayu

Usman NCK, Tata Cara Ziarah Kubur

Amin Farikh, M.Ag, Ismail SM, M.Ag, Materi Dasar Nahdlatu Ulama Ahlusunnah Wal
Jama’ah, 2006, Semarang, PW Lembaga Pendidikan Ma’arif Jawa Tengah

Imam Annawawi, Terjemah Al-Adzkar, 1994, Darul Ihya

A. Suhaimi Syukur, H, BA, Pendidikan Aswaja/Ke-NU-an, 1996, Surabaya, PW Lembaga


Pendidikan Ma’arif Jawa Timur

Aceng Abdul Azis Dy, dkk, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah di Indonesia, 2007, Jakarta,
Pustaka Ma’arif NU

Badruddin Hsubky, Drs. KH, Bid'ah-Bid'ah Di Indonesia, 1996, Jakarta, Gema Insani Press

Munawir Abdul Fatah, H, Tradisi Orang-Orang NU, 2006, Yogyakarta, Pustaka Pesantren

Materi Ke NU an

BAB IV
PERANAN NAHDLATUL ULAMA
DALAM MEMPERJUANGKAN BERDIRINYA NEGARA RI

Kompetensi Dasar :
Mendiskripsikan peran perjuangan Nahdlatul Ulama dalam memperjuangkan berdirinya
Negara RI

Indikator :
1 . Siswa mampu menunjukkan peran Nahdlatul Ulama pada masa penjajahan Belanda
2 . Siswa mampu mengidentifikasi peran Nahdlatul Ulama pada masa pendudukan Jepang
3 . Siswa mampu menjelaskan peran Nahdlatul Ulama dalam membentuk dasar Negara

A. Peran Nahdlatul Ulama Pada Masa Penjajahan Belanda

Nahdlatul Ulama dalam setiap langkahnya selalu mengutamakan kepentingan


bangsa dan negara. Selain dilandasi oleh nilai-nilai ke-Islam-an, juga didasari nilai-nilai
ke-Indonesia-an dan semangat nasionalisme yang tinggi.

Peranan Nahdlatul Ulama pada masa penjajahan Belanda dapat dilihat pada
Muktamar Nahdlatul Ulama ke-II di Banjarmasin pada tahun 1936. Pada saat itu ditetapkan
kedudukan Hindia Belanda (Indonesia) sebagai Dar al-Salam, yang menegaskan keterikatan
Nahdlatul Ulama dengan nusa-bangsa. Meskipun disadari peraturan yang berlaku tidak
menggunakan Islam sebagai dasarnya, akan tetapi Nahdlatul Ulama tidak mempersoalkan,
karena yang terpenting adalah umat Islam dapat melaksanakan syariat agamanya dengan
bebas.

Pada pekembangan selanjutnya, tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama mulai terlibat secara


aktif dalam dunia politik. Hal ini terlihat pada saat tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama ikut
memprakarsai lahirnya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada tahun 1937, yang kemudian
dipimpin oleh KH. Abdul Wachid Hasyim. Ide mendirikan MIAI tidak bisa lepas dari kerangka
usaha pengembangan Nahdlatul Ulama dalam perjuangan bangsa Indonesia sebelum
kemerdekaan. Sebab baik dilihat dari sudut historis maupun semangat yang membentuk diri
MIAI menjadi besar, tidak pernah lepas dari peranan Nahdlatul Ulama.

MIAI pada dasarnya bergerak di bidang keagamaan, namun dalam setiap


aktivitasnya sarat dengan muatan politik. MIAI berusaha mempengaruhi kebijakan-kebijakan
politik, melalui pengajuan tuntutan kepada penguasa, baik mengenai hal-hal yang secara
langsung terkait dengan masalah keagamaan maupun tidak, bahkan masalah internasional.
Tuntutan tersebut antara lain : Indonesia berparlemen, persoalan Palestina dan mencabut
Guru Ordonantie tahun 1925.
Pada masa penjajahan Belanda sikap Nahdlatul Ulama jelas, yaitu menerapkan
politik non cooperation (tidak mau kerja sama) dengan Belanda. Untuk menanamkan rasa
benci kepada penjajah, para ulama mengharamkan segala sesuatu yang berbau Belanda,
sehingga semakin menumbuhkan rasa kebangsaan dan anti penjajah.Hal ini terlihat ketika
Nahdlatul Ulama menolak mendudukkan wakilnya dalam Volksraad (DPR masa Belanda).

Di samping itu para ulama Nahdlatul Ulama juga memberikan fatwa kepada umat
Islam untuk tidak meniru pakaian model Belanda, seperti celana panjang atau pakaian
berdasi, dengan sebuah landasan (qaul)

Artinya : Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia menjadi bagian dari mereka.

Fatwa para ulama tersebut sangat ditaati oleh para santri, sehingga mereka lebih suka
memakai sarung daripada celana panjang, meskipun sebenarnya tidak ada larangan dalam
Islam untuk memakai celana panjang.

Di saat Belanda datang lagi dengan membonceng tentara sekutu sambil


mengultimatum agar Indonesia menyerah, Nahdlatul Ulama mengeluarkan mengeluarkan
pernyataan yang dikenal dengan Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober 1945 untuk
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Adapun isi Resolusi Jihad tersebut
adalah :
1. Kemerdekaan RI yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 wajib
dipertahankan.
2. Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintah wajib dibela dan dipertahankan.
3. Umat Islam Indonesia terutama warga Nahdlatul Ulama wajib mengangkat senjata
melawan penjajah Belan
da dan kawan-kawannya yang hendak menjajah Indonesia kembali.
4. Kewajiban itu adalah suatu jihad yang menjadi kewajiban umat Islam yang berada pada
radius 94 km (jarak
diperbolehkannya menjama’ shalat). Adapun yang berada di luar radius itu berkewajiban
membantu saudara
saudaranya yang berada dalam radius km tersebut.

Resolusi jihad yang dikeluarkan oleh Nahdlatul Ulama berdampak besar di Jawa
Timur. Pada tanggal 10 Nopember 1945 di Surabaya, terjadi sebuah pemberontakan
massal, yang di dalamnya terdapat banyak pengikut Nahdlatul Ulama ikut terlibat aktif, di
bawah pimpinan Bung Tomo. Peristiwa inilah yang kemudian dikenal dengan Hari
Pahlawan.
Dalam rangka mempertahankan kemerdekaan tersebut, terbentuklah
organisasi-organisasi perlawanan terhadap Belanda, antara lain Hizbullah di bawah
pimpinan KH. Zainul Arifin dan Sabilillah di bawah pimpinan KH. Masjkur.

B. Peran Nahdlatul Ulama Pada Masa Pendudukan Jepang

Sejarah bangsa Indonesia mencatat perkembangan baru setelah Maret 1942 Jepang
menggantikan kedudukan Belanda. Pada mulanya kedatangan Jepang disambut dengan
baik oleh bangsa Indonesia, tetapi berubah menjadi kebencian setelah diketahui bahwa
Jepang tidak lebih baik dari Belanda.

Rezim baru ini segera tampak lebih represif (menekan). Jendral Imamura (Panglima
Jepang pertama di Jawa) mengeluarkan dekrit yang membekukan aktivitas organisasi politik
dan organisasi sosial kemasyarakatan. Larangan ini sama artinya dengan membunuh
aktivitas organisasi politik dan organisasi sosial kemasyarakatan, termasuk Nahdlatul Ulama
dan MIAI. Bahkan KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Mahfudz Shiddiq ditahan oleh Jepang.

Ketika aktivitas organisasi sosial kemasyarakatan dibekukan, perjuangan ulama


Nahdlatul Ulama difokuskan melalui jalur diplomasi. KH. Abdul Wahid Hasyim dan beberapa
ulama lain masuk sebagai anggota Chuo Sangi-In (parlemen buatan Jepang). Melalui
parlemen ini KH. Abdul Wahid Hasyim meminta Jepang mengizinkan Nahdlatul Ulama
diaktifkan kembali dan pada bulan September 1943 permintaan tersebut dikabulkan.

Pada akhir Oktober 1943 perjuangan diplomasi terus ditingkatkan melalui berdirinya
wadah perjuangan baru bagi umat Islam Indonesia yang bernama Majelis Syura Muslimin
Indonesia (Masyumi). KH. Hasyim Asy’ari diangkat sebagai pemimpin tertinggi dan KH.
Abdul Wahid Hasyim duduk sebagai wakilnya. Masyumi adalah kelanjutan dari MIAI yang
dibubarkan Jepang.

Melalui Masyumi KH. Abdul Wahid Hasyim meminta Jepang melatih kemiliteran para
santri di pesantren secara khusus dan terpisah. Pada 14 Oktober 1944 permintaan itu
dikabulkan dengan dibentuknya Hizbullah dan Sabilillah. Permintaan ini merupakan akal
cerdik KH. Abdul Wahid Hasyim, sebab pada akhirnya nanti, justru akan mengadili Jepang
dengan pucuk senjata.

Sementara di bidang politik, selain aktif dalam Masyumi KH. Abdul Wahid Hasyim
juga duduk sebagai pimpinan tertinggi Shumubu (Kantor Urusan Agama) menggantikan KH.
Hasyim Asy’ari. Shumubu pada awalnya dipimpin oleh Kolonel Horrie yang bertugas
mengawasi secara ketat organisasi-organisasi Islam, terutama terhadap pendidikan Islam.

Sikap menentang keras Nahdlatul Ulama terhadap Jepang terlihat ketika ada
perintah untuk melakukan seikere(ritual penghormatan kepada Tenno Heika dengan posisi
siap membungkukkan badan 90 derajat semacam ruku’ dalam shalat). Perintah ini
diperuntukkan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali, setiap pagi sebelum melakukan
aktivitas. KH. Hasyim Asy’ari menyerukan kepada seluruh umat Islam khususnya warga
Nahdlatul Ulama untuk tidak melakukan seikere karena hukumnya haram.

Semasa pendudukan Jepang aktivitas Nahdlatul Ulama terpusat pada perjuangan


membela tanah air baik secara fisik maupun politik. Nahdlatul Ulama sudah tidak lagi
mengkhususkan diri pada urusan sosial kemasyarakatan dan keagamaan saja, melainkan
juga melibatkan diri pada urusan politik.

C. Peran Nahdlatul Ulama Dalam Membentuk Dasar Negara

Bahwa perjuangan umat Islam Indonesia untuk menolak penjajahan dan


memperjuangkan kemerdekaan bangsa dari tangan penjajah telah berlangsung sejak lama.
Begitu pula ketika perjuangan merebut kemerdekaan sudah mendekati keberhasilannya.
Umat Islam memberikan saham yang sangat besar dalam mempersiapkan lahirnya Negara
Indonesia merdeka, yaitu melalui para pemimpinnya, umat Islam ikut menentukan wujud,
asas dan hukum negara yang akan lahir itu.

Untuk mematangkan persiapan Indonesia menyambut kemerdekaannya, pada


tanggal 29 April 1945 dibentuklah Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, BPUPKI) yang anggotanya berjumlah 62
orang diketuai oleh Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai wakilnya juga di dalamnya KH.
Abdul Wahid Hasyim sebagai anggota.

Selanjutnya KH. Abdul Wahid Hasyim juga terlibat aktif dalam perumusan konstitusi
dan dasar negara bersama tokoh lain, yaitu : Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad
Yamin, Achmad Soebardjo, Abikoesno Tjokrosoejoso, H. Agus Salim, A.A. Maramis dan
Abdul Kahar Muzakkir yang disebut Panitia Sembilan. Mereka membubuhkan tanda
tangannya pada Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945.

Piagam Jakarta sendiri merupakan kesepakatan awal antara golongan Islam dengan
golongan nasionalis dalam hal perumusan Undang-Undang Dasar. Kesepakatan itu
termaktub dalam suatu naskah yang akan dijadikan sebagai preambul atau pembukaan
Undang-Undang Dasar. Dalam naskah pembukaan itulah disebutkan bahwa Pancasila
menjadi dasar negara Indonesia.

Bagi Nahdlatul Ulama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan bentuk final dari sistem kebangsaan dan akan
terus dipertahankan kelestariannya, telah menjadi salah satu bukti bahwa Nahdlatul Ulama
memiliki semangat nasionalisme yang tinggi.
3

RAGKUMAN

1. Keterlibatan Nahdlatul Ulama dalam mewujudkan Indonesia merdeka keberadaannya


tidak bisa dipungkiri. Nahdlatul Ulama menganggap bahwa kewajiban berbangsa dan
bernegara adalah merupakan sesuatu yang final.

2. Sikap dan pandangan Nahdlatul Ulama terhadap penjajah terbaca dari perjalanannya
yang kemudian disebut sikap non cooperation, yaitu sikap menentang atau tidak mau
bekerja sama berkaitan dengan kebijakan-kebijakan penjajah yang merugikan atau bahkan
mengancam bangsa, terutama umat Islam.

3. Peran yang diperlihatkan Nahdlatul Ulama baik pada masa penjajah Belanda maupun
Jepang, menunjukkan suatu bukti bahwa Nahdlatul Ulama mempunyai nasionalisme yang
tinggi, karena menyadari sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
4. Nahdlatul Ulama juga turut berperan dalam membentuk dasar Negara melalui
keikutsertaan KH. Abdul Wahid Hasyim sebagai salah satu anggota panitia sembilan yang
merumuskan undang-undang dasar.

EVALUASI

A. Pilihlah jawaban a, b, c atau d pada pertanyaan di bawah ini yang kamu anggap benar !

1. Muktamar Nahdlatul Ulama ke-II di Banjarmasin pada tahun 1936 memutuskan


Indonesia sebagai ….
a. Negara Kesatuan Republik Indonesia
b. Negara Federal
c. Dar al-Salam
d. Dar al-Ulum

2. Nahdlatul Ulama ikut memprakarsai berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia pada tahun
….
a. 1935
b. 1936
c. 1937
d. 1938

3. Pada masa penjajah Belanda Nahdlatul Ulama bersikap non cooperation, yang berarti
….
a. tidak mau bekerja sama
b. bersedia bekerja sama
c. bekerja sama dalam hal tertentu
d. menolak penjajahan

4. Resolusi Jihad yang dikeluarkan Nahdlatul Ulama pada tanggal 22 Oktober 1945
memberi inspirasi lahirnya peristiwa ….
a. Hari Pahlawan
b. Palagan Ambarawa
c. Sumpah Pemuda
d. Proklamasi Kemerdekaan

5. Pemimpin laskar Hizbullah dan Sabilillah adalah …


a. KH. Zainul Arifin dan KH. Masjkur
b. KH. Zainul Arifin dan KH. Abdul Wahid Hasyim
c. KH. Masjkur dan KH. Abdul Wahid Hasyim
d. KH. Masjkur dan KH. Abdul Wahab Hasbullah
4

6. Tokoh Nahdlatul Ulama yang pernah ditahan oleh Jepang adalah ….


a. KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Abdul Wahid Hasyim
b. KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Mahfudz Shiddiq
c. KH. Abdul Wahid Hasyim dan KH. Mahfudz Shiddiq
d. KH. Abdul Wahid Hasyim dan KH. Ahmad Shiddiq

7. Pada masa Jepang perjuangan diplomasi Nahdlatul Ulama dilakukan melalui ….


a. MIAI
b. Volksraad
c. Majelis Syura Muslimin Indonesia
d. Shumubu
.
8. Hizbullah dan Sabilillah dibentuk pada tanggal ….
a. 11 Oktober 1944
b. 12 Oktober 1944
c. 13 Oktober 1944
d. 14 Oktober 1944

9. Tokoh Nahdlatul Ulama yang menjadi salah satu anggota Panitia Sembilan adalah ….
a. KH. Hasyim Asy’ari
b. KH. Abdul Wahid Hasyim
c. KH. Abdul Wahab Hasbullah
d. KH. Ahmad Shiddiq

10. Piagam Jakarta yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan ditandatangani pada tanggal ….
a. 22 Juni 1945
b. 23 Juni 1945
c. 24 Juni 1945
d. 25 Juni 1945

B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan tepat !

1. Jelaskan sikap Nahdlatul Ulama terhadap penjajah Belanda !


2. Sebutkan landasan (qaul) yang digunakan Nahdlatul Ulama yang memberikan fatwa
kepada umat Islam untuk tidak meniru pakaian model Belanda !
3. Sebutkan isi dari Resolusi Jihad !
4. Apakah yang dimaksud seikere ?
5. Sebutkan anggota dari Panitia Sembilan !
5

BAB V
PERANAN NAHDLATUL ULAMA
DALAM MEMPERJUANGKAN KEBERADAAN NEGARA RI

Kompetensi Dasar :
Mendiskripsikan peran perjuangan Nahdlatul Ulama dalam memperjuangkan keberadaan
Negara RI

Indikator :
1 . Siswa mampu menunjukkan peran Nahdlatul Ulama dalam bidang keagamaan dan
ekonomi
2 . Siswa mampu menjelaskan peran Nahdlatul Ulama dalam bidang pendidikan
3 . Siswa mampu mengidentifikasi peran Nahdlatul Ulama pada masa reformasi
4 . Siswa mampu menjelaskan peran Nahdlatul Ulama dalam bidang politik

A. Peran Nahdlatul Ulama Dalam Bidang Keagamaan Dan Ekonomi


1. Bidang Keagamaan

Sejak berdiri Nahdlatul Ulama menegaskan dirinya sebagai organisasi keagamaan


Islam (Jam’iyyah Diniyyah Islamiyah). Nahdlatul Ulama didirikan untuk meningkatkan mutu
pribadi-pribadi muslim yang mampu menyesuaikan hidup dan kehidupannya dengan ajaran
agama Islam serta mengembangkannya, sehingga terwujudlah peranan agama Islam dan
para pemeluknya sebagai rahmatan lil ‘alamin (sebagai rahmat bagi seluruh alam)
sebagaimana firman Allah SWT :

‫وﻣﺎ أرﺳﻠﻨﺎك إﻻ رﺣﻤﺔ ﻟﻠﻌﺎﻟﻤﯿﻦ‬

Artinya : Tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) kecuali menjadi rahmat bagi seluruh
alam. (QS. Ali Imran
107)

Sebagai organsasi keagamaan, Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak


terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha memegang teguh prinsip
persaudaraan (ukhuwah), toleransi (tasamuh), kebersamaan dan hidup berdampingan antar
sesama umat Islam maupun dengan sesama warga negara yang mempunyai keyakinan
atau agama lain untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa
yang kokoh dan dinamis.

Sebagai organisasi keagamaan, tentunya Naahdlatul Ulama memiliki ciri keagamaan


yang dapat dilihat dalam beberapa hal, antara lain :
1 . Didirikan karena motif keagamaan, tidak karena dorongan politik, ekonomi atau
lainnya.
2 . Berasas keagamaan sehingga segala sikap tingkah laku dan karakteristik
perjuangannya selalu disesuaikan dan diukur dengan norma hukum dan ajaran agama.
3 . Bercita-cita keagamaan yaitu Izzul Islam wal Muslimin (kejayaan Islam dan kaum
muslimin) menuju Rahmatan lil ‘Alamin (menyebar rahmat bagi seluruh alam).
4 . Menitikberatkan kegiatannya pada bidang-bidang yang langsung berhubungan
dengan keagamaan, seperti masalah ubudiyyah, mabarrat, dakwah, ma’arif, muamalah dan
sebagainya.

Ciri keagamaan tersebut dijabarkan dalam strategi dan wujud


kegiatan-kegiatan pokok, dengan mengutamakan :
1 . Pembinaan pribadi-pribadi muslim supaya mampu menyesuaikan hidup dan
kehidupannya menuju terwujudnya Jama’ah Islamiyah (masyarakat Islam).
2 . Dorongan dan bimbingan kepada umat terutama pada warganya untuk mau dan
mampu melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan rangkaian perjuangan besar
meluhurkan kalimah Allah SWT.
3 . Mengorganisasikan kegiatan-kegiatan tersebut dalam wadah perjuangan dengan
tata kerja dan tata tertib berdasar musyawarah.
6

2. Bidang Ekonomi

Bagi semua orang, berekonomi dalam pengertian berbuat untuk mendapat nafkah hidup
adalah suatu kebutuhan mutlak. Bagi orang beragama, berekonomi adalah perintah Allah
SWT dan pelaksanaannya harus disesuaikan dengan ajaran dan hukum agama.
Berekonomi adalah sarana mutlak untuk memelihara kelangsungan hidup dan di dalam
hidup itulah orang dapat ibadah, berbuat sesuatu untuk kepentingan agama, bangsa dan
Negara.

Berekonomi dalam Islam adalah sekedar memenuhi kebutuhan pokok bagi diri sendiri dan
keluarga. Tetapi Islam tidak membiarkan pemeluknya hanya sekedar mampu memenuhi
kebutuhan yang paling minim bagi diri dan keluarganya saja.

Islam mendorong secara tegas supaya para pemeluknya memiliki harta benda yang berlebih
dari kebutuhan pokoknya, sehingga mampu melaksanakan kewajiban berzakat. Mampu
berzakat berarti memiliki harta benda sedikitnya satu nisab. Orang baru terlepas dari
kewajiban itu setelah ternyata tidak mampu, Islam tidak menyenangi kemiskinan, bahkan
mengajarkan pemberantasan kemiskinan antara lain dengan kewajiban membayar zakat.

Nahdlatul Ulama tidak melupakan aspek ekonomi dalam program kerjanya yang permanen,
karena seluruh warganya berekonomi dan dalam berekonomi itu harus ditaati dan diikuti
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh agama.

Dalam Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama pasal 6 huruf d ditegaskan bahwa di bidang
ekonomi, mengusahakan terwujudnya pembangunan ekonomi dengan mengupayakan
pemerataan kesempatan untuk berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan dengan
mengutamakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi kerakyatan. Dengan demikian jelas
bahwa kesejahteraan umat merupakan masalah yang menjadi perhatian utama Nahdlatul
Ulama dalam kiprahnya di bidang ekonomi.

Program berekonomi Nahdlatul Ulama dibatasi tidak lebih dari pokok-pokok ajaran agama
dalam berekonomi, yaitu :
1 . Mendorong para anggotanya untuk meningkatkan kegiatannya berekonomi demi
meningkatkan kemampuan ekonominya.
2 . Membimbing para anggotanya supaya dalam berekonomi selalu mentaati dan
mengikuti hukum dan ajaran Islam.

Berangkat dari pokok-pokok di atas, maka Nahdlatul Ulama dapat mewujudkannya


dengan cara :
1 . Membentuk koperasi tingkat bawah yang tumbuh dari kebutuhan nyata.
2 . Menciptakan jaringan-jaringan kerja ekonomi antara tingkat pedesaan dengan
pedesaan, perkotaan dengan perkotaan dan pedesaan dengan perkotaan.
3 . Nahdlatul Ulama selalu mengajukan gagasan, ajakan dan pengawasan tentang
penentuan skala prioritas pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah.

Nahdlatul Ulama juga mengembangkan ekonomi melalui peran serta


pesantren, karena terbukti sangat efektif. Letak pesantren yang pada umumnya di pedesaan
memungkinkan lembaga ini memahami persoalan-persoalan desa, sehingga
gagasan-gagasan pengembangan kesejahteraan yang datang dari luar dapat diserap
dengan baik oleh masyarakat setelah diolah dan disampaikan oleh pesantren. Disamping itu
Nahdlatul Ulama juga memiliki perangkat organisasi yang mendukung program ekonominya,
seperti : lembaga perekonomian dan lembaga pengembangan pertanian.

B. Peran Nahdlatul Ulama Dalam Bidang Pendidikan

Nahdlatul Ulama memaknai pendidikan tidak semata-mata sebagai sebuah hak,


melainkan juga kunci dalam memasuki kehidupan baru. Pendidikan merupakan tanggung
jawab bersama dan harmonis antara pemerintah, masyarakat dan keluarga. Ketiganya
merupakan komponen pelaksana pendidikan yang interaktif dan berpotensi untuk
melakukan tanggung jawab dan harmonisasi.

Fungsi pendidikan bagi Nahdlatul Ulama adalah, satu, untuk mencerdaskan manusia
dan bangsa sehingga menjadi terhormat dalam pergaulan bangsa di dunia, dua, untuk
memberikan wawasan yang plural sehingga mampu menjadi penopang pembangunan
bangsa.

Gerakan pendidikan Nahdlatul Ulama sebenarnya sudah dimulai sebelum Nahdlatul


Ulama sebagai organisasi secara resmi didirikan. Cikal bakal pendidikan Nahdlatul Ulama
dimulai dari berdirinya Nahdlatul Wathan, organisasi penyelenggara pendidikan yang lahir
sebagai produk pemikiran yang dihasilkan oleh forum diskusi yang disebut Tashwirul Afkar,
yang dipimpin oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah. Organisasi ini mempunyai tujuan untuk
memperluas dan mempertinggi mutu pendidikan sekolah atau madrasah yang teratur.

Dalam mengusahakan terciptanya pendidikan yang baik, maka Nahdlatul Ulama


memandang perlunya proses pendidikan yang terencana, teratur dan terukur.Sekolah atau
madrasah menjadi salah satu program permanen Nahdlatul Ulama, disamping jalur non
formal seperti pesantren.

Sekolah atau madrasah yang dimiliki Nahdlatul Ulama memiliki karakter yang
khusus, yaitu karakter masyarakat. Diakui sebagai milik masyarakat dan selalu bersatu
dengan masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Sejak semula masyarakat
mendirikan sekolah atau madrasah selalu dilandasi oleh mental, percaya pada diri sendiri
dan tidak menunggu bantuan dari luar. Pada masa penjajahan, Nahdlatul Ulama secara
tegas menolak bantuan pemerintah jajahan bagi sekolah atau madrasah dan segala bidang
kegiatannya.

Lembaga Pendidikan Ma’arif (LP Ma’arif) yang berdiri pada tanggal 19 September
1929 M atau bertepatan dengan 14 Rabiul Tsani 1347 H adalah lembaga yang membantu
Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan yang selalu berusaha meningkatkan dan
mengembangkan sekolah atau madrasah menjadi lebih baik.

Sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk mengelola pendidikan di


lingkungan Nahdlatul Ulama, LP Ma’rif mempunyai visi dan misi yang selalu diperjuangkan
demi meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan Nahdlatul Ulama. Visi dan misi yang
dimaksud adalah :

1. Visi
a. Terciptanya manusia unggul yang mampu berkompetisi dan sains dan teknologi
serta berwawasan Ahlussunnah Wal Jama’ah.
b. Tersedianya kader-kader bangsa yang cakap, terampil dan bertanggung jawab
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berakhlak karimah.
c. Terwujudnya kader-kader Nahdlatul Ulama yang mandiri, kreatif dan inovatif dalam
melakukan pencerahan kepada masyarakat.

2. Misi
a. Menjadikan lembaga pendidikan yang berkualitas unggul dan menjadi idola
masyarakat.
b. Menjadikan lembaga pendidikan yang independen dan sebagai perekat komponen
bangsa.

Selain sekolah atau madrasah, pendidikan lain yang dikelola Nahdlatul


Ulama adalah pesantren. Dengan segala dinamikanya, keberadaan pesantren telah
memberikan sumbangan besar yang tidak ternilai harganya dalam mencerdaskan anak
bangsa, menyuburkan tradisi keagamaan yang kuat serta menciptakan generasi yang
berakhlak karimah.

Pendidikan pesantren dirancang dan dikelola oleh masyarakat, sehingga pesantren


memiliki kemandirian yang luar biasa, baik dalam memenuhi kebutuhannya sendiri,
mengembangkan ilmu (agama) maupun dalam mencetak ulama.Para lulusan pesantren
tidak sedikit yang tampil dalam kepemimpinan nasional, baik dalam reputasi kejuangan,
keilmuan, kenegaraan maupun kepribadian.

Tradisi keilmuan dan keahlian dalam pesantren ditandai oleh beberapa hal sebagai
berikut :
1. Adanya tahapan-tahapan materi keilmuan.
2. Adanya hirarki kitab-kitab yang menjadi bahan kajian.
3. Adanya metodologi pengajaran yang bervariasi (pola terpimpin, pola mandiri dan
ekspresi).
4. Adanya jaringan pesantren yang menggambarkan tingkatan pesantren.

Salah satu tugas besar yang menjadi tanggung jawab Nahdlatul Ulama dalam
pengembangan pendidikan pesantren adalah bagaimana menggali nilai-nilai tradisi yang
menjadi ciri khasnya dengan ajaran Islam untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.
Hanya dengan demikian Nahdlatul Ulama akan mampu memberikan arti keberadaan dan
kebermaknaannya dalam masyarakat, bangsa dan kemanusiaan.

C. Peran Nahdlatul Ulama Pada Masa Reformasi

Masa reformasi yang menjadi tanda berakhirnya kekuasaan pemerintahan orde baru
merupakan sebuah momentum bagi Nahdlatul Ulama untuk melakukan pembenahan diri.
Selama rezim orde baru berkuasa, Nahdlatul Ulama cenderung dipinggirkan oleh penguasa
saat itu. Ruang gerak Nahdlatul Ulama pada masa orde baru juga dibatasi, terutama dalam
hal aktivitas politiknya.

Pada masa reformasi inilah peluang Nahdlatul Ulama untuk memainkan peran
pentingnya di Indonesia kembali terbuka. Nahdlatul Ulama yang merupakan ormas Islam
terbesar di Indonesia, pada awalnya lebih memilih sikap netral menjelang mundurnya
Soeharto. Namun sikap ini kemudian berubah, setelah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU) mengeluarkan sebuah pandangan untuk merespon proses reformasi yang
berlangsung di Indonesia, yang dikenal dengan Refleksi Reformasi.

Refleksi reformasi ini berisi delapan butir pernyataan sikap dari PBNU, yaitu :
1. Nahdlatul Ulama memiliki tanggung jawab moral untuk turut menjaga agar reformasi
berjalan kea rah yang lebih tepat.
2. Rekonsiliasi nasional jika dilaksanakan harus ditujukan untuk merajut kembali ukhuwah
wathaniyah (persaudaraan kebangsaan) dan dirancang kea rah penataan sistem
kebangsaan dan kenegaraan yang lebih demokratis, jujur dan berkeadilan.
3. Reformasi jangan sampai berhenti di tengah jalan, sehingga dapat menjangkau
terbentuknya sebuah tatanan baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
4. Penyampaian berbagai gagasan yang dikemukakan hendaknya dilakukan dengan
hati-hati, penuh kearifan dan didasari komitmen bersama serta dihindari adanya pemaksaan
kehendak.
5. Kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu harus disikapi secara arif dan bertanggung
jawab.
6. TNI harus berdiri di atas semua golongan.
7. Pemberantasan KKN harus dilakukan secara serius dan tidak hanya dilakukan pada
kelompok tertentu.
8. Praktik monopoli yang ada di Indonesia harus segera dibasmi tuntas dalam setiap
praktik ekonomi.

Pada perkembangan selanjutnya, PBNU kembali mengeluarkan himbauan yang


isinya menyerukan agar agenda reformasi diikuti secara aktif oleh seluruh lapisan dan
jajaran Nahdlatul Ulama. Himbauan itu dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 1998 yang
ditandatangani oleh KH. M. Ilyas Ruhiyat, Prof. Dr. KH. Said Agil Siraj, M.A., Ir. H. Musthafa
Zuhad Mughni dan Drs. Ahmad Bagdja.

Menjelang Nopember 1998, para mahasiswa yang merupakan elemen paling penting
dalam gerakan reformasi, makin menjadi tidak sabar dengan tokoh-tokoh nasional yang
enggan bergerak cepat dalam gerakan reformasi ini. Pada tanggal 10 Nopember 1998 para
mahasiswa merancang sebuah pertemuan dengan mengundang KH. Abdurrahman Wahid,
Megawati Soekarnoputri, Prof.Dr. Amien Rais dan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tempat
pertemuan ini dipilih di Ciganjur (rumah KH. Abdurrahman Wahid), karena kondisi kesehatan
KH. Abdurrahman Wahid saat itu belum sembuh total dari serangan stroke yang
menimpanya.

Keempat tokoh nasional pro reformasi tersebut membentuk sebuah kelompok yang
sering disebut Kelompok Ciganjur. Kelompok ini kemudian mengeluarkan sebuah deklarasi
yang dikenal dengan Deklarasi Ciganjur, yang berisi delapan tuntutan reformasi, yaitu :
1. Menghimbau kepada semua pihak agar tetap menjunjung tinggi kesatuan dan pesatuan
bangsa.
2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan memberdayakan lembaga perwakilan
sebagai penjelmaan aspirasi rakyat.
3. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat sebagai asas perjuangan di dalam proses
pembangunan bangsa.
4. Pelaksanaan reformasi harus diletakkan dalam perspektif kepentingan yang akan
datang.
5. Segera dilaksanakan pemilu oleh pelaksana independent.
6. Penghapusan dwi fungsi ABRI secara bertahap, paling lambat 6 tahun dari tanggal
pernyataan ini dibacakan.
7. Menghapus dan mengusut pelaku KKN, yang diawali dari kekayaan Soeharto dan
kroni-kroninya.
8. Mendesak untuk segera dibubarkannya PAM Swakarsa.

Gerakan reformasi harus dijalankan dengan cara-cara yang damai dan menolak
segala bentuk tindakan kekerasan atas nama reformasi. Di berbagai wilayah Indonesia
digelar istighosah yang bertujuan untuk memohon kepada Allah SWT agar bangsa
Indonesia dapat segera terbebas dari krisis yang sedang melanda. Istighosah terbesar yang
diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama diadakan di Jakarta pada bulan Juli 1999, yang
dihadiri tokoh-tokoh nasional. Dengan penyelengaraan istighosah, diharapkan dapat
mempererat silaturahim dan mengurangi ketegangan antar komponen bangsa.

9
D. Peran Nahdlatul Ulama Dalam Bidang Politik

Menurut KH. Ahmad Mustofa Bisri, setidaknya ada 3 jenis politik dalam pemahaman
Nahdlatul Ulama, yaitu politik kebangsaan, politik kerakyatan dan politik kekuasaan.
Nahdlatul Ulama sejak berdiri memang melakukan aktivitas politik, terutama dalam
pengertian yang pertama, yakni politik kebangsaan, karena Nahdlatul Ulama sangat
berkepentingan dengan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam sejarah perjalanan Indonesia, tercatat bahwa Nahdlatul Ulama selalu


memperjuangkan keutuhan NKRI. Selain dilandasi oleh nilai-nilai ke-Islam-an,
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Nahdlatul Ulama juga didasari oleh nilai-nilai
ke-Indonesia-an dan semangat nasionalisme yang tinggi.

Politik jenis kedua yang dijalankan oleh Nahdlatul Ulama yaitu politik kerakyatan.
Politik kerakyatan bagi Nahdlatul Ulama sebenarnya adalah perwujudan dari prinsip amar
ma’ruf nahi munkar yang ditujukan kepada penguasa untuk membela rakyat. Hal itulah yang
kemudian diambil alih oleh generasi muda Nahdlatul Ulama melalui LSM-LSM, ketika
melihat Nahdlatul Ulama secara structural kurang peduli terhadap permasalahan yang
menyangkut kepentingan rakyat kecil.

Nahdlatul Ulama juga menjalankan politik jenis ketiga, yaitu politik kekuasaan atau
yang lazim disebut politik praktis. Politik kekuasaan merupakan jenis politik yang paling
banyak menarik perhatian orang Nahdlatul Ulama. Dalam catatan sejarah, terlihat bahwa
Nahdlatul Ulama pernah mendapatkan kesuksesan dalam pemilu pertama di Indonesia pada
tahun 1955. Pada saat itu, dalam waktu persiapan yang relative sangat pendek, Partai
Nahdlatul Ulama yang baru keluar dari Masyumi dapat menduduki peringkat ketiga setelah
PNI dan Masyumi yang sangat siap waktu itu. Disusul pada pemilu pertama orde baru pada
tahun 1971, dimana Partai Nahdlatul Ulama menduduki posisi kedua setelah Golongan
Karya. Sejak saat itu banyak tokoh Nahdatul Ulama yang terjun ke dunia politik praktis. Hal
ini membawa dampak negatif pada aktivitas penting Nahdlatul Ulama lainnya seperti dalam
bidang pendidikan, ekonomi, sosial dan dakwah yang menjadi terbengkalai.

Menyadari bahwa Nahdlatul Ulama merupakan satu kesatuan yang integral dari para
anggotanya dengan aneka ragam latar belakang dan aspirasi masing-masing dan demi
mengembangkan budaya politik yang bertanggung jawab, maka Nahdlatul Ulama
memberikan pedoman berpolitik sebagai berikut :
1. Berpolitik mengandung arti keterlibatan warga Negara dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
2. Berpolitik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan
menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.
3. Berpolitik dengan mengembangkan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis,
menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.
4. Berpolitik harus dilakukan dengan moral, etika dan budaya sesuai dengan nilai-nilai
sila-sila Pancasila.
5. Berpolitik harus dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama.
6. Berpolitik dilakukan untuk memperkokoh consensus-konsensus nasional dan
dilaksanakan sesuai dengan akhlakul karimah sebagai pengamalan ajaran Islam
Ahlussunnah Wal Jama’ah.
7. Berpolitik dengan dalih apapun tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan
kepentingan bersama dan memecah belah persatuan.
8. Perbedaan pandangan harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan dan saling
menghargai.
9. Berpolitik menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam
pembangunan nasional.

Dengan berpedoman pada etika politik di atas, menurut Ir. KH. Salahuddin
Wahid, Nahdlatul Ulama dapat mewujudkan peran politik yang ideal dengan selalu
berpegang pada prinsip-prinsip, pertama, memperhatikan kepentingan bangsa dan negara
serta agama, kedua, memperhatikan kepentingan Nahdlatul Ulama, baik secara jama’ah
(komunitas) maupun jam’iyyah (organisasi), ketiga, orang-orang Nahdlatul Ulama yang
memiliki jabatan dalam structural organisasi Nahdlatul Ulama tidak masuk ke dalam wilayah
politik praktis.

Selanjutnya dalam merespon perkembangan politik pada masa reformasi,


Nahdlatul Ulama memfasilitasi pendeklarasian sebuah partai politik. Pendeklarasian partai
tersebut bertujuan untuk menyalurkan dan memproses warga nahdliyin yang ingin berkiprah
dalam politik praktis agar menjadi politisi sejati, yang pada gilirannya menjadi negarawan.

10

Pada sisi lain, Nahdlatul Ulama memberikan kebebasan pada warganya untuk
memasuki partai politik manapun yang diyakininya dapat menjadikan dirinya sebagai politisi
sejati dan negarawan. Dengan catatan senantiasa mengacu pada etika berpolitik nahdliyin
yang didasarkan pada nilai-nilai Ahlussunnah Wal Jama’ah dan tidak kehilangan kesetiaan
kepada cita-cita dan kepentingan Nahdlatul Ulama.

RANGKUMAN

1. Sejak berdirinya Nahdlatul Ulama memilih beberapa bidang kegiatannya sebagai


usaha untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan berdirinya, baik yang bersifat keagamaan
maupun kemasyarakatan, seperti peningkatan bidang keilmuan, peningkatan kegiatan
penyiaran Islam, pembangunan sarana-sarana peribadatan dan pelayanan sosial serta
peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup masyarakat.

2. Sebagai organisasi yang mempunyai fungsi pendidikan, Nahdlatul Ulama senantiasa


berusaha secara sadar untuk menciptakan warga negara yang menyadari akan hak dan
kewajibannya terhadap bangsa dan negara.

3. Nahdlatul Ulama secara organisatoris tidak terikat dengan organisasi politik dan
organisasi kemasyarakatan manapun juga. Setiap warga Nahdlatul Ulama adalah warga
negara yang mempunyai hak-hak politik yang dilindungi oleh undang-undang dan harus
dilakukan secara bertanggung jawab.

EVALUASI

A. Pilihlah jawaban a, b, c atau d pada pertanyaan di bawah ini yang kamu anggap benar !

1. Nahdlatul Ulama adalah Jam’iyyah Diniyyah Islamiyah artinya ….


a. organisasi keagamaan dan sosial kemasyarakatan
b. organisasi keagamaan Islam
c. organisasi keagamaan dan ekonomi
d. organisasi keagamaan dan politik

2. Nahdlatul Ulama senantiasa berusaha memegang teguh prinsip ukhuwah dan tasamuh.
Makna arti ukhuwah dan tasamuh adalah ….
a. persaudaraan dan toleransi
b. persaudaraan dan bersikap adil
c. saling menghargai dan menghormati
d. saling menghargai dan tepo seliro

3. Tujuan Nahdlatul Ulama dib dang ekonomi disebutkan dalam anggaran dasar ….
a. pasal 6 huruf a
b. pasal 6 huruf b
c. pasal 6 huruf c
d. pasal 6 huruf d

4. Inti dari usaha yang dilakukan Nahdlatul Ulama di bidang ekonomi adalah ….
a. adanya pemerataan kesempatan dalam berusaha
b. menciptakan lapangan kerja
c. memberikan pelatihan kerja
d. menyiapkan tenaga kerja siap pakai

5. Cikal bakal Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan adalah ….


a. Nahdlatul Wathan
b. Nahdlatut Tujjar

11

c. Syirkah Inan
d. Tashwirul Afkar

6. Pendiri Nahdlatul Wathan adalah ….


a. KH. Hasyim Asy’ari
b. KH. Abdul Wahab Hasbullah
c. KH. Abdul Wahid Hasyim
d. KH. Ridlwan

7. Lembaga Pendidikan Ma’arif yang diberi kewenangan Nahdlatul Ulama untuk mengatur
pendidikan di lingkungan Nahdlatul Ulama berdiri pada tanggal ….
a. 19 September 1929
b. 20 September 1929
c. 21 September 1929
d. 22 September 1929

8. Awal dimulainya masa refoemasi ditandai dengan ….


a. runtuhnya orde lama
b. runtuhnya orde baru
c. penyerahan kekuasaan dari Sukarno kepada Suharto
d. penyerahan kekuasaan dari Suharto kepada KH. Abdurrahman Wahid

9. Di bawah ini yang tidak termasuk tokoh reformasi adalah ….


a. KH. Abdurrahman Wahid
b. Megawati Soekarnoputri
c. Prof. Dr. Amien Rais
d. Susilo Bambang Yudoyono

10. Nahdlatul Ulama menjadi peserta pemilu pada tahun …


a. 1955 dan 1971
b. 1955 dan 1978
c. 1971 dan 1978
d. 1971 dan 1983

B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan tepat !

1. Sebutkan 3 jenis politik menurut KH. Ahmad Mustofa Bisri !


2. Bagaimana peran Nahdlatul Ulama pada masa reformasi ?
3. Jelaskan peran pesantren dalam pengembangan pendidikan di lingkungan Nahdlatul
Ulama !
4. Sebutkan visi dan misi Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan !
5. Sebutkan lembaga-lembaga yang mendukung program ekonomi Nahdlatul Ulama !

12

BAB V
AMALIYAH WARGA NAHDLATUL ULAMA

Standar Kompetensi :
Kemampuan menganalisa amaliyah ibadah yang dianut Nahdlatul Ulama

Kompetensi Dasar :
Mengamalkan amaliyah ibadah yang dianut Nahdlatul Ulama

Indikator :
1 . Siswa mampu menjelaskan dasar dan hakekat do’a qunut
2 . Siswa mampu menjelaskan arti pentingnya ziarah kubur
3 . Siswa mampu membiaskan diri ziarah kubur

Di antara ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah adalah keberadaan Al-Qur'an yang


diyakini sebagai kitab Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
petunjuk dan pembimbing manusia. Ahlussunnah Wal Jama'ah juga mengajarkan bahwa
Nabi Muhammad SAWadalah manusia biasa yang sempurna, sehingga ia mampu berperan
sebagai teladan sekaligus panutan yang baik.

Doktrin di atas di internal kaum nahdliyin melahirkan pemikiran dan tradisi pemuliaan
sekaligus panutan yang baik. Di bawah ini dijelaskan sebagian amalan-amalan tersebut.

A. Dasar Dan Hakekat Do’a Qunut

Qunut adalah do’a yang dibaca pada saat tertentu dan karena keadaan tertentu.
Qunut dibagi dua macam, yaitu qunut witir atau qunut subuh dan qunut nazilah. Imam Syafi’i
menyatakan bahwa qunut sunnah dibaca dalam shalat subuh berdasarkan hadits dari Anas
bin Malik yang menyatakan :

Artinya : Rasulullah SAW senantiasa membaca qunut pada shalat subuh hingga
beliau wafat. (HR. Ahmad bin
Hambal)
Apa yang dilakukan Rasulullah SAW itu kemudian diikuti oleh para sahabat, seperti Umar
bin Khattab ra.

Qunut dalam shalat subuh adalah sunnah muakkad, andaikata ditinggalkan, baik
sengaja atau karena lupa, tidak batal shalatnya, akan tetapi melakukan sujud sahwi. Qunut
dalam shalat subuh dilakukan setelah mengangkat kepala dari ruku’ dalam rakaat kedua.
Do’a qunut juga dilakukan pada separuh akhir bulan Ramadlan dalam rakaat terakhir dari
shalat witir.

Sedangkan qunut nazilah adalah qunut yang dibaca kaum muslimin dalam shalat
fardlu ketika umat Islam menghadapi bahaya, wabah penyakit, tantangan, bencana dan
permusuhan dari orang-orang kafir. Apabila bahaya yang mengancam itu sudah berakhir,
maka berakhir pula pembacaan qunutnya.

Pembacaan qunut nazilah berdasarkan atas sunnah Rasulullah SAW, “ Rasulullah


SAW mengadakan qunut selama satu bulan untuk mendo’akan pembunuh-pembunuh para
sahabatnya di Bir al-Maunah “ (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits lain dari Abu Hurairah ra menyebutkan, “ Sesungguhnya apabila ingin


mendo’akan seseorang, Nabi Muhammad SAW membaca qunut sesudah ruku’ “ (HR.
Bukhari dan Ahmad Ibnu Hambal).
13

B. Arti Penting Ziarah Kubur

Nahdlatul Ulama akrab dengan budaya ziarah kubur, yaitu mendatangi


makam-makam orang tua, kakek, nenek, anak, leluhur, para ulama, wali dan lain
sebagainya untuk mendo’akan atau bertawasul kepada mereka. Biasanya waktu yang dipilih
adalah Kamis sore atau Jum’at pagi. Di atas makam mereka membaca tahlil dan ayat-ayat
Al-Qur’an, yang pahalanya dihadiahkan pada ahli kubur tersebut. Bagi mereka yang peka
lingkungan, sebelum kirim do’a, terlebih dahulu membersihkan lingkungan dari sampah
dedaunan atau mengganti bunga-bunga yang sudah kering di atas makam.

Pada masa awal Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh Rasulullah SAW. Hal itu
dimaksudkan untuk menjaga aqidah mereka yang belum kuat, agar tidak menjadi musyrik
dan penyembah kuburan. Namun setelah Islam kuat dan aqidah mereka juga kuat,
Rasulullah justru menyuruh kaum muslimin untuk melakukannya. Hal ini berdasar pada
Hadits,

“ Dahulu saya melarang menziarahi kubur, adapun sekarang berziarahlah ke sana, karena
yang demikian itu akan mengingatkanmu akan hari akhirat “. (HR. Ahmad, Muslim dan
Asbahus Sunan)

Ziarah kubur sangat dianjurkan dalam Islam, sebab manfaat di dalamnya sangat
besar, baik bagi orang yang sudah meninggal dunia berupa hadiah pahala bacaan Al-Qur’an
maupun bagi orang yang berziarah itu sendiri, yakni mengingatkan manusia akan kematian
yang pasti akan menjemputnya.

Dipilihnya hari Kamis sore atau Jum’at pagi, karena hari Jum’at adalah hari paling
mulia (penanggalan hijriyah dimulai dari tenggelamnya matahari) dan diyakini para arwah
sedang diberi kebebasan pada hari itu untuk menengok keluarganya, sekaligus menunggu
kiriman dari mereka berupa amal.

Sedangkan ziarah di bulan suci Ramadlan ataupun di Hari Raya sebenarnya tidak
ada perintah dan tidak ada larangan. Karena tidak ada larangan, orang yang suka ziarah
mengambil inisiatif, alangkah indahnya jika dapat kirim do’a pada hari-hari yang penuh
rahmat dan ampunan (Ramadlan) dan hari yang bahagia (Idul Fitri). Justru akan sangat
bermakna bagi orang-orang yang mudik ke kampong kalau mereka mengunjungi makam
orang tua.
Di samping maksud utama ziarah kubur itu mendo’akan terhadap mereka yang
sudah wafat, agar mendapatkan maghirah (ampunan) dan rahmat dari Allah SWT, juga
mengandung beberapa hikmah yang sangat bermanfaat, antara lain :

1. Mengingat akan alam akhirat

Kelak di alam akhirat, manusia yang telah meninggal dunia akan dihidupkan kembali
oleh Allah SWT untuk menerima keadilan dan balasanNya atas segala amal perbuatan
manusia semasa hidupnya. Semua amal perbuatan manusia tidak ada yang tertinggal,
masing-masing akan mendapatkan balasan sekalipun amal itu tidak terlihat oleh sesama
manusia.

2. Berzuhud terhadap dunia

Zuhud terhadap dunia berarti meninggalkan dunia untuk berbakti kepada Allah SWT.
Manusia jangan sampai terpikat hati dan pikirannya dengan tipu muslihat dunia, tetapi justru
dapat memanfaatkan harta benda yang diperolehnya di jalan yang diridhai Allah SWT
sebelum ajal mendatanginya.

3. Mengambil suri tauladan

Setiap manusia pasti akan mengalami kematian, yang waktunya tak dapat diketahui
sebelumnya. Oleh karena itu sebelum ajal datang, manusia perlu selalu memperbanyak
amal kebaikannya dan meninggalkan amal keburukan serta bertaubat memohon ampun
kepada Allah SWT.

14

4. Mendapatkan barokah

Hal ini jika yang diziarahi adalah orang yang shalih, dimana ketika hidupnya telah
dimintai barokahnya. Setelah wafatnya, orang tersebut boleh menurut faham Ahlussunnah
Wal Jama’ah untuk kita mohon barokahnya.

5. Membulatkan niat mencari ridha Allah SWT

Seorang muslim yang berziarah hendaknya wajib meyakinkan hatinya bahwa tidak
ada yang dapat memberi manfaat dan madharat, kecuali kekuasaan Allah SWT. Yakinkan
niat bahwa berziarah itu semata-mata mencari ridha Allah SWT.

Berziarah berarti memberi nasihat kepada yang hidup tentang kematian, bukan
memberi nasihat kepada yang mati, karena yang mati tak perlu lagi menerima nasihat dan
tidak mempunyai hubungan dengan yang masih hidup. Namun sebaliknya manusia hidup
masih mempunyai hubungan dengan yang sudah mati.

Perempuan ziarah kubur di kalangan warga Nahdlatul Ulama tidak begitu popular.
Sebab mereka sudah paham bahwa ziarah kubur bagi perempuan tidak diperkenankan.
Alasannya perempuan pada umumnya banyak mendatangkan madharat ketimbang
manfaat.

Dalam melakukan ziarah kubur perlu diperhatikan beberapa petunjuk, antara lain :
1. Berwudlu dahulu sebelum berziarah.
2. Mengucapkan salam.
3. Membaca ayat-ayat atau surat-surat dari Al-Qur’an, seperti tahlil, surat Yasin, ayat kursi
dan lain-lain.
4. Menghadap kiblat ketika membaca do’a.
5. Ziarah dilakukan dengan penuh khidmat dan khusyu’.
15

RANGKUMAN

1. Membaca do’a qunut dan ziarah kubur merupakan sebagian amaliah yang dilakukan
warga Nahdlatul Ulama yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan justru
dianjurkan atau diperintahkan.

2. Ziarah kubur pada dasarnya dapat dilaksanakan kapan saja. Tetapi sebagian besar
memilih waktu-waktu yang baik, seperti : hari Kamis sore, Jum’at pagi, bulan Ramadlan dan
hari Raya Idul Fitri.

2. Membaca do’a qunut dan ziarah kubur telah dilaksanakan oleh mayoritas umat Islam
secara umum dan oleh warga Nahdlatul Ulama secara khusus adalah suatu amalan yang
juga telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW sejak dahulu.

3. Banyak hikmah yang diperoleh dalam melaksanakan ziarah kubur, antara lain :
mengingat akan alam akhirat, berzuhud terhadap dunia, mengambil suri tauladan,
mendapatkan barokah dan membulatkan niat mencari ridha Allah SWT.

EVALUASI

A. Pilihlah jawaban a, b, c atau d pada pertanyaan di bawah ini yang kamu anggap benar !

1. Do’a yang dibaca pada saat tertentu dan karena keadaan tertentu disebut ….
a. do’a qunut
b. do’a witit
c. do’a tarawih
d. do’a sapu jagat
e. do'a dunia akhirat

2. Do’a qunut yang dibaca pada shalat subuh, menurut Imam Syafi’i hukumnya ….
a. wajib
b. sunnah muakkad
c. tidak diperbolehkan
d. diperbolehkan pada waktu-waktu tertentu
e. diperbolehkan pada semua waktu
3. Apabila lupa membaca do’a qunut pada shalat subuh, harus melakukan ….
a. sujud syukur
b. sujud sahwi
c. sujud tilawah
d. sujud bersama-sama
e. sujud perseorangan

4. Qunut yang dibaca kaum muslimin dalam shalat fardlu ketika umat Islam menghadapi
bahaya disebut ….
a. qunut subuh
b. qunut witir
c. qunut nazilah
d. qunut di bulan Ramadlan
e. qunut di bulan Syawal

5. Qunut dalam shalat subuh dilakukan ….


a. setelah mengangkat kepala dari ruku’ dalam rakaat pertama
b. setelah mengangkat kepala dari ruku’ dalam rakaat kedua
c. sebelum mengangkat kepala dari ruku’ dalam rakaat pertama
d. sebelum mengangkat kepala dari ruku’ dalam rakaat kedua
e. sebelum mengangkat kepala dari ruku' dalam rakaat ketiga

16

6. Biasanya waktu yang dipilih untuk melaksanakan ziarah kubur adalah hari ….
a. Kamis sore atau Jum’at pagi
b. Kamis sore atau Jum’at sore
c. Jum’at pagi atau Jum’at sore
d. Jum’at dan Sabtu
e. Kamis, Jum'at dan Sabtu

7. Pada masa awal Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh Rasulullah SAW. Hal itu
dimaksudkan untuk …
a. mendo’akan yang sudah meninggal dunia
b. bertawasul pada Rasulullah SAW
c. menjaga aqidah mereka yang belum kuat
d. mendapatkan barokah
e. mendapatkan sesuatu yang diinginkan

8. Di bawah ini yang tidak termasuk hikmah ziarah kubur adalah ….


a. mengingat akan alam akhirat
b. berzuhud terhadap dunia
c. mengambil suri tauladan
d. meminta sesuatu pada ahli kubur
e. membulatkan niat mencari ridha Allah SWT.

9. Dalam melakukan ziarah kubur perlu diperhatikan beberapa petunjuk, antara lain …
a. ziarah dilakukan dengan penuh khidmat dan khusyu’
b. memakai pakaian serba putih
c. memakai minyak wangi
d. dilakukan secara bersama-sama
e. dilakukan sendiri

10. Ziarah kubur sudah dilakukan sejak ….


a. masa Rasulullah SAW
b. masa sahabat
c. masa tabiit
d. masa tabiin
e. masa tabiit tabiin

B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan tepat !

1. Sebutkan dasar do’a qunut !


2. Sebutkan macam do’a qunut ?
3. Apakah perbedaan antara qunut subuh dengan qunut nazilah !
4. Sebutkan dasar ziarah kubur !
5. Sebutkan hikmah dari ziarah kubur !

17
DAFTAR PUSTAKA

Soeleiman Fadeli, H, Mohammad Subhan, S. Sos, 2007, Antologi NU, Surabaya, Khalista

Abdul Muchit Muzadi, KH, NU Dalam Perspektif Sejarah dan Ajaran, 2006 Surabaya
Khalista

Zudi Setiawan, Nasionalisme NU, 2007, Semarang, Aneka Ilmu

Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 1985, Sala, Jatayu

Usman NCK, Tata Cara Ziarah Kubur

Amin Farikh, M.Ag, Ismail SM, M.Ag, Materi Dasar Nahdlatu Ulama Ahlusunnah Wal
Jama’ah, 2006, Semarang, PW Lembaga Pendidikan Ma’arif Jawa Tengah

Imam Annawawi, Terjemah Al-Adzkar, 1994, Darul Ihya

A. Suhaimi Syukur, H, BA, Pendidikan Aswaja/Ke-NU-an, 1996, Surabaya, PW Lembaga


Pendidikan Ma’arif Jawa Timur

Aceng Abdul Azis Dy, dkk, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah di Indonesia, 2007, Jakarta,
Pustaka Ma’arif NU

Badruddin Hsubky, Drs. KH, Bid'ah-Bid'ah Di Indonesia, 1996, Jakarta, Gema Insani Press

Munawir Abdul Fatah, H, Tradisi Orang-Orang NU, 2006, Yogyakarta, Pustaka Pesantren

Anda mungkin juga menyukai