Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Analisa Asuhan Keperawatan


Pada bab ini penulis akan menguraikan keefektifan penggunaan aroma
terapi lavender dalam penurunan intensitas nyeri post operasi. Penulis akan
menganalisis dan mengemukakan kesenjangan dan kesesuaian yang
ditemukan pada aroma terapi lavender dalam pelaksanaan penurunan
intensitas nyeri.
1. Karakteristik pasien
Pasien apendisitis akut di RSUD Hamba Muara Bulian tiga tahun
terakhir di dominasi oleh pasien wanita dengan angka kejadian 192
pasien sementara pasien laki-laki sebanyak 90 pasien.
Hal ini tidak sesuai dengan literatur, dimana menurut Humes &
Simpson (2006) angka kejadian apendisitis lebih banyak pada laki-laki
dari pada perempuan, dengan perbandingan 1,5:1. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Hwang & Khumbaar (2002) proporsi jaringan
limfoid pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, dengan
temuan tersebut dapat menjelaskan insiden apendisitis pada laki-laki
lebih banyak dari pada perempuan. Ditemukanya dominansi pasien
apendisitis akut perempuan di RSUD Hamba diduga disebabkan karena
gaya hidup dan kebiasaan makan perempuan di Kota Muara bulian yang
lebih banyak mengkonsumsi makanan cepat saji rendah serat. Hal ini
memicu tingginya resiko apendisitis pada kaum perempuan di Kota
Muara Bulian.
Tamsuri (2007) Nyeri dipengaruhi faktor individu, usia, jenis
kelamin, budaya, makna nyeri, perhatian pasien, tingkat kecemasan itu
sendiri, dan pengalaman sebelumnya. Kondisi semacam itu dapat
dimengerti, bahwa sebagian besar klien belum mempunyai kemampuan
untuk mengatasi rasa nyeri apapun sebabnya disisi yang lain. Pada klien
belum memiliki kemampuan untuk mengelola rasa nyeri, karena memang
kemampuan mengelola rasa nyeri memerlukan pengalaman pribadi yang

85
patut dicoba dan mencoba sehingga memperoleh pengalaman pribadi
yang unik dalam mengatasi nyeri.
Hal ini sesuai pendapat Rahariyani (2008) yang mengatakan nyeri
merupakan pengalaman sensori yang tidak menyenangkan dan
pengalaman emosional yang muncul akibat kerusakan jaringan actual
maupun potensial Penyakit ini jarang ditemukan pada usia yang sangat
muda atau pasien tua, dikarenakan bentuk anatomis apendik yang
berbeda pada usia tersebut.
Nursalam (2008) berpendapat usia adalah umur individu yang
terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Umur juga dapat
mempengaruhi pengetahuan sesepasien lebih matang dalam berpikir
dalam bekerja, jenis kelamin berkaitan dengan perilaku model, bahwa
individu akan melakukan modeling sesuai dengan jenis kelaminnya.
Social budaya, system budaya yang ada di masyarakat mempengaruhi
sikap dalam menerima informasi. Dalam hal ini nyeri yang dirasakan
pasien kategori sedang, dan kebanyakan penyakit ini ditemukan pada usia
pertengahan yaitu tidak usia muda ataupun usia tua, sebab perhatian
pasien terhadap hal lain belum maksimal, sebagian besar klien belum
mempunyai kemampuan untuk mengatasi rasa nyei sebab perhatian
pasien terhadap hal lain belum maksimal, sehingga nyeri yang dirasakan
cukup kuat.
Untuk menyelesaikan permasalahan pada pasien apendisitis
perforasi penulis telah melakukan proses keperawatan berdasarkan setiap
tahapnya yaitu pengkajian,penegakkan diagnose, merencanakan asuhan
keperawatan, implementasi dan evaluasi proses keperwatan. Penetappan
diagnose keperawatan dilakukan berdasarkan batasan karakteristik
NANDA dan rencana asuhan keperawatan dibuat berdasarkan Nursing
Outcomes Classification ( NOC ) dan Nursing Intervention
Classification ( NIC ) asuhan keperawatan pada pasien dilakukan selama
4 hari pada tanggal 06 Juli 2019 sampai 10 Juli 2019 .

86
2. Pengkajian Keperawatan
Tahap Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber untuk mengidentifikasi status kesehatan pasien.
Pengkajian pada pasien penulis menggunakan metode wawancara,
observasi studi dokumentasi dan pemeriksaan fisik, dengan hasil
pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 06 Juli 2019 ( jam 16.00
WIB ) diperoleh data focus pada pasien sebelum operasi adalah adanya
nyeri diseluruh lapang perut bagian bawah, dari perut kanan bawah dan
kedaerah suprapubik atau daerah kuadran III dan IV, lien mengatakan
perutnya terasa kencang, klien tampak meringis, skala nyeri 5, Tekanan
darah: 120/83 MmHg, Nadi 90x/menit, suhu 36,8 C, pernapasan 22
kali/menit, nyeri tekan dan nyeri lepas kuadran kanan bawah, tampak
perut mengencang.
Hal ini sependapat dengan Menurut Robbins (2006) keluhan
utama pasien apendisitis berupa nyeri kolik visceral pada bagian
epigastrium dan peri-umbilikal yang biasannya akan bertahan selama 24
jam pertama. Nyeri lalu menjalar ke bagian iliaca kanan abdomen dan
berubah menjadi nyeri somatik yang relatif konstan dan tajam. Nyeri
kolik yang terjadi pada fase awal apendisitis akut dihasilkan akibat
rangsangan saraf visceral dari dinding usus. Sementara nyeri somatik
yang relatif dapat terlokalisir dihasilkan akibat keterlibatan parietal
peritoneum setelah perkembangan proses inflamasi yang terjadi. Suratun
dan Lusianah (2010) mengatakan bahwa mual dan muntah pada
apendisitis dapat terjadi akibat nyeri klien visceral. Saat pengkajian klien
tidak mengeluhkan mual dan muntah namun data awal klien masuk
Rumah Sakit menyebutkan bahwa klien terdapat mual dan muntah 1
kali.
Menurut Marisa (2012) penelitian yang dilakukan di RSUD
Tugurejo Semarang pada januari 2009- Juli 2011 menyebutkan bahwa
terdapat kenaikan jumlah leukosit pada penderita apendisitis akut dan
apendisitis perforasi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kenaikan

87
jumlah leukosit dapat dijadikan salah satu diagnosis penunjang penting
bagi pasien apendisitis. Hal ini sesuai dengan yang ditemukan pada klien
bahwa terjadi peningkatan leukosit yaitu 11,91x103..
Cemas disebabkan oleh hal-hal yang tidak jelas, termasuk di
dalamnya pasien yang akan menjalani operasi karena tidak tahu
konsekuensi operasi dan takut terhadap prosedur operasi itu sendiri.
Kecemasan (Ansietas) merupakan reaksi emosional terhadap penilaian
individu yang subyektif, yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan
tidak diketahui secara khusus penyebabnya. Sehingga dapat dikatakan
bahwa kecemasan pada pasien sebelum pembedahan adalah
kekhawatiran yang tidak jelas dirasakan oleh pasien karena tidak
mengetahui tentang konsekuensi proses pembedahan (Dirjen Pelayanan
Medik, 2000) dalam Arfian (2013).
Selain itu, tingkat kecemasan yang lebih tinggi dapat membuat
pasien terlalu peka terhadap rangsangan yang tidak menyenangkan, yang
akan meningkatkan indra sentuhan, penciuman, atau pendengaran. Ini
menghasilkan rasa sakit yang hebat, pusing, dan mual. Ini juga dapat
meningkatkan perasaan tidak nyaman pasien di lingkungan yang tidak
dikenal (Carr, 2009). Hal ini ditemukan pada klien dimana klien
mengatakan Cemas akan dioperasi, klien mengatakan tidak menyangka
akan dioperasi, klien tampak cemas, klien selalu bertanya tentang
prosedure operasi, tekanan darah: 120/83 MmHg, Nadi 90x/menit, suhu
36,8 C, pernapasan 22 kali/menit dan tampak klien akan operasi
laparatomi.
Data-data yang ditemukan pada klien setelah operasi yaitu :
Klien mengatakan nyeri pada perut bekas luka post op, klien
mengatakan perutnya terasa kencang, klien mengatakan nyeri seperti
teriris-iris, klien mengatakan nyeri bertambah saat melakukan pergeraan
dan berkurang saat istirahat, klien tampak meringis, klien tampak lemas,
skala nyeri 6, Tekanan darah: 110/78 MmHg, Nadi 94x/menit, suhu 36,2
C, pernapasan 24 kali/menit, tampak perut mengencang, tampak luka
post op vertikal ukuran 10cm.

88
Hal ini sejalan dengan Potter& Perry (2010) yang menyebutkan
bahwa Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang fisiologis, tetapi
hal ini menjadi salah satu keluhan yang paling ditakuti oleh klien setelah
pembedahan. Sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran klien
kembali penuh, dan semakin meningkat seiring dengan berkurangnya
pengaruh anestesi. Adapun bentuk nyeri yang dialami oleh klien pasca
pembedahan adalah nyeri akut. Pembedahan merupakan suatu tindakan
pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan
menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian
tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian
yang akan ditangani ditampilkan, selanjutnya dilakukan perbaikan yang
diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.
Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan insisi yang
merupakan trauma bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan
dan gejala. Salah satu keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri
(Sjamsuhidajat, 2010)
Menurut Andarmoyo (2013), Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi
setelah cidera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan
yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan
berlangsung untuk waktu singkat. Dari pengertian tersebut dapat
dijelaskan bahwa penyebab nyeri akut salah satunya karena prosedur
pembedahan, pada pasien ditemukan bahwa pasien setelah menjalani
operasi laparatomi terdapat sayatan/ luka bekas operasi laparatomi
sepanjang kurang lebih 10 cm.
Selain masalah nyeri didapatkan juga data bahwa klien
mengatakan pergerakan terganggu, klien mengatakan takut untuk
bergerak, klien mengatakan nyeri saat ada pergerakan,klien tampak hati-
hati dalam bergerak, klien tampak takut untuk bergerak, klien riwayat
post op laparatomi, aktivitas klien tampak dibantu keluarga.
Hal ini sependapat dengan teori yang dikemukan bahwa Nyeri
yang dialami oleh klien pasca pembedahan adalah nyeri akut. Nyeri akut
secara serius mengancam penyembuhan klien pasca operasi sehingga

89
menghambat kemampuan klien untuk terlibat aktif dalam mobilisasi,
rehabilitasi, dan hospitalisasi menjadi lama (Perry & Potter, 2010).

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan dari hasil pengkajian dan analisis
yang telah diurut sesuai prioritas dan bedasarkan hasil pengkajian pada Ny.N
dengan ulkus kaki diabetikum didapatkan masalah keperawatan sebelum
operasi yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis,dan
ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan. Setelah operasi
masalah keperawatan yang muncul yaitu nyeri akut berhubungan dengan
agen injury fisik dan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

Masalah keperawatan prioritas pertama pre operasi yaitu nyeri akut


berhubungan dengan agen injury biologis. Hal ini terjadi karena Apendisitis
disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fikosis akibat peradangan
sebelumnya atau neoplasma. Makin lama mucus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema.
Diaforesis bakteri dan ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi apendisitis akut
fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sekresi mukus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan menyebabkan vena, edema
bertambah dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis
sukuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangrene stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi apendisitis
perforasi (Wijaya & Putri, 2013).
Diagnosa keperawatan kedua yaitu ansietas berhubungan dengan
ancaman status kesehatan. Hal ini terjadi karena klien dijadwalkan untuk
melaksanakan operasi.

90
Kecemasan sebelum operasi , adalah reaksi umum yang dialami oleh
pasien yang dirawat di rumah sakit untuk pembedahan. Kondisi ini dapat
digambarkan sebagai kondisi ketegangan atau kegelisahan yang tidak
menyenangkan yang dihasilkan dari keraguan atau ketakutan pasien sebelum
operasi. Sisi positifnya, jika seorang pasien mengalami kecemasan dalam
jumlah sedang, kecemasan tersebut dapat membantu persiapan operasi. Di sisi
negatif, kecemasan dapat membahayakan jika pasien mengalami jumlah yang
berlebihan atau kecil. Salah satu alasan untuk ini adalah bahwa sejumlah kecil
kecemasan tidak akan cukup mempersiapkan pasien untuk rasa sakit
(Pritchard, 2009).
Cemas disebabkan oleh hal-hal yang tidak jelas, termasuk di dalamnya
pasien yang akan menjalani operasi karena tidak tahu konsekuensi operasi
dan takut terhadap prosedur operasi itu sendiri. Kecemasan (Ansietas)
merupakan reaksi emosional terhadap penilaian individu yang subyektif, yang
dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus
penyebabnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kecemasan pada pasien
sebelum pembedahan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dirasakan oleh
pasien karena tidak mengetahui tentang konsekuensi proses pembedahan
(Dirjen Pelayanan Medik, 2000) dalam Arfian (2013).
Masalah keperawatan prioritas pertama post operasi yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen injury fisik. Hal ini terjadi karena klien telah
mengalami operasi laparatomi yang menimbulkan secara fisik bekas
luka/sayatan operasi yang menimbulkan rasa nyeri.
Nyeri post operasi merupakan hal yang fisiologis, namun hal ini sering
menjadi sebuah ketakutan dan dikeluhkan oleh pasien setelah menjalani
proses pembedahan. Sensasi nyeri akan terasa sebelum klien mengalami
kesadaran penuh dan meningkat seiring dengan berkurangnya anestesi dalam
tubuh. Adapun bentuk nyeri yang dialami oleh pasien post operasi adalah
nyeri akut yang terjadi akibat luka operasi atau insisi (Potter & Perry, 2010).
Luka insisi akan merangsang mediator kimia dari nyeri seperti
histamin, bradikinin, asetilkolin, dan prostaglandin dimana zat-zat ini diduga

91
akan meningkatkan sensitifitas reseptor nyeri dan akan menyebabkan rasa
nyeri pada pasien post operasi (Smeltzer & Bare, 2015).
Potter& Perry (2010) menyebutkan bahwa Pembedahan merupakan
suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka
dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian
tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang
akan ditangani ditampilkan, selanjutnya dilakukan perbaikan yang diakhiri
dengan penutupan dan penjahitan luka.
Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan insisi yang merupakan
trauma bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Salah
satu keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidajat, 2010).
Nyeri yang dialami klien setelah menjalani proses pembedahan akan
meningkatkan stres post operasi dan memiliki pengaruh terhadap proses
penyembuhan. Dibutuhkan kontrol nyeri setelah proses pembedahan, nyeri
yang dapat dikontrol dapat mengurangi kecemasan, bernafas lebih mudah dan
dalam, dan dapat mentoleransi mobilisasi yang cepat. Pengkajian nyeri dan
kesesuaian analgesik harus dilakukan untuk memastikan bahwa nyeri post
operasi dapat diatasi dengan baik (Potter & Perry, 2010).
Diagnosa keperawatan kedua yaitu hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri Hal ini terjadi karena klien telah melaksanakan
operasi laparatomi yang menyebabkan nyeri. Nurarif dan Hardi (2015)
mengatakan bahwa hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pergerakan
fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Nyeri
akut secara serius mengancam penyembuhan klien pasca operasi sehingga
menghambat kemampuan klien untuk terlibat aktif dalam mobilisasi,
rehabilitasi, dan hospitalisasi menjadi lama (Perry & Potter, 2010).

4. Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Untuk mengatasi masalah pada pasien perlu disusun intervensi dengan
tujuan akan dicapai sesuai dengan kriteria hasil yang mengacu pada nursing
outcomes classification( NOC ). Umumnya rencana yang ada pada asuhan
keperawatan teoritis dapat diaplikasikan dan diterapkan dalam rencana

92
tindakan yang dapat dilaksanakan dengan spesifik (jelas dan khusus),
measurable (dapat diukur), achievable (dapat diterima), rasional and timen
(ada kriteria waktu) (Nursalam ,2009 ).
Intervensi yang dilakukan pada Ny.N pada masalah nyeri akut salah
satunya adalah teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri dengan
penggunaan aroma terapi lavender. Untuk melakukan penggunaan aroma
terapi untuk mengurangi nyeri pasca pembedahan ini banyak cara dan bahan
yang bisa digunakan.
Aromaterapi dikenal sebagai suatu tindakan perawatan alami untuk
menyembuhkan penyakit secara menyeluruh (Primadiati, 2002).Aromaterapi
adalah salah satu teknik pengobatan atau perawatan menggunakan bau-
bauan yang menggunakan minyak esensial aromaterapi (Prima Dewi, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Argi dan Susi (2013) tentang pengaruh
aromaterapi lavender terhadap intensitas nyeri pada pasien pasca operasi
bedah mayor di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Didapatkan hasil Hasil uji
statistik didapatkan nilai p value 0,001 berarti ada perbedaan intensitas nyeri
antara sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi lavender.
Menurut karmila (2015) didapatkan hasil tindakan dipantau
menggunakan skala Visual Analogue Scale (VAS) didapatkan hasil ada
perubahan yang signifikan yaitu penurunan nyeri dari skala 6 menjadi skala
3 dengan lama perawatan 3 hari tentang penelitian Analisis Praktik Klinik
Keperawatan pada Pasien Post Laparatomy Explorasi Drainase
Appendiktomy E.C Peritonitis Dd Appendiks Perforasi dan
Pankreasitis Akut Terhadap Pemberian Aroma Terapi Lavender di
Ruang High Care Unit RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Tahun 2015.
Penelitian Maulidatunnisa (2015) juga menunjukkan adanya penurunan
skala nyeri dari skala sedang menjadi skala ringan, dari skala 6 menjadi 3.
Hal ini membuktikan bahwa pemberian aromaterapi lavender dapat
membantu menurunkan intensitas nyeri pada pasien dengan nyeri post
laparatomi.

93
Menurut penelitian, dalam 100 gram bunga lavender mengandung
beberapa kandungan seperti: minyak esensial (1-3%), alpha-pinene (0,22%),
camphene (0,06%), beta-mycrene (5,35%), p-
cymene(0,3%),limonene(1,06%),cineol(0,51%),linalool(26,12%),bomeol(1,2
1%), terpinen-4-0l (4,64%), linalyl actetate (26,32%), geranyl acetate
(2,14%), dan caryophyllene (7,55%).
Salah satu kandungan yang berperan dalam minyak lavender adalah
linalool.Menurut penelitian yang sudah dilakukan pada kandungan minyak
lavender, didapatkan bahwa linalool adalah kandungan aktif utama yang
berperan pada efek (relaksasi) pada lavender (Prima Dewi, 2011).
Minyak lavender diperoleh melalui penyulingan bunga pada bagian
akar, daun, batang, buah, bunga, daun lavender (Dewi, 2013). Minyak ini
digunakan secara luas dalam metode aromaterapi. Aroma dari lavender
dapat meningkatkan gelombang alfa di otak yang mampu menciptakan
keadaan yang lebih rileks (Maifrisco, 2008 cit Wahyuningsih, 2014).
Manfaat dari penggunaan lavender yaitu sebagai pencegah infeksi,
efek antisepsis, antibiotik, dan anti jamur. Minyak lavender sendiri
bermanfaat untuk mengatasi insomnia, memperbaiki kualitas tidur,
memperbaiki tidur klien di rumah sakit yang cukup lama, mengurangi
kebutuhan obat penenang saat malam hari, dapat mengurangi kecemasan
dan rasa nyeri. Lavender juga dapat memberikan ketenangan, keseimbangan,
rasa nyaman, rasa keterbukaan, dan keyakinan. Selain itu, lavender juga
dapat mengurangi rasa tertekan, stres, rasa sakit, emosi yang tidak
seimbang, histeria, rasa frustasi, dan panik. Lavender dapat bermanfaat
untuk mengurangi rasa nyeri dan dapat memberikan efek relaksasi
(Swandari, 2014).
Arometerapi yang digunakan melalui cara dihirup akan
menghantarkan pesan kimia melalui bulbusolfactory. Pesan kimia tersebut
akan dikirimkan ke sistem limbik pada otak. Sistem limbik adalah sistem
yang berhubungan dengan pusat nyeri, takut, senang, depresi, emosi dan
marah.Didalam sistem limbik terdapat komponen amygdale dan
hippocampus.Amygdale bertanggungjawab atas respon emosi kita terhadap

94
aroma, sedangkan hippocampus bertanggungjawab atas memori dan
pengenalan terhadap bau tempat dimana bahan kimia apada aromaterapi
merangsang gudang-gudang penyimpanan memori otak kita terhadap
pengenalan bau-bau (Prima Dewi, 2011).
Bau yang menyenangkan akan merangsang hipofisis mengeluarkan
endorfin yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit alami
danmenghasilkan perasaan sejahtera. Rasa tenang akan merangsang daerah
di otak yang disebut raphe nucleus untuk mensekresi serotonin yang
menghantarkan tidur (Koensoemardiyah, 2009).
Nyeri digambarkan dengan diterimanya rangsang nyeri oleh saraf
sensorik.Nyeri bekas jahitan perineum merupakan jenis nyeri dengan
reseptor serabut saraf tipe delta C yaitu saraf dengan penerimaan lambat dan
nyeri terasa berkelanjutan. Impuls nyeri ini akan diteruskan melalui tractus
ascendens yang dikenal dengan tractus spinotalamicus lateralis (jaras
penerimaan nyeri), yang selanjutnya dibawa ke sinaps columna grisea
posterior. Didalam sinaps tersebut dilepaskan neurotransmitter
substansi P. Impuls saraf selanjutnya memasuki medulla spinalis, medulla
oblongata, pons, korteks serebri maka nyeri akan terapresiasi serta
dimulainya reaksi emosional. Reaksi emosional ini diatur oleh sistem limbik
(Snell, 2006).
Penggunaan aroma terapi lavender pada Tn.N dilakukan dengan
interval waktu 3 Hari. Dilakukan satu kali sehari selam 25-30 menit. Cara
pelaksanaannya yaitu :
1) Peralatan : Minyak Lavender, Diffuser, handsoap
2) Prosedur Pelaksanaan
- Tahap Pra Interaksi
Melihat data nyeri yang lalu dari rekam medic dan pasien, Melihat
Intervensi Keperawatan yang telah diberikan oleh perawa, Mengkaji
Program Terapi yang diberikan oleh dokter, Hand hygiene
- Tahap Orientasi
Memberikan salam dan menyapa nama pasien. Menanyakan cara
yang bisa digunakan agar rileks dan tempat yang disukai.

95
Menjelaskan tujuan dan prosedur. Menanyakan persetujuan dan
kesiapan klien.
- Tahap Kerja
Membaca tasmiyah. Mengatur posisi yang nyaman menurut pasien.
Mengatur lingkungan yang tenang dan nyaman. Meminta pasien
untuk memejamkan mata. Teteskan minyak lavender 3-5 tetes pada
diffuser yang telah berisi air pada batas maksimal. Meminta pasien
untuk memfokuskan pikiran pasien pada kedua kakinya untuk rileks,
kendorkan seluruh otot – otot kakinya. perintahkan pasien untuk
merasakan relaksasi kedua kaki pasien dan menghirup aromaterapi
lavender. Meminta pasien untuk memindahkan pikirannya pada
kedua tangan kendorkan otot-otot kedua tangannya. Meminta pasien
merasakan relaksasi kedua tangan pasien dan menghirup aromaterapi
lavender. Memindahkan fokus pikiran pasien pada bagian tubuhnya
memerintahkan pasien untuk merilekskan otot-otot tubuh pasien
mulai dari otot pinggang sampai otot bahu, meminta pasien untuk
merasakan relaksasi otot-otot tubuh pasien dan menghirup
aromaterapi lavender. Meminta pasien untuk memfokuskan
pikirannya pada masuknya udara lewat jalan nafas. Bawa pikiran
pasien menuju tempat yang menyenangkan. Meminta pasien untuk
senyum agar otot-otot muka menjadi rileks. Lakukan selama 25-30
menit.
- Tahap Terminasi
Melakukan evaluasi tindakan. Membaca tahmid dan berpamitan
dengan klien. Membereskan alat-alat. Hand hygiene. Mencatat
kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
(Jaelani,2009)

96
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan yang didapatkan setelah dilakukan
perawatan luka selama 4 hari perawatan dari tanggal 06-10 Juli 2019.
a. Penggunaan aromaterapi Lavender hari 1

Gambar 4.1. Hari Pertama penggunaan aroma terapi lavender

Keadaan klien setelah dilakukan aroma terapi lavender yaitu :

- Klien mengatakan badannya nyeri pada perut bekas luka operasi


berkurang
- Kllien mengatakan merasa lebih rileks
- Klien mengatakan merasa tenang
- Skala nyeri 5
b. Penggunaan aromaterapi Lavender hari 2

Gambar 4.2. Hari Kedua penggunaan aroma terapi lavender

97
Keadaan klien setelah dilakukan aroma terapi lavender yaitu :

- Klien mengatakan badannya nyeri pada perut bekas luka operasi


berkurang
- Kllien mengatakan merasa lebih rileks
- Klien mengatakan merasa tenang
- Klien mengatakan merasa makin nyaman saat tidur
- Skala nyeri 3
c. Penggunaan aromaterapi Lavender hari 3

Gambar 4.3. Hari Ketiga penggunaan aroma terapi lavender

Keadaan klien setelah dilakukan aroma terapi lavender yaitu :

- Klien mengatakan tidak nyeri pada perut bekas luka operasi


- Kllien mengatakan merasa lebih rileks
- Klien mengatakan merasa tenang
- Klien mengatakan merasa makin nyaman saat tidur
- Skala nyeri 0
- TD: 127/89 MmHg, Nadi 76x/menit, suhu 36, 5 C, pernapasan 22
kali/menit.

98
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan ulkus
kaki diabetikum diruang Arjuna Zaal Bedah RSUD Hamba Muara Bulian
selama 4 hari disimpulkan sebagai berikut:
a. Pada saat pengkajian didapatkan data pada klien adanya Pre op yaitu klien
mengatakan nyeri pada perut bagian bawah, klien mengatakan perutnya
terasa kencang, klien tampak meringis, skala nyeri 5, Tekanan darah: 120/83
MmHg, Nadi 90x/menit, suhu 36,8 C, pernapasan 22 kali/menit, nyeri tekan
dan nyeri lepas kuadran kanan bawah, tampak perut mengencang, klien
mengatakan cemas akan dioperasi, lien mengatakan tidak menyangka akan
dioperasi, Klien tampak cemas, klien selalu bertanya tentang prosedure
operas, tampak klien akan operasi laparatomi. Saat Post Op yaitu klien
mengatakan nyeri pada perut bekas luka post op, klien mengatakan perutnya
terasa kencang, klien mengatakan nyeri seperti teriris-iris, klien mengatakan
nyeri bertambah saat melakukan pergeraan dan berkurang saat istirahat, klien
tampak meringis, klien tampak lemas, skala nyeri 6, TD: 110/78 MmHg,
Nadi 94x/menit, suhu 36,2 C, pernapasan 24 kali/menit, tampak perut
mengencang, tampak luka post op vertikal ukuran 10cm, klien mengatakan
pergerakan terganggu, klien mengatakan takut untuk bergerak, klien
mengatakan nyeri saat ada pergerakan, klien tampak hati-hati dalam
bergerak, klien tampak takut untuk bergerak, klien riwayat post op
laparatomi, aktivitas klien tampak dibantu keluarga.
b. Diagnosa keperawatan yang diangkat pada klien adalah Pre Op yaitu nyeri
akut berhubungan dengan agen injury biologis dan ansietas berhubungan
dengan ancaman pada status kesehatan. Saat Post Op yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen injury fisik dan hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri

99
a. Evidence Base Practice yang telah diaplikasikan yaitu tindakan non
farmakologi untuk mengurangi nyeri post operasi melalui penggunaan
aroma terapi lavender
b. Setelah dilakukan implementasi selama 4 hari didapatkan evaluasi
yaitukadar gula darah klien dalam batas normal,bertambah informasi
tentang penyakit diabetes mellitus bagi klien dan keluarga serta adanya
kemajuan pada luka pada kaki kiri klien,dimana luka tersebut mengecil
dalam waktu 4 hari.

B. SARAN
1. Bagi Mahasiswa
Dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan dan intervensi dalam
upaya untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien
dengan Post Operasi atau pun Apendisitis perforasi.

2. Rumah sakit
Saran untuk RS selaku pemberi pelayanan kesehatan dapat
mengimplementasikan hasil penelitian ini di ruang rawat serta rumah sakit
dapat memberikan perawatan holistic dengan memberikan Pendidikan
kesehatan kepada klien sesuai dengan kebutuhan.

3. Bagi Institusi Pendidikan


Dijadikan tambahan informasi dan bahan pustaka mengenai
asuhan keperawatan klien dengan Post operasi ataupun apendisitis
perforasi.

100

Anda mungkin juga menyukai

  • DIAGNOSA KEPERAWATAN
    DIAGNOSA KEPERAWATAN
    Dokumen5 halaman
    DIAGNOSA KEPERAWATAN
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • DIAGNOSA KEPERAWATAN
    DIAGNOSA KEPERAWATAN
    Dokumen5 halaman
    DIAGNOSA KEPERAWATAN
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • ASKEP DM
    ASKEP DM
    Dokumen8 halaman
    ASKEP DM
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Ruk Ukp
    Ruk Ukp
    Dokumen52 halaman
    Ruk Ukp
    siska
    Belum ada peringkat
  • Bab I KMB 2
    Bab I KMB 2
    Dokumen10 halaman
    Bab I KMB 2
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Laporan Hasil Musyawarah Warga I
    Laporan Hasil Musyawarah Warga I
    Dokumen6 halaman
    Laporan Hasil Musyawarah Warga I
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Mengatasi Isolasi Sosial
    Mengatasi Isolasi Sosial
    Dokumen2 halaman
    Mengatasi Isolasi Sosial
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii KMB 2
    Bab Iii KMB 2
    Dokumen19 halaman
    Bab Iii KMB 2
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Bab I KMB 2
    Bab I KMB 2
    Dokumen10 halaman
    Bab I KMB 2
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • KMB 2 Bab 1
    KMB 2 Bab 1
    Dokumen5 halaman
    KMB 2 Bab 1
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Catatan Perkembangan
    Catatan Perkembangan
    Dokumen14 halaman
    Catatan Perkembangan
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • E. BAB III KMB 2
    E. BAB III KMB 2
    Dokumen19 halaman
    E. BAB III KMB 2
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii KMB 2
    Bab Ii KMB 2
    Dokumen38 halaman
    Bab Ii KMB 2
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii KMB 2
    Bab Iii KMB 2
    Dokumen19 halaman
    Bab Iii KMB 2
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Bab I KMB 2
    Bab I KMB 2
    Dokumen10 halaman
    Bab I KMB 2
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Proposal MW
    Proposal MW
    Dokumen13 halaman
    Proposal MW
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Telaah Jurnal MPKP
    Telaah Jurnal MPKP
    Dokumen35 halaman
    Telaah Jurnal MPKP
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Telaah Jurnal MPKP
    Telaah Jurnal MPKP
    Dokumen35 halaman
    Telaah Jurnal MPKP
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Proposal MW
    Proposal MW
    Dokumen13 halaman
    Proposal MW
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Cover Seminar Kasus Jiwa
    Cover Seminar Kasus Jiwa
    Dokumen2 halaman
    Cover Seminar Kasus Jiwa
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat
  • Lokmin 1 Aristoteles
    Lokmin 1 Aristoteles
    Dokumen53 halaman
    Lokmin 1 Aristoteles
    hendri
    Belum ada peringkat
  • Cover Seminar Kasus Jiwa
    Cover Seminar Kasus Jiwa
    Dokumen2 halaman
    Cover Seminar Kasus Jiwa
    yulisa trie anggraini
    Belum ada peringkat