Dampak Dan Gejala
Dampak Dan Gejala
Menurut PERMENKES RI No. 07 tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
untuk mencapai pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan penyehatan udara dalam
penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit, maka harus menjalankan upaya sebagai
berikut:
1. Kualitas udara ruangan harus selalu dipelihara agar tidak berbau, tidak mengandung debu
dan gas, termasuk debu asbes yang melebihi ketentuan.
2. Seluruh ruangan di rumah sakit didesain agar memenuhi ketentuan penghawaan ruangan,
terutama ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, ruang intensif, ruang isolasi,
perawatan bayi, laboratorium, ruang penyimpanan B3, dan ruangan lain yang
memerlukan persyaratan khusus.
3. Pengukuran mikrobiologi udara dapat dilakukan secara mandiri menggunakan peralatan
laboratorium dan peralatan ukur yang sesuai, atau dapat dilakukan oleh laboratorium luar
yang telah terkreditasi secara nasional.
4. Pengukuran mikrobiologi udara dilakukan:
a. Sebagai salah satu metode investigasi bila terjadi wabah dan lingkungan dianggap
sebagai media transmisi/penularan atau sumber infeksi. Hasil pemeriksaan tersebut
menjadi salah satu faktor yang menentukan program penanggulangan wabah.
b. Pengawasan/monitor adanya potensi tersebarnya mikroba membahayakan dan
evaluasi keberhasilan proses pembersihan. Misalnya rumah sakit menangani pasien
dengan antraks yang menggunakan peralatan rumah sakit atau alat bantu pasien,
kemudian dilakukan sterilisasi pada alat. Sebelum digunakan untuk pasien lain
maka dilakukan uji sterilitas untuk memastikan spora antraks sudah musnah.
c. Sebagai quality assurance untuk evaluasi metode pembersihan yang baru atau
memastikan bahwa sistem atau alat baru bekerja sesuai spesifikasinya.
5. Pengukuran suhu, kelembaban, aliran dan tekanan udara ruangan dapat dilakukan secara
mandiri menggunakan peralatan ukur kesehatan lingkungan yang sesuai, atau dapat
dilakukan oleh alat ukur dari laboratorium luar yang telah terakreditasi nasional.
6. Suhu dan kelembaban udara di area khusus harus dipantau secara rutin setiap hari dan
dibuktikan dengan laporan pemantauannya
7. Ruangan yang tidak menggunakan AC, maka pengaturan sirkulasi udara segar dalam
ruangan harus memadai dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus mendapat perhatian yang khusus. Bila
menggunakan sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan dioperasikan sesuai buku
petunjuk. Sehingga dapat menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembaban nyaman bagi
pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit yang menggunakan pengatur udara (AC sentral
harus diperhatikan cooling tower-nya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella
dan untuk AHU (Air Handling Unit) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri
atau jamur.
9. Suplai udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis, dan exhaust fan
hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi.
10. Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang-kurangnya 1 (satu) fan dengan diameter 50
cm dengan debit udara 0,5 m3/detik, dan frekuensi pergantian udara per jam adalah 2
(dua) sampai dengan 12 (dua belas) kali.
11. Pengambilan supply udara dari luar, kecuali unit ruang individual, hendaknya diletakkan
sejauh mungkin, minimal 7,50 meter dari exhauster atau perlengkapan pembakaran.
12. Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap.
13. Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.
14. Suplai udara untuk daerah sensitif: ruang operasi, perawatan bayi, diambil dekat langit-
langit dan exhaust dekat lantai, hendaknya disediakan 2 (dua) buah exhaust fan dan
diletakkan minimal 7,50 cm dari lantai.
15. Suplai udara di atas lantai.
16. Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang hendaknya tidak
digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk suplai udara ke WC, toilet, gudang.
17. Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilengkapi dengan saringan 2 beds. Saringan I
dipasang dibagian penerimaan udara dari luar dengan efisiensi 30 % dan saringan II
(filter bakteri) dipasang 90%. Untuk mempelajari system ventilasi sentral dalam gedung
hendaknya mempelajari khusus central air conditioning system.
18. Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang (cross ventilation) dan
dijaga agar aliran udara tidak terhalang.
19. Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi daripada ruang lain
dan menggunakan cara mekanis (air conditioner).
20. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air conditioner dipasang
pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas lantai atau minimum 0,20 meter dari langit -
langit.
21. Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) harus didisinfeksi
menggunakan bahan dan metode sesuai ketentuan.
22. Pemantauan kualitas udara ruang minimal 1 (satu) kali setahun dan jika perubahan
penggunaan desinfektan dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter
kualitas udara (kuman, debu dan gas).
a. Irritansia, adalah zat pencemar yang dapat menimbulkan iritasi jaringan tubuh, seperti
SO2, Ozon, dan Nitrogen Oksida.
Gejala Klinis akibat terpapar SO2: iritasi saluran pernafasan, iritasi mata, dan alergi
kulit sampai pada timbulnya kanker paru-paru
b. Aspeksia, adalah keadaan dimana darah kekurangan oksigen dan tidak mampu
melepas karbon dioksida. Gas penyebab tersebut seperti CO, H2S, NH3, dan CH4.
Gejala Klinis :
c) Kejang
d) Penurunan kesadaran
e) DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
c. Anestesia, adalah zat yang mempunyai efek membius dan biasanya merupakan
pencemaran udara dalam ruang. Contohnya: Formaldehide dan Alkohol.
Paparan akut formaldehid dapat menimbulkan iritasi atau luka bakar pada
kulit, mata, dan membran mukosa, lakrimasi (mata berair), mual, muntah
(kemungkinan berdarah), nyeri perut dan diare, kesulitan bernapas, batuk, pnemonia,
edema paru, reaksi asmatik pada individu yang sensitif, hipotensi dan hipotermia
sebelum terjadinya kolaps kardiovaskuler, letargi, pusing, konvulsi, koma. Telah
dilaporkan pula terjadinya nefritis (peradangan ginjal), hematuria (urin mengandung
darah), dan toksisitas hati (1). Berbahaya jika terkena mata (menimbulkan iritasi dan
bersifat korosif), bila terhirup, terkena kulit (iritan, sensitizer, permeator) (10).
Organ sasaran: Sistem saraf pusat (9,13,15), ginjal, hati, kulit (13,15), jantung,
limpa, sistem pernapasan, sistem pencernaan, mata, saraf mata (13).
Terhirup
Pada paparan 0,25 – 0,45 ppm dapat menyebabkan iritasi hidung dan tenggorokan.
Konsentrasi 0,4 – 0,8 ppm dapat menyebabkan batuk dan bersin, dada terasa sesak,
dan napas pendek. Paparan bahan dengan konsentrasi 4 ppm yang mendadak dapat
menimbulkan iritasi berat pada paru-paru dan tenggorokan yang dapat menyebabkan
bronkitis dan laringitis. Gangguan bernapas dapat timbul pada konsentrasi di atas 10
ppm serta kerusakan paru yang serius dapat timbul pada konsentrasi 50 ppm.
Kontak langsung dengan cairan bahan dapat menyebabkan iritasi, gatal, luka
bakar, kulit kering, dan kemungkinan reaksi alergi. Dapat menyebabkan sianosis pada
anggota gerak .
Dapat menyebabkan mata berair (lakrimasi) dan iritasi. Percikan cairan bahan ini
dapat menimbulkan kerusakan kornea. Paparan bahan dengan konsentrasi 0,052,0
ppm dapat menyebabkan iritasi mata. Dapat menyebabkan konjungtivitis dan
kerusakan kornea.
Terhirup
Paparan jangka panjang dapat menyebakan kongesti saluran napas yang disertai batuk
dan napas pendek. Paparan berulang terkait dengan timbulnya kanker hidung dan
nasofaring.
d. Toksis, adalah zat pencemar yang menyebabkan keracunan. Zat penyebabnya seperti
Timbal, Cadmium, Fluor, dan Insektisida.
Paparan Cd secara akut bisa menyebabkan nekrosis pada ginjal dan paparan
yang lebih lama berlanjut dengan terjadinya proteinuria. Gejala lain toksisitas akut
dari Cd adalah iritasi alat respiratori, alat pencernaan pneumonitis, sakit dada yang
kadang-kadang menyebabkan hemorrhagic puImonary edema, osteomalasia, batu
ginjal dan hiperkalsinuria karena gangguan metabolisme Ca dan P, alopesia, anemia,
artritis, kanker, radang paru-paru, pendarahan otak, serosis hati, pembengkakan
jantung, diabetes, empisema, hipoglisemia, hipertensi, impoten, infertil, kerusakan
ginjal, kesulitan belajar, migrain, peradangan, osteoporosis, skisofrenia, strokes,
penyakit kardiovaskuler, kadar kolesterol tinggi, gangguan pertumbuhan, mati/kurang
rasa, anemia, rambut rontok, kulit bersisik dan kering, berbagai gejala yang kompleks
dan bersamaan, kehilangan nafsu makan, daya tahan tubuh lemah, kerusakan hepar
dan ginjal, kanker, terjadinya metal fume fever gejala yang mirip flu, kerusakan paru-
paru, sakit kepala, kedinginan hingga menggigil, nyeri otot, nausea, vomiting dan
diare, bahkan bisa menyebabkan kematian.
Ada tiga cara masuknya bahan pencemar udara ke dalam tubuh manusia yaitu
melalui inhalasi, ingestasi dan penetrasi kulit. Inhalasi adalah masuknya bahan
pencemar ke tubuh manusia melalui system pernapasan. Bahan pencemar ini dapat
mengakibatkan gangguan pada paru – paru dan saluran pernapasan, selain itu bahan
pencemar ini kemudian masuk ke peredaran darah dan menimbulkan akibat pada alat
tubuh lain. Bahan pencemar udara yang berdiameter cukup besar tidak jarang masuk
ke saluran pencernaan (ingestasi) ketika makan atau minum.
Udara yang tercemar partikel dan gas dapat menyebabkan gangguan kesehatan
yang terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru-paru dan
pembuluh darah atau menyebabkan iritasi pada mata dan kulit. Pencemaran karena
partikel dan debu biasanya menyebabkan penyakit pernapasan kronis seperti,
bronchitis kronis, emfiesma paru, asma bronchial dan kanker paru. Bahan pencemar
gas yang terlarut dalam udara dapat langsung masuk ke dalam tubuh sampai ke paru-
paru yang akhirnya diserap oleh sistem pembuluh darah ( Budiyono, 2001).
1. Bronkhitis Kronis
Bronkhitis kronis adalah suatu bentuk penyakit obstruksi paru kronik, pada keadaan
ini terjadi iritasi bronkhial dengan sekresi yang bertambah dan batuk produktif selama
sedikitnya tiga bulan atau bahkan dua tahun berturut-turut, biasanya keadaan ini
disertai emfisema paru. Berikut ini perbedaan antara bronkhus normal dengan
bronkhus yang meradang.
Gejala klinis
a. Batuk produktif
Pada penderita bronkhitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif
berlangsung lama, jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak
terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur.
Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedangkan apabila terjadi
infeksi sputumnya purulen, dapat memberikan bau yang tidak sedap.
b. Haemaptoe
Terjadi pada 50% kasus bronkhitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau
destruksi mukosa bronkhus mengenai pembuluh darah sehingga pembuluh darah
pecah dan timbul perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang
paling ringan sampai perdarahan cukup banyak atau massif. Pada bronkhitis
kering, haemaptoe justru tanda satu-satunya karena bronkhitis jenis ini letaknya di
lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang
menimbulkan reflek batuk, pasien tanpa batuk atau batuknya minimal. Pada
tuberkolosis paru dan bronkhitis ini merupakan penyebab utama komplikasi
haemaptoe.
Pada 50% kasus ditemukan sesak napas. Hal tersebut timbul dan beratnya
tergantung pada seberapa luas bronkhitis yang terjadi dan seberapa jauh timbulnya
kolap paru dan desturksi jaringan paru yang terjadi akibat infeksi berulang (ISPA),
biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema. Kadang juga ditemukan suara
mengi (wheezing), akibat adanya obstruksi bronkhus. Mengi dapat lokal atau
tersebar tergantung pada distribusi kelainnya.
e. Demam berulang
2. Emfisema
Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronchiolus terminalis, disertai kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini
merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan sangat lambat selama
beberapa tahun. Merokok merupakan penyebab utama emfisema.
Gejala klinis
a. Sesak nafas
b. Batuk kronis
c. Sering merasa gelisah
d. Penurunan berat badan
e. Sering merasa kelelahan
f. Berkurangnya nafsu makan
g. Edema
h. Penurunan kemampuan untuk berolahraga
3. Asma Bronkial
Asma bronkial adalah suatu penyakit kronis yang ditandai dengan adanya peningkatan
kepekaan saluran nafas terhadap berbagai rangsangan dari luar , misalnya debu, serbuk sari,
udara dingin, makanan dan lain-lain yang menyebabkan penyempitan saluran nafas.
Keadaan ini akan memberikan gejala berupa sesak nafas, mengi dan batuk yang sering
disertai lendir (dahak).
Gejala Klinis
Gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, dan mengi. Gejala lainnya
dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan toleransi kerja, nyeri
tenggorokan, dan pada asma alergik dapat disertai dengan pilek atau bersin. Gejala
tersebut dapat bervariasi menurut waktu dimana gejala tersebut timbul musiman atau
perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi diurnal. Timbulnya gejala juga sangat
dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti paparan terhadap alergen, udara dingin,
infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau aktivitas fisik. Faktor sosial juga mempengaruhi
munculnya serangan pada pasien asma, seperti karakteristik rumah, merokok atau tidak,
karakteristik tempat bekerja atau sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan.
4. Kanker Paru
Kanker paru adalah keganasan yang berasal dari luar paru (metastasis tumor paru)
maupun yang berasal dari paru sendiri, dimana kelainan dapat disebabkan oleh kumpulan
perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas, yang dapat mengakibatkan proliferasi sel
yang tidak dapat di kendalikan.
Gejala Klinis
b. Hemoptisis pada pasien kanker paru-paru sekitar 6%-35%, dan sekitar 20-30% pada
pasien akan mengembangkan hemoptisis, dengan 3% mengalami hemoptisis yang
fatal
c. Sesak nafas pada pasien kanker paru-paru sekitar 65%. Penyebab sesak napas pada
kanekr paru-paru termasuk paru-paru parenkim utama, efusi pleura, pneumonia, dan
komplikasi dari kemoterapi atau terapi radiasi, seperti pneumonitis .
d. Nyeri dinding dada pada pasien kanker paru-paru sekitar 50%. Nyeri dada dapat
terjadi karena penyebaran langsung dari tumor ke permukaan pleura
Daftar Pustaka
Budiyono. (2001). Dampak Pencemaran Udara Pada Lingkungan. Jurnal imliah. 2(1): 21-27.