Rangsangan psikis yang sesuai dapat sangat meningkatkan kemampuan seseorang
untuk melakukan kegiatan seksual. Hanya dengan memikirkan kegiatan-kegiatan seksual atau bahkan hanya dengan mengkhayalkan bahwa hubungan seksual sedang dilakukan, dapat memulai terjadinya aksi seksual pria, dan menyebabkan ejakulasi. Bahkan emisi nokturnal selama mimpi terjadi pada banyak pria selama beberapa tahap kehidupan seksual, terutama pada usia remaja (Guyton dan Hall, 2007). Ereksi Penis—Peran Saraf Parasimpatis. Ereksi penis merupakan pengaruh pertama dari rangsangan seksual pria, dan derajat ereksi sebanding dengan derajat rangsangan, baik rangsangan psikis atau fisik. Ereksi disebabkan oleh impuls saraf parasimpatis yang menjalar dari bagian sakral medula spinalis melalui saraf-saraf pelvis ke penis. Berlawanan dengan sebagian besar serabut saraf parasimpatis lainnya, serabut parasimpatis ini diyakini melepaskan nitric oxide dan/atau vasoactive internal peptide selain asetil kolin. Nitric oxide terutama melebarkan arteri-arteri penis, dan juga merelaksasi jaringan tabekula serabut otot polos di jaringan erektil dari korpus kavernosa dan korpus spongiosum dalam batang penis (Guyton dan Hall, 2007). Jaringan erektil ini terdiri atas sinusoid-sinusoid kavernosa yang lebar, yang normalnya tidak terisi penuh dengan darah namun menjadi sangat berdilatasi saat darah arteri mengalir dengan cepat ke dalamnya sementara sebagian aliran vena dibendung. Selain itu, badan erektil, terutama kedua korpus kavernosa, dikelilingi oleh lapisan fibrosa yang kuat; oleh karena itu tekanan yang tinggi di dalam sinusoid menyebabkan penggembungan jaringan erektil sehingga penis menjadi keras dan memanjang. Fenomena ini disebut ereksi (Guyton dan Hall, 2007). Emisi dan Ejakulasi—Fungsi Saraf Simpatis. Emisi dan ejakulasi adalah puncak dari aksi seksual pria. Ketika rangsangan seksual menjadi amat kuat, pusat refleks medula spinalis mulai melepas impuls simpatis yang meninggalkan medula pada segmen T-12 sampai L-2 dan berjalan ke organ genital melalui pleksus hipogastrik dan pleksus saraf simpatis pelvis untuk mengawali emisi, awal dari ejakulasi (Guyton dan Hall, 2007). Emisi dimulai dengan kontraksi vas deferens dan ampula yang menyebabkan keluarnya sperma ke dalam uretra interna. Kemudian, kontraksi otot yang melapisi kelenjar prostat yang diikuti dengan kontraksi vesikula seminalis, akan mengeluarkan cairan prostat dan cairan vesikula seminalis ke dalam uretra juga, yang akan mendorong sperma lebih jauh. Semua cairan ini bercampur di uretra interna dengan mukus yang telah disekresi oleh kelenjar bulbouretra untuk membentuk semen. Rangkaian proses ini disebut emisi (Guyton dan Hall, 2007). Pengisian uretra interna dengan semen mengeluarkan sinyal sensoris yang dihantarkan melalui nervus pudendus ke regio sakral medula spinalis, yang menimbulkan rasa penuh yang mendadak di organ genitalia interna. Selain itu sinyal sensoris ini lebih jauh lagi membangkitkan kontraksi ritmis dari organ genitalia interna dan menyebabkan kontraksi otot-otot iskhiokavernosus dan bulbokavernosus yang menekan dasar jaringan erektil penis. Kedua pengaruh ini menyebabkan peningkatan tekanan ritmis seperti gelombang di kedua jaringan erektil penis dan di duktus genital serta uretra, yang “mengejakulasikan” semen dari uretra ke luar. Proses akhir ini disebut ejakulasi (Guyton dan Hall, 2007).
Guyton AC, Hall JE (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC, pp:1054- 1055.