DI KABUPATEN BONDOWOSO
I. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan semua manusia sepanjang hayat. Setiap
manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada.
Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit
berkembang dan bahkan akan terbelakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan
bertujuan untuk mengembangkan kualitas (Djamarah, 2005: 22).
Amanah yang termaktud dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa tujuan dari
pembangunan adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh karena itu dalam
pembangunan tersebut pendidikan memegang peranan penting untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan pemerintah mempunyai kewajiban dalam
melaksanakan setiap kebijakan pendidikan yang diambil untuk tercapainya tujuan
pendidikan nasional tersebut, sehingga arah kebijakan pendidikan menjadi bagian
dari upaya dalam melaksanakan amanat yang terkandung dalam UUD 1945.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, mengamanatkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan dilaksanakan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung
jawab. Dengan demikian, melalui pendidikan diharapkan manusia akan
mengetahui segala kelebihannya yang berguna untuk meningkatkan kualitas hidup
yang lebih baik dari sebelumnya.
Data pengagguran menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Februari
2018 menunjukkan Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia berjumlah
6,87 juta orang atau 5,13%. jika dilihat menurut pendidikan tertinggi maka
persentase pengangguran tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar
8,92%.Sedangkan untuk pendidikan SD ke bawah angkanya 2,67%, lalu sekolah
menengah pertama (SMP) 5,18%, Universitas 6,31%, sekolah menengah atas
(SMA) 7,19%, dan Diploma I-III sebesar 7,92%. Dari data tersebut, judul SMK
menjadi penyumbang pengangguran terbesar di Indonesia layak untuk menjadi
fokus pekerjaan direktorat SMK.
Tantangan era disrupsi saat ini menuntut adanya kesiapan tenaga kerja
yang memiliki kualifikasi yang berbeda dengan keaadaan sebelumnya. Dengan
jumlah angkatan tenaga kerja yang besar, diharapkan benar-benar mampu
menyesuaikan diri agar dapat memiliki keunggulan yang kompetitif. Keadaan
yang ada saat ini, sistem pendidikan kita masih menekankan fungsinya sebagai
pemasok tenaga kerja terdidik daripada sebagai penghasil tenaga penggerak
pembangunan (driving force). Tenaga kerja yang dihasilkan belum mampu
melakukan pembaharuan dan penciptaan gagasan baru dalam rangka menciptakan
dan memperluas lapangan kerja. Lulusan pendidikan kita lebih cenderung
meminta pekerjaan (job seeker) daripada berinisiatif menciptakan pekerjaan atau
kegiatan baru (job creator).
Program Link and Match pertama kali dicanangkan oleh Menteri
pendidikan periode 1989-1998 Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro bertujuan
untuk menyelaraskan orientasi pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja dengan
sasaran baik di tingkat sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Namun
demikian, persoalan ketidak selarasan antara penyediaan dari dunia pendidikan
dan kebutuhan dunia industri masih tetap terjadi yang antara lain ditunjukkan oleh
semakin meningkatnya jumlah penganggur berpendidikan. Link and Match adalah
penggalian kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja ke depan. Diharapkan
paradigma orientasi pendidikan tidak lagi supply minded tapi lebih demand
minded (kebutuhan pasar). Program link and match meliputi dua sasaran, yaitu
pada tingkat sekolah menengah, dan pada tingkat perguruan tinggi. Khusus untuk
sekolah menengah, sasaran program pemerintah dalam hal ini adalah Depdiknas
dengan mengubah proporsi siswa SMU vs SMK 70:30, menjadi 30:70. Sementara
itu, pada tingkat perguruan tinggi diharapkan adanya peran industri untuk
menciptakan pelatihanpelatihan khusus bahkan bekerja sama untuk mendirikan
institusi sesuai dengan jenis industri yang dikembangkan
Program Link and Match yang telah berjalan tiga dasawarsa, ternyata
belum nampak hasil seperti yang diharapkan. Masih sangat tinggi jumlah lulusan
SMK tidak berkerja, bekerja tidak sesuai kompetensinya, apalagi membuka usaha
baru untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Sementara itu, program Link and
Match telah diikuti oleh beberapa aturan yang mendukung pencapaian program
tersebut. Salah satunya adalah dengan terbitnya PP nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP). Pada aturan tersebut, salah satu indikator
yang berkualitas salah satunya adalah dengan penerapan 8 (delapan) standar dan
kriteria pencapaian penyelenggraaan pendidikan. Adapun standar-standar yang
menjadi dasar bagi penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tersebut yaitu: 1) Standar Isi,
2) Standar Proses, 3) Standar Kompetensi Lulusan, 4) Standar Pendidik dan
Tenaga Kependidikan, 5) Standar Sarana dan Prasarana, 6) Standar Pengelolaan,
7) Standar Pembiayaan dan, 8) Standar Penilaian Pendidikan.
Pendidikan kejuruan sebagai salah satu bagian dari sistem pendidikan
nasional memainkan peran yang sangat strategis bagi terwujudnya angkatan
tenaga kerja nasional yang terampil. Karena setiap lulusan SMK memang
diharapkan untuk menjadi sumber daya manusia yang siap pakai, dalam arti ketika
mereka telah menyelesaikan sekolahnya lulusan SMK tersebut dapat menerapkan
ilmu yang telah mereka dapat sewaktu di sekolah. Dunia pendidikan harus
mendidik peserta didik untuk bisa menang di jamannya. Artinya bekal-bekal yang
diberikan kepada peserta didik bukan bekal yang semata-mata dari pengalaman
guru masing-masing di masa lalu, tetapi justru bekal yang dibutuhkan mereka di
masa depan.
Kurikulum SMK harus lebih mengutamakan mata pelajaran yang
berkaitan dengan pekerjaan dan lapangan pekerjaan atau yang sering disebut
dengan model Link and Match yaitu memilih mata pelajaran dan jurusan yang
dapat menunjang pekerjaan. Namun pada kenyataannya (Kunandar, 2007: 1
dikutip dalam Kompas, 4 Desember 2004) menyatakan lembaga pendidikan lebih
sering terpaku pada teori, sehingga peserta didik kurang inovatif dan kreatif
sehingga minimnya kompetensi yang dimiliki. Untuk menghasilkan tamatan SMK
yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha (DU) dan dunia industri (DI), yang
secara nyata terus berkembang dari waktu ke waktu, maka kurikulum SMK harus
dirancang dan dilaksanakan untuk menyesuaikan era disrupsi yang sangat dahsyat
ini.
Menurut Tilaar (2006: 167), dalam proses belajar dan mengajar walaupun
kurikulum yang telah ditetapkan bagus dengan menentukan standar isi yang
tinggi, tetapi apabila tidak tersedia guru yang profesional maka tujuan kurikulum
tersebut akan sia-sia, begitu juga dengan sarana dan prasarana yang mencukupi
tetapi tenaga guru tidak profesional, maka akan sia-sia juga. Selain kurikulum,
guru juga sangat berperan sekali dalam menciptakan lulusan yang berkualitas
sehingga dituntut profesionalnya dalam mengajar. Profesionalisme guru sangat
dibutuhkan karena merosotnya mutu pendidikan nasional yang disebabkan
keberadaan guru yang tidak profesional. Untuk itu kualifikasi akademik seorang
guru harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan, karena bagaimana
mungkin seorang guru mengajarkan ilmu yang tidak dikuasainya. Tidak jarang
kita lihat munculnya guru-guru baru yang sebenarnya jiwa dan talentanya bukan
sebagai seorang pendidik. Namun karena tuntutan zaman dan sulitnya mencari
pekerjaan tidak ada pilihan selain menjadi guru sebagai lapangan pekerjaan,
karena profesi ini lebih besar peluangnya dibandingkan profesi yang lain. Jika
kondisi seperti ini yang terjadi bagaimana mungkin guru dapat bekerja secara
profesional, sebab kemampuan guru SMK dituntut untuk memiliki kompetensi
yang tidak hanya menguasai materi-materi teoritis saja, namun juga harus ahli
dalam praktek di lapangan.
Faktor lainnya yang juga menentukan kualitas tamatan SMK adalah sarana
dan prasarana seperti gedung dan fasilitas lainnya untuk mendukung proses
belajar dan mengajar seperti alat peraga dan praktek, laboratorium, balai latihan
kerja (BLK) sebagai tempat praktek kerja bagi sekolah kejuruan sangat
dibutuhkan para siswa. Jika standar tersebut belum terpenuhi bagaimana para
siswa dapat mempraktekkan atau latihan untuk menerapkan ilmu yang telah
diperolehnya dari guru. Untuk itu upaya pengembangan fasilitas pada SMK
terutama fasilitas laboraturium praktek kerja yang up to date dan diharapkan pihak
sekolah dapat mengembangkan kerjasama dengan dunia usaha/industri serta
memperluas akses dan kemudahan bagi siswa SMK.
Kabupaten Bondowoso sebagai salah satu dari sepuluh kabupaten miskin
di Jawa Timur, kabupaten miskin nomor tiga dari bawah setelah kabupaten
Sampang dan kabupaten Situbondo tentu saja menarik untuk dilakukan penelitian
lebih mendalam bagaimana penyelenggaran pendidikan SMK di Bondowoso.
Berdasarkan data BPS Bondowoso 2018, Indek Pembangunan Manusia (IPM)
Bondowoso berada di angka 65, 27 %, lebih rendah dengan IPM Jatim yang
berada di angka 70, 27%. Sementara itu, angka rata-rata lama sekolah hanya
mencapai 5,62 tahun dan jauh dari capaian Jatim yaitu 7, 34 tahun. Adapun data
pengangguran terbuka di kabupaten Bondowoso mencapai 8.440 oang.
Lembaga pendidikan SMK di kabupaten Bondowoso sesuai data dari
cabang dinas pendidikan Jawa Timur wilayah Situbondo dan Bondowoso, SMK
berstatus negeri sebanyak 18 lembaga dan lembaga pendidikan SMK swasta
sebanyak 37 lembaga yang tersebar dikecamatan-kecamatan di kabupaten
Bondowoso. Sementara itu, pendidikan setara SMK tersebut juga sangat banyak
di wilayah kabupaten Bondowoso yang lingkup wilayahnya hanya terdiri dari 23
kecamatan. Adapun jumlah SMA negeri di kabupaten Bondowoso sebanyak 9,
sedangkan SMA swasta berjumlah 10 lembaga. belum lagi lembaga pendidikan
MA negeri 1 dan 28 MA swasta. Berdasarkan data tersebut di atas, banyaknya
jumlah SMK/SMA di Bondowoso yang tentu saja akan memperpendek akses
masyarakat untuk mengenyam pendidikan namun juga berdampak pada kualitas
lulusan yang dihasilkan.
Jumlah program keahlian pada SMK yang ada di Indonesia sebanyak 109
sedangkan program keahlian SMK di kabupaten Bondowoso hanya berjumlah 38
yang tersebar di SMK Negeri dan swasta kabupaten Bondowoso. Kabupaten
Bondowoso dari 23 kecamatan, memiliki 18 SMK Negeri dan 37 SMK Swasta
yang terbagi dalam 30 program keahlian. Namun dalam penerapan standar
Nasional Pendidikan masing-masing sekolah masih belum sesuai dengan
ketentuan yang berlaku baik dari kurikulum, kualitas guru maupun sarana dan
prasarana yang dimiliki masih kurang sehingga berpengaruh kepada jumlah
lulusan SMK yang memperoleh kesempatan bekerja baik di instansi pemerintah,
swasta ataupun membuka usaha sendiri.
Di dalam ilmu admnistrasi tentunya berkaitan erat dengan implementasi
kebijakan apa yang akan dilakukan pemangku kebijakan. Administrasi
menitikberatkan pada mencari cara efisien dan mencari jalan terbaik untuk
mengimplementasikan kebijakan publik (Anderson,1979 dan Henry,1988).
Sehingga, apabila dikaitkan dengan Link and Match pendidikan SMK di
Bondowoso, ternyata belum mencapai sasaran peningkatan kualitas pendidikan
yang salah satu indikatornya terkait rendahnya daya serap lapangan kerja untuk
lulusan SMK. Hal itu yang diasumsikan sebagai dampak yang diakibatkan oleh
terjadinya permasalahan dalam proses implementasi. Permasalahan tersebut tentu
saja terjadi baik dari segi tidak terdapatnya komunikasi yang efektif antara
perumus kebijakan dengan pihak pelaksana di tingkat pendidikan SMK dan
industri (implementer). Dengan demikian, evaluasi program sangat diperlukan
untuk penyempurnaan program link and match, sehingga program tersebut
bertambah baik sehingga linier dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia khususnya bagi siswa/i SMK tercapai.
Berdasarkan gambaran tersebut di atas, juga terdapatnya kesenjangan hasil
penelitian sebelumnya yang belum banyak melakukan evaluasi program Link and
Match pada pendidikan SMK, menyebabkan perlunya diteliti secara lebih
mendalam proses pelaksanaan dan efektifitas program tersebut tersebut secara
menyeluruh dalam penyelenggaraan pendidikan SMK.
V. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan, baik secara
akademis maupun praktis, yakni :
1. Secara Akademis:
a. Memberikan kontribusi kepada pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang Ilmu Administrasi Publik dalam dimensi Kebijakan Publik yang berkenaan
dengan implementasi kebijakan Link and Match pada SMK di kabupaten
Bondowoso
b. Memberikan khasanah bacaan di lingkungan almamater dan dapat menjadi
bahan rujukan penelitian lebih lanjut khususnya untuk kajian penelitian yang
berhubungan dengan implementasi kebijakan pendidikan SMK.
2. Secara Praktis :
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan cara
pandang yang sama diantara perencana, pengambil kebijakan, dan implementor
dalam implementasi kebijakan Link and Match pada SMK di kabupaten
Bondowoso.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang faktor
yang menjadi kendala dalam implementasi kebijakan Link and Match di
kabupaten Bondowoso
c. Sebagai sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Pusat (Kemdikbud), Dikbud
Jawa Timur, maupun daerah (Cabang Dinas Pendidikan Jawa Timur wilayah
kabupaten Bondowoso) untuk terus mengawal kebijakan dalam dunia pendidikan
terutama yang berkaitan dengan Link and Match secara terstruktur dan terus
menerus.
VI. Tinjauan Pustaka
VI.1 Tinjauan Pustaka
Skema teori dalam penulisan mengenai Implementasi Kebijakan Ujian
Nasional dalam mewujudkan standarisasi Mutu Pendidikan SMK di Jakarta Timur
adalah sebagai berikut : grand theory yang dipergunakan yaitu Administrasi
Publik, menurut Denhard and Denhard (2003):
Sebagai middle range theory dalam penulisan ini adalah teori kebijakan
publik. Kartasasmita (1987:44) memformulasikan bahwa :
APPLIED THEORY
Administrasi Publik
Denhard & Denhard
2003
Kebijakan Publik Evaluasi Pendidikan
Kartasasmita (1997) Sukardi (2010)
Turner & Holmes (1997) Arikunto (2009)
Gambar 6.1.
Umpan balik
Gambar 6.3.
Proses pencapaian prestasi belajar siswa di sekolah
(Arikunto 2009:4-5)
a. Input
Adalah materi atau bahan dasar yang dimasukkan ke dalam proses
pembelajaran (transformasi) dalam dunia sekolah yang dimaksud dengan
bahan dasar atau bahan mentah adalah calon siswa baru yang akan memasuki
proses pembelajaran di sekolah (transformasi), latar belakang ekonomi, latar
belakang sosial, latar belakang budaya dan keadaan individual siswa menjadi
faktor yang sangat berpengaruh terhadap prestasi hasil belajar.
b. Output, yang dimaksud sebagai output atau keluaran adalah bahan jadi yang
dihasilkan oleh proses transformasi. Dalam kegiatan sekolah out put adalah
siswa lulusan sekolah yang bersangkutan.
c. Transformasi, adalah sistem (mesin) yang bertugas mengolah atau memproses
bahan mentah menjadi bahan jadi. Di bidang pendidikan formal proses
pembelajaran di sekolah itu yang dimaksud dengan transformasi, karena
sekolah merupakan suatu sistem, berarti sekolah terdiri dari beberapa
komponen yang masing-masing mempunyai fungsinya sendiri-sendiri.
Barang jadi atau kualitas lulusan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh
kualitas berbagai faktor sebagai akibat dari bekerjanya unsur-unsur yang ada.
2. Metode Dokumentasi
Menurut Arikunto (2006: 231), metode dokumentasi adalah metode yang
dipergunakan dalam mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkip, surat kabar, arsip sekolah, agenda kegiatan rapat sekolah dan
sebagainya. Metode dokumentasi dapat pula dimengerti secara luas adalah segala
macam bentuk sub informasi yang berhubungan dengan dokumen, baik yang
resmi maupun yang tidak resmi dalam bentuk laporan, buku harian, dan
sebagainya baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan. Jadi data dapat
di ambil melalui metode yang digunakan dalam penelitian dari berbagai catatan
tentang peristiwa masa lampau dalam bentuk dokumen.
Arsip dan dokumen yang digunakan untuk mendukung hasil penelitian ini
meliputi: dokumen KTSP, dokumen BKK, program Prakerin, daftar inventarisasi
sekolah. Pencatatan dokumen dan arsip tersebut diperlukan untuk melengkapi data
yang diperoleh di lapangan dengan foto kopi, kamera digital dan video yang
berupa berbagai peristiwa dalam proses pembelajaran yang menggambarkan
langkah-langkah kongkrit yang dipraktekkan guru (praktikus) dalam proses
pembelajaran.
Berikut adalah teknik dokumentasi, alat dan data yang dikumpulkan
dalam penelitian;
Tabel 7.2
Tekhnik Dokumentasi, Alat dan Data
TEKNIK ALAT DATA
Dokumentasi a. Dok
umen KTSP
b. Dok
umen BKK
c. Dok Fotokopi, kamera digital
umen penyelarasan kurikulum dan video
d. Dok
umen kegiatan-kegiatan
pembelajaran kewirausahaan
e. Dok
umentasi implementasi pendidikan
karakter
f. Dok
umen Prakerin
g. Dok
umen MOU dengan DU/DI
h. Data
inventaris sekolah
i. Data
guru
j. Data
siswa
k. Data
latar belakang siswa
l. Data
sarana pendidikan
3. Metode Interview
Menurut Moleong (2010: 186), metode interview di kenal dengan tekhnik
wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai,
yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dari pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa metode interview adalah suatu cara untuk memperoleh
atau mengumpulkan data dengan melakukan tanya jawab.
Wawancara ini menggunakan pedoman wawancara sehingga pelaksanaan
dapat fleksibel yang artinya dapat disesuaikan dengan kondisi lapangan. Adapun
maksud penggunaan wawancara mendalam ini untuk melengkapi data-data yang
diperoleh melalui observasi, tetapi data yang diharapkan belum tampak seperti
adanya kendala-kendala pemenuhan 8 SNP, faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi pemenhan 8 SNP.
Wawancara mendalam pada semua SMK di kabupaten Bondowoso
dilakukan selama kegiatan observasi dan jika ditemukan data yang memerlukan
tambahan informasi, maka peneliti akan melakukan wawancara mendalam untuk
dapat melengkapi data yang dibutuhkan sehingga mendapatkan hasil penelitian
yang maksimal. Pihak yang diwawancarai adalah kepala sekolah, wakil kepala
sekolah bidang kurikulum, humas, kaproli, ketua BKK, dan alumni.
Berikut ini adalah instrumen wawancara terhadap pemenuhan 8 SNP dan
kendala-kendala dalam upaya pemenuhan 8 SNP tersebut.
Tabel 7.3
Instrumen Wawancara
NO PERTANYAAN SASARAN JAWABAN
1 a. Siapa nama bapak/ibu? Kepala
b. Apa latar belakang Sekolah
pendidikan bapak/ibu?
c. Apa visi-misi dan tujuan
sekolah bapak/ibu ?
d. Tahukah bapak/ibu tentang
kebijakan Link and Match?
NO PERTANYAAN SASARAN JAWABAN
e. Tahukah bapak/ibu dengan
PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan?
f. Menenurut bapak/ibu,
sejauh mana pentingnya penerapan 8
SNP bagi lembaga SMK?
g. Adakah dokumen terkait
pemenuhan 8 SNP tersebut?
h. Menurut bapak/ibu,
bagaimana peran Cabdin Bondowoso
terkait program Link and Match?
i. Kendala-kendala apa saja
terkait pemuhan Link and Match di
sekolah bapak/ibu ?
j. Menurut bapak/ibu, sejauh
mana yang dilakukan Cabdin
Bondowoso terkait implementasi
kebijakan Link and Match ?
2 a. Apa Waka
kah latar belakang pendidikan Kurikulum
bapak/ibu kurikulum?
b. Ada
kah ada dokumen kurikulum
dilembaga bapak/ibu?
c. Tah
ukah bapak/ibu dengan PP Nomor 19
tahun 2005 tentang SNP?
d. Me
nurut bapak/ibu sejauh mana
pentingnya implementasi kebijakan
NO PERTANYAAN SASARAN JAWABAN
Link and Match?
e. Bag
aimana model pembelajaran
entrepreneurship siswa di sekolah
bapak/ibu?
f. Apa
kah sekolah sudah melakukan
sinkronisasi kurikulum dengan
DU/DI?
g. Apa
kah sekolah sudah melakukan
pembelajaran berbasis produksi?
3 a. Apakah bapak mengerti dan Cabdin
memahami tentang kebijakan SNP Bondowoso
yang tertuang dalam PP No 19 tahun
2005?
b. Apa peran yang dilakukan Cabdin
Bondowoso dalam proses sosialisasi,
pendampingan, dan evaluasi terkait
implementasi kebijakan Link and
Match di sekolah?
c. Apakah ada instrumen evaluasi terkait
pelaksanaan implementasi Link and
Match?
d. Bagaimana peran Cabdin dalam upaya
meningkatkan keterserapan lulusan
SMK pada DU/DI?