Anda di halaman 1dari 41

LINK AND MATCH PENDIDIKAN SMK

DI KABUPATEN BONDOWOSO

I. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan semua manusia sepanjang hayat. Setiap
manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada.
Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit
berkembang dan bahkan akan terbelakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan
bertujuan untuk mengembangkan kualitas (Djamarah, 2005: 22).
Amanah yang termaktud dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa tujuan dari
pembangunan adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh karena itu dalam
pembangunan tersebut pendidikan memegang peranan penting untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan pemerintah mempunyai kewajiban dalam
melaksanakan setiap kebijakan pendidikan yang diambil untuk tercapainya tujuan
pendidikan nasional tersebut, sehingga arah kebijakan pendidikan menjadi bagian
dari upaya dalam melaksanakan amanat yang terkandung dalam UUD 1945.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, mengamanatkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan dilaksanakan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung
jawab. Dengan demikian, melalui pendidikan diharapkan manusia akan
mengetahui segala kelebihannya yang berguna untuk meningkatkan kualitas hidup
yang lebih baik dari sebelumnya.
Data pengagguran menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Februari
2018 menunjukkan Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia berjumlah
6,87 juta orang atau 5,13%. jika dilihat menurut pendidikan tertinggi maka
persentase pengangguran tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar
8,92%.Sedangkan untuk pendidikan SD ke bawah angkanya 2,67%, lalu sekolah
menengah pertama (SMP) 5,18%, Universitas 6,31%, sekolah menengah atas
(SMA) 7,19%, dan Diploma I-III sebesar 7,92%. Dari data tersebut, judul SMK
menjadi penyumbang pengangguran terbesar di Indonesia layak untuk menjadi
fokus pekerjaan direktorat SMK.
Tantangan era disrupsi saat ini menuntut adanya kesiapan tenaga kerja
yang memiliki kualifikasi yang berbeda dengan keaadaan sebelumnya. Dengan
jumlah angkatan tenaga kerja yang besar, diharapkan benar-benar mampu
menyesuaikan diri agar dapat memiliki keunggulan yang kompetitif. Keadaan
yang ada saat ini, sistem pendidikan kita masih menekankan fungsinya sebagai
pemasok tenaga kerja terdidik daripada sebagai penghasil tenaga penggerak
pembangunan (driving force). Tenaga kerja yang dihasilkan belum mampu
melakukan pembaharuan dan penciptaan gagasan baru dalam rangka menciptakan
dan memperluas lapangan kerja. Lulusan pendidikan kita lebih cenderung
meminta pekerjaan (job seeker) daripada berinisiatif menciptakan pekerjaan atau
kegiatan baru (job creator).
Program Link and Match pertama kali dicanangkan oleh Menteri
pendidikan periode 1989-1998 Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro bertujuan
untuk menyelaraskan orientasi pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja dengan
sasaran baik di tingkat sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Namun
demikian, persoalan ketidak selarasan antara penyediaan dari dunia pendidikan
dan kebutuhan dunia industri masih tetap terjadi yang antara lain ditunjukkan oleh
semakin meningkatnya jumlah penganggur berpendidikan. Link and Match adalah
penggalian kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja ke depan. Diharapkan
paradigma orientasi pendidikan tidak lagi supply minded tapi lebih demand
minded (kebutuhan pasar). Program link and match meliputi dua sasaran, yaitu
pada tingkat sekolah menengah, dan pada tingkat perguruan tinggi. Khusus untuk
sekolah menengah, sasaran program pemerintah dalam hal ini adalah Depdiknas
dengan mengubah proporsi siswa SMU vs SMK 70:30, menjadi 30:70. Sementara
itu, pada tingkat perguruan tinggi diharapkan adanya peran industri untuk
menciptakan pelatihanpelatihan khusus bahkan bekerja sama untuk mendirikan
institusi sesuai dengan jenis industri yang dikembangkan
Program Link and Match yang telah berjalan tiga dasawarsa, ternyata
belum nampak hasil seperti yang diharapkan. Masih sangat tinggi jumlah lulusan
SMK tidak berkerja, bekerja tidak sesuai kompetensinya, apalagi membuka usaha
baru untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Sementara itu, program Link and
Match telah diikuti oleh beberapa aturan yang mendukung pencapaian program
tersebut. Salah satunya adalah dengan terbitnya PP nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP). Pada aturan tersebut, salah satu indikator
yang berkualitas salah satunya adalah dengan penerapan 8 (delapan) standar dan
kriteria pencapaian penyelenggraaan pendidikan. Adapun standar-standar yang
menjadi dasar bagi penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tersebut yaitu: 1) Standar Isi,
2) Standar Proses, 3) Standar Kompetensi Lulusan, 4) Standar Pendidik dan
Tenaga Kependidikan, 5) Standar Sarana dan Prasarana, 6) Standar Pengelolaan,
7) Standar Pembiayaan dan, 8) Standar Penilaian Pendidikan.
Pendidikan kejuruan sebagai salah satu bagian dari sistem pendidikan
nasional memainkan peran yang sangat strategis bagi terwujudnya angkatan
tenaga kerja nasional yang terampil. Karena setiap lulusan SMK memang
diharapkan untuk menjadi sumber daya manusia yang siap pakai, dalam arti ketika
mereka telah menyelesaikan sekolahnya lulusan SMK tersebut dapat menerapkan
ilmu yang telah mereka dapat sewaktu di sekolah. Dunia pendidikan harus
mendidik peserta didik untuk bisa menang di jamannya. Artinya bekal-bekal yang
diberikan kepada peserta didik bukan bekal yang semata-mata dari pengalaman
guru masing-masing di masa lalu, tetapi justru bekal yang dibutuhkan mereka di
masa depan.
Kurikulum SMK harus lebih mengutamakan mata pelajaran yang
berkaitan dengan pekerjaan dan lapangan pekerjaan atau yang sering disebut
dengan model Link and Match yaitu memilih mata pelajaran dan jurusan yang
dapat menunjang pekerjaan. Namun pada kenyataannya (Kunandar, 2007: 1
dikutip dalam Kompas, 4 Desember 2004) menyatakan lembaga pendidikan lebih
sering terpaku pada teori, sehingga peserta didik kurang inovatif dan kreatif
sehingga minimnya kompetensi yang dimiliki. Untuk menghasilkan tamatan SMK
yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha (DU) dan dunia industri (DI), yang
secara nyata terus berkembang dari waktu ke waktu, maka kurikulum SMK harus
dirancang dan dilaksanakan untuk menyesuaikan era disrupsi yang sangat dahsyat
ini.
Menurut Tilaar (2006: 167), dalam proses belajar dan mengajar walaupun
kurikulum yang telah ditetapkan bagus dengan menentukan standar isi yang
tinggi, tetapi apabila tidak tersedia guru yang profesional maka tujuan kurikulum
tersebut akan sia-sia, begitu juga dengan sarana dan prasarana yang mencukupi
tetapi tenaga guru tidak profesional, maka akan sia-sia juga. Selain kurikulum,
guru juga sangat berperan sekali dalam menciptakan lulusan yang berkualitas
sehingga dituntut profesionalnya dalam mengajar. Profesionalisme guru sangat
dibutuhkan karena merosotnya mutu pendidikan nasional yang disebabkan
keberadaan guru yang tidak profesional. Untuk itu kualifikasi akademik seorang
guru harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan, karena bagaimana
mungkin seorang guru mengajarkan ilmu yang tidak dikuasainya. Tidak jarang
kita lihat munculnya guru-guru baru yang sebenarnya jiwa dan talentanya bukan
sebagai seorang pendidik. Namun karena tuntutan zaman dan sulitnya mencari
pekerjaan tidak ada pilihan selain menjadi guru sebagai lapangan pekerjaan,
karena profesi ini lebih besar peluangnya dibandingkan profesi yang lain. Jika
kondisi seperti ini yang terjadi bagaimana mungkin guru dapat bekerja secara
profesional, sebab kemampuan guru SMK dituntut untuk memiliki kompetensi
yang tidak hanya menguasai materi-materi teoritis saja, namun juga harus ahli
dalam praktek di lapangan.
Faktor lainnya yang juga menentukan kualitas tamatan SMK adalah sarana
dan prasarana seperti gedung dan fasilitas lainnya untuk mendukung proses
belajar dan mengajar seperti alat peraga dan praktek, laboratorium, balai latihan
kerja (BLK) sebagai tempat praktek kerja bagi sekolah kejuruan sangat
dibutuhkan para siswa. Jika standar tersebut belum terpenuhi bagaimana para
siswa dapat mempraktekkan atau latihan untuk menerapkan ilmu yang telah
diperolehnya dari guru. Untuk itu upaya pengembangan fasilitas pada SMK
terutama fasilitas laboraturium praktek kerja yang up to date dan diharapkan pihak
sekolah dapat mengembangkan kerjasama dengan dunia usaha/industri serta
memperluas akses dan kemudahan bagi siswa SMK.
Kabupaten Bondowoso sebagai salah satu dari sepuluh kabupaten miskin
di Jawa Timur, kabupaten miskin nomor tiga dari bawah setelah kabupaten
Sampang dan kabupaten Situbondo tentu saja menarik untuk dilakukan penelitian
lebih mendalam bagaimana penyelenggaran pendidikan SMK di Bondowoso.
Berdasarkan data BPS Bondowoso 2018, Indek Pembangunan Manusia (IPM)
Bondowoso berada di angka 65, 27 %, lebih rendah dengan IPM Jatim yang
berada di angka 70, 27%. Sementara itu, angka rata-rata lama sekolah hanya
mencapai 5,62 tahun dan jauh dari capaian Jatim yaitu 7, 34 tahun. Adapun data
pengangguran terbuka di kabupaten Bondowoso mencapai 8.440 oang.
Lembaga pendidikan SMK di kabupaten Bondowoso sesuai data dari
cabang dinas pendidikan Jawa Timur wilayah Situbondo dan Bondowoso, SMK
berstatus negeri sebanyak 18 lembaga dan lembaga pendidikan SMK swasta
sebanyak 37 lembaga yang tersebar dikecamatan-kecamatan di kabupaten
Bondowoso. Sementara itu, pendidikan setara SMK tersebut juga sangat banyak
di wilayah kabupaten Bondowoso yang lingkup wilayahnya hanya terdiri dari 23
kecamatan. Adapun jumlah SMA negeri di kabupaten Bondowoso sebanyak 9,
sedangkan SMA swasta berjumlah 10 lembaga. belum lagi lembaga pendidikan
MA negeri 1 dan 28 MA swasta. Berdasarkan data tersebut di atas, banyaknya
jumlah SMK/SMA di Bondowoso yang tentu saja akan memperpendek akses
masyarakat untuk mengenyam pendidikan namun juga berdampak pada kualitas
lulusan yang dihasilkan.
Jumlah program keahlian pada SMK yang ada di Indonesia sebanyak 109
sedangkan program keahlian SMK di kabupaten Bondowoso hanya berjumlah 38
yang tersebar di SMK Negeri dan swasta kabupaten Bondowoso. Kabupaten
Bondowoso dari 23 kecamatan, memiliki 18 SMK Negeri dan 37 SMK Swasta
yang terbagi dalam 30 program keahlian. Namun dalam penerapan standar
Nasional Pendidikan masing-masing sekolah masih belum sesuai dengan
ketentuan yang berlaku baik dari kurikulum, kualitas guru maupun sarana dan
prasarana yang dimiliki masih kurang sehingga berpengaruh kepada jumlah
lulusan SMK yang memperoleh kesempatan bekerja baik di instansi pemerintah,
swasta ataupun membuka usaha sendiri.
Di dalam ilmu admnistrasi tentunya berkaitan erat dengan implementasi
kebijakan apa yang akan dilakukan pemangku kebijakan. Administrasi
menitikberatkan pada mencari cara efisien dan mencari jalan terbaik untuk
mengimplementasikan kebijakan publik (Anderson,1979 dan Henry,1988).
Sehingga, apabila dikaitkan dengan Link and Match pendidikan SMK di
Bondowoso, ternyata belum mencapai sasaran peningkatan kualitas pendidikan
yang salah satu indikatornya terkait rendahnya daya serap lapangan kerja untuk
lulusan SMK. Hal itu yang diasumsikan sebagai dampak yang diakibatkan oleh
terjadinya permasalahan dalam proses implementasi. Permasalahan tersebut tentu
saja terjadi baik dari segi tidak terdapatnya komunikasi yang efektif antara
perumus kebijakan dengan pihak pelaksana di tingkat pendidikan SMK dan
industri (implementer). Dengan demikian, evaluasi program sangat diperlukan
untuk penyempurnaan program link and match, sehingga program tersebut
bertambah baik sehingga linier dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia khususnya bagi siswa/i SMK tercapai.
Berdasarkan gambaran tersebut di atas, juga terdapatnya kesenjangan hasil
penelitian sebelumnya yang belum banyak melakukan evaluasi program Link and
Match pada pendidikan SMK, menyebabkan perlunya diteliti secara lebih
mendalam proses pelaksanaan dan efektifitas program tersebut tersebut secara
menyeluruh dalam penyelenggaraan pendidikan SMK.

II. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana keberhasilan program Link and Match pada
penyelenggaraan pendidikan SMK di kabupaten Bondowoso ?
2. Kendala-kendala apa saja yang dialami oleh peserta didik,
sekolah, DU/DI dalam pelaksanaan program Link and Match?
3. Upaya-upaya yang dilakukan sekolah dan DU/DI dalam
pelaksanaan program Link and Match?

III. Kontribusi Penelitian


Penelitian ini memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu
administrasi khususnya administrasi publik yang terkait langsung dengan masalah
evaluasi kebijakan publik, yaitu dapat mengungkap sejauh mana implementasi
program Link and Match yang berlaku sejak tahun 1990, sehingga
kebermanfaatan kebijakan bisa dirasakan dampaknya oleh masyarakat luas
khususnya dalam penyelenggaraan pendidikan SMK. Dengan demikian dari segi
teoritis, hasil penelitian ini melakukan rekonstruksi teori implementasi kebijakan
yang digagas oleh George Edward III (1980), khususnya menyangkut berbagai
faktor yang menentukan keberhasilan dan kegagalan proses implementasi
kebijakan publik.
Penelitian ini juga memberikan kontribusi yang sangat berarti pada
lembaga penyelenggara pendidikan SMK agar terciptanya lulusan yang
berkualitas dan terserap di DU/DI. Disamping itu, penelitian ini tentu saja bisa
merumuskan modifikasi strategi implementai kebijakan bidang pendidikan baru
dari hasil evaluasi dan analisis dampak kebijakan Link and Match, antara harapan
besar dengan implementasi dilapangan.

IV. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Mendeskripsikan dan menganalisis implementasi
keberhasilan program Link and Match pada penyelenggaraan pendidikan
SMK di kabupaten Bondowoso
2. Mengidentifikasi dan menganalisis kendala-kendala
apa saja yang dialami oleh peserta didik, sekolah, DU/DI dalam pelaksanaan
program Link and Match
3. Memformulasikan upaya-upaya efektif yang
dilakukan sekolah dan DU/DI dalam pelaksanaan program Link and Match

V. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan, baik secara
akademis maupun praktis, yakni :
1. Secara Akademis:
a. Memberikan kontribusi kepada pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang Ilmu Administrasi Publik dalam dimensi Kebijakan Publik yang berkenaan
dengan implementasi kebijakan Link and Match pada SMK di kabupaten
Bondowoso
b. Memberikan khasanah bacaan di lingkungan almamater dan dapat menjadi
bahan rujukan penelitian lebih lanjut khususnya untuk kajian penelitian yang
berhubungan dengan implementasi kebijakan pendidikan SMK.
2. Secara Praktis :
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan cara
pandang yang sama diantara perencana, pengambil kebijakan, dan implementor
dalam implementasi kebijakan Link and Match pada SMK di kabupaten
Bondowoso.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang faktor
yang menjadi kendala dalam implementasi kebijakan Link and Match di
kabupaten Bondowoso
c. Sebagai sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Pusat (Kemdikbud), Dikbud
Jawa Timur, maupun daerah (Cabang Dinas Pendidikan Jawa Timur wilayah
kabupaten Bondowoso) untuk terus mengawal kebijakan dalam dunia pendidikan
terutama yang berkaitan dengan Link and Match secara terstruktur dan terus
menerus.
VI. Tinjauan Pustaka
VI.1 Tinjauan Pustaka
Skema teori dalam penulisan mengenai Implementasi Kebijakan Ujian
Nasional dalam mewujudkan standarisasi Mutu Pendidikan SMK di Jakarta Timur
adalah sebagai berikut : grand theory yang dipergunakan yaitu Administrasi
Publik, menurut Denhard and Denhard (2003):

‘bahwa dalam paradigma administrasi Publik sebagai the new public


service diartikan bahwa pemilik kepentingan publik yang sebenarnya
adalah masyarakat maka administrasi publik seharusnya memusatkan
perhatiannya pada tanggung jawab melayani dan memberdayakan
masyarakat sebagai warga negara melalui pengelolaan organisasi publik
dan implementasi kebijakan’.

Kaitannya dengan penulisan ini adalah pemerintah memberikan pelayanan


dan pemberdayaan serta pengaturan di bidang pendidikan melalui UU No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pelaksana administrasi publik
adalah administrator kebijakan publik atau bisa disebut birokrat, pelayanan
administrator publik yang berbentuk udang-undang masih bersifat abstrak, maka
berdasarkan kebijakan itu dibuatlah rumusan kebijakan publik.

Sebagai middle range theory dalam penulisan ini adalah teori kebijakan
publik. Kartasasmita (1987:44) memformulasikan bahwa :

”Kebijakan publik adalah produk dari administrasi negara sebagai alat


untuk mempengaruhi kinerja pemerintah dalam mengemban amanat untuk
kebijakan publik.”

Sedangkan Turner dan Holmes (1997:58)

”Memberikan pengertian kebijakan adalah proses pengambilan keputusan


oleh penguasa dalam menjalankan pemerintahan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.”

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional


Pendidikan (SNP), menyatakan dengan jelas pada pasal 3 dan 4 bahwa Standar
Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu yang bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional yang dapat
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pada dasarnya hanya
merupakan standar umum penyelenggaraan pendidikan, sehingga diperlukan
operasionalisasi dalam berbagai aspek pendidikan. Hal ini tercantum dalam PP
tersebut tentang lingkup standar yang harus ada seperti standar isi, standar proses,
standar lulusan dan standar lainnya, di samping masalah standarisasi
penyelenggaraan pendidikan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara pendidikan.
Adapun secara lebih jelas, standar-standar yang harus menjadi dasar bagi
penyelenggaraan pendidikan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, mencakup: 1) Standar isi, 2) Standar proses,
3) Standar kompetensi lulusan, 4) Standar pendidik dan tenaga kependidikan, 5)
Standar sarana dan prasarana, 6) Standar pengelolaan, 7) Standar pembiayaan,
dan, 8) Standar penilaian pendidikan.
Standar Isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian,
kompetensi mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh
peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar Proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan.
Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria pendidikan
prajabatan, dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
Standar Sarana dan Prasarana adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga,
tempat beribadah, perpustakaan, laboraturium, bengkel kerja, tempat bermain,
tempat berekreasi, serta sumber belajar lainnya, yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran, termasuk penggunaan tekhnologi informasi dan komunikasi.
Standar Pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi atau nasional agar tercapai
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Standar Pembiayaan adalah
standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan
yang berlaku selama satu tahun.
Standar Penilaian Pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan mekanisme, prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar
peserta didik.
Penelitian terdahulu dalam penulisan desertasi ini mencakup: (1)
Pembahasan tentang penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan kajian
yang akan dilakukan oleh penulis, (2) Pengkajian teori administrasi publik untuk
memberikan jawaban teoritik atas masalah yang diajukan berhubungan dengan
implementasi kebijakan Link and Match sebagai kebijakan yang berlaku saat ini.
Penelitian yang penulis lakukan dalam penyusunan disertasi ini berbeda dengan
penelitian-penelitian terdahulu karena tujuan penelitian ini lebih menekankan
untuk : (1) Mengkaji implementasi kebijakan pendidikan Link and Match pada
penyelenggaraan pendidikan SMK di kabupaten Bondowoso; (2) Inventarisasi dan
menganalisis kendala-kendala pelaksanaan implementasi kebijakan pendidikan
Link and Match pada pendidikan SMK di kabupaten Bondowoso; (3)
Memformulasikan upaya-upaya implementasi kebijakan Link and Match yang
efektif dan sesuai kebutuhan sekolah dalam menunjang kualitas pendidikan SMK
di kabupaten Bondowoso. Akan tetapi, peneliti menggunakan teori-teori yang
diperoleh dari penelitian terdahulu menjadi acuan dalam penulisan disertasi ini.
Kebijakan publik yang berupa ujian nasional ini akan diimplementasikan.
Analisis mengenai implementasi ujian nasional ini atau Applied Theory
menggunakan teori implementasi kebijakan Van Metter & Van Horn. Menurut Van
Metter dan Van Horn, ada 6 variabel yang harus diperhatikan dalam implementasi
kebijakan yaitu: (1) ukuran dan tujuan, (2) sumber daya, (3) karakteristik agen
pelaksana, (4) sikap/kecenderungan para pelaksana (disposition), (5) komunikasi
antar organisasi dan aktivitas pelaksana dan (6) lingkungan ekonomi, sosial dan
politik.

Pembahasan mengenai implementasi kebijakan ujian nasional harus


memperhatikan dua hal, yaitu: (1) konsep mutu pendidikan sekolah kejuruan,
menurut Edward Sallis (2010:7) mutu pendidikan terdiri dari dua faktor: (a)
terpenuhinya spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya (quality inmfact) dan (b)
terpenuhinya spesifikasi yang ditetapkan oleh pengguna produk (quality in
perception); dna (2) konsep sekolah menengah kejuruan (SMK). Ada tiga hal yang
harus diperhatikan dalam memahami konsep SMK, yaitu: (a) pendidikan kejuruan
berorientasi pada kebutuhan tenaga kerja terampil (Djojonegoro, 1998:32) dan
Evans (1978:23), (b) Link and Match dalam pendidikan SMK (Djojonegoro, 2012
:281), (Husni Usman, 2002 : 56) dan (Yusuf Enorch, 1992:90), dan (c)
Kompetensi keahlian siswa sebagai tujuan SMK (Sudijono 2011;48).
GRAND THEORY
Alur teori yang digunakan secara keseluruhan digambarkan dalam diagram
sebagai berikut:
MIDDLE RANGE
THEORY

APPLIED THEORY

Administrasi Publik
Denhard & Denhard
2003
Kebijakan Publik Evaluasi Pendidikan
Kartasasmita (1997) Sukardi (2010)
Turner & Holmes (1997) Arikunto (2009)

Link and Match

Implementasi Kebijakan Publik


Ukuran dan Tujuan Kebijakan.
Sumber daya
Karakteristik agen pelaksana
Sikap/kecenderungan para pelaksana
Komunikasi antar organisasi
Lingkungan ekonomi, sosial & politik
Van Metter & Van Horn (1975)

Standarisasi Mutu Pendidikan


Sekolah Menengah Kejuruan

Gambar 6.1.

Diagram Alur Teori Keseluruhan

Ratna Yuliana (2019) “Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan


Gratis Pada Jenjang Sekolah Menengah Di Kabupaten Sukoharjo”, penelitian ini
bertujuan untuk melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis pada
jenjang Sekolah Menengah di Kabupaten Sukoharjo. Hasil penelitian,
menunjukkan proses pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis pada jenjang
Sekolah Menengah di Kabupaten Sukoharjo ditinjau dari sumber daya,
komunikasi, disposisi, dan struktur birokrasi. Indikator sumber daya dan
komunikasi masih rendah, sumber daya anggaran kepada sekolah hanya mampu
mencukupi kegiatan akademis dan kurangnya kejelasan informasi mengenai
pengertian pendidikan gratis kepada masyarakat. Sedangkan indikator disposisi
dan struktur birokrasi sejauh ini tidak ada masalah, implementor dan sasaran
kebijakan memiliki komitmen yang jelas yang didukung dengan adanya kerjasama
dan koordinasi yang jelas antara pemerintah, implementor, dan sekolah. Penelitian
ini memfokuskan pada kurangnya efektivitas implementasi kebijakan pendidikan
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti lebih menekankan pada
implementasi kebijakan pendidikan TisTas, namun teori-teori yang dipergunakan
pada penelitian Ratna Yuliana ini sangat membantu untuk memperkaya teori
implementasi kebijakan yang akan dikaji oleh peneliti.
M. Fachrizal Abubakar (2016) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
Implementasi Kebijakan Pendidikan Gratis Tingkat Pendidikan Dasar Dan
Menengah Di Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara (Studi Kasus Di
SMA Negeri 1 Tanjung Selor) telah digunakan sesuai dengan ketentuan dan
kelompok sasaran BOSDA di SMA Negeri 1 Tanjung Selor. Walaupun dari sisi
jumlah yang diterima belum sesuai dengan ketentuan, namun pihak sekolah
merasakan sangat terbantu dengan BOSDA. Faktor penghambat implementasi
Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2014 tentang program penyelenggaraan
pendidikan gratis pada pendidikan dasar dan menengah di Kabupaten Bulungan,
Kerumitan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban dana yaitu
dikarenakan singkatnya jangka waktu penyusunan laporan pertanggungjawaban.
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis,
namun perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis terletak
pada locusnya, karena peneliti melakukan penelitian ini pada SMK dikelola oleh
pemerintah dan yang dikelola oleh masyarakat berkaitan dengan kesempatan kerja
lulusannya. .
Lutpiah Ruswati (2013) “Evaluasi Dampak Kebijakan Pendidikan Gratis
12 Tahun Di Kabupaten Sumbawa Barat”, Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi dampak kebijakan pendidikan gratis 12 tahun yang dapat
memberikan informasi yang tepat dan akurat bagi pemerintah daerah, kepala
sekolah, guru, dan wali murid serta bermanfaat secara optimal bagi pelaksanaan
kebijakan pendidikan gratis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak dari
kebijakan pendidikan gratis 12 tahun pada SMA, SMK, dan MA di Kabupaten
Sumbawa Barat adalah partisipasi masyarakat masih belum optimal. Hasil kedua
adalah kinerja guru, motivasi belajar siswa dan prestasi akademik siswa dalam
kategori baik. Penelitian ini lebih menekankan kepada evaluasi kebijakan yang
telah berjalan 2 tahun dengan pendekatan diskriftif kuantitatif dengan model
CIPP (context, input, process dan product) yang dikembangkan oleh Stufflebeam,
sedangkan penelitian ini lebih kepada menganalisis implementasi kebijakan SNP
dan pelaknaannya pada pendidikan SMK negeri dan swasta yang tuntu saja
berbeda skala prioritasnya dalam melaksanakan kebijakan.
Khairuroh (2014) “Strategi peningkatan mutu pendidikan melalui
pemenuhan standar pendidik dan tenaga kependidikan”, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa standar mutu pendidik dan tenaga kependidikan di MTS
Miftahul Anwar terdiri dari standar kualifikasi akademik, standar kompetensi
yang terdiri dari pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional, sehat jasmani
dan rohani, mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dan, madrasah ini
telah memilki standar tambahan untuk PTK yang ada, yakni se-idiologi,, lancar
membaca Alqur’an, dapat mengintegrasikan nilai keislaman (Alqur’an) di setiap
pembelajaran, dan memiliki jiwa kepemilikan terhadap lembaga. Adapun strategi
untuk meningkatkan mutu pendidikannya adalah; komitmen kepala madrasah
dalam penyusunan visi-misi, pembentukan TPM, pemberdayaan PTK, penciptaan
budaya, pelibatan masyarakat, adanya reward and punishment, SDM, penambahan
kebijakan pada PTK, perbaikan terus menerus, renstra madrasah yang matang,dan
kontrol kepala madrasah. Sedangkan implikasi bagi institusi, manajemen, siswa,
dan masyarakat yang sangat baik. Penelitian ini lebih menekankan potret
keberhasilan upaya peningkatan mutu pendidikan dengan perspektif pemenuhan
standar pendidik dan tenaga kependidikan saja dengan satu tempat studi kasus
yaitu di sebuah lembaga MTS Miftahul Anwar. Sementara penelitian ini lebih
khusus pada implementasi kebijakan SNP pada pendidikan SMK yang berkorelasi
dengan kesempatan kerja lulusan SMK yang tentu saja berbeda jenjang serta
tujuan penelitian yang dilakukan.
Rakhmadi (2012) “Peran dinas pendidikan dalm mengimplementasikan
standar proses di Sekolah Menengah Atas (SMA) kabupaten Belitung Timur”,
hasil penelitian memaparkan bahwa Dinas Pendidikan Belitung Timur berperan
dengan kategori cukup atau belum maksimal terhadap pelaksanaan standar proses
pembelajaran di SMA. Saran yang diberikan pada Dinas Pendidikan Belitung
Timur adalah perlu menganalisis dan pemetaan ulang pelaksanan proses kerja
dengan menggunakan anggaran yang tersedia, agar kesenjangan antara sub bagian
diantara bidang dalam mengalokasikan anggaran pendidikan yang memada,
artinya standar program yang disusun dapat tercapai, sehingga visi dan misi yang
dijalankan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, agar menghasilkan mutu
lulusan yang memiliki kompetensi lulusan yang standar/ berkualitas. Penelitian
Rakhmadi hanya melihat dari satu sisi terkait implementasi kebijakan, yaitu
kurang maksimalnya Dinas Pendidikan dalam mengawal pelaksanaan standar
proses pembelajaran. Penelitian ini, juga menganalisis bagaimana kendala-kendala
yang dihadapi SMK dalam penerapan SNP untuk mendukung mutu lulusan.

VI.2 Implementasi Kebijakan Publik


VI.2.1 Pengertian Implementasi
Van Meter dan Van Horn (2004:68) mendeskripsikan bahwa implementasi
merupakan tindakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah atau
swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan
dalam suatu keputusan tertentu. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan-
pekerjaan pemerintah yang membawa dampak pada warga negaranya. Namun
dalam pelaksanaannya badan-badan pemerintah sering menghadapi pekerjaan-
pekerjaan di bawah mandat dari Undang-Undang, sehingga membuat mereka
menjadi tidak jelas untuk memutuskan apa yang seharusnya dilakukan dan apa
yang seharusnya tidak dilakukan.
Implementasi menurut Mazmanian dan Sebastier merupakan pelaksanaan
kebijakan dasar berbentuk undang-undang juga berbentuk perintah atau
keputusan-keputusan yang penting atau seperti keputusan badan peradilan. Proses
implementasi ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu seperti
tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijakan dalam bentuk
pelaksanaan keputusan dan seterusnya sampai perbaikan kebijakan yang
bersangkutan.
Menurut uraian di atas, implementasi itu merupakan tindakan tindakan
yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan
dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat
kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat
memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat, Hal tersebut
bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi
sampai merugikan masyarakat.

VI.2.2 Pengertian Kebijakan


Anderson (Anderson dalam Wahab, 2004:3), merumuskan kebijakan
sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang aktor atau
sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang
sedang dihadapi. Oleh karena itu, kebijakan merupakan langkah tindakan yang
sengaja dilakukan oleh aktor yang berkenaan dengan adanya masalah yang sedang
di hadapi. Sementara itu, kebijakan menurut pendapat Carl Friedrich (Friedrich
dalam Wahab, 2004:3) menjelaskan bahwa kebijakan adalah suatu tindakan yang
mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatanhambatan tertentu
seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran
yang diinginkan.
Berdasarkan definisi di atas, kebijakan mengandung suatu unsur tindakan-
tindakan untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh
seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-
hambatan pada pelaksanaannya tetapi harus mencari peluang-peluang untuk
mewujudkan tujuan yang diinginkan. Kebijakan mengandung suatu unsur
tindakan untuk mencapai tujuan dan umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh
seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan
hambatan tetapi harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan dan
sasaran yang diinginkan. Hal tersebut berarti kebijakan tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai dan pelaksanaan sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila
kebijakan berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat, maka kebijakan tersebut akan mendapat kendala ketika di
implementasikan. Sebaliknya, suatu kebijakan harus mampu mengakomodasikan
nilai-nilai dan praktik-praktik yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

6.1.3 Pengertian Implementasi Kebijakan


Implementasi adalah bagian dari proses kebijakan publik, disamping
tahapan sebelumnya agenda setting, formulation, adoption dan tahapan
sesudahnya assesement. Adapun yang dimaksud dengan implementasi kebijakan
adalah “kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan lebih lanjut dalam
rangkaian sebab-akibat yang menghubungkan tindakan dengan tujuan“ (Charles
O Jones, 1991) . Jadi dalam kaitannya dengan suatu kebijakan publik , disini
adanya upaya membentuk linkage (kaitan) antara tindakan program dengan
tujuan/sasaran program yang hendak dicapai.
Abdul Wahab (1997) menjelaskan fungsi implementasi kebijakan adalah
untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau
sasaran diwujudkan sebagai outcomes (hasil akhir dilakukan pemerintah).Oleh
sebab itu mencakup penciptaan policy delivery system penyelenggaraan
kebijaksanaan negara yang biasanya terdiri atas cara-cara atau sarana-sarana
tertentu yang dirancang / didesain secara khusus serta diarahkan menuju
tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki. Pada mulanya
studi implementasi cenderung mengambil fokus lebih sempit, yaitu pada
karakteristik birokrasi pelaksana (Grindle, 1980). Studi implementasi dalam
perspektif ini misalnya yang dilakukan oleh Edward III (1980) yang
mengidentfikasi adanya 4 (empat) faktor determinan utama yang akan
mempengaruhi proses dan hasil implementasi kebijakan yaitu: (1) komunikasi
(communication), (2) struktur birokrasi (bureaucratic structure), (3) sumberdaya
(resources), dan (4) disposisi (disposition) (Edward III, 1980).
Komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari
pelaksanaan. Pelaksanaan yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan
sudah mengetahui apa yang akan dikerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan
dikerjakan dapat berjalan apabila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga
setiap keputusan dan peraturan pelaksanaan harus ditransmisikan
(dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat.
Sumber daya merupakan sumber penggerak dan pelaksana. Manusia
merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan proses
pelaksanaan, sedangkan sumber daya merupakan keberhasilan proses
implementasi yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia, biaya,
dan waktu. Berdasarkan penjelasan di atas maka faktor-faktor pendukung
sumberdaya menjadi bagian penting apabila sebuah implementasi ingin tercapai
dengan tersedianya pekerja, penjelasan mengenai sebuah kebijakan dijalakan,
kewenangan yang dimiliki dan kelengkapan sarana dan prasaran menjadi faktor
dari sumber daya dalam mencapai implementasi kebijakan dalam melaksanakan
pelayanan-pelayanan publik.
Disposisi atau sikap para pelaksana adalah faktor penting dalam
pendekatan mengenai pelaksanaan. Jika pelaksanaan ingin efektif, maka para
pelaksana tidak hanya harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya,
dimana kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari
para aktor pelaksana. Keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari disposisi
(Karakteristik agen pelaksana). Disposisi atau sikap pelaksanaan, jika para
pelaksana bersikap baik karena menerima suatu kebijakan maka kemungkinan
besar mereka akan melaksanakan secara bersungguh-sungguh seperti tujuan yang
diharapakannya. Sebaliknya jika perspektif dan tingkah laku para pelaksana
berbeda dengan para pembuat kebijakan maka proses implementasi akan
mengalami kesulitan. Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam mendukung
Dispositions dalam kesuksesan implementasi kebijakan harus adanya kesepakatan
antara pembuat kebijakan dengan pelaku yang akan menjalankan kebijakan itu
sendiri dan bagaimana mempengaruhi pelaku kebijakan agar menjalakan sebuah
kebijakan tanpa keluar dari tujuan yang telah ditetapkan demi terciptanya
pelayanan publik yang baik.
Birokrasi sebagai pelaksana harus dapat mendukung kebijakan yang telah
diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Jadi,
meskipun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia atau para
pelaksana mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan
untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat
terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi.
Pelaksana kebijakan mungkin tahu apa yang harus dilakukan dan memiliki
keinginan yang cukup dan sumber daya untuk melakukannya, tapi mereka
mungkin masih terhambat di implementasi oleh struktur organisasi di mana
mereka melayani. dua karakteristik utama birokrasi adalah prosedures operasi
standar (SOP) dan fragmentasi. yang pertama berkembang sebagai respon internal
untuk waktu yang terbatas dan sumber daya pelaksana dan keinginan untuk
keseragaman dalam pengoperasian kompleks dan tersebar luas organisasi, mereka
sering tetap berlaku karena inersia birokrasi.
Struktur birokrasi adalah sumber-sumber untuk melaksanakan suatu
kebijakan tersedia atau para pelaksana mengetahui apa yang seharusnya dilakukan
dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan
kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya
kelemahan dalam struktur birokrasi dan adanya Standar Operasional Prosedur
(SOP). SOP dalam rutinitas sehari-hari dalam menjalankan impelementasi
kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana harus dapat mendukung kebijakan yang
telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik
dan penyebaran tanggung jawab atas kebijakan yang ditetapkan.
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai faktor-faktor sruktur birokrasi
yang mendukung dalam suksesnya sebuah implementasi kebijakan harus adanya
prosedur tetap bagi pelaku kebijakan dalam melaksankan kebijakannya dan
adanya tanggung jawab dalam menjalankan sebuah kebijakan demi mencapai
tujuan yang ingin dicapai. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara
agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih tidak kurang.Untuk
mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada,
yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau
melalui formulasi kebijakan privat atau turunan dari kebijakan publik tersebut
Van Meter dan Van Horn (2004:79) mengemukakan beberapa hal yang
dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi, yaitu: (1) Ukuran dan
tujuan kebijakan, (2) Sumber-sumber kebijakan, (3) Ciri-ciri atau sifat
Badan/Instansi pelaksana, (4) Komunikasi antar organisasi terkait dengan
kegiatan-kegiatan pelaksanaan, (5) Sikap para pelaksana, dan (6) Lingkungan
Ekonomi, Sosial dan Politik.

6.2 Faktor–Faktor pendukung dan penghambat yang Mempengaruhi Proses


Implementasi Kebijakan Publik
Kebijakan apapun bentuknya sebenarnya mengandung resiko untuk gagal.
Hoogwood dan Gunn (dalam Hill,1993) membagi pengertian kegagalan kebijakan
(policy failure) ke dalam dua kategori, yaitu non implementation (tidak
terimplementasikan) dan unsuccesful implementation (implementasi yang tidak
berhasil). Tidak terimplementasikan mengandung arti bahwa suatu kebijakan tidak
dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak pihak yang terlibat di
dalam pelaksanaannya tidak mau bekerja sama, atau mereka telah bekerja secara
tidak efisien, bekerja setengah hati atau karena mereka tidak sepenuhnya
menguasai permasalahan, atau permasalahan yang dibuat di luar jangkauan
kekuasaannya, sehingga betapapun gigih usaha mereka, hambatan-hambatan yang
ada tidak sanggup mereka tanggulangi. Akibatnya implementasi yang efektif
sukar dipenuhi.
Salah satu tolok ukur keberhasilan suatu kebijakan terletak pada proses
implementasinya. Dan tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan
merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan (Weimer, 1998;
Jones, 1996). Namun demikian, bukan berarti implementasi kebijakan terpisah
dengan formulasinya, melainkan keberhasilan suatu kebijakan sangat tergantung
pada tatanan kebijakan itu sendiri (macro policy dan micro policy).

6.2.1 Faktor Pendukung


Hogwood dan Gunn (dalam Hill , 1993) lebih lanjut menyatakan bahwa
untuk dapat mengimplementasikan suatu kebijakan secara sempurna (perfect
implementation) maka diperlukan beberapa kondisi atau persyaratan tertentu
sebagai berikut: 1) kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana
tidak akan menimbulkan gangguan/ kendala yang serius; 2) untuk pelaksanaan
program tersedia waktu dan sumber yang cukup memadai; 3) perpaduan sumber
sumber yang diperlukan benar benar tersedia; 4) kebijakan yang akan
diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang andal; 5)
hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubungnya; 6) hubungan saling ketergantungan harus kecil; 7) pemahaman
yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan; 8) tugas-tugas dirinci dan
ditempatkan dalam urutan yang tepat; 9) komunikasi dan koordinasi yang
sempurna; dan 10) pihak pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat
menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna).
Menurut Hood (dalam Islamy 2001) bahwa implementasi kebijakan
sebagai administrasi yang sempurna sehingga dapat diklasifikasikan; (a)
organisasi pelaksana harus dibuat menyerupai organisasi militer dengan hanya
satu garis komando dan kewenangan yang jelas, (b) semua norma harus
dipaksakan berlakunya dan harus sesuai dengan tujuan yang ditetapkan
sebelumnya, (c) semua pegawai harus mau melaksanakan tugas sebagaimana yang
telah diperintahkan, (d) harus ada komunikasi yang sempurna baik antara
organisasi/unit-unit yang ada di dalam maupun luar yang terlibat, dan (e) tiadanya
tekanan waktu.
Hal yang sama juga diungkap oleh Islamy (1997) mengatakan bahwa suatu
kebijakan negara akan menjadi efektif bila dilaksanakan dan mempunyai dampak
positif bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan kata lain tindakan atau
perbuatan manusia yang menjadi anggota masyarakat bersesuaian dengan apa
yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Dengan demikian, jika mereka tidak
berbuat atau bertindak sesuai dengan keinginan pemerintah/negara itu, maka
kebijakan negara menjadi tidak efektif.
6.2.2 Faktor Penghambat
Dengan demikian biasanya kebijakan yang memiliki resiko kegagalan
implementasi kebijakan tidak selalu dapat dihindari oleh siapapun dan organisasi
manapun. Abdul Wahab (1997) mengemukakan resiko kegagalan implementasi
kebijakan dapat ditelusuri pada tiga wilayah kerja (1) pelaksanaannya yang jelek
(bad execufion), (2) kebijaksanaan sendiri memang jelek (bad policy), dan (3)
kebijaksanaan itu memang bernasib jelek (bad luck).
1) Pelaksanaan jelek (bad execution).
Pelaksanaan kebijakan yang jelek disebut juga kegagalan implementasi
(implementation failure) (Abdul Wahab, 2001). Dalam praktek biasanya
disebabkan antara lain karena ketidakmampuan SDM seperti disinyalir (Pusdiklat
Spimnas ,2001).
2) Kebijaksanaannya yang jelek (bad policy)
Kebijakan yang jelek (bad policy) menurut Abdul Wahab (2001), disebut
juga kegagalan kebijakan (policy failure). Kegagalan demikian lebih disebabkan
kurangnya pengetahuan, keterampilan pemahaman pembuat kebijakan (Smith,
2003) atas berbagai kebutuhan yang menjadi tuntutan publik. Lazimnya,
kebijakan demikian kurang didukung informasi (Dunn, 2000), hasil penelitian
atau survai atas berbagai kebutuhan yang menjadi tuntutan publik (needs &
demands public). Dalam kaitan ini Islamy (2001) mengemukakan bahwa
kebijakan demikian seringkali harus dihapus disesuaikan dengan tuntutan tuntutan
baru (new demands) atau melalui negosiasi secara langsung dengan masyarakat
yang kena dampak maupun dengan policy stakeholder (Pusdiklat Spimnas, 2001).
3) Kebijaksanaan bernasib jelek (bad luck)
Kebijakan bernasib jelek (bad luck) biasanya berlangsung secara
kondisional dan temporer. Seperti dikemukakan Islamy (2001) bahwa para
pembuat maupun pelaksana kebijakan publik harus menyiapkan keahlian teknis
yang dibutuhkan untuk mampu memprediksi dan meramalkan secara lebih baik
dan meyakinkan konsekuensi konsekuensi dari setiap alternatif kebijakan yang
dipilihnya. Alvin Toffler (dalam Pradiansyah 2002) menyebut masa depan sebagai
“terra incognita”, yaitu daerah yang tidak dikenal. Robert Heilbroner (dalam
Tilaar,1997) mengatakan: Masa depan atau esok hari hanya dapat dibayangkan
dan tidak dapat dipastikan. Masa depan tidak dapat diramalkan. Manusia hanya
dapat mengontrol secara efektif kekuatan kekuatan yang membentuk masa depan
pada hari ini.

VI.3 Konsep Evaluasi Pendidikan


Evaluasi Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan
kegiatan penyelenggaraan pendidikan. Sukardi (2010:2) mengemukakan,
“evaluation is a process of making an assessment of student’s growth. Evaluasi
merupakan proses penilaian pertumbuhan siswa dalam proses belajar mengajar”.
Menurut Sukardi (2010:4), beberapa prinsip evaluasi yaitu:
1) Evaluasi harus masih dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah
ditentukan.
2) Evaluasi sebaiknya dilakukan secara komprehensif
3) Evaluasi diselenggarakan dalam proses yang kooperatif antara guru
dan peserta didik.
4) Evaluasi dilaksanakan dalam proses kontinu.
5) Evaluasi harus peduli dan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku.

Sedangkan Arikunto (2009:3) menguraikan bahwa “kegiatan evaluasi


meliputi dua langkah, yaitu mengukur dan menilai.” Dijelaskan bahwa evaluasi
pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar siswa. Arikunto mengutip
pendapat Tyler (1950) bahwa “evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan
data untuk menentukan sejauh mana dalam hal apa dan bagaimana tujuan
pendidikan sudah tercapai, jika belum bagaimana yang belum dan apa sebabnya.”
Jika proses mutu atau proses pencapaian prestasi belajar siswa di sekolah
digambarkan ke dalam diagram akan terlihat sebagai berikut:
Transformasi
input output

Umpan balik

Gambar 6.3.
Proses pencapaian prestasi belajar siswa di sekolah
(Arikunto 2009:4-5)
a. Input
Adalah materi atau bahan dasar yang dimasukkan ke dalam proses
pembelajaran (transformasi) dalam dunia sekolah yang dimaksud dengan
bahan dasar atau bahan mentah adalah calon siswa baru yang akan memasuki
proses pembelajaran di sekolah (transformasi), latar belakang ekonomi, latar
belakang sosial, latar belakang budaya dan keadaan individual siswa menjadi
faktor yang sangat berpengaruh terhadap prestasi hasil belajar.
b. Output, yang dimaksud sebagai output atau keluaran adalah bahan jadi yang
dihasilkan oleh proses transformasi. Dalam kegiatan sekolah out put adalah
siswa lulusan sekolah yang bersangkutan.
c. Transformasi, adalah sistem (mesin) yang bertugas mengolah atau memproses
bahan mentah menjadi bahan jadi. Di bidang pendidikan formal proses
pembelajaran di sekolah itu yang dimaksud dengan transformasi, karena
sekolah merupakan suatu sistem, berarti sekolah terdiri dari beberapa
komponen yang masing-masing mempunyai fungsinya sendiri-sendiri.
Barang jadi atau kualitas lulusan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh
kualitas berbagai faktor sebagai akibat dari bekerjanya unsur-unsur yang ada.

6.4 Konsep Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)


Dalam sistim penyelenggaraan pendidikan berorientasi dunia kerja, di
Indonesia terdapat dua istilah, yaitu pendidikan kejuruan dan pendidikan vokasi.
Dalam penjelasan pasal 15 Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003
dijelaskan pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan
tertentu maksimal setara dengan program sarjana. Dengan demikian, pendidikan
kejuruan merupakan penyelenggaraan jalur pendidikan formal yang dilaksanakan
pada jenjang pendidikan tingkat menengah, yaitu pendidikan menengah kejuruan
yang berbentuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pendidikan vokasi
merupakan penyelenggaraan jalur pendidikan formal yang diselenggarakan pada
pendidikan tinggi, seperti: politeknik, program diploma atau sejenisnya.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki beberapa indikator, dengan
rincian sebagai berikut:
1. Pendidikan kejuruan berorientasi pada kebutuhan tenaga kerja terampil.
Menurut Evans (1978:23), pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem
pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada
suatu kelompok pekerjaan atau suatu bidang pekerjaan daripada bidang-
bidang pekerjaan lainnya. Pendidikan kejuruan memiliki ciri-ciri antara lain:
(1) mengembangkan skill, kecakapan, pemahaman, sikap (attitude), apresiasi
kerja, kebiasaan kerja, bermakna dan produktif, (2) mempersiapkan seseorang
untuk bekerja, (3) memberdayakan individu untuk mendapatkan kerja dan
penghasilan yang layak; (4) berkaitan dikebutuhan pekerjaan atau jabatan; (5)
ada pengawasan dari masyarakat luas, dan (6) menguntungkan bagi diri siswa
sebagai pekerja. Schelten (1998: 99) mengemukakan bahwa ”dalam
pendidikan kejuruan, proses pendidikan maupun proses pembelajarannya
harus dilakukan pada dua tempat yaitu di sekolah dan juga di dunia kerja atau
industri.”
2. Konsep link and mach. Menurut Djojonegoro (2012:281), inti konsep link
and match adalah “apa yang dilakukan oleh dunia pendidikan harus sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.” Ada beberapa pendekatan dalam link and
match agar konsep ini bisa berjalan dengan baik. Pertama, pendekatan sosial.
Menurut Usman (2002:56), pendekatan sosial adalah suatu pendekatan yang
berdasarkan pada kebutuhan masyarakat saat ini. Pendekatan ini berfokus
pada tujuan pendidikan dan pada distribusi kesempatan untuk mendapatkan
pendidikan sebagai contoh adalah aplikasi dari sistem ganda melalui kebijakan
link and match. Kedua, pendekatan tenaga kerja. Terkait dengan hal ini
Ernoch (1992:90) menjelaskan bahwa dalam pendidikan ini aktivitas
pendidikan langsung terhadap upaya untuk mengisi kebutuhan nasional tenaga
kerja sebagai bangunan awal tentu saja membutuhkan banyak pekerja dari
semua level dan dalam spesifikasi yang bermacam-macam. Dalam situasi ini
banyak negara mengharapkan jika pendidikan menyiapkan dan menghasilkan
pekerja yang kompeten untuk membangun dalam agrikultul, komersial,
industri, dan sebagainya. Konsep link and match sesuai dengan pendapat
Schelten (1998:99) bahwa pendidikan kejuruan diselenggarakan di dua
tempat, yaitu sekolah dan industri. Teori tersebut dapat diwujudkan dalam
kegiatan-kegiatan: (1) Pertama, tahap merumuskan materi pembelajaran dalam
rangka penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), (1) guru
tamu (guest lecture), (3) praktik kerja lapangan (prakerin), (4) uji kompetensi;
dan (5) penempatan lulusan.
Muara semua proses pendidikan di SMK adalah kompetensi siswa sesuai
dengan program studi yang dipelajarinya. Keberhasilan pendidikan di SMK dapat
dilihat melalui kompetensi profesi yang dimiliki oleh para lulusan. Suatu sekolah
yang menghasilkan lulusan dan mampu bekerja sesuai dengan bidang yang
dipelajari atau mampu melakukan wirausaha di bidang itu dapat menjadi indikator
bahwa pendidikan sekolah itu berkualitas. Sebaliknya sekolah kejuruan yang
lulusannya tidak mampu bekerja di bidang yang sesuai dengan keahlian yang
dipelajari atau tidak memiliki ketrampilan hidup mandiri dapat menjadi indikator
bahwa pendidikan sekolah itu tidak berkualitas.
Hal ini berarti bahwa kompetensi merupakan hasil akhir dari proses
pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, di samping Ujian Nasional, bagi siswa
SMK wajib mengikuti Uji Kompetensi, yaitu tes yang mencakup aspek
pengetahuan (knowledge) aspek sikap (attitude) dan aspek ketrampilan (skill), dari
mata pelajaran produktif yang sesuai dengan program studi yang dipelajari. Ulrich
dalam Hutapea dan Thoha (2008) mendefinisikan Kompetensi sebagai:
“pengetahuan, ketrampilan individu yang diperagakan (an individual’s
demonstrated knowledge, skill or abilities)”.

VII. Metode Penelitian


VII.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode penelitian merupakan sesuatu yang pokok dan penting dalam
melaksanakan penelitian, karena untuk memandu peneliti melakukan penelitian,
agar hasil dari penelitian nanti benar-benar valid dan bisa dipertanggung-
jawabkan secara ilmiah. Secara garis besar penelitian ini menggunakan
pendekatan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang membutuhkan kedalaman
penghayatan terhadap interaksi antara konsep atau analisis secara mendalam
tentang hubungan-hubungan konsep yang dikaji secara empirik. Bogdan dan
Taylor sebagaimana dikutip oleh Moleong (2010:14) mengartikan bahwa
“penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang
diamati”.
Menurut Bogdan dan Biklen (1990: 69), rancangan penelitian ini
digunakan dengan pertimbangan sebagai berikut; (1) penelitian dilakukan pada
latar alamiah, (2) penelitian ini juga menggunakan manusia sebagai sumber
utama, (3) bersifat deskriptif, dan (4) lebih memperhatikan proses daripada hasil.
Instrumen pertama penelitian ini adalah peneliti sendiri, karena sebagian besar
data diperoleh peneliti melalui observasi dan wawancara. Peneliti sebagai
instrumen berarti menjadi observer, interviuwer, recorder, dan tester.
Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena beberapa
pertimbangan yaitu:
1. penelitian ini merupakan studi multi situs di lembaga
pendidikan formal yaitu SMK Negeri dan SMK swasta di kabupaten
Bondowoso dan dalam melakukan penelitian membutuhkan kehadiran
peneliti untuk menggali data empiris dengan tujuan untuk membuktikan
kebenaran data.
2. menanggulangi kecenderungan pembatasan variable
yang sebelumnya, seperti dalam penelitian kuantitatif, padahal permasalahan
dan variabel dalam masalah sosial dan pendidikan sangat kompleks.
3. menanggulangi adanya indeks-indeks kasar seperti
dalam penelitian kuantitatif yang menggunakan pengukuran enumirasi
(perhitungan) empiris, padahal inti sebenarnya pada konsep-konsep yang
timbul dari data (Margono, 2003:37)

VII.2 Kehadiran Peneliti


Menurut Moleong (2010: 8) salah satu ciri utama penelitian kualitatif
adalah orang sebagai alat atau sebagai instrumen yang mengumpulkan data
melalui pengamatan berperan serta, wawancara mendalam, pengumpulan
dokumen, foto, dan sebagainya. Disamping itu, dalam penelitian kualitatif peneliti
sekaligus perencana, pelaksana, penafsir data, dan pada akhirnya peneliti
melaporkan hasil penelitian.
Kehadiran peneliti di objek penelitian ini yaitu di SMK Negeri dan SMK
swasta kabupaten Bondowoso bertujuan untuk menciptakan hubungan yang baik
dengan subjek penelitian. Artinya disini, peneliti secara terbuka atau terang-
terangan bertindak melalui pengamatan partisipatif, yakni pengamatan dimana
peneliti terlibat langsung dalam kegiatan subjek.

VII.3 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri dan sawsta kabupaten
Bondowoso. Secara geografis lokasi penelitian ini berada di wilayah kabupaten
Bondowoso dana tersebar di 23 kecamatan. Lokasi penelitian didasarkan pada
keperluan penelitian dalam upaya mencapai tujuan penelitian. Untuk memastikan
lokasi penelitian, peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. penelitian pendahuluan tanggal 2-5 Oktober 2019, yaitu dengan menghubungi
semua kepala sekolah untuk meminta kesediaan apakah bersedia jika
sekolahnya dijadikan tempat penelitian.
2. Pada tanggal 6 Oktober 2019 menghubungi cabang dinas pendidikan Jawa
Timur wilayah kabupaten Bondowoso untuk meminta surat ijin persetujuan
penelitian pada SMK binaan Cabdin Bondowoso.
3. meminta penjelasan berkaitan dengan bagaimana pandangan sekolah terkait
kebijakan Link and Match yang telah dilakukan oleh lembaga pendidikannya
selama ini dan bagaimana evaluasi dari pelaksanaannya.
Latar belakang pemilihan lokasi penelitian ini adalah: (1) permasalahan
sosial SMK sebagai penyumbang pengangguran terbesar di Indonesia (2) jumlah
SMK negeri di kabupaten Bondowoso sebanyak 18 lembaga, sedangkan SMK
swasta sebanyak 37 lembaga, padahal jumlah kecamatan hanyalah 23 kecamatan.
Fakta banyaknya jumlah SMK dari 23 kecamatan di Bondowoso sangat menarik
untuk menjadi obyek penelitian.

VII.4 Sumber Data


Subyek dalam penelitian ini adalah 18 lembaga SMK negeri, 37 lembaga
SMK swasta, Cabdin Bondowoso, tenaga pendidik, kepala sekolah, wakil kepala
sekolah bidang kurikulum, kepala program studi, dan ketua Bursa Kerja Khusus
(BKK) . Data yang diinginkan dalam kegiatan pengumpulan data, merupakan data
yang berkaitan dengan fokus penelitian. Sedangkan jenis data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini merupakan data kualitatif, yang terdiri dari kata-kata dan
tindakan, sumber data tertulis (dokumentasi) dan foto (gambar). Moleong
(2010:112) menyatakan bahwa;
Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau
diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data
utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman
video/audio tapes, pengambilan foto, atau film. Pencatatan
sumber data utama melalui wawancara atau penagamatan
berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan
melihat, mendengar, dan bertanya.
Menurut Margono (2003: 63), untuk mendapatkan data yang relevan
dengan permasalahan ini data yang di ambil meliputi data primer dan data
sekunder. Data Primer adalah data yang dikumpulkan melalui observasi langsung
dari obyeknya atau data yang belum jadi atau data yang langsung diperoleh atau
dikumpulkan langsung dari individu-individu yang diselidiki. Data primer
didapatkan dari wawancara dengan seluruh kepala sekolah SMK negeri/swasta
beserta jajarannya dan Kacabdin Bondowoso beserta jajarannya. Disamping itu,
data sekunder merupakan sumber data yang tidak dibatasi ruang dan waktu
seperti; arsip perangkat pembelajaran sekolah, buku, koran, ensiklopedi, kamus,
jurnal, website dan lain sebagainya.

VII.5 Prosedur Pengumpulan Data


Dalam suatu penelitian metode pengumpulan data merupakan salah satu
faktor yang penting dalam menentukan berhasil tidaknya suatu penelitian. Di
dalam memilih data harus diperhatikan tentang kesesuaiannya dengan jenis data.
Dan dalam penelitian ini, dalam mengumpulkan data menggunakan metode
observasi, dokumentasi dan interview.
1. Metode Observasi
Metode Observasi dalam tradisi penelitian kualitatif menjadi sangat
penting. Melalui obsevasi dikenali berbagai rupa kejadian, peristiwa, keadaan
dan tindakan yang mempola dari hari ke hari ditengah masyarakat. Dari situlah
dikenali mana yang lazim terjadi, bagi siapa, kapan dan dimana.
Menurut Moleong (2010: 164), di dalam melaksanakan observasi atau
pengamatan, peran peneliti sebagai pengamat dalam hal ini tidak sepenuhnya
sebagai pemeran serta tetapi melakukan fungsi pengamatan, dengan kata lain
pengamat hanya melakukan satu fungsi yang dalam hal ini hanya mengadakan
pengamatan saja. Tujuan observasi adalah untuk mendapatkan gambaran yang
tepat mengenai objek penelitian, sehingga dapat di gunakan untuk mencari data-
data yang terkait fokus penelitian.
Observasi yang dilakukan peneliti dilakukan pada SMK di kabupaten
Bondowoso meliputi: (a) sejauh mana sekolah mengimplementasikan kebijakan
Link and Match, (b) kendala-kendala yang disampaikan sekolah terkait
implementasi kebijakan Link and Match, (c) dan formulasi apa yang efektif untuk
mengimplementasi program Link and Match.
Berikut ini adalah instrumen observasi terhadap kepala SMK dalam
memaknai kebijakan Link and Match;
Tabel 7.1
Instrumen Observasi Untuk Kepala Sekolah
KOMPONEN ASPEK-ASPEK YANG HASIL
DOKUMEN YANG DICATAT PENGAMATAN
DICATAT
A. Visi, Misi dan Tujuan Kesesuaian dengan tujuan
SMK pendidikan SMK
B. Dokumen Kurikulum 1. Penyelarasan kurikulum
SMK dengan DU/DI
2. Pengembangan kurikulum
3. Pembelajaran berbasis
kelas industri
C. Dokumen BKK 1. Keterserapan lulusan
kepada DU/DI
2. Distribusi lulusan SMK
dengan pilihan BMW
(Bekerja-Melanjutkan-
Wirausaha)
D. Implementasi Link 1. Memberikan catatan
and Match sejauh mana pemenuhan 8
standar nasional
pendidikan
2. Kendala-kendala
pemenuhan 8 standar
nasional
3. Upaya-upaya/ strategi apa
saja yang dlakukan
sekolah terkait program
KOMPONEN ASPEK-ASPEK YANG HASIL
DOKUMEN YANG DICATAT PENGAMATAN
DICATAT
Link and Match
4. Program-program apa saja
yang telah dilaksanakan
dan berkaitan dengan
pencapaian Link and
Match
5. Evaluasi administrasi
pelaksanaan Prakerin
6. Evaluasi administrasi
kegiatan uji kompetensi
siswa

2. Metode Dokumentasi
Menurut Arikunto (2006: 231), metode dokumentasi adalah metode yang
dipergunakan dalam mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkip, surat kabar, arsip sekolah, agenda kegiatan rapat sekolah dan
sebagainya. Metode dokumentasi dapat pula dimengerti secara luas adalah segala
macam bentuk sub informasi yang berhubungan dengan dokumen, baik yang
resmi maupun yang tidak resmi dalam bentuk laporan, buku harian, dan
sebagainya baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan. Jadi data dapat
di ambil melalui metode yang digunakan dalam penelitian dari berbagai catatan
tentang peristiwa masa lampau dalam bentuk dokumen.
Arsip dan dokumen yang digunakan untuk mendukung hasil penelitian ini
meliputi: dokumen KTSP, dokumen BKK, program Prakerin, daftar inventarisasi
sekolah. Pencatatan dokumen dan arsip tersebut diperlukan untuk melengkapi data
yang diperoleh di lapangan dengan foto kopi, kamera digital dan video yang
berupa berbagai peristiwa dalam proses pembelajaran yang menggambarkan
langkah-langkah kongkrit yang dipraktekkan guru (praktikus) dalam proses
pembelajaran.
Berikut adalah teknik dokumentasi, alat dan data yang dikumpulkan
dalam penelitian;
Tabel 7.2
Tekhnik Dokumentasi, Alat dan Data
TEKNIK ALAT DATA
Dokumentasi a. Dok
umen KTSP
b. Dok
umen BKK
c. Dok Fotokopi, kamera digital
umen penyelarasan kurikulum dan video
d. Dok
umen kegiatan-kegiatan
pembelajaran kewirausahaan
e. Dok
umentasi implementasi pendidikan
karakter
f. Dok
umen Prakerin
g. Dok
umen MOU dengan DU/DI
h. Data
inventaris sekolah
i. Data
guru
j. Data
siswa
k. Data
latar belakang siswa
l. Data
sarana pendidikan
3. Metode Interview
Menurut Moleong (2010: 186), metode interview di kenal dengan tekhnik
wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai,
yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dari pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa metode interview adalah suatu cara untuk memperoleh
atau mengumpulkan data dengan melakukan tanya jawab.
Wawancara ini menggunakan pedoman wawancara sehingga pelaksanaan
dapat fleksibel yang artinya dapat disesuaikan dengan kondisi lapangan. Adapun
maksud penggunaan wawancara mendalam ini untuk melengkapi data-data yang
diperoleh melalui observasi, tetapi data yang diharapkan belum tampak seperti
adanya kendala-kendala pemenuhan 8 SNP, faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi pemenhan 8 SNP.
Wawancara mendalam pada semua SMK di kabupaten Bondowoso
dilakukan selama kegiatan observasi dan jika ditemukan data yang memerlukan
tambahan informasi, maka peneliti akan melakukan wawancara mendalam untuk
dapat melengkapi data yang dibutuhkan sehingga mendapatkan hasil penelitian
yang maksimal. Pihak yang diwawancarai adalah kepala sekolah, wakil kepala
sekolah bidang kurikulum, humas, kaproli, ketua BKK, dan alumni.
Berikut ini adalah instrumen wawancara terhadap pemenuhan 8 SNP dan
kendala-kendala dalam upaya pemenuhan 8 SNP tersebut.
Tabel 7.3
Instrumen Wawancara
NO PERTANYAAN SASARAN JAWABAN
1 a. Siapa nama bapak/ibu? Kepala
b. Apa latar belakang Sekolah
pendidikan bapak/ibu?
c. Apa visi-misi dan tujuan
sekolah bapak/ibu ?
d. Tahukah bapak/ibu tentang
kebijakan Link and Match?
NO PERTANYAAN SASARAN JAWABAN
e. Tahukah bapak/ibu dengan
PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan?
f. Menenurut bapak/ibu,
sejauh mana pentingnya penerapan 8
SNP bagi lembaga SMK?
g. Adakah dokumen terkait
pemenuhan 8 SNP tersebut?
h. Menurut bapak/ibu,
bagaimana peran Cabdin Bondowoso
terkait program Link and Match?
i. Kendala-kendala apa saja
terkait pemuhan Link and Match di
sekolah bapak/ibu ?
j. Menurut bapak/ibu, sejauh
mana yang dilakukan Cabdin
Bondowoso terkait implementasi
kebijakan Link and Match ?
2 a. Apa Waka
kah latar belakang pendidikan Kurikulum
bapak/ibu kurikulum?
b. Ada
kah ada dokumen kurikulum
dilembaga bapak/ibu?
c. Tah
ukah bapak/ibu dengan PP Nomor 19
tahun 2005 tentang SNP?
d. Me
nurut bapak/ibu sejauh mana
pentingnya implementasi kebijakan
NO PERTANYAAN SASARAN JAWABAN
Link and Match?
e. Bag
aimana model pembelajaran
entrepreneurship siswa di sekolah
bapak/ibu?
f. Apa
kah sekolah sudah melakukan
sinkronisasi kurikulum dengan
DU/DI?
g. Apa
kah sekolah sudah melakukan
pembelajaran berbasis produksi?
3 a. Apakah bapak mengerti dan Cabdin
memahami tentang kebijakan SNP Bondowoso
yang tertuang dalam PP No 19 tahun
2005?
b. Apa peran yang dilakukan Cabdin
Bondowoso dalam proses sosialisasi,
pendampingan, dan evaluasi terkait
implementasi kebijakan Link and
Match di sekolah?
c. Apakah ada instrumen evaluasi terkait
pelaksanaan implementasi Link and
Match?
d. Bagaimana peran Cabdin dalam upaya
meningkatkan keterserapan lulusan
SMK pada DU/DI?

VII.6 Analisis Data


Menurut pendapat Potton seperti yang dikutip Moleong (2010: 249) bahwa
analisa data adalah proses mengatur urutan data mengorganisasikan kedalam suatu
pola, kategori dan satuan uraian data. Sedangkan analisa data kualitatif menurut
Bogdan dan Biklen, seperti yang dikutip oleh Moleong (2010: 248), adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Miles dan Huberman (2009: 20) menyatakan bahwa analisis data terdiri
dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan.
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir
data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan
diverifikasi. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah reduksi selanjutnya
misalnya membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus,
membuat partisi dan menulis memo.
2. Penyajian data
Penyajian data adalah penyajian sebagai sekumpulan informasi tersusun
yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian yang sering digunakan pada data kualitatif adalah bentuk teks
naratif.
3. Menarik kesimpulan/verifikasi
Menarik kesimpulan/verifikasi dilakukan dari pengumpulan data, yang
dilakukan mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola,
penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan
proposisi.

VII.7 Pengecekan Keabsahan Temuan


Validasi data untuk pengujian tingkat validitas data yang diperoleh
dilapangan adalah dengan melakukan cara triangulasi data. Menurut Creswel
(2010: 299), teknik triangulasi menggunakan berbagai pendekatan dalam
melakukan penelitian. Artinya, dalam penelitian kualitatif, peneliti dapat
menggunakan berbagai sumber data, teori, metode dan investigator agar informasi
yang disajikan konsisten. Oleh karena itu, untuk memahami dan mencari jawaban
atas pertanyaan penelitian, peneliti dapat mengunakan lebih dari satu teori, lebih
dari satu metode (inteview, observasi dan analisis dokumen). Dalam penelitian,
validitas data dikembangkan menggunakan triangulasi sumber/data dan triangulasi
metode. Setelah mendapatkan validitas data dengan menggunakan triangulasi
sumber/data dan triangulasi metode maka dilakukan review informan kunci.
Langkah selanjutnya adalah penyusunan data base.
1. Triangulasi sumber.
Cara ini mengarahkan peneliti agar dalam mengumpulkan data, wajib
menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang sama atau
sejenis, akan lebih baik kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang
berbeda. Dengan demikian apa yang diperoleh, juga diperoleh dari sumber lain
yang berbeda, baik kelompok sumber yang sejenis atau pun yang berbeda. Dalam
konteks penelitian ini misalnya data tentang capaian-capaian yang dilakukan
sekolah dengan program-program kerja yang dilakukan sekolah dan diyakini
meningkatkan mutu peserta didik, ditriangulasikan dengan data tentang sejauh
mana keterserapan lulusan SMK pada DU/DI, terlebih yang sesuai dengan
masing-masing kompetensi peserta didik.
2. Triangulasi metode.
Menurut Sutopo (2006: 28) teknik triangulasi ini bisa dilakukan seorang
peneliti dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan
teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Di sini yang ditekankan
adalah penggunaan metode pengumpulan data yang berbeda dan bahkan lebih
jelas diusahakan mengarah pada sumber data yang sama untuk menguji
kemantapan informasinya.
Triangulasi metode dilakukan melalui tekhnik wawancara, dokumentasi
dan observasi terhadap Kacabdin Jawa Timur wilayah Bondowoso, kepala
sekolah, waka kurikulum, waka humas, ketua BKK, Kaprodi, dan siswa SMK
Bondowoso sangat perlu dilakukan untuk mendapatkan data yang benar-benar
obyektif. Sehingga, dengan proses triangulasi metode ini diharapkan hasil
penelitian dapat dipertanggungjawabkan tingkat kebenarannya. Dalam penelitian
ini akan dilakukan pengecekan data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada
orang-orang tersebut di atas dengan hasil observasi dan dokumentasi.
3. Review Informan Kunci
Peneliti perlu mengkomunikasikan data setelah mendapatkan data yang
cukup lengkap kepada informan khususnya informan pokok, untuk mengetahui
apakah laporan yang ditulis tersebut merupakan pernyataan yang dapat disetujui
mereka. Informan kunci dalam penelitian ini adalah orang-orang yang terkait
langsung dengan judul penelitian.
4. Penyusunan Data Base
Data base adalah bukti data yang telah dikumpulkan dalam segala bentuk:
deskripsi, gambar, skema, rekaman wawancara, matriks dan sebagainya, guna
memudahkan review serta usaha penelusuran kembali proses penelitian bilamana
diperlukan (Sutopo, 2006:32). Data base dalam penelitian ini diwujudkan dalam
bentuk: daftar profil sekolah, daftar MOU sekolah dengan DU/DI, potret
penelusuran lulusan SMK, daftar pedoman wawancara, rekaman hasil wawancara,
deskripsi hasil wawancara, deskripsi hasil pencatatan dokumen, deskripsi hasil
observasi, foto-foto kegiatan wawancara, dan foto-foto kegiatan observasi.

VII.8 Tahap-Tahap Penelitian


Dalam penelitian kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif akan ditemui
suatu bentuk langkah-langkah yang merupakan tahapan dalam penelitian. Hal ini
merupakan suatu bentuk konkrit dari metodologi yang digunakan oleh peneliti.
Menurut Moleong (2010: 127-154) langkah-langkah yang akan ditempuh dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Tahap Pralapangan
1. Menyusun rancangan penelitian
2. Memilih lokasi penelitian
3. Mengurus perizinan kepada lokasi penelitian
4. Menjajaki dan menilai lapangan
5. Memilih dan memanfaatkan informan
6. Menyiapkan perlengkapan penelitian
7. Penyusunan proposal dan instrumen penelitian
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
1. Memahami latar penelitian dan persiapan diri
2. Melakukan kajian literatur tentang strategi penyampaian isi pembelajaran
3. Melakukan observasi dan wawancara kepada semua pihak terkait dalam
memahami evaluasi kebijakan Link and Match
4. Berperan serta sambil mengumpulkan data observasi dan wawancara
c. Tahap Analisis Data
d. Penyusunan dan Pelaporan
Setelah semua data dianalisis, maka langkah yang terakhir adalah
penyusunan laporan dengan menggunakan format penulisan yang telah ditentukan
Universitas Jember melalui Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (PPKI).

Anda mungkin juga menyukai