Anda di halaman 1dari 13

POTRET FILSAFAT ABAD KONTEMPORER

PENDAHULUAN
 LATAR BELAKANG
 CIRI-CIRI
 PILAR-PILAR FILSAFAT KONTEMPORER
ALIRAN KONTEMPORER BARAT
 STRUKTURALISME
 MARXISME
 KONTEMPORER ISLAM
 EKSISTENSIALISME
 PRAGMATISME
 FENOMENOLOGI
 STRUKTURALISME
 FILSAFAT ANALITIS
 NEO-KANTISME
 LEBENSPHILOSOPHIE
 FILSAFAT DIALOG

POSTMODERNISME
Saran: Dekonstruksi
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN FILSAFAT KONTEMPORER
 Keunggulan
Membawa kemajuan yang sangat pesat bagi ilmu pengetahuan dan teknologi.
 Kelemahan
 Dapat menciptakan pola pikir yang materialis
 Mendewakan kemampuan akal dalam mencapai kebutuhan hidup dan menyangkal
realitas dan kesungguhan setiap kehidupan antar manusia
1. Keunggulan Dan Kekurangan Filsafat Postmodernisme
a. Kelebihan Posmodernisme adalah:
Pertama, Pengingkaran atas semua jenis ideology. Konsep berfilsafat dalam era
postmodernisme adalah hasil penggabungan dari berbagai jenis fondasi pemikiran. Mereka
tidak mau terkungkung dan terjebak dalam satu bentuk fondasi pemikiran filsafat tertentu.
Kedua, menggantikan peran cerita-cerita besar menuju cerita-cerita kecil, dimana aliran
modernism dianggap bergantung dan terpaku pada grand narrative dari kemapanan filsafat
yang hanya mengandalkan akal, dialektika roh, emansipasi subjek yang rasional, dan
sebagainya.
Ketiga, aliran ini tidak meniru sesuatu yang ada (pemikiran) tetapi menggunakan
sesuatu yang sudah ada dengan gaya baru.
b. Kelemahan Postmodernisme adalah :
Pertama, postmodernisme tidak memiliki asas-asa yang jelas (universal dan permanen).
Bagaimana mungkin akal sehat manusia dapat menerima sesuatu yang tidak jelas asas dan
landasannya? Jika jawaban mereka positif, jelas sekali hal itu bertentangan dengan pernyataan
mereka sendiri, sebagaimana postmodernisme selalu menekankan untuk mengingkari bahkan
menentang hal-hal yang bersifat universal dan permanen.
Kedua, adalah segala pemikiran yang hendak merevisi modernisme, tidak dengan
menolak modernisme itu secara total, melainkan dengan memperbaharui premis-premis modern
di sana-sini saja. Ini dimaksudkan lebih merupakan "kritik imanen" terhadap modernisme
dalam rangka mengatasi berbagai konsekuensi negatifnya. Misalnya, mereka tidak menolak
sains pada dirinya sendiri, melainkan hanya sains sebagai ideologi dan scientism saja di mana
kebenaran ilmiahlah yang dianggap kebenaran yang paling sahih dan meyakinkan.
Ketiga, pemikiran-pemikiran yang terkait erat pada dunia sastra dan banyak berurusan dengan
persoalan linguistik. Kata kunci yang paling populer dan digemari oleh kelompok ini adalah
"dekontruksi". https://www.academia.edu/4528100/filsafat_kontemporer_dan_postmodernisme

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
HUBUNGAN ANTARA FISIKA DAN FILSAFAT
Filsafat adalah induk ilmu pengetahuan. Objek material filsafat adalah seluruh kenyataan,
padahal ilmu-ilmu membutuhkan objek material yang khusus, hal ini mengakibatkan berpisahnya
ilmu dan filsafat, ini tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus.
Tidak ada bidang pengetahuan yang menjadi penghubung ilmu-ilmu yang terpisah. Disinilah filsafat
berusaha menyatu-padukan masing-masing ilmu. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan
merumuskan suatu pandangannhidup yang didasarkan atas pengalaman kemanusiaan yang luas.
Oleh karena itu filsafat merupakan salah satu bagian dari proses pendidikan secara alami dari
makhluk yang berpikir (UGM, 2016).
Ilmu dan filsafat memiliki hubungan timbal balik. Banyak masalah filsafat yang
memerlukan landasan pengetahuan ilmiah apabila pembahasannya tidak ingin dikatakan dangkal
dan keliru. Saat ini, ilmu dapat menyediakan fakta-fakta yang sangat penting bagi perkembangan
ide-ide filsafati yang tepat sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah. Terhadap ilmu-ilmu
khusus, filsafat, khususnya filsafat ilmu, secara kritis menganalisa konsep-konsep dasar dan
memeriksa asumsi-asumsi dari ilmu-ilmu untuk memperoleh arti dan validitasnya. Kalau konsep-
konsep dari ilmu tidak dijelaskan dan asumsi-asumsi tidak dikuatkan maka hasil-hasil yang dicapai
ilmu tersebut tanpa memperoleh landasan yang kuat (UGM, 2016).
Interaksi antara filsafat dan ilmu-ilmu khusus juga menyangkut suatu tujuan yang lebih jauh
dari filsafat. Filsafat berusaha untuk mengatur hasil-hasil dari berbagai ilmu-ilmu khusus ke dalam
suatu pandangan hidup dan pandangan dunia tersatu-padukan, komprehensif dan konsisten. Secara
komprehensif artinya tidak ada sesuatu bidang yang berada di luar jangkauan filsafat. Secara
konsisten dimaknai sebagai uraian kefilsafatan tidak menyusun pendapat-pendapat yang saling
berkontradiksi (UGM, 2016).
Diantara ilmu-ilmu khusus yang dibicarakan oleh filsuf, maka bidang fisika menempati
kedudukan yang paling tinggi. Menurut Trout (1993) seperti yang tercantum dalam buku Filsafat
Ilmu sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan yang disusun oleh Tim Dosen Filsafat Ilmu
Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Fisika dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang
subject materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang membentuk alam semesta. Ia juga
menunjukkan bahwa secara historis hubungan antara fisika dan filsafat terlihat dalam dua cara.
Pertama, diskusi filosofis mengenai metode-metode fisika, dan dalam interaksi antara pandangan
substansial tentang fisika (misalnya: tentang materi, kausa, konsep ruang dan waktu). Kedua, ajaran
filsafat tradisional yang menjawab fenomena tentang materi, kausa, ruang dan waktu. Dengan
demikian sejak semula sudah ada hubungan yang erat antara filsafat dan fisika (UGM, 2016).
Albert Einsten dan Edwin Hubble
Fisikawan termashur abad keduapuluh adalah Albert Einstein. Ia menyatakan bahwa alam
itu tak berhingga besarnya dan tak terbatas, tetapi juga tak berubah status totalitasnya atau bersifat
statis dari waktu ke waktu. Einstein
percaya akan kekekalan materi. Ini berarti
bahwa alam semesta itu bersifat kekal,
atau dengan kata lain tidak mengakui
adanya penciptaan alam (UGM, 2016).
Namun pada tahun 1929 seorang
Gambar 2. Albert Einstein
fisikawan lain Hubble yang menggunakan
Sumber: http://lampung.tribunnews.com/tag/albert-
einstein?url=2017/10/08/tiga-ilmuwan-ini- teropong bintang terbesar di dunia melihat
mampu-buktikan-ramalan-einstein-1-abad-silam
galaksi-galaksi di sekeliling kita tampak
menjauhi galaksi kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jaraknya dari bumi. Observasi ini
menunjukkan bahwa alam semesta ini tidak statis, melainkan dinamis, sehingga meruntuhkan
pendapat Einstein tentang teori kekekalan materi dan alam semesta yang statis (UGM, 2016).
Disamping teori mengenai fisika, teori alam semesta, dan lain-lain, zaman kontemporer ini
ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi
termasuk salah satu yang mengalami kemajuan sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer,
berbagai satelit komunikasi, internet dan sebagainya
(UGM, 2016).
Bidang-bidang ilmu lain juga mengalami
kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi-
spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuan
kontemporer mengetahui hal yang sedikit tetapi secara
mendalam. Disamping mengarah kecenderungan ke
arah spesialisasi, kecenderungan lain adalah sintesis Gambar 3. Edwin Hubble
Sumber:http://simplyknowledge.com/popular/
antara bidang ilmu yang satu dengan lainnya, sehingga biography/edwin-hubble
dihasilkan bidang ilmu baru seperti: bioteknologi, psiko-linguistik, dll (UGM, 2016).
 Linus Pauling
 James D. Watson , Francis Crick, dan Rosalind Franklin
 Werner Heisenberg & Erwin Schrodinger
 George lemaitre
 Ernest o. Lawrence
 Alfred wegener
FILSAFAT PANCASILA
Sejarah Pancasila
Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno adalah satu-satunya tokoh yang menyampaikan
pidato sesuai yang diminta oleh ketua sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai tentang dasarnya
Indonesia Merdeka, ”Philosofische grondslag” dari pada Indonesia Merdeka. ”Philosofische
grondslag”
itulah pundamen, filosofi, pikiran yang-sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat-yang-sedalam-dalamnya
untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi (Sukarno, 1964). Jadi,
tidak satu pun pembicara sebelumnya yang menyampaikan tentang Dasar Indonesia Merdeka
(Siswoyo, 2013a).
Dalam kutipan pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 seperti yang dimuat dalam
laman www.kemendagri.go.id (kemendagri, 2015) disebutkan bahwa:
"Dasar negara, yakni
dasar untuk di atasnya
didirikan Indonesia Gambar 3. Bung Karno
Sumber: http://kolomnasionalis.blogspot.co.id/2011/08/quotes-
Merdeka, haruslah kokoh bung-karno_18.html
kuat sehingga tak mudah
digoyahkan. Bahwa dasar
negara itu hendaknya
jiwa, pikiran-pikiran yang
sedalam-dalamnya, hasrat
yang sedalam-dalamnya
untuk di atasnya didirikan
gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Dasar negara Indonesia hendaknya
mencerminkan kepribadian Indonesia dengan sifat-sifat yang mutlak keindonesiaannya dan
sekalian itu dapat pula mempersatukan seluruh bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai
suku, aliran, dan golongan penduduk,"
"Dasar negara yang saya usulkan. Lima bilangannya. Inilah Panca Dharma? Bukan! Nama
Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan
dasar. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya menamakan ini dengan petunjuk
seorang teman kita ahli bahasa (Muhammad Yamin) namanya Pancasila. Sila artinya asas
atau dasar dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia kekal dan
abadi,"

Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno mengupas kelima mutiara berharga:
Kebangsaan, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Demokrasi, Keadilan Sosial dan Ketuhanan
Yang Maha Esa, yang kemudian dikenal dengan Pancasila (Siswoyo, 2013a). Kelima butir yang
diusulkan tersebut cukup berbeda dengan naskah resmi Pancasila yang kita kenal pada saat ini,
yaitu (kemendagri, 2015) :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Naskah resmi Pancasila ini baru disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, satu hari setelah
Indonesia merdeka melalui rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), bersamaan
dengan disahkannya UUD 1945 sebagai undang-undang dasar negara.

Kedudukan dan Fungsi Pancasila


Terdapat berbagai macam pengertian kedudukan dan fungsi Pancasila yang masing-masing
harus dipahami sesuai dengan konteksnya. Misalnya Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Indonesia, sebagai Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia, sebagai Ideologi Bangsa dan Negara
Indonesia dan masih banyak kedudukan dan fungsi Pancasila lainnya. Seluruh kedudukan dan
fungsi Pancasila itu bukanlah berdiri secara sendiri-sendiri namun jika dikelompokkan maka akan
kembali pada dua kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai Dasar Filsafat Negara dan sebagai
Pandangan Hidup Bangsa Indonesia (Kaelan, 2009).
Sebelum Pancasila dirumuskan dan disahkan sebagai Dasar Filsafat Negara, nilai-nilainya
telah ada pada Bangsa Indonesia yang merupakan pandangan hidup yaitu berupa nilai-nilai adat-
istiadat dan kebudayaan serta sebagai kausa materialis Pancasila. Dalam pengertian ini, antara
Pancasila dan Bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan sehingga Pancasila sebagai Jati Diri Bangsa
Indonesia. Setelah Bangsa Indonesia mendirikan negara maka Pancasila disahkan oleh pembentuk
negara menjadi Dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila berkedudukan sebagai ideologi Bangsa
dan Negara Indonesia dan sekaligus sebagai Asas Persatuan dan Kesatuan Bangsa dan Negara
Indonesia. Dengan demikian Pancasila sebagai dasar filsafat negara, secara objektif diangkat dari
pandangan hidup yang sekaligus juga sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia yang telah ada dalam
sejarah bangsa sendiri (Kaelan, 2009).
Pancasila yang digali dan dilahirkan Bung Karno, yang mengandung nila-nilai sangat ideal
sebagai dasar filosofi, ideologi negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia harus benar-benar
diupayakan secara cerdas, konsekuen, konsisten, dan tanggung jawab oleh segenap bangsa
Indonesia sesuai dengan kapasitasnya masing-masing, demi terwujudnya masyarakat yang religius,
humanis, nasionalis, demokratis dan berkeadilan (Siswoyo, 2013a)
Melemahnya pemahaman dan penghayatan masyarakat dapat diatasi dengan melakukan
revitalisasi dan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila. Dalam kerangka ini, nilai-nilai Pancasila yang
memiliki ilmu pengetahuan dan hakekat pengetahuan dapat dikaji melalui filsafat ilmu. Pertama,
secara ontologi, Pancasila mempunyai ajaran dan nilai-nilai luhur, seperti mengembangkan sikap
saling menghormati dan menyayangi sesama manusia, dimana Tuhan mempunyai peranan dalam
memberikan petunjuk pada umat manusia. Kedua, epistemologi, Pancasila mempunyai sumber
pengetahuan dan wawasan kebangsaan yang sudah seharusnya dapat diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Ketiga, secara aksiologi, nilai-nilai Pancasila memiliki sumbangan berarti
bagi kehidupan umat manusia, nilai-nilai luhur untuk saling membantu dan memberikan rasa
keadilan sosial harus diejawantahkan dalam setiap aspek kehidupan manusia (Kirom, 2016)

Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat


Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang
dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan-kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan,
saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan
yang utuh (Kaelan, 2009: 66)
Dasar filsafat negara Pancasila adalah merupakan suatu kesatuan yang bersifat majemuk
tunggal. Konsekuensinya, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terpisah dari sila-sila yang lainnya
(Kaelan, 2009: 66). Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan
suatu kesatuan organik. Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar
yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan
Tuhan yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia. Dengan demikian Pancasila
merupakan suatu sistem dalam pengertian kefilsafatan sebagaimana sistem filsafat lainnya antara
lain materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, sosialisme dan sebagainya (Kaelan,
2009:67).
Susunan Pancasila adalah hierarkis dan mempunyai bentuk piramidal. Dalam susunan
hierarkis dan piramidal ini, maka Ketuhanan yang Maha Esa menjadi basis kemanusiaan, persatuan
Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial. Sebaliknya Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
Ketuhanan yang berkemanusiaan, yang membangun, memelihara dan menngembangkan persatuan
Indonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial demikian selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila
di dalamnya mengandung sila-sila lainnya (Kaelan, 2009:68).
Dalam bentuk yang berbeda, Tuan Guru Bajang (TGB) Dr. KH M. Zainul Majdi, MA,
Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam sebuah forum seperti dikutip dari Media Suara NW
(2017) menyatakan bahwa:
“Pancasila itu apa? Bagi
saya itu Pancasila kalau
disingkat dalam satu
rangkaian kata yang pendek,
bagi saya dia adalah
Kemanusiaan yang
Berketuhanan. Kenapa
Gambar. Kalimat Bijak tentang Makna Pancasila
kemanusiaan yang Sumber: Fans Page TGB Inspire dikutip dari Media Suara NW
berketuhanan? Pertama,
kalau kita lihat dari lima sila itu saya melihat bahwa ada satu hal yang terkait dengan Ketuhanan
secara langsung, sedangkan empat lainnya itu adalah berkaitan dengan ranah kemanusiaan. Yang
kedua, Ketuhanan kita ini sebenarnya kan batu ujinya adalah pada Kemanusiaan, tidak ada batu
uji yang lain, jadi Anda bertuhan, saya bertuhan, kita semua ini bertuhan, beragama, batu ujinya
ya pada kemanusiaan, jadi kalau kemudian dalam tatanan bermanusia kita melakukan hal-hal yang
merusak kemanusiaan itu, ya sesungguhnya kita ingkat pada Ketuhanan”.
Notonagoro (1975 dan 1984) sebagaimana dikutip oleh Kaelan (2009: 60-70) menyatakan
secara ontologis kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem bersifat hierarkis dan berbentuk
piramidal adalah sebagai berikut: bahwa hakikat adanya Tuhan adalah ada karena dirinya sendiri,
Tuhan sebagai causa Prima. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada karena
ciptaan Tuhan atau manusia ada sebagai akibat adanya Tuhan (Sila 1). Adapun manusia adalah
sebagai subjek pendukung pokok negara, karena negara adalah lembaga kemanusiaan, negara
adalah sebagai persekutuan hidup bersama yang anggotanya adalah manusia (Sila 2). Maka negara
adalah sebagai akibat adanya manusia yang bersatu (Sila 3). Sehingga terbentuklah persekutuan
hidup bersama yang disebut rakyat. Maka rakyat pada hakikatnya merupakan unsur negara
disamping wilayah dan pemerintah. Rakyat adalah sebagai totalitas individu-individu dalam negara
yang bersatu (Sila 4). Keadilan pada hakikatnya merupakan tujuan suatu keadilan dalam hidup
bersama atau dengan kata lain keadilan sosial (Sila 5) pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga
bersama yang disebut negara.

Pancasila Sebagai Filsafat Hidup Bangsa Indonesia


Masyarakat Indonesia harus selalu berjuang terus melakukan revitalisasi, reinovasi,
rekontruksi, dan reaktualisasi Pancasila di masyarakat, bangsa dan negara. Citra ideal masyarakat
Indonesia adalah benar bagi Pancasila, orang yang berperilaku religius, humanis, dan menjunjung
tinggi nilai keadilan yang demokratis dalam dinamika harmonis yang harmonis, kesatuan fisik-
spiritual yang sehat, sebagai manusia moral, dan kemampuan/keterampilan dan kepribadian orang
Indonesia. Siapa yang dapat menerapkan dan mengembangkan kehidupan yang teratur dan damai
dalam pertemuan dan interaksi satu sama lain dan dunia (Siswoyo, 2013b).
Belajar filsafat Pancasila merupakan keharusan bagi mahasiswa terlepas dari latar belakang
pendidikan tinggi yang diseriusinya. Sebagai kajian teoritis, filsafat Pancasila bisa dipahami dengan
lebih mudah dengan cara melihat nilai-nilai yang terkandung dalam kata filsafat dan ideologi
Pancasila itu sendiri. Mempelajari filsafat Pancasila erat kaitannya dengan memahami pergerakan
mahasiswa dari sudut pandang ideologi yang dianut sejak lama oleh bangsa Indonesia dan sudah
diformalkan sejak kemerdekaan Republik Indonesia sampai saat ini. Lebih jauh, nilai-nilai
ketuhanan yang ada dalam Pancasila juga berfungsi sebagai landasan spiritual dan moral bagi
peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia melalui pemahaman yang mendalam tentang sistem
ekonomi Pancasila. Dengan kata lain, nilai nilai filsafat, filsafat Pancasila, ideologi Pancasila sudah
banyak ditemukan dalam realitas pola pikir, kehidupan sosial, dan kehidupan bisnis masyarakat
Indonesia (Antoni, 2012).
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang sudah ditentukan oleh para pendiri negara ini
haruslah menjadi sebuah acuan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai
tantangan dalam menjalankan ideologi pancasila tidak akan mampu menggantikankan Pancasila
sebagai ideologi bangsa Indonesia. Pancasila terus dipertahankan oleh segenap bangsa Indonesia
sebagai dasar negara, hal tersebut membuktikan bahwa Pancasila merupakan ideologi yang sejati
untuk bangsa Indonesia. Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian, yaitu sila-sila Pancasila, dan
setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas dan fungsi sendiri-sendiri untuk tujuan tertentu,
yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Isi sila-sila Pancasila
hakikatnya merupakan suatu ketentuan (Mutiani, 2015)
Filsafat Pancasila
o Pengertian Filsafat Pancasila
Notonagoro menyatakan bahwa Filsafat pancasila adalah pembahasan filsafat
Pancasila secara filsafati, yaitu pembahasan Pancasila sampai hakikatnya yang terdalam.
Pengertian Pancasila seperti itu merupakan suatu pengetahuan yang terdalam yang merupakan
hakikat Pancasila yang bersifat esensial, abstrak umum universal, tetap dan tidak berubah. Hal
ini juga sering disebut pengertian dari segi objek formalnya. Dari objek materialnya maka
pengertian filsafat Pancasila yaitu: susunan sistem pemikiran yang rasional, sistematid,
terdalam dan menyeluruh tentang hakikat bangsa, negara dan masyarakat Indonesia yang
nilai-nilainya telah adan dan digali dari bangsa Indonesia sendiri (Kaelan, 2009: 40).
o Manfaat Filsafat Pancasila
Filsafat adalah suatu pengetahuan yang terdalam, hakiki, rasional, menyeluruh, maka
filsafat filsafat sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan yang objek materialnya segala
sesuatu, dan objek formalnya dari sudut tertentu sampai pada intinya yang terdalam, hakikat
serta bersifat universal (Kaelan, 2009:42).
Perkembangan bangsa-bangsa di seluruh dunia memiliki ciri khas masing-masing,
termasuk hasil karya bangsa-bangsa tersebut. Bagi bangsa Indonesia salah satu karya besar
bangsa yang bersifat monumental, dan seharusnya menjadi kebanggaan bangsa adalah hasil
pemikirannya tentang prinsip-prinsip hidup berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu filsafat
Pancasila yang merupakan esensi dari karya besar bangsa dalam hidup bermsayarakat,
berbangsa dan bernegara seharusnya merupakan suatu karya bangsa sendiri yang harus
dijunjung tinggi dan diletakkan sejajar dengan pemikiran-pemikiran besar lainnya serta
filsafat hidup lainnya (Kaelan, 2009:45).
Bagi generasi penerus bangsa terutama kalangan akademisi, hasil kreativitas bangsa
merupakan bukti tonggak sejarah yang menunjukkan kepada generasi penerus berikutnya
bahwa bangsa Indonesia-pun telah pernah menghasilkan suatu pemikiran tentang dasar-dasar
filosofi dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang disebut Pancasila. Harus diakui
bahwa suatu karya budaya manusia tidak ada yang sempurna, namun setidkanya kita harus
mengangkat karya besar tersebut setingkat dengan karya besar lainnya, untuk menunjukkan
kepada dunia bahwa bangsa Indonesia memiliki suatu pandangan hidup.

o Hakikat Sila-Sila Pancasila


Hakikat kesatuan sila-sila Pancasila yang bertingkat dan berbentuk piramidal dapat
dijelaskan sebagai berikut (Kaelan, 2009: 74-76):
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab didasari dan dijiwai oleh sila
Ketuhanan Yang Maha Esa serta mendasari dan menjiwai sila persatuan Indonesia, sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
serta sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhahan Yang Maha
Esa dan sila kemanusiaan yang adil dan beradab serta mendasari dan menjiwai sila kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan sila
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawatan/perwakilan, makna pokok sila keempat adalah kerakyatan yaitu
kesesuaiannya dnegan hakikat rakyat. Sila keempat ini dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab serta persatuan Indonesia. Sila keemat ini
mendasari dan menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia memiliki makna pokok
keadilan yaitu hakikatnya kesesuaian dengan hakikat adil. Berbeda dengan sila-sila lainnya
maka sila kelima ini didasari oleh keempat sila lainnya yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Hal ini mengandung makna
bahwa keadilan adalah sebagai akibat adanya negara kebangsaan dari manusia-manusia yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila kelima ini adalah tujuan dari dari keempat sila lainnya.
Dalam fungsi dan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia maka
sangat perlu untuk diketahui tentang hubungan antara negara Indonesia dengan landasan dari
sila-sila Pancasila. Hubungan tersebut merupakan hubungan kesesuaian, sebagaimana dikutip
dari Kaelan (2009: 78) maka arti setiap inti Pancasila adalah:
Ketuhanan : sifat-sifat keadaan negara yang sesuai dengan hakikat Tuhan (yaitu
kesesuaian dalam arti sebab dan akibat).
Kemanusiaan : sifat-sifat keadaan negara yang sesuai dengan hakikat manusia.
Persatuan : sifat-sifat dan keadaan negara yang sesuai dengan hakikat satu, yang berarti
membuat menjadi satu rakyat, daerah dan keadaan negara Indonesia sehingga
terwujud suatu kesatuan.
Kerakyatan : sifat-sifat dan keadaan negara yang sesuai dengan hakikat rakyat.
Keadilan : sifat-sifat dan keadaan negara yang sesuai dengan hakikat adil.

o Tantangan Filsafat Pancasila


Pancasila memiliki beberapa tantangan yang tidak sedikit, di antaranya adalah
liberalisme, individualisme, pragmatisme, hedonisme dan juga ideologi lain yang didatangkan
dari luar negeri atau disebut trans-ideologi. Negara ini sesungguhnya menjadi tanggung jawab
kita semua. Oleh karena itu yang diperlukan adalah kesatuan perkataan dan tanggungjawab.
Di dalam hal ini maka yang penting adalah apa yang kita yakini harus dilakukan sesuai
dengan falsafah bangsa yang kita anggap benar (Syam, n.d.).
Selanjutnya Syam juga menyatakan bahwa ada fenomena kehidupan yang sedang
terjadi di Indonesia, misalnya konflik antar suku, golongan dan sebagainya, ada korupsi,
kolusi dan nepotisme serta ada juga masalah-masalah politis yang sedang menggejala pada
masyarakat kita. Makanya, untuk memahami tentang hal ini, maka kita harus memahami
tentang apa yang ada dibalik hal ini semua. Sebagai solusinya adalah filsafat yaitu untuk
mengetahui hakikat fenomena setelah diorganisasi dan disistematisasikan. Melalui refleksi
yang mendasar, maka fenomena yang kasat mata akan bisa dicari apa yang menjadi
noumenanya. Yang dicari adalah hakikat sesuatu (Syam, n.d.)
Syam juga menyatakan sesungguhnya Pancasila itu dapat dilacak di dalam Pembukaan
UUD 1945. Makanya Pancasila adalah pokok dasar yang melandasi pada seluruh UUD 1945.
Dan setiap teks di dalam batang tubuh UUD 1945 memiliki relevansi dengan Pancasila,
pembukaan UUD 1945 dan di dalam batang tubuh UUD 1945. Pancasila dan UUD 1945
adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Makanya, Soepomo menyatakan bahwa
“saya mau terlibat dan mau menjadi ketua tim perumus Batang Tubuh UUD 1945 jika
keterkaitan antara Pancasila dan turunannya tidak dipisah-pisahkan”.
Pancasila memiliki posisi yang bervariasi di dalam struktur negara dan bangsa
Indonesia, yaitu sebagai dasar negara, ideologi nasional, pandangan hidup bangsa dan
pemersatu bangsa. Semua ini berbasis pada konsep atau prinsip dan nilai empat pilar bangsa.
Sebagai konsep tersebut harus berada di dalam koridor yang jelas. Pada zaman orde lama ada
keinginan yang sangat kuat untuk menyatukan bangsa Indonesia, sehingga yang berbeda
dalam prinsip pun disatukan, misalnya Nasakom. Kemudian Orde Baru juga terlalu
bersemangat untuk menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup, sehingga para pelakunya
kemudian menjadikannya sebagai persyaratan di dalam segala persoalan, mulai dari
persyaratan KTP sampai kenaikan jabatan. Setelah sekian lama vakum, maka di era reformasi
sekarang ini maka Pancasila mulai lagi dijadikan sebagai bahan diskusi. Tentu yang
diharapkan adalah bagaimana kemudian tidak hanya sebagai discourse akan tetapi menjadi
kenyataan yang riil di dalam tindakan manusia Indonesia (Syam, n.d.).
Hubungan antara Filsafat dan Ideologi
Filsafat sebagai pandangan hidup pada hakikatnya merupakan sistem nilai yang secara
epistemologis kebenarannya telah diyakini sehingga dijadikan dasar atau pedoman bagi manusia
dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara, tentang makna
hidup serta sebagai dasar dan pedoman hidup bagi manusia dalam menyelsaikan masalah yang
dihadapi dan kehidupan. Menurut Roeslan Abdulgani dalam (Kaelan, 2009:54-55) bahwa filsafat
dalam pengertian yang demikian ini telah menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan
(belief system) yang telah menyangkut praksis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia
atau suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupannya. Ini berarti bahwa filsafat
telah beralih dan menjelma menjadi ideologi.
Ideologi sebagai suatu rangkaian kesatuan cita-cita yang mendasar dan menyeluruh yang
jalin-menjalin menjadi suatu sistem pemikiran yang logis. Ideologi dapat dikatakan pula sebagai
konsep operasional dari suatu pandangan atau filsafat hidup akan merupakan norma ideal yang
melandasi ideologi, karena norma itu akan dituangkan dalam perilaku, juga dalam kelembagaan
sosial, politik, ekonomi, pertahanan keamanan dan sebagainya. Jadi filsafat sebagai dasar dan
sumber bagi perumusan ideologi yang juga menyangkut strategi dan doktrin, dalam menghadapi
permasalahan yang timbul di dalam kehidupan bangsa dan negara, termasuk di dalamnya
menentukan sudut pandang dan sikap dalam menghadapi berbagai aliran atau sistem filsafat yang
lain (Kaelan, 2009:55).
Ideologi memiliki kadar kefilsafatan karena bersifat cita-cita dan norma, dan sekaligus
praksis karena menyangkut operasionalisasi, strategi dan doktrin. Sebab ideologi juga menyangkut
hal-hal berdasarkan satu ajaran yang menyeluruh tentang makna dan nilai-nilai hidup, ditentukan
secara konkrit bagaimana manusia harus bersikap dan bertindak. Dari tradisi sejarah filsafat Barat
dapat dibuktikan bahwa tumbuhnya ideologi seperti liberalisme, kapitalisme, marxisme leninisme,
maupun naziisme dan fasisme adalah bersumber kepada aliran-aliran filsafat yang berkembang
disana. Namun ada aliran-aliran filsafat terutama yang timbul di Barat yang tidak berfungsi sebagai
ideologi dalam suatu negara. Begitu pula ada negara-negara yang tidak menganut ideologi tertentu.
Hanya unsur-unsur suatu aliran filsafat yang dikembangkan secara aktif, sistematik dan
dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang menjelma menjadi
ideologi (Kaelan, 2009:56).
Referensi
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. (2016). Filsafat Ilmu sebagai Dasar
Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Liberty
Kirom, S. (2016). Filsafat Ilmu Dan Arah Pengembangan Pancasila: Relevansinya Dalam
Mengatasi Persoalan Kebangsaan. Jurnal Filsafat, 21(2), 99–117.
https://doi.org/10.22146/jf.3111s
Mutiani. (2015). Reaktualisasi Pengamalan Nilai Pancasila Untuk Demokrasi Indonesia. SOSIO
DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 2(2), 176–183.
https://doi.org/10.15408/sd.v2i2.2822.Permalink/DOI
Siswoyo, D. (2013a). Pandangan Bung Karno Tentang Pancasila dan Pendidikan. Jurnal Cakrawala
Pendidikan, 5(1). https://doi.org/10.21831/cp.v5i1.1264
Siswoyo, D. (2013b). Philosophy of education in Indonesia: Theory and thoughts of
institutionalized state (Pancasila). Asian Social Science, 9(12 SPL ISSUE), 136–143.
https://doi.org/10.5539/ass.v9n12p136
Kemendagri. (2015). Menengok Sejarah Lahirnya Pancasila. Retrieved from
http://www.kemendagri.go.id/news/2015/06/01/menengok-sejarah-lahirnya-pancasila
Kaelan. (2009). Filsafat Pancasila: Pandangan Hidup Bangsa Indonesi, Edisi ketiga. Yogyakarta:
Paradigma
Suara NW. (2017). Arti Pancasila menurut Tuan Guru Bajang KH. Muhammad Zainul Majdi.
Retrieved from www.youtube.com (Channel Suara NW)
TGB Inspires. (2017). Arti Pancasila menurut Tuan Guru Bajang KH. Muhammad Zainul Majdi.
Retrieved from www.facebook.com (Fans Page TGB Inspires)
Tribun News. (2017). Tiga Ilmuan ini Mampu Buktikan Ramalan Einstein 1 Abad Silam. Retrieved
from http://lampung.tribunnews.com/tag/albert-einstein?url=2017/10/08/tiga-ilmuwan-ini-
mampu-buktikan-ramalan-einstein-1-abad-silam
Blogger. (2011). Quotes: Bung Karno. Retrieved from
http://kolomnasionalis.blogspot.co.id/2011/08/quotes-bung-karno_18.html
Simply Knowledge. (n.d.). Edwin Hubble; Tributes Galore. Retrieved from
http://simplyknowledge.com/popular/biography/edwin-hubble
Syam, Nur. (n.d.). Tantangan Pancasila Sebagai Falsafah Bangsa. Retrieved from
http://nursyam.uinsby.ac.id/?p=3137

Anda mungkin juga menyukai