Anda di halaman 1dari 19

Makalah BIOLOGI SEL

SIKLUS SEL

Di Susun
Melta Hadju (433418017)
Ronal Musa (4334
Program Studi : S1-PENDIDIKAN IPA

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
A. Siklus Sel

Sel adalah unit kehidapn terkecil dari tubuh. Sebagai mahluk hidup, sel juga memiliki
sifat-sifat seperti mahluk hidup pada umumnya, salah satunya adalah berkembang biak
(regenerasi). Regenerasi sel adalah selang waktu sejak terbentuknya suatu sel hingga
terbentuk sel yang baru.
Pada tahun 2001, ketiga pionir biologi sel, yaitu: Leland Hartwell, Paul Nurse dan
Tim Hunt mendapatkan hadiah nobel dalam bidang Physiology of Medicine. Hadiah
tersebut diberikan karena keberhasilan mereka dalam menemukan mekanisme regulasi
siklus sel dengan menggunakan kombinasi genetik dan pendekatan biologi molekuler.
Dibantu oleh peneliti-peneliti yang lain, mereka menemukan bahwa protein cyclin dan
cyclin dependent kinase (CDKs) membawa sel dari suatu fase dalam siklus sel masuk ke
fase berikutnya (Goodman, 2008).
Sebelum tahun 1950, para ahli biologi dan patologi sel hanya mengenal 2 fase
dalam siklus sel yang dapat dilihat dengan mikroskop, yaitu: interphase dan mitosis.
Dengan menggunakan kacang panjang, Vicia faba, Howard dan pelc pada tahun 1953
mengatakan bahwa interphase dapat dibagi menjadi 3 fase (Goodman, 2008).
Akhir tahun 1960, Hartwell mengenali adanya kekuatan genetik untuk memisahkan
siklus sel. Melalui penelitiannya menggunakan sel-sel ragi, ia berhasil mengidentifikasi
100 gen-gen yang terlibat langsung dalam pengaturan siklus sel, yang disebut gen CDC
(cell division cycle). Salah satunya adalah: Cdc 28, yaitu suatu CDK yang mengontrol
tahap pertama fase G1 siklus sel dan karena itu juga disebut start (Goodman, 2008).

Selain itu, Hartwell juga menemukan 3 lokasi checkpoint dari siklus sel. Sementara
Paul Nurse juga melakukan percobaan yang serupa dengan Hartwell, hanya saja
menggunakan jenis ragi yang berbeda. Pada pertengahan tahun 1970, Nurse
mengidentifikasi gen Cdc2 yang berperanan dalam transisi fase G2 menuju M.
Kemudian Nurse mengisolasi gen pada manusia dan menemukan CDK yang lalu disebut
CDK1. Beliau menunjukkan bahwa aktivasi CDK1 tergantung pada fosforilasi yang
reversibel. Setelah itu, beberapa CDK manusia yang berbeda ditemukan (Goodman,
2008).
Aktivitas CDks dibentuk melalui ikatan dengan cyclin. Cyclin pertama ditemukan
oleh Tim Hunt ketika mengikuti kursus physiology pada Marine Biological Laboratories
di awal 1980. Beliau mengamati adanya suatu protein spesifik yang dihancurkan pada
setiap pembelahan sel namun disintesis kembali di siklus yang berikutnya. Protein
tersebut kemudian dikenal sebagai cyclin. Penemuannya dikonfirmasi oleh Joan
Ruderman yang menemukan bahwa dalam embrio yang sedang membelah, terdapat
banyak cyclin yang berinteraksi dengan molekul CDK di waktu yang berbeda dari siklus
sel (Goodman, 2008).

Siklus Sel (Gartner and Hiatt, 2007).

B. Fase-fase dalam Siklus Sel

Siklus sel dapat digambarkan sebagai siklus hidup suatu sel (Manson et al, 2006).
Siklus ini terjadi pada seluruh jaringan yang memiliki pergantian sel (Junquiera et al,
1998). Siklus sel dibagi menjadi 2 peristiwa besar, yaitu: mitosis (pembelahan sel) dan
interphase. Pada fase mitosis yang berlangsung lebih singkat daripada interphase, terjadi
pembagian nucleus dan cytoplasma sel. Akibatnya terbentuk 2 sel anak (Manson et al,
2006; Gartner and Hiatt, 2007). Sementara interphase merupakan interval antara
pembelahan selama sel menjalankan fungsinya dan mempersiapkan mitosis (Manson et
al, 2006). Karena itu, selain terjadi replikasi materi genetik, ukuran dan isi sel juga
bertambah (Gartner and Hiatt, 2007).
Interphase dibagi menjadi 3 fase, yaitu: fase G1 (presintesis), S (sintesis DNA)
dan G2 (post duplikasi DNA) (Junqueira and Carneiro, 2003). Namun sel- sel yang tidak
membelah terus menerus (sel neuron dan sel otot), aktivitas sel (sementara ataupun tetap)
tidak melalui siklus ini dan tetap dalam fase istirahat, yaitu fase G0 (Junqueira and
Carneiro 2003; Manson et al, 2006).

Sel anak yang terbentuk selama mitosis kemudian akan memasuki fase G1. Untuk
sel-sel yang cepat membelah (sel-sel embrionik), G1 berlangsung sangat cepat sedangkan
untuk sel-sel lain (fibroblast, spermatogonia prepubertal), fase G1 berlangsung sangat
lama sehingga diperkirakan berada dalam fase G0 (Henrikson et al, 1997). Dalam fase G1
terjadi pembentukan makromolekul yang penting untuk dimulainya duplikasi DNA.
Selain itu, sel juga mensintesis RNA, protein regulator yang penting untuk replikasi DNA
dan enzym untuk membawa keluar aktivitas sintesis ini serta volume sel yang berkurang
karena pembelahan sel ketika mitosis akan kembali normal. Nucleoli juga terbentuk
kembali, mulai terjadi duplikasi centrioles. Proses duplikasi centrioles ini baru sempurna
pada fase G2. Faktor-faktor yang memicu sel memasuki siklus sel, antara lain: beban
mekanis (teregangnya otot polos), cidera pada jaringan (iskemia), dan kematian sel.
Seluruh faktor-faktor tersebut mengakibatkan pelepasan ligand oleh sel-sel signaling
pada jaringan yang terlibat. Seringkali ligand ini adalah growth factor yang secara tidak
langsung menginduksi protooncogen, yaitu suatu gen yang berperan dalam mengatur
proliferasi sel (Gartner and Hiatt, 2007).
Ligand yang menginduksi proliferasi berikatan dengan cell surface receptor protein
dari sel target dan mengaktivasi salah satu jalur transduksi signal. Umumnya, signal
terbanyak yang diterima pada permukaan sel adalah protein kinase sitoplasma. Protein ini
mengaktivasi serangkaian faktor transkripsi yang mengendalikan ekspresi
protooncogenes dan akhirnya menghasilkan pembelahan sel (Gartner and Hiatt, 2007).
Selama fase S (fase sintesis) siklus sel, terjadi sintesis dan replikasi DNA dan
centriole (Junqueira and Carneiro, 2003) serta duplikasi genome (Gartner and Hiatt,
2007). Semua yang diperlukan oleh nucleoprotein, termasuk histon didatangkan dan
digabungkan ke dalam molekul DNA, membentuk materi chromatin. Sel sekarang
memiliki komplemen DNA 2 x normal. Jumlah sel autosom dan germinal berbeda,
dimana DNA pada sel autosom adalah diploid sedangkan sel germinal yang dihasilkan
dari meiosis memiliki chromosome yang haploid (Gartner and Hiatt, 2007).
Dalam fase G2, RNA dan protein yang penting untuk pembelahan sel akan
disintesis, terjadi penyimpanan energi yang diperlukan untuk mitosis, sintesis tubulin
untuk kumpulan dalam microtubule yang diperlukan untuk mitosis, replikasi DNA
dianalisa dan kesalahan yang terjadi akan diperbaiki (Gartner and Hiatt, 2007).

C. Regulasi Siklus Sel


Sel memiliki mekanisme kontrol, yaitu pada checkpoint. Tempat ini memeriksa
kejadian-kejadian penting, seperti pertumbuhan sel, sintesis DNA, dan ketepatan
segregasi chromosome sebelum sel meninggalkan suatu fase dalam siklus sel (Gartner
and Hiatt, 2007). Terdapat 3 tempat untuk mengatur siklus sel (checkpoint), yaitu:
1. Restriction point, yaitu pada akhir fase G1, ketika sel menyelesaikan suatu siklus
pembelahan. Sel tidak dapat menyelesaikan fase ini bila tidak memiliki nutrisi yang
cukup ataupun growth factor (Manson, et al, 2006). Bila ada kesalahan DNA, siklus
sel akan tertahan pada fase G1 dan tidak dapat memasuki fase S. Hal ini akan
memberikan waktu bagi sel untuk memperbaiki kerusakan DNA sebelum memasuki
fase S. Tertahannya siklus pada fase ini dimediasi oleh aktivitas p53 (Junqueira and
Carneiro, 2003).
2. Mitosis dimulai pada permulaan fase M. Sel tidak dapat melakukan titik ini bila ada
kerusakan atau kesalahan DNA (Manson, et al, 2006).
3. Selesainya mitosis terdapat di akhir fase M. Sel akan tertahan di titik ini jika mitotic
spindle gagal untuk berkumpul secara adekuat (Manson, et al, 2006).
Kerusakan DNA dapat diketahui oleh checkpoint karena adanya 3 komponen utama,
yaitu: sensor kerusakan, signal transduksi dan efektor. Tertahannya suatu fase
memerlukan sensor dan pengenalan akan tempat rusaknya DNA untuk memulai
checkpoint. Salah satu sensor adalah ataxia telangiectasia mutated (ATM). Mutasi ATM
berkaitan dengan terjadinya ataxia-telangiectasia. Berat ATM sebesar 350-kDa, suatu
protein oligomeric yang memiliki rantai yang homolog dengan phosphatidylinositol 3-
kinases (P13Ks) namun dengan aktivitas lipid kinase yang kurang. Namun, ATM
memiliki aktivitas protein kinase yang distimulasi oleh agen-agen yang menginduksi
pemecahan rantai ganda DNA. Setelah sel terpapar oleh radiasi ion, terjadi autofosforilasi
ATM dan mengaktivasi sejumlah besar target protein, seperti: Chk2, p53, NBS1 dan
BRCA1 pada serines dan threonines yang mendahului glutamine dalam rangkaian SQ
dan TQ. Rangkaian di sebelahnya juga memberikan spesifisitas karena S15Q dari p53
difosforilasi oleh ATM sementara S37Q tidak (Goodman, 2008).
Homolog ATM adalah ATR dengan berat 303 kDa dan termasuk dalam P13K
family. Absennya ATR dapat mengakibatkan kematian pada embrio mencit. Sementara
pada manusia, mutasi ATR mengakibatkan hilangnya sebagian aktivitas ATR. Seperti
ATM, ATR juga merupakan suatu protein kinase yang spesifik terhadap residu serine dan
threonine dalam motif SQ/TQ dan dapat memfosforilasi seluruh protein yang
difosforilasi ATM. Namun ATR diaktivasi oleh sinar ultraviolet. Fungsi ATR serupa
dengan ATM, yaitu sebagai sensor dan molekul transducer yang berespons terhadap
kerusakan dasar akibat iradiasi sinar ultraviolet dan tidak berespons terhadap putusnya
rantai ganda DNA (Goodman, 2008).

Jalur Signal yang Diinisiasi Oleh Kerusakan DNA (Goodman, 2008)


Jalur Signal Menuju G1/S Checkpoint dan S Checkpoint (Goodman,
2008)

Jalur Signal Menuju G2/M Checkpoint (Goodman, 2008)

Respons Sel terhadap Kerusakan DNA (Goodman, 2008)


Manusia paling sedikit memiliki 2 protein kinase, yaitu CHEK1 dan CHEK2. Yang
memiliki fungsi utama sebagai transduksi signal dalam regulasi siklus sel dan checkpoint.
Keduanya merupakan serine dan threonine kinase. Pada sel-sel mamalia, signal putusnya
rantai DNA dirasakan oleh ATM dan ditransduksikan terutama oleh CHEK2 sementara
radiasi sinar UV oleh ATR ditransduksikan terutama oleh CHEK1. Kurangnya CHEK1
pada mencit dapat mengakibatkan kematiam embrio sedangkan mutasi CHEK2 pada
manusia akan meningkatkan risiko kanker payudara (Goodman, 2008).
Gerakan menuju tempat checkpoint ini dikontrol oleh aktivitas cyclin, yaitu suatu
protein yang mengatur transisi dari satu fase ke fase yang lainnya (Manson et al, 2006).

D. Mitosis
Mitosis dimulai pada akhir fase G2 dan mengakhiri siklus sel. Mitosis adalah suatu
proses terbaginya sitoplasma dan nucleus sama besar menjadi 2 anak sel yang identik.
Pertama-tama, materi nucleus terbagi dalam suatu proses yang disebut karyokinesis.
Proses ini kemudian diikuti oleh pembagian sitoplasma yang disebut cytokinesis. Fase
mitosis dibagi lagi menjadi 5 tahap, yaitu: prophase, prometaphase, metaphase,
anaphase dan telophase (Fawcett and Jensh, 2002; Gartner and Hiatt, 2007).

Awal prophase, chromosome berkondensasi sehingga dapat terlihat secara


microscopis. Tiap chromosome terdiri dari 2 sister chromatid yang paralel, yang
bergabung pada satu titik, yaitu: centromere. Kondensasi chromosome akan diikuti
dengan menghilangnya nucleolus. Centrosome terbagi menjadi 2 bagian, setiap bagian
terdiri atas sepasang centriole dan sebuah microtubule-organizing center (MTOC) yang
akan bermigrasi menuju ke kutub yang berlawanan (Gartner and Hiatt, 2007).
Dari setiap MTOC, akan berkembang menjadi astral rays dan spindle fibers.
Keduanya akan menjadi mitotic spindle apparatus. Astral rays merupakan microtubule
yang berjalan keluar dari kutub spindle. Microtubule ini akan membantu menyesuaikan
dengan MTOC pada kutub sel. Bila microtubule terletak di daerah centromere, maka
disebut sebagai spindle fibers yang membantu mengarahkan migrasi chromosome ke
kutub. Tanpa adanya centriole, microtubule-nucleating material akan menyebar dalam
sitoplasma sehingga astral rays dan spindle fibers tidak tepat terbentuk dan mitosis tidak
terbentuk secara tepat (Gartner and Hiatt, 2007).
Pada daerah centromere dari tiap chromatid akan terbentuk kinetochore. Spindle fibers
berikatan dengan kinetochore sebagai persiapan migrasi chromatid untuk karyokinesis
(Gartner and Hiatt, 2007).
Fase Profase Mitosis

Saat nuclear lamina difosforilasi, prometaphase dimulai dan akan menghasilkan


pemecahan dan hilangnya membran nucleus. Selama fase ini, chromosome diatur secara
acak di seluruh sitoplasma. Microtubule yang melekat dengan kinetochore disebut mitotic
spindle microtubule. Sedangkan microtubule yang tidak tergabung dalam spindle
apparatus disebut polar microtubule. Polar microtubule ini berfungsi untuk
mempertahankan jarak antara 2 kutub selama proses mitosis. Microtubule mitotic spindle
turut membantu dalam migrasi chromosome sehingga bergabung menjadi 1 baris dengan
mitotic spindle (Gartner and Hiatt, 2007).

Fase Prometaphase Mitosis


Fase Metaphase Mitosis
Selama metaphase, chromosome berkondensasi maksimal dan berada dalam 1 baris
pada bidang equator mitotic spindle. Tiap chromatid tersusun paralel pada equator dan
spindle microtubule melekat dengan kinetochore dan menyebar ke kutub spindle. Sister
chromatid harus dipertahankan kedekatannya ketika chromosome berkondensasi dan
membentuk satu garis pada metaphase mitotic spindle (Gartner and Hiatt, 2007).

Fase Anaphase Mitosis

Berpisahnya sister chromatid yang terletak pada equator dari metaphase plate dan
bermigrasi menuju kutub yang berlawanan akan memulai anaphase . Migrasi chromatid
diarahkan oleh sisi perlekatan kinetochore (Gartner and Hiatt, 2007).

Migrasi chromatid ini mungkin disebabkan karena pemendekan microtubule


melalui depolimerisasi pada ujung kinetochore. Di akhir anaphase, mulai terbentuk
celah (cleavage furrow) pada plasmalemma, yang akhirnya akan menjadi tempat sel
membelah selama cytokinesis (Gartner and Hiatt, 2007).
Fase Telophase Mitosis
Pada telophase, tiap chromosome telah mencapai kutub yang dituju, terjadi
defosforilasi nuclear lamina dan membran nucleus kembali dibentuk. Chromosome
terurai dan terorganisasi menjadi heterochomatin dan euchromatin pada sel interphase.
Nucleolus berkembang dari NORs pada tiap chromosome (Gartner and Hiatt, 2007).

Tahap-tahap pembelahan sel secara mitosis


E. Meiosis
Meiosis adalah jenis pembelahan sel yang khusus dan akan menghasilkan sel
germinal, yaitu: ovum dan spermatozoa. Hasil yang penting dari proses ini ialah:
pengurangan jumlah chromosome dari diploid (2n) menjadi haploid (n). Tiap gamet
membawa jumlah DNA dan chromosome yang haploid. Selain itu terjadi pula
rekombinasi gen sehingga terjadi variasi dan perbedaan kelompok gen (Gartner and
Hiatt, 2007).
Proses ini memiliki 2 tahap: meiosis I dan meiosis II. Pada meiosis I (reductional
division), terjadi: pasangan chromosome yang homolog berderet, anggota tiap pasangan
berpisah dan menuju ke kutub yang berlawanan, sel membelah namun tiap anak sel
hanya menerima setengah dari jumlah chromosome (haploid). Sedangkan pada meiosis
II (equatorial division), 2 chromatid dari masing-masing chromosome berpisah seperti
pada mitosis kemudian diikuti migrasi chromatid ke kutub yang berlawanan dan
pembentukan 2 sel anak. Peristiwa ini menghasilkan 4 sel anak (gamet) dengan
jumlah chromosome dan DNA yang haploid (Gartner and Hiatt, 2007).
Awal meiosis terjadi setelah interphase. Dalam gametogenesis, sewaktu sel- sel
germinal berada pada fase S, jumlah DNA dan chromosome adalah 4n. Prophase I
memerlukan waktu yang panjang dan terbagi menjadi 5 tahap, yaitu: leptotene,
zygotene, pachytene, diplotene dan diakinesis. Pada leptotene, chromosome yang terdiri
atas 2 chromatid yang bergabung di centromere, mulai berkondensasi, membentuk
rantai yang panjang dalam nucleus. Pada zygotene, pasangan-pasangan chromosome
yang homolog saling mendekati dan berada dalam 1 deret dan bersinaps melalui
synaptonemal complex, membentuk tetrad. Ketika chromosome melanjutkan diri
berkondensasi dan menebal serta memendek, ini merupakan tahap pachytene. Terbentuk
pula chiasmata (tempat terjadinya crossing over) sebagai pertukaran materi genetik
antara chromosome- chromosome yang homolog. Dalam tahap diplotene, chromosome
terus berkondensasi dan mulai memisah, menampakkan chiasmata. Pada tahap
diakinesis, chromosome berkondensasi maksimal dan nucleolus menghilang, demikian
pula dengan membran nucleus sehingga chromosome berada bebas dalam cytoplasma
(Gartner and Hiatt, 2007).
Tanda dimulainya metaphase I ialah bahwa masing-masing pasangan
chromosome yang homolog, terdiri dari 2 chromatid yang berderet pada bidang
equatorial. Selama fase ini, chromosome yang homolog berderet berpasangan pada
bidang equatorial secara acak, dan spindle fibers kemudian melekat pada kinetochore
(Gartner and Hiatt, 2007).
Sementara dalam anaphase I terjadi migrasi chromosome menuju ke kutub yang
berlawanan. Di sini, chromosome masih mengandung 2 chromatid. Sedangkan telophase
I seperti telophase pada mitosis. Pada fase ini, chromosome telah mencapai kutub yang
berlawanan, nucleus terbentuk kembali dan terjadi cytokinesis sehingga terbentuk 2 sel
anak. Tiap sel berjumlah 23 chromosome namun karena masing-masing chromosome
memiliki 2 chromatid, maka isi DNA masih diploid. Setelah itu setiap anak sel yang baru
terbentuk akan memasuki meiosis II (Gartner and Hiatt, 2007).
Dalam meiosis II, equatorial division tidak terjadi sebelum fase S dan sangat
serupa dengan mitosis serta terbagi menjadi prophase II, metaphase II, anaphase II,
telophase II dan cytokinesis. Chromosome berderet pada bidang equator, kinetochore
melekat pada spindle fibers yang kemudian diikuti dengan migrasi chromatid ke kutub
yang berlawanan dan cytokinesis akan membagi setiap sel sehingga terbentuklah 4 anak
sel yang memiliki jumlah chromosome dan DNA yang haploid. Kadang-kadang terjadi
kelainan jumlah chromosome akibat non disjunction pada meiosis I, seperti misalnya pada
klinefelter syndrome, down syndrome, turner syndrome dan sebagainya (Gartner and
Hiatt, 2007).
Skema Meiosis

Dalam siklus sel, fase mitosis dimulai setelah fase G2. Dari mitosis, akan
dihasilkan 2 sel anak yang identik dengan induknya serta memiliki jumlah chromosome
dan DNA yang diploid. Sedangkan untuk pembelahan sel-sel germinal, berlangsung
melalui meiosis. Pada meiosis terdapat 2 siklus, yaitu: meiosis I dan meiosis II. Dari
meiosis I, akan menghasilkan 2 sel anak dengan jumlah chromosome yang haploid namun
DNA diploid. Sedangkan pada meiosis II, dihasilkan 4 sel anak dengan jumlah
chromosome dan DNA yang haploid.
Kesimpulan

Siklus sel pada dasarnya terbagi atas 2 fase, yaitu interphase dan mitosis. Fase
interphase berlangsung sangat lama sedangkan mitosis sangat singkat. Interphase
sendiri terbagi lagi menjadi fase G1 (presintesis), S (sintesis) dan G2 (post duplikasi
DNA). Pada siklus sel terjadi replikasi DNA serta pertambahan ukuran dan isi sel.
Siklus ini memiliki mekanisme kontrol pada checkpoint, yaitu pada restriction
point (fase G1/S), fase G2/M dan M untuk memperbaiki kerusakan DNA. Kerusakan
DNA yang terjadi akan dikenali oleh ATM dan ATR yang kemudian akan mengaktivasi
target protein. Respons target protein ini dapat berupa apoptosis, memperbaiki DNA, dan
menahan siklus pada tempat checkpoint.
Dalam siklus sel, fase mitosis dimulai setelah fase G2. Dari mitosis, akan
dihasilkan 2 sel anak yang identik dengan induknya serta memiliki jumlah chromosome
dan DNA yang diploid. Sedangkan untuk pembelahan sel-sel germinal, berlangsung
melalui meiosis. Pada meiosis terdapat 2 siklus, yaitu: meiosis I dan meiosis II. Dari
meiosis I, akan menghasilkan 2 sel anak dengan jumlah chromosome yang haploid namun
DNA diploid. Sedangkan pada meiosis II, dihasilkan 4 sel anak dengan jumlah
chromosome dan DNA yang haploid.

B. Proliferasi sel
Menghasilkan dua sel yang berasal dari satu sel. Keadaan ini membutuhkan
pertumbuhan sel yang kemudian diikuti oleh pembelahan (divisi) sel. pertumbuhan sel
yang tidak terkendali merupakan ciri khas kanker. Sel kanker secara umum berisi
biomolekul yang diperlukan untuk bertahan, proliferasi, diferensiasi, kematian sel dan
ekspresi tipe sel dengan fungsi khusus (cell-type-spesifics functions). Kegagalan regulasi
fungsi inilah yang menghasilkan perubahan fenotip dan kanker (Luna, 2006)
Pada jaringan normal, proliferasi sel mengarah kepada penambahan jaringan.
Dimana jumlah sel tidak hanya tergantung kepada proliferasi sel tetapi juga oleh kematian
sel. kematian sel terprogram (apoptosis) adalah proses dikeluarkannya sel-sel yang rusak.
Keseimbangan antara produksi sel baru dan kematian sel itulah yang mempertahankan sel
yang tepat pada jaringan (homeostasis) (Luna, 2006)
Daftar Pustaka

Alberts, B., et al. 2002. Molecular Biology of The Cell. 4th. Ed. USA: Garland
Science. p. 983-1025.

Fawcett, DW., Jensh, RP. 2002. Concise Histology. 2nd. Ed. USA: Oxford
University Press. p. 21-7.

Gartner, LP., Hiatt, JL. 2007. Nucleus. In: Gartner, LP., Hiatt, JL. Color Textbook of
Histology. 3rd. Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 61-8.

Goodman, SR. 2008. Medical Cell Biology. 3rd. Ed. London: Elsevier. p. 273-89.
Grisson, RK., Song, JW. 2007. Histology and Medical cell Biology. New York:
Mc Graw-Hill. p. 211-22.

Henrikson, RC., Kaye, GL., Mazurkiewics, JE. 1997. NMS Histology. Baltimore:
Williams and Wilkins. p. 40-5.

Junqueira, LC., Carneiro, J. 2003. Basic Histology. 10th. Ed. USA: Mc Graw-Hill. p.
59-67.

Luna, J. S., et al. “Acetogenins in Annona muricata L. (Annonaceae) leaves are potent
molluscicides.” Nat. Prod. Res. 2006; 20(3): 253-7.

Manson, A., et al. 2006. The Molecular Basis of Genetis. In: Manson, A., Jones, E.,
Morris, A. Cell Biology and Genetics. 2nd. Ed. London: Mosby. p. 72-7.

Sadler, TW. 2006. Langman’s Medical Embryology. 10th. Ed. USA: Lippincott
Williams and Wilkins. p. 11-21.

Williams, PL. 1999. Gray`s Anatomy. 38th. Ed. Philadelphia: Churchill


Livingstone. p. 57-9.

Anda mungkin juga menyukai