Anda di halaman 1dari 13

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebutuhan Tidur Pada Usia Lanjut
1. Konsep usia lanjut
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000). Proses menua
adalah proses sepanjang hidup, yang dimulai sejak permulaan
kehidupan, sehingga merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa, dan tua
(Nugroho, 2008).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), usia lanjut meliputi
: usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59
tahun, usia lanjut (erderly) antara 60 sampai 74 tahun, usia tua (old)
antata 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (veryold) di atas 90
tahun (Nugroho, 2008). Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor
13 Tahun 1998 yang termuat dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 2, yang disebut
usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas,
baik pria maupun wanita (Nugroho, 2008)
2. Toeri lansia
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori
biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori spiritual (Lueckenotte,
2000).
a. Teori biologi
1) Teori radikal bebas
memiliki muatan ekstraselular kuat yang dapat menciptakan
reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya. Dalam t
10
menyatakan penuaan disebabkan karena akumulasi kerusakan
ireversibel akibat senyawa pengoksidasi (Perry & Potter,
2005).Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak
stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi oksigen bahanbahan
organik menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi
(Maryam. dkk, 2008).
2) Teori genetik dan mutasi
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul
DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi
(Maryam. Dkk, 2008).Teori mutasi somatik, menurut teori ini
penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat pengaruh
lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses
transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA
protein/enzim. Kesalahan ini terjadi secara terus menerus
sehingga menurunkan fungsi organ atau perubahan sel kanker
atau penyakit (Nugroho, 2008)
3) Teori immunologi
Dengan bertambahnya usia, kemampuan sistem imun untuk
menghancurkan bakteri, virus, dan jamur melemah. Destruksi
bagian jaringan yang luas dapat terjadi sebelum respon
dimulai.Disfungsi sistem imun ini diperkirakan menjadi faktor
dalam perkembangan penyakit kronis, seperti kanker, diabetes,
dan penyakit kardiovaskuler, serta infeksi (Perry & Potter,
2005).
4) Teori stress
Mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang
biasa digunakan tubuh.Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
11
usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh telah terpakai
(Maryam, dkk, 2008).
5) Teori rantai silang
Teori menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak,
protein, karbohidrat, dan asam nukleat.Reaksi kimia ini
menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.
Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan, dan
hilangnya fungsi (Nugroho, 2008)
b. Teori psikologi
Perubahan psikologi yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan
keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.
Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi
dapat menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep
diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu
berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang
dengan status sosialnya. Adanya penurunan dari intelektualitas
yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar
pada usia lanjut. Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada
lingkungan. Dengan adanya penurunan fungsi sensorik, maka akan
terjadi penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, dan
merespon stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi yang
berbeda dari stimulus yang ada (Maryam, dkk, 2008)
c. Teori sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan,
yaitu teori interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan
diri (disengagement theory), teori aktivitas (aktivity theory), teori
kesinambungan (continuity theory), teori perkembangan
(development theory), dan teori stratifikasi usia (age stratification
theory).
12
1) Teori interaksi sosial
Teori ini menjelaskan mengapa usia lanjut bertindak kepada
suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Kemampuan usia lanjut untuk terus menjalin
interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan status
sosialnya berdasarkan kemampuan bersosialisasi. Pada usia
lansia kekuasaan dan prestisenya berkurang, sehingga
menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang yang
tersisa adalah harga diri. Pokok-pokok teori interaksi sosial
adalah
a) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya
mencapai tujuannya masing-masing
b) Dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang
memerlukan biaya dan waktu
c) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang aktor
harus mengeluarkan biaya
d) Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan
mencegah terjadinya kerugian
2) Teori penarikan diri
Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan
masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya.
Dengan bertambahnya usia lanjut, ditambah dengan adanya
kemiskinan, usia lanjut secara berangsur-angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Hal ini menyebabkan interaksi sosial usia
lanjut menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga
sering usia lanjut mengalami kehilangan peran, hambatan
kontak sosial dan berkurangnya komitmen (Nugroho, 2000).
3) Teori aktivitas
Teori aktivitas tidak menyetujui teori disengagement dan
menegaskan bahwa kelanjutan dewasa tengah penting untuk
13
keberhasilan penuaan. Usia lanjut yang sukses adalah mereka
yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial. Usia
lanjut akan merasa puas bila dapat melakukan aktivitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin (Nugroho,
2008).
4) Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan usia lanjut. Pengalaman hidup seseorang pada suatu
saat merupakan gambaran kelak pada saat menjadi usia lanjut.
Pada teori kesinambungan ini pergerakan dan proses banyak
arah, bergantung dari bagaimana penerimaan seseorang
terhadap status kehidupannya. Pokok-pokok pada teori
kesinambungan ini adalah
a) Usia lanjut disarankan untuk melepaskan peran atau harus
aktif dalam proses penuaan
b) Peran usia lanjut yang hilang tidak perlu diganti
c) Usia lanjut berkesempatan untuk memilih berbagai macam
cara untuk beradaptasi (Maryam, dkk. 2008)
5) Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah
dialami oleh usia lanjut pada saat muda hingga dewasa, dengan
demikian perlu dipahami Erickson (1930), membagi kehidupan
menjadi delapan fase, yaitu
a) Usia lanjut yang menerima apa adanya
b) Usia lanjut yang takut mati
c) Usia lanjut yang merasakan hidup penuh arti
d) Usia lanjut menyesali diri
e) Usia lanjut bertanggung jawab dengan merasakan kesetiaan
f) Usia lanjut yang kehidupannya berhasil
g) Usia lanjut merasa terlambat untuk memperbaiki diri
14
h) Usia lanjut yang perlu menemukan integritas diri melawan
keputusasaan (Maryam, dkk, 2008).
6) Teori stratifikasi usia
Keunggulan teori ini adalah pendekatan yang dilakukan bersifat
deterministik dan dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat
usia lanjut secara kelompok atau bersifat makro. Kelemahan
pada teori ini adalah tidak dapat dipergunakan untuk menilai
usia lanjut secara perorangan (Stanley, 2006).
d. Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada
pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi
individu tentang atri kehidupan. Kepercayaan adalah sebagai suatu
bentuk pengetahuan dan cara berhubungan dengan kehidupan
akhir. Sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan antara orang dan
lingkungan yang terjadi karena adanya kombinasi antara nilai-nilai
dan pengetahuan (Maryam, dkk, 2008).
3. Perubahan pada lansia
Perubahan yang terjadi pada usia lanjut meliputi perubahan fisik,
mental, dan psikologis.
a. Perubahan fisik
1) Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar,
cairan tubuh menurun, dan cairan intraseluler menurun
2) Sistem persarafan : Saraf pancaindera mengecil
sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespons
dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres.
3) Sistem pendengaran : Gangguan pendengaran karena
membran timpani menjadi atrofi. Tulang-tulang pendengaran
mengalami kekakuan
15
4) Sistem pengelihatan : Respon terhadap sinar menurun,
adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun dan
katarak
5) Sistem kardiovaskuler : Katup jantung menebal dan kaku,
kemampuan memompa darah menurun, elastisitas pembuluh
darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer sehingga tekanan darah meningkat
6) Sistem pengaturan suhu : Hipotalamus dianggap sebagai
suatu termostat yaitu menetapkan suhu tertentu, kemunduran
terjadi berbagai faktor yang sering ditemui antara lain
temperatur tubuh menurun secara fisiologik akibat metabolisme
menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas.
7) Sistem respirasi : Otot-otot pernafasan kehilangan
kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas dari silia,
paru-paru kehilangan elastisitas
8) Sistem gastrointestinal : Esofagus melebar, asam lambung
menurun, lapar menurun, dan peristaltik menurun. Ukuran
lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun
sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan
enzim pencernaan.
9) Sistem genitourinaria : Ginjal mengecil, aliran darah ke
ginjal menurun, penyaringan di glomerulus menurun, dan
fungsi tubulus menurun
10) Sistem kulit : Keriput serta kulit kepala dan
rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih,
kelenjar keringat menurun.
11) Sistem muskuloskletal : Cairan tulang menurun sehingga
mudah rapuh, bungkuk, persendian membesar dan menjadi
kaku, tremor
16
b. Perubahan mental
Di dalam perubahan mental pada usia lanjut, perubahan dapat
berupa sikap yang semakin egosentris, mudah curiga, bertambah
pelit atau tamak akan sesuatu. Faktor yang mempengaruhi
perubahan mental antara lain perubahan fisik, kesehatan umum,
tingkat pendidikan, keturunan, dan lingkungan (Nugroho, 2000).
c. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial meliputi pensiun yang merupakan
produktivitas dan identitas yang dikaitkan dengan peranan dalam
pekerjaan, merasakan atau sadar akan kematian, perubahan dalam
cara hidup, ekonomi akibat dari pemberhentian dari jabatan, dan
penyakit kronis
B. Istirahat Tidur
1. Tidur
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi dan
reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau menghilang, dan
dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup
(Asmadi, 2008). Tidur juga disebut sebagai kondisi tidak sadar di
mana individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang
sesuai atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan penuh ketenangan
tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang
berulang, dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki
kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan
terjadi penurunan respons terhadap rangsangan dari luar (Hidayat,
2008). Tidur juga bisa didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
berulang-ulang, perubahan status keadaan yang terjadi selama periode
tertentu (Perry & Potter).
2. Kebutuhan tidur pada usia lanjut
Sebagian besar lansia berisiko tinggi mengalami gangguan tidur
akibat beberapa faktor. Selama penuaan, terjadi perubahan fisik dan
17
mental yang diikuti dengan perubahan pola tidur yang khas yang
membedakan dari orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan itu
mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan peningkatan
jumlah tidur siang (Simpson, T, et al, 1996)
Kurang tidur berkepanjangan dan sering terjadi dapat
mengganggu kesehatan fisik maupun psikis. Kebutuhan tidur setiap
orang berbeda-beda, usia lanjut membutuhkan waktu tidur 6-7 jam per
hari (Hidayat, 2008). Walaupun mereka menghabiskan lebih banyak
waktu di tempat tidur, tetapi usia lanjut sering mengeluh terbangun
pada malam hari, memiliki waktu tidur kurang total, mengambil lebih
lama tidur, dan mengambil tidur siang lebih banyak (Kryger et al,
2004). Sebagai contoh seorang lansia yang mengalami artritis
mempunyai kesulitan tidur akibat nyeri sendi. Kecenderungan tidur
siang meningkat secara progresif dengan bertambahnya usia.
Peningkatan waktu siang hari yang dipakai untuk tidur dapat terjadi
karena seringnya terbangun pada malam hari. Dibandingkan dengan
jumlah waktu yang dihabiskan ditempat tidur menurun sejam atau
lebih ( Perry& Potter, 2005).
Pada usia lanjut menunjukkan berkurangnya jumlah tidur
gelombang lambat, sejak dimulai tidur secara progresif menurun dan
menaik melalui stadium 1 ke stadium IV, selama 70-100 menit yang
diikuti oleh letupan REM. Periode REM berlangsung kira-kira 15
menit dan merupakan 20% dari waktu tidur total. Umumnya tidur
REM merupakan 20-25% dari jumlah tidur, stadium II sekitar 50% dan
stadium III dan IV bervariasi. Jumlah jam tidur total yang normal
berkisar 5-9 jam pada 90% orang dewasa. Pada usia lanjut efisiensi
tidur berkurang, dengan waktu yang lebih lama di tempat tidur namun
lebih singkat dalam keadaan tidur.
18
C. Fisiologi tidur
1. Fisiologi secara umum
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk
mengaktifkan dan menekan pusat otak agar agar dapat tidur dan
bangun. Pusat pengaturan tidur terdapat pada medula oblongata
(Hidayat, 2008). Menurut Hanun (2011), berdasarkan gambaran EGG
tidur dapat dibagi menjadi dua fase yaitu non rapid eye movement
(NREM) dan rapid eye movement (REM). Pada awal tidur didahului
oleh fase NREM yang terdiri dari tiga stadium NREM dan satu REM
yaitu
a. Tidur stadium 1 (N1)
Stadium ini merupakan antara tahap terjaga dan tahap awal
tidur.Saat seseorang mulai mengantuk, perlahan-lahan kesadaran
mulai meninggalktan dirinya.Stadium ini juga disebut dengan
downiness, yaitu tahap ketika pikiran kita melayang-layang tak
menentu tetapi masih menyadari kondisi disekeliling sehingga
merasa belum tidur. Stadium ini hanya berlangsung 3-5 menit dan
mudah ekali dibangunkan. Gambaran EKG biasanya terdiri dari
gelombang campuran alfa, beta, dan kadang gelombang teta
dengan amplitude yang rendah. Tidak didapatkan adanya
gelombang sleep spindle dan kompleks K.
b. Tidur stadium 2 (N2)
Setelah stadium N1, maka akan semakin dalam tertidur dan
masuk ke tidur fase stadium N2. Gelombang otak lambat masih
menjadi latar, tetapi sesekali muncul gelombang khas berupa
gelombang sleep spindle. Pada stadium ini, tidur semakin sulit
bangunpanggilan berulang-ulang karena merupakan tahap tidur
terbanyak, kira-kira 50 % dari total tidur satu malam.
19
c. Tidur stadium 3 (N3 )
Setelah kira-kira 10 menit dalam tahap N2, maka akan masuk
ke stadium tidur yang lebih dalam, yaitu tahap stadium 3 (N3) atau
sering disebut tidur slow wave karena gelombang otak semakin
melambat dengan frekuensi yang lebih rendah. Pada gambaran
EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-
50% serta tampak gelombang sleep spindle. Dalam stadium ini
hormone pertumbuhan (growth hormon) dan prolaktin dikeluarkan
oleh tubuh untuk pertumbuhan pada bayi dan perbaikan untuk
mempertahankan keutuhan maupun kemudaan jaringan
tubuh.Sementara prolaktin adalah hormon yang banyak terdapat
pada ibu menyusui maka semakin tinggi pula produksi prolaktin.
Namun fungsi pada saat tidur belum dapat dijelaskan.
d. Tahap tidur REM
Dari tahap N3 biasanya akan terus meningkat dan kembali
pada tahap N2. EEG akan menunjukkan aktivitas otak yang
meningkat secara drastis, yang pertanda seseorang memasuki tahap
tidur R (REM) atau hanyut dalam mimpi. Tahap ini tubuh tidak
bisa menerima rangsangan apa pun, karena tubuh tidak merespon
aktivitas otak yang menimbulkan lumpuh sesaat.
Pada lansia yang sering terbangun dan kembali tidur, maka tahap
1 akan dimulai kembali. Dalam pola tidur normal, sekitar 70 sampai 90
menit setelah awitan tidur. Konsekuensi dari terbangun pada malam
hari dapat menimbulkan efek buruk pada fisiologis dan fungsi mental
pada usia lanjut (Stanley, 2006).
2. Fisiologi tidur pada lansia
Jumlah tidur total tidak berubah sesuai dengan pertambahan usia.
Akan tetapi, kualitas tidur kelihatan menjadi berubah pada kebanyakan
usia lanjut. Episode tidur REM cenderung memendek.Terdapat
penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM 3 dan 4. Beberapa
usia lanjut tidak memiliki tahap 4 atau tidur dalam. Seorang usia lanjut
20
yang terbangun lebih sering pada malam hari, dan membutuhkan
banyak waktu untuk jatuh tidur. Tetapi pada lansia yang berhasil
beradaptasi terhadap perubahan fisiologis dan psikologis dalam
penuaan lebih mudah mempertahankan tidur REM (Perry & Potter,
2005).
D. Gangguan istirahat tidur pada usia lanjut
Ditemukan ada beberapa sumber yang mengemukan tentang
gangguan tidur pada lansia diantaranya Hidayat (2008), Hanun (2011),
Yeonsu (2010), Asmadi (2008), Cole & Richards (2010). Kemudian
didapatkan gangguan tidur pada usia lanjut terdiri dari insomnia,
hipersomnia, enuresis, narkolepsi, dan apnea tidur.
1. Insomnia
Insomnia adalah bukan bagian normal dari penuaan, tapi gangguan
tidur malam hari pada dewasa yang lebih tua, yang menyebabkan
kantuk di siang hari yang berlebihan (Cole & Richards,
2007).Insomnia dapat berupa kesulitan untuk tetap tidur atau pun
seseorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa belum cukup tidur
(Japardi, 2002).Menurut Hidayat (2008), insomnia dibagi menjadi tiga
jenis yaitu
a. Insomnia initial, yang merupakan ketidakmampuan untuk jatuh
atau mengawali tidur.
b. Insomnia intermiten, yang merupakan ketidakmampuan
memepertahankan tidur atau keadaan sering terjaga dari tidur.
c. Insomnia terminal, yang merupakan ketidakmampuan untuk tidur
kembali setelah bangun tidur pada malam hari.
Sedangkan menurut Stanley (2006), insomnia dibagi menjadi
a. Jangka pendek
Berakhir beberapa minggu dengan muncul akibat pengalaman
stress yang bersifat sementara seperti kehilangan orang yang
dicintai, tekanan di tempat kerja. Biasanya kondisi ini dapat hilang
21
tanpa intervensi medis setelah orang itu beradaptasi dengan
stressor,
b. Sementara
Biasanya disebabkan oleh perubahan-perubahan lingkungan seperti
konstruksi bangunan yang bising atau pengalaman yang
menimbulkan ansietas.
c. Kronis
Berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup.Disebabkan
kebiasaan tidur yang buruk, masalah psikologis, penggunaan obat
tidur yang berlebihan, penggunaan alkohol yang berlebihan.Empat
puluh persen insomnia kronis disebabkan oleh masalah fisik seperti
apnea tidur, sindrom kaki gelisah, atau nyeri kronis.
2. Hipersomnia
Hipersomnia dicirikan dengan tidur lebih dari 8 atau 9 jam per
periode 24 jam, dengan keluhan tidur berlebihan (Stanley, 2006).
Biasanya disebabkan oleh masalah psikologis, depresi, kecemasan, dan
gaya hidup yang membosankan (Hidayat, 2008). Dengan pada ciri
mengantuk di siang hari yang persisten, mengalami serangan tidur.
3. Enuresis
Enuresis yaitu kencing yang tidak disengaja atau mengompol,
paling banyak terjadi pada laki-laki (Asmadi, 2008). Pada pria lansia
dapat terjadi hipertrofi kelenjar prostat yang menyebabkan tekanan
pada leher kandung kemih sehingga sering berkemih. Selain itu,
hipertrofi prostat dapat mengakibatkan kesulitan memulai dan
mempertahankan aliran urine. Wanita lansia, terutama wanita yang
memiliki anak, dapat mengalami inkontinensia stress, yaitu terjadi
pelepasan urine involunter saat batuk, bersin, atau pun saat tidur tanpa
disadari mereka akan mengompol sehingga menyebabkan terbangun
hal ini disebabkan karena melemahnya otot kandung kemih pada lansia
(Perry & Potter, 2005).
22
4. Narkolepsi
Merupakan keinginan yang tidak terkendali untuk tidur atau
serangan mengantuk mendadak, sehingga dapat tertidur pada setiap
saat di mana serangan tidur itu datang (Asmadi, 2008). Serangan
mendadak yang dialami pada siang hari tidak bisa dihindari, biasanya
berlangsung 10-20 menit atau kurang dari 1 jam(Copel, 2007).
Gambaran tidur pada narkolepsi ini menunjukkan penurunan fase
REM 30-70 %. Terdapat empat gejala klasik penderita narkolepsi yaitu
rasa kantuk berlebihan (EDS), melemasnya otot secara mendadak
(katapleksi), dan sleep paralysis (keadaan ketika akan tidur atau
bangun tidur merasa sesak napas seperti tercekik, dada sesak, sulit
berteriak, dan badan sulit bergerak) (Hanun, 2011).
5. Apnea tidur
Apnea tidur merupakan henti napas saat tidur atau mendengkur
(Stanley, 2006). Yang disebabkan oleh rintangan terhadap pengaliran
udara di hidung dan di mulut. Pangkal lidah yang menyumbat saluran
napas sering terjadi pada usia lanjut karena otot-otot di bagian
belakang mengendur lalu bergetar jika dilewati udara pernapasan
(Asmadi, 2008). Telah dilaporkan apnea napas terjadi pada 11%
sampai 62% pada usia lanjut (Cole & Richards, 2007). Sebagian besar
penderita apnea tidur ini adalah pria, dengan keluhan sering terbangun
di malam hari, banyak tidur di siang hari, mendengkur,dan nyeri
kepala pada saat bangun (Lumbantobing, 2004)
E. Faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat tidur
Pemenuhan kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda, terutama
pada usia lanjut yang lebih sering mengalami gangguan istirahat tidur.
Menurut Lueckenotte (2000), Kozier (2004), dan Perry Potter (2005)
beberapa faktor yang mempengaruhi istirahat tidur antara lain lingkungan,
respon terhadap penyakit, gaya hidup, dan depresi, stress emosi, pengaruh
makanan dan obat-obatan.
23
1. Usia
Orang yang berbeda memiliki kebutuhan tidur yang berbeda, tetapi
kebanyakan orang dewasa dari segala usia membutuhkan sekitar
delapan jam tidur malam untuk merasa istirahat. Dan penuaan
menyebabkan perubahan yang dapat mempengaruhi pola tidur. Pada
usia lanjut proporsi waktu yang dihabiskan dalam tidur tahap 3 dan
tahap 4 menurun, sementara yang dihabiskan di tidur ringan tahap 1
meningkat dan tidur menjadi kurang efisien.
2. Jenis kelamin
Perbedaan gender juga merupakan faktor yang mempengaruhi tidur
usia lanjut. Dimana wanita lebih sering terjadi gangguan tidur daripada
laki-laki. Hal ini disebabkan karena wanita sering mengalami depresi
dibanding laki-laki. Secara psikososial wanita lebih banyak mengalami
tekanan dari pada dengan laki-laki.
3. Lingkungan
Lingkungan fisik yang tenang memungkinkan usia lanjut untuk
tidur lebih nyenyak. Ventilasi yang baik adalah esensial untuk tidur
yang tenang. Ukuran, kekerasan, dan posisi tempat tidur juga dapat
mempengaruhi kualitas tidur pada usia lanjut. Kebisingan dari staf atau
penduduk, peralatan seperti peralatan memasak atau televisi juga dapat
mengakibatkan gangguan tidur pada usia lanjut terutama penghuni
panti jompo. Selain itu tingkat cahaya pada ruangan memiliki efek
pada pola tidur. Cahaya yang terang muncul menjadi kuat menbuat
sinkronisasi ritme srikandian dan langsung mempengaruhi pola tidur
khususnya pada usia lanjut.
4. Gaya hidup
Gaya hidup hidup yang membosankan membuat usia lanjut
cenderung lebih banyak tidur. Tetapi ada juga yang tidak bisa tidur.
Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur, semakin tinggi tingkat
kelelahan maka akan tidur semakin nyenyak yang menyebabkan
periode tidur REM lebih pendek. Gaya hidup usia lanjut yang
24
mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman yang mengandung
kafein, alkohol, dan penggunaan obat-obatan juga dapat menyebabkan
masalah tidur. Beberapa jenis obat yang mempengaruhi proses tidur
adalah jenis golongan obat diuretik yang menyebabkan seseorang
insomnia, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang
menyebabkan kesulitan untuk tidur, terutama pada usia lanjutyang
metabolisme atau penyerapan obat lebih lambat dari pada pada dewasa
muda sehingga cenderung mengalami gangguan tidur.
5. Depresi
Depresi yang dapat diartikan sebagai gangguan alam perasaan
dapat menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur pada usia lanjut.
Para ahli menunjukkan bahwa kombinasi dari dimensia dan depresi
dapat menyebabkan gangguan tidur yang lebih serius. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya norepinefrin darah melalui sistem saraf
simpatis sehingga mengurangi tahap IV NREM dan REM. Gejala
depresi diantaranya hidup mersa bosan, berkurangnya pada hobi,
kurangnya semangat untuk hidup, merasa susah tidur setiap hari dan
murung. Depresi dapat dibedakan dalam tingkatan ringan, sedang dan
berat. Depresi yang terjadi pada usia lanjut mencakup bentuk depresi
yang lebih ringan yang tampak datang dan pergi tanpa presipitan
lingkungan yang jelas dan bentuk depresi yang berat yang tampaknya
resisten terhadap pengobatan.
6. Respon terhadap penyakit
Seiring berjalannya proses penuaan pada usia lanjut maka respon
terhadap penyakit mengalami penurunan secara perlahan-lahan. Sesak
napas pada saat tidur, pusing, ada gerakan kaki secara tidak sadar,
ingin buang air kecil dan terutama respon terhadap nyeri dan
ketidaknyamanan yang dapat mengakibatkan gangguan tidur pada usia
lanjut. Kurangnya penanganan nyeri dapat menjadi masalah bagi usia
lanjut karena prevalensi kondisi penyakit yang sering menyerang usia
lanjut. Penyakit yang sering menyerang pada usia lanjut antara lain
25
penyakit jantung, stoke, diabetes mellitus, penyakit paru, kanker,
osteoporosis dan gangguan memoro. Rasa nyeri yang menyertai
penyakit pada usia lanjut dapat menyebabkan kurang tidur yang dapat
memperburuk kualitas tidur. Sebuah percobaan terbaru yang dilakukan
oleh Roehrs menunjukkan bahwa kehilangan tidur empat jam
mengakibatkan peningkatan sensitivitas terhadap rasa nyeri.
7. Stres emosi
Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu
tidur. Stres emosional membuat seseorang menjadi tegang dan
seringkali mengarah frustasi apabila tidak tidur. Stres juga
menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk tidur, sering
terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. Stres yang
berlanjut dapat menyababkan kebiasaan tidur yang buruk.
Seringkali usia lanjut mengalami kehilangan yang mengarah pada
stess emosional. Pensiun, gangguan fisik, kematian orang yang dicintai,
dan kehilngan keamanan ekonomi merupakan contoh situasi yang
membuat usia lanjut untuk cemas dan depresi. Usia lanjut juga seperti
individu lain yang mengalami masalah depresi, sering mengalami
perlambatan untuk jatuh tidur, sering terjaga, munculnya tidur REM
secara dini, perasaan tidur yang kurang dan terbangun cepat.
8. Pengaruh makanan
Tidur dapat dipengaruhi oleh makanan dan minuman. Minuman
yang mengandung kafein (kopi, teh dan minuman cola) membuat tidur
lebih sulit untuk orang dewasa khususnya usia lanjut. Efek yang didapat
antara lain kegelisahan, gugup, insomnia, tremor, peningkatan denyut
jantung dan resistensi pembuluh darah perifer. Alternatif minuman yang
tidak akan mengganggu tidur seperti jus buah, susu dan air putih.
Selain kafein, alkohol juga dapat menyebabkan berkurangnya
jumlah tidur baik tidur REM, tidur nyenyak dan dapat merusak kualitas
tidur malam. Alkohol menyebabkan sekresi hormon diuretik sehingga
terbangun pada malam hari untuk buang air kecil.
26
9. Obat-obatan
Obat yang dijual bebas maupun obat resep dapat berkontribusi
untuk tidur dan gangguan tidur. Obat dapat menyebabkan gangguan
tidur dengan tiga cara yaitu niat untuk tidur, menimbulkan rasa kantuk,
dan menyebabkan gangguan insomnia. Pada lansia seringkali
menggunakan mediasi obat untuk mengontrol dan mengatasi penyakit
kroniknya, dan efek kombinasi dari beberapa obat dapat mengganggu
tidur secara serius. Triptofan, suatu protein alami ditemukan dalam
makanan seperti susu, keju, dan daging, dapat membantu tidur.
F. Pengkajian Istirahat Tidur
Menurut Asmadi (2008), aspek yang perlu dikaji pada klien untuk
mengidentifikasi mengenai gangguan kebutuhan istirahat tidur meliputi
pengkajian mengenai
1. Pola tidur, seperti jam berapa klien masuk kamar untuk tidur, jam
berapa biasa bangun tidur dan keteraturan pola tidur klien.
2. Kebiasaan yang dilakukan klien menjelang tidur, seperti membaca
buku, buang air kecil dan lain-lain.
3. Gangguan tidur yang sering dialami klien dan cara mengatasinya
4. Adanya kebiasan tidur siang atau tidak
5. Lingkungan tidur klien, bagaimana kondisi lingkungan tidur klien,
apakah kondisinya bising, gelap, atau suhunya dingin dan lain-lain.
6. Peristiwa yang baru dialami klien dalam hidup, perawat mempelajari
apakah peristiwa yang dialami klien yang menyebabkan klien
gangguan tidur.
7. Status emosi dan mental klien. Status emosi dan mental mempengaruhi
terhadap kemampuan klien untuk istirahat dan tidur. Perawat perlu
mengkaji mengenai status
8. emosi dan mental misalnya apakah klien mengalami stress emosional
atau ansietas, yang dikaji sumber stress yang dialami klien.
27
9. Perilaku deprivasi tidur yaitu manifestasi dan perilaku yang timbul
sebagai akibat gangguan istirahat tidur seperti :
a. Penampilan wajah misalnya adakah area gelap di sekitar mata,
bengkak dikelopak mata, konjungtiva kemerahan, mata terlihat
cekung dan lain-lain
b. Perilaku yang terkait dengan gangguan istirahat tidur misalnya
apakah klien mudah tersinggung, selalu menguap, kurang
konsentrasi, terlihat bingung dan lain-lain.
c. Kelelahan misalnya apakah klien tampak lelah, letih, lesu dan lainlain.
Penilaian lebih lanjut tentang istirahat tidur dapat dilakukan dengan
menggunakan buku harian tidur yang disimpan oleh dewasa yang lebih tua
yang berguna untuk mengetahui jumlah tidur, rutinitas tidur, dan
kemungkinan gejala gangguan tidur yang terjadi selama periode tidur
selama 24 jam (Lueckenotte, 2000).
Selain itu informasi tambahan mengenai istirahat tidur dapat
menggunakan kuesioner untuk tujuan penelitian serta untuk evaluasi
klinis. Ada tiga contoh instrument untuk pengkajian kebutuhan istirahat
tidur antara lain Stanford Sleepiness Scale (SSS), The Epworth Sleepiness
Scale (ESS), The Pittburgh Sleep Quality Index (PSQI). Dimana SSS dan
ESS digunakan untuk mengukur perasaan mengantuk atau kelelahan pada
waktu tertentu, tetapi ESS lebih mengukur kecenderungan tertidur dan
jatuh tidur pada waktu tertentu.Sedangkan PSQI yang mempunyai 9 item
digunakan untuk mengukur kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi
tidur, kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan
disfungsi siang hari selama satu bulan terakhir. Penilaian dengan skala
PSQI ini menggunakan kunci scoring untuk keseluruhan tujuh pasien,
yang masing-masing berkisar dari 0 sampai 3. Semua nilai dihitung dan
menghasilkan nilai keseluruhan taun global yang berkisar dari 0 sampai
21. Nilai keseluruhan 5 atau lebih yang menununjukkan kualitas tidur
28
yang buruk, semakin tinggi nilai maka semakin buruk kualitas tidur
(Smyth, 2007).
G. Kerangka Teori
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan istirahat tidur
Skema 2.1. Kerangka Teori
Lueckenotte (2000), Kozier (2004), dan Perry Potter (2005)
H. Variabel Penelitian
Variabel dari penelitian ini adalah study deskriptif kebutuhan istirahat
tidur pada usia lanjut
Kebutuhan
istirahat tidur
usia lanjut
Respon terhadap
penyakit
Gaya hidup
Lingkungan
Depresi
Pengaruh makanan
Stres emosi
Obat-obatan

Anda mungkin juga menyukai