Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Pasca atau dikenal dengan kata post berarti setelah. Operasi diambil
dari kata operation (kamus kedokteran) yang berarti setiap tindakan yang
dilakukan dengan alat atau dengan tangan seorang ahli bedah. Sehingga
pasca operasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan setelah dilakukan
tindakan pembedahan.( Dorland, 2011). Sedangkan Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.fraktur
terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang
diabsorpsinya.Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak,dan bahkan kontraksi otot
ekstem.Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh,
mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh
darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang di sebabkan
oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Smeltzer & Bare,2013). Menurut
Wijaya & Putri (2013) Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas
struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu
pengisutan atau primpilan korteks; biasanya patahan lengkap dan fragmen
tulang bergeser.
Definisi lain menjelaskan bahwa Fraktur adalah patah tulang,
biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut
dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang
akaan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap (Price & Wilson, 2006 dalam Nurarif dan Kusuma,2016). Dan
Fraktur tertutup (simple fraktur) adalah fraktur yang fragmen tulangnya
tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan/tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar (Muttaqin,
2008)

8
9

Fraktur ektremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan


tulang atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa.Trauma yang menyebabkan fraktur
dapat berupa trauma langsung, misalnya sering terjadi benturan pada
ekstremitas bawah yang menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula dan
juga dapat berupa trauma tidak langsung misalnya jatuh bertumpu pada
tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
(Sjamsuhidajat & Jong, 2010).
Jadi post op fraktur tertutup ekstremitas bawah adalahsebagai suatu
keadaan setelah dilakukan tindakan pembedahan akibat dari suatu patahan
pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin taklebih dari suatu
retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks, biasanya patahan
lengkap dan fragmen tulang bergeser,yang tidak menembus kulit atau tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, patahan yang
terjadi pada tulang bagian ekstremitas bawah biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik.
2. Klasifikasi fraktur tertutup
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma menurutPadila (2012) yaitu :
1) Tingkat 0: fraktur bisa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartemen.
3. Etiologi
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan
kegagalan membengkok, memutar dan menarik. Trauma muskuloskeletal
yang dapat mengakibatkan fraktur menurut Muttaqin (2008) adalah :
10

1) Trauma Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang
dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifatkomunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
Misalnya karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu
menahan trauma tersebut sehingga terjadi patah.
2) Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke
daerahyang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya jatuh dengan
tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur klavikula. Pada keadaan
ini jaringan lunak tetap utuh, tekanan membengkok yang
menyebabkan fraktur tranversal, tekanan berputar yang menyebabkan
fraktur bersifat spiral atau oblik.
3) Trauma patologis
Trauma patologis adalah suatu kondisi rapuhnya tulang karena
proses patologis. Contohnya :
a. Osteoporosis
Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsorbsi tulang melebihi
kecepatan pembentukan tulang, sehingga tulang menjadi keropos
secara cepat dan rapuh sehingga mengalami patah tulang, karena
trauma minimal.
b. Osteomilitis
Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang yang
disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal
dari focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis
Ostheoartritis disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan
sendi dan tulang rawan.
4. Patofisiologi
Fraktur ganguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
ganguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, ganguan fisik, ganguan
11

metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik


terbuka maupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan
pendarahan, maka volume darah akan menurun. COPmenurun maka
terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma
dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan didalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menyebabkan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan
dapt terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi
dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma ganguan metabolik, patologik yang terjadi itu
terbuka atau tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun
tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya
sampai sembuh (Sylvia, 2006 dalam Wijaya & Putri, 2013)
Jejas yang timbul karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral. Karena
adanya cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut
adalah peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output
jantung, pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan
tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah
diastolic dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya
sedikit membantu peningkatkan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang
bersifat vasoaktif juga dilepaskan kedalam sirkulasi sewaktu terjadinya
syok, termasuk histamin, bradikinin, beta-endorpin dan sejumlah besar
prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Subtansi ini berdampak besar pada
micro-sirkulasi dan permeabelitas pembuluh darah. Pada syok pendarahan
yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian
12

darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah didalam sistem
vena sistemik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan kardiak pada
tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak
mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme
aerobik normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadi
kompensasi dengan berpindah ke metabolisme anaerobik, hal ini
mengakibatkan pembemtukan asam laktat dan berkembangnya asidosis
metabolik. Bila syok berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk
pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak memadai, maka membran
sel tidak dapat lagi mempertahankan integritas nya dan gradientnya
elektrik normal hilang. Pembengkakan retikulum endoplasmik merupakan
tanda ultra struktural pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama
lagi akan diikuti sedera mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan
enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan
terus, terjadilah pembengkakan sel. Juga terjadi penumpukan kalsium
intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler yang
progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini
memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi (Purwadinata,
2000 dalam Wijaya & Putri, 2013).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak
yang biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melakukan aktivitas ostreoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsobsi dan sel-sel tulang
baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin 2000
dalam Wijaya & Putri, 2013).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
13

asupan darah ektremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila


tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoreksia jaringan yang
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi
ini dinamakan sindrom kompartement (Brunner & suddarth, 2005 dalam
Wijaya & Putri, 2013).
14

5. Pathway
Berikut ini adalah pathway fraktur adalah sebagai berikut :

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen Nyeri akut


tulang

Perubahan jaringan Kerusakan fragmen


sekitar tulang

Tekanan sumsung
Pergeseran fragmen Spasme otot tulang lebih tinggi dari
tulang kapiler
Peningkatan tekanan
kapiler Melepaskan
s
Deformitas katekolamin
Pelepasan histamin
Metabolisme asam
Gangguan fungsi
lemak
ekstremitas Protein plasma hilang

Bergabung dengan
Hambatan mobilitas fisik Edema trombosit

Laserasi kulit Penekanan pembuluh Emboli


darah
Menyumbat pembuluh
darah

Putus vena atau arteri Kerusakan integritas Ketidakefektifan perfusi


kullit resiko infeksi jaringan perifer

Resiko syok
perdarahan Kehilangan volume cairan (hipovolemik)

Gambar 2.1 Pathway fraktur (Nurarif & Kusuma, 2016)


15

6. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis fraktur menurut Black & Hawks ( 2014) adalah sebagai
berikut :
a. Deformitas.
Pembengkakan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas
pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan
tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang
sehat yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan.
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa
pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar (ekimosis ).
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Kerusakan integritas kulit
kerusakan integritas kulit terjadi karena adanya tindakan pembedahan
atau benturan lainnya yang membuat terjadinya kerusakan integritas kulit
e. Spasme otot.
Sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntar sebenarnya berfungsi
sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen
fraktur.
f. Nyeri.
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
frraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-
masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat jika fraktur tidak
diimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang
bertindihan, atau cedera pada struktur sekitarnya.
g. Ketegangan.
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
h. Kehilangan fungsi.
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabakan fraktur atau
karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
16

i. Gerakan abnormal dan krepitasi.


Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau
gesekan antar fragmen fraktur yang menciptakan sensasi dan suara
deritan.
j. Perubahan neurovaskular.
Cedera neurovaskular terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vaskuler yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau
kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur.
k. Syok.
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.
7. Komplikasi fraktur
Adapun beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur menurut
Black, dkk. (1993) dalam Padila (2012) sebagai berikut :
a. Komplikasi awal
1)Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adannya nadi,CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan
yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena
tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena
sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabakan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
17

ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipnea,


dan demam.
4)Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
5)Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang
dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia.
6)Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsilidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsilidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini
juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
18

8. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun beberapa pemeriksaan diagnostik fraktur menurut Suratun, dkk.
(2008) adalah sebagai berikut :
1) Hitung darah lengkap, apakah ada peningkatan hematokrit dan leukosit.
2) Pemeriksaan sinar-X
Pemeriksaan sinar-X penting untuk mengevaluasi kelainan
muskuloskletal. Sinar-X menggambarkan kepadatan tulang, tekstur,
erosi, dan perubahan hubungan tulang. Sinar-X multiple diperlukan
untuk pengkajian paripurna struktur yang sedang di periksa. Sinar-X
korteks tulang dapat menunjukkan adanya pelebaran, penyempitan, dan
tanda iregularitas. Sinar-X ssendi dapat menunjukkan adanya cairan,
iregulitas, penyempitan, dan perubahan struktur sendi.
3) Mielografi
Pemeriksaan mielografi dilakukan dengan penyuntikan zat kontras
kedalam rongga subaraknoid spinal lumbal.pemeriksaan ini dilakukan
untuk melihat adanya : herniasi diskus, stenosis spinal (penyempitan
kanalis spinal), adanya tumor.
4) Computed tomography (CT scan)
Prosedur ini menunjukkan rincian bidang tertentu dari tulang yang sakit
dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligamen atau
tendon. Pemeriksaaan ini digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi misalnya
asetabulum.
5) Biopsi
Spesimen pada tulang diambil secara mikroskopik. Biopsi dilakukan
untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot, sinovium, untuk
membantu menentukan penyakit tertentu.
6) Elektromiografi (EMG)
Pemeriksaaan ini memberi infoermasi mengenai potensi listrik otot dan
sarafnya. Tujuan prosedur ini adalah menentukan setiap abnormalitas
fungsi unit.
19

7) Atroskopi
Atroskopi Merupakan prosedur endoskopis yang memungkinkan
pandangan langsung ke dalam sendi. Prosedur ini dilakukan dikamar
operasi dalam kondisi steril dan perlu injeksi anastesi lokal atau astesi
umum. Jarum dengan lubang besar dimasukkan dan sendi
direnggangkan dengan memasukkan cairan salin. Atroskop kemudian
dimasukkan.struktur sendi, sinovium, dan permukaan send dapat dilihat
melalui atroskop.
8) Magnetik resonance imaging (MRI)
Magnetik resonance imaging adalah teknik pencitraan khusus yang
non-invasif menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
komputer untuk melihat abnormalitas berupa tumor atau penyempitan
jalur jaringan lunak seperti otot, tendon, dan tulang rawan.
9) Ultrasonografi (USG)
Prosedur Ultrasonografi dilakukan untuk mendenteksi gangguan pada
jaringan lunak (adanya massa, dll). USG merupakan sebuah teknik
diagnostik pencitraan menggunakan suara ultra yang digunakan untuk
mencitrakan organ internal dan otot, ukuran, struktur, dan luka patologi,
membuat teknik ini berguna untuk memeriksa organ.
10) Angiografi
Angiografi pemeriksaan struktur vaskuler. Arteriografi adalah
pemeriksaan sistem arteri. Prosedur ini sangat bermanfaat untuk
mengkaji perfusi arteri dan untuk tingkat amputasi yang dilakukan.
11) Atrografi
Penyuntikan bahan radioopague atau udara kedalam rongga sendi untuk
melihat struktur jaringan lunak dan kontur sendi.
12) Artrosentesis (aspirasi sendi)
Prosedur ini dilakukan untuk memperoleh cairan sinovial
untukkeperluan pemeriksaan atau untuk menghilangkan nyeri akibat
efusi.
20

9. Penatalaksanaan Medis
a. Prinsip penanganan fraktur tertutup menurut Muttaqin (2008) adalah
sebagai berikut :
1) Rekognisi
Prinsip utama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologi. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi
yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
2) Reduksi
Reduksi fraktur adalah mengembalikan fungsi normal dan
mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan
osteoarthritis dikemudian hari.Reduksi fraktur apabila perlu, pada
fraktur intra-artikulas diperlukan reduksi anatomis, sedapat
mungkin mengembalikan fungsi normal, dan mencegah komplikasi
seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan oseoartritis
dikemudian hari.
3) Retensi (imobilisasi fraktur)
Adalah metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan
fragmen-fragmen tersebut selama masa penyembuhan dengan cara
imobilisasi.
4) Rehabilitasi
Adalahmengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin. Program rehabilitasi dilakukan dengan mengoptimalkan
seluruh keadaan klien pada fungsinya agar aktivitas dapat
dilakukan kembali.
b. Pelaksanaan fraktur tertutup menurut Mansjoer (2003) dalamWijaya &
Putri (2013) adalah :
1) Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan
kesadaran, baru periksa patah tulang.
2) Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman.
21

3) Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini,


dan pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah :
a) Meraba lokasi fraktur apakah masih hangat.
b) Observasi warna.
c) Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali
kapiler.
d) Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi
pada lokasi cedera.
e) Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa
sensasi nyeri.
f) Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.
4) Pertahankan kekuatan dan pergerakan
5) Mempertahankan kekuatan kulit.
6) Menngkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan
intake protein 300 gram/hari.
7) Memperhatikan imobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan
tujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh.
c. Penatalaksanaan fraktur tertutup menurut Muttaqin (2008) ada 2 yaitu :
1) Penatalaksanaan konservatif
a) Proteksi adalah proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma
lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota
gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b) Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan
bidai eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya
menggunakan Gips atau dengan macam-macam bidai dari plastik
atau metal.
c) Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi
eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan
manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.
22

d) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan


ini mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap
dan imobilisasi.
2) Penatalaksanaan pembedahan
Penatalaksanaan ini sangat penting diketahui oleh perawat, jika ada
keputusan bahwa klien diindikasikan untuk menjalani pembedahan,
perawat mulai berperan dalam asuhan keperawatan tersebut.
a) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan
dengan K-Wire.
b) Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternal tulang
yaitu :
(1)Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau Reduksi
terbuka dengan Fiksasi Internal.
ORIF akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan
pembedahan untuk memasukan paku, sekrup atau pen kedalam
tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang pada
fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan
untuk merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering terjadi
pada orang tua.
(2) Open Reduction and External Fixation (OREF) atau
ReduksiTerbuka dengan Fiksasi Eksternal
Tindakan ini merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur.
Fiksasi eksternal dapat menggunakan konselosascrew atau
dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna
dengan jenis-jenis lain seperti gips.
23

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini.
a. Data Demografi
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, status
perkawinan, pendidikan, dan pekerjaan.
2) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, status
perkawinan, pendidikan, dan pekerjaan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung, serta pada pengkajian ini untuk mengetahui
apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama dulunya.
24

4) Riwayat Penyakit Keluarga


Untuk mengetahui apakah keluarga memiliki penyakit
keturunan seperti yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik.
c. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap
pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang
tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
2) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
3) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu
juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur
25

4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain.
5) Pola Kebersihan
Berisi tentang personal hygine kehidupan sehari – hari pasien
tersebut mulai dari sebelum sakit sampai masuk rumah sakit.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Tanda-tanda vital terdiri dari : tekanan darah, pernapasan, nadi,
dan suhu.
2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk, tidak ada lesi, simetris, tak oedema.
e) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan)
26

f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
2) Palpasi
Detak jantung terasa, iktus tidak teraba.
3) Perkusi
Terdengar bunyi jantung normal lub dub
4) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
27

l) Abdomen
1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4) Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
m) Genetalia dan Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
e. Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan body image).
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nurarif& Kusuma (2016) diagnosa pada pasien dengan
Post op fraktur tertutup ekstremitas bawah adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
c. Kerusakan integritas kulit
d. Hambatan mobilitas fisik
e. Resiko infeksi
28

3. Intervensi keperawatan

Tabel 2.1 Intervensi keperawatan menurut Nurarif & Kusuma (2016) pada pasien
post op fraktur tertutup adalah sebagai berikut :
N Diagnosa keperawatan NOC NIC Rasional
o
1. Nyeri akut 1. Mampu mengontro 1. Melakukan 1. Mempengaruhi
nyeri (tahu pengkajian nyeri pilihan atau
Batasan karakteristik : penyebab nyeri, secara pengawasan
mampu komperhensif keefektifan
1. Perubahan selera makan menggunakan termasuk lokasi, intervensi.tingkat
2. Perubahan tekanan darah tekhnik karakteristik, ansietas dapat
3. Perubahan frekuensi nonfarmakologi durasi, frekuensi, mempengaruhi
jantung untuk mengurangi kualitas dan persepsi atau reaksi
4. Perubahan frekuensi nyeri, mencari faktor presifitasi terhadap nyeri.
nafas bantuan)
5. Laporan isyarat 2. Melaporkan bahwa 2. Berikan alternatif 2. Meningkatan
6. Diaforesis nyeri tindakan sirkulasi
7. Prilaku distraksi berkurangdengan kenyamanan. umum,menurunkan
( misalnya : berjalan menggunakan area tekanan lokal
mondar-mandir mencari manajemen nyeri dan kelelahan otot.
orang lain dan atau 3. Mampu mengenali
aktivitas lain, aktivitas nyeri (skala, 3. Dorong pasien 3. Membantu untuk
yang berulang) intensitas, frekunsi untuk mendiskusi menghilangkan
8. Mengekspresikan dan tanda nyeri) masalah ansietas,pasien dapat
perilaku ( misalnya : 4. Menyatakan rasa sehubungan merasakan
gelisah, merengek, nyaman setelah dengan cedera. kebutuhan untuk
menangis) nyeri berkurang menghilangkan
9. Masker wajah pengalaman
( misalnya : mata kurang kecelakaan.
bercahaya, tampak
kacau, gerakan mata 4. Kontrol 4. Membantu
berpencar, atau tetap lingkungan yang mengurangi rasa
pada satu fokus dapat nyeri
meringis) mempengaruhi
10. Sikap melindungi area nyeri seperti suhu
nyeri ruangan,
11. Fokus menyempit pencahayaan dan
( misalnya : gangguan kebisingan
persepsi nyeri, hambatan
proses berpikir, 5. berikan obat 5. Diberikan untuk
penurunan interaksi sesuai indikasi: penurunan nyeri
dengan orang dan narkotika dan atau spasme otot.
lingkungan) analgestik non
12. Indikasi nyeri yang karkotik :NSAID
diamati injeksi contohnya
13. Perubahan posisi untuk ketoralak
menghindari nyeri
14. Sikap tubuh melindungi
15. Dilatasi pupil
29

N Diagnosa keperawatan NOC NIC Rasional


o
16. Melaporkan nyeri secara
verbal
17. Ganguan tidur

Faktor yang berhubungan:


Agen cidera (biologis, zat
kimia, fisik, psikologis)

2. Ketidakefektifan perfusi 1.Tekanan systole dan 1. Monitor tanda- 1. Untuk mengetahui


jaringan perifer diastole dalam tanda vital pasien dan mengupayakan
rentang yang tanda – tanda vital
Batasan karakteristik : diharapkan. pasien dalam
1. 2.Tidak ada ortostatik keadaan stabil
1. Tidak ada nadi hipertensi
2. Perubahan fungsi 3.Tidak ada tanda- 2. Monitor adanya 2. Untuk mengetahui
motorik tanda peningkatan daerah tertentu bagian tubuh yang
3. Perubahan karakteristik tekanan intrakranial yang hanya peka mengalami masalah
kulit (tidak lebih dari 15 terhadap gangguan saraf
4. Perubahan tekanan mmHg) panas/dingin/taja perifer.
darah di ektremitas  4.Berkomunikasi m/tumpul
5. Waktu pengisian kapiler dengan jelas dan
> 3 detik sesuai dengan 3. Monitor adanya 3. Untuk mengetahui
6. Klaudikasi kemampuan paretese Adanya kerusakan
7. Kelambatan 5.Menunjukan saraf pada perfusi
penyembuhan luka perhatian, jaringan
perifer konsentrasi dan
8. Penurunan nadi orientasi 4. Monitor adanya 4. mencegah
9. Edema 6.Memproses tromboplebitis penurunan kerja
10. Nyeri ektremitas informasi saraf, menormalkan
11. Bruit femoral 7.Membuat keputusan perfusi jaringan
12. Pemendekan jarak total dengan benar perifer kembali.
yang di tempuh dalam
uji berjalan enam menit 5. Gunakan sarung 5. Mencegah resiko
13. Pemendekan jarak tangan untuk penularan penyakit
bebas nyeri yang proteksi
ditempuh dalam uji
berjalan enam menit 6. Instruksikan 6. Untuk mengetahui
14. Warna kulit pucat saat keluarga untuk perubahan integritas
elevasi mengobservasi kulit
kulit jika ada isi
Faktor yang berhubungan : dan laserasi

1. Kurang pengetahuan 7. Diskusikan 7. Untuk melakukan


tentang faktor pemberat mengenai tindakan selanjutnya
2. Kurang pengetahuan penyebab yang akan dilakukan
tentang proses penyakit perubahan terhadap pasien,
3. Diabetes militus sensasi guna menormalkan
4. Hipertensi perfusi jaringan
5. Gaya hidup monoton perifer
6. Merokok
30

N Diagnosa keperawatan NOC NIC Rasional


o
8. Ciptakan suasana 8. Agar pasien dapat
yang aman dan beristirahat yang
nyaman tenang dan aman.

9. Kolaborasi 9. Mungkin diberikan


dengan dokter sebagai upaya
pemberian obat profilaktik untuk
antikoagulan bila menurunkan
diperlukan trombus vena

3. Kerusakan integritas kulit 1. Integritas kulit 1. Monitor kulit 1. Untuk mengetahui


Batasan karakteristik : yang baik bisa akan adanya terhadap peradangan
dipertahankan kemerahan pada kulit
1. Kerusakan lapisan kulit (sensasi, elastisitas,
(dermis) temperatur, 2. Monitor proses 2. Untuk menghindari
2. Ganguan permukaan kuli hidrasi,pigmentasi) kesembuhan area terjadinya infeksi
(epidemis) 2. Tidak ada luka/lesi insisi
3. Invasi struktur tubuh pada kulit
3. Perfusi jaringan 3. Kaji atau catat 3. Memberikan
Faktor yang berhubungan : baik ukuran, warna, informasi dasar
4. Tidak ada luka/lesi kedalaman luka, tentang kebutuhan
1. Eksternal pada kulit perhatiakn penanaman kulit dan
a) Zat kimia, radiasi 5. Menunjukan jaringan nekrotik kemungkinan
b) Usia yang ekstrim pemahaman dalam dan kondisi petunjuk tentang
c) Kelembapan proses perbaikan sekitar luka sirkulasi pada area
d) Hipertermia, kulit dan mencegah graft.
hipotermia terjadinya cedera
e) Medikasi berulang 4. Berikan 4. Menyiapkan
f) Imobilitas fisik 6. Mampu perawatan luka jaringan untuk
melindungi kulit yang tepat dan penanaman dan
dan tindakan control menurunkan risiko
2. Internal mempertahankan infeksi infeksi
a) Perubahan status kelembapan kulit
cairan dan perawatan 5. Tinggikan area 5. Menurunankan
b) Perubahan alami. graft bila pembengkakan atau
pigmentasi mungkin atau membatasi risiko
c) Perubahan turgor tepat.pertahankan pemisahan
d) Faktor posisi yang graft,gerakan jaringa
perkembangan diinginkan dan dibawah graft dapat
e) Kondisi imobilisasi area mengubah posisi
ketidakseimbangan yang diindikasi yangmempengaruhi
nutrisi posisi optimal
f) Penurunan
imunologis 6. Anjurkan pasien 6. Untuk menghindari
g) Penurunan sirkulasi untuk terjadinya
h) Kondisi gangguan menggunakan penekanan pada area
metabolik pakain yang fraktur
i) Ganguan sensasi longgar
j) Tonjolan tulang
31

N Diagnosa keperawatan NOC NIC Rasional


o
7. Mobilisasi pasien 7. Untuk menghindari
(ubah posisi) terjadinya kekakuan
setiap 2 jam pada anggota tubuh.
sekali

8. Jaga kebersihan 8. Menghindari


kulit agar tetap terjadinya pelembab
bersih dan kering dan infeksi pada
area luka

9. Kolabarasi 9. Untuk mempercepat


dengan tim medis proses
lainnya penyembuhan

4. Hambatan mobilitas fisik 1. Klien meningkat 1. Monitor vital sign 1. Memberikan


Batasan karakteristik : dalam aktivitas fisik sebelum/sesudah kesempatan untuk
2. Mengerti tujuan latihan dan lihat mengeluarkan
1. Penurunan waktu reaksi dari peningkatan respon pasien energi,memfokuska
2. Kesulitan mebolak balik mobilitas saat latihan. n kembali
posisi 3. Memverbalisasikan perhatian,meningkat
perasaan dalam ankan control
3. Melakukanaktivitas lain meningkatkan diri/harga diri dan
sebagai pengganti kekuatan dan membantu
pergerakan ( misalnya : kemampuan menurunkan isolasi
meningkatkan perhatian berpindah sosial.
pada aktivitas oranh lain, 4. Memperagakan
mengendalikan perilaku, penggunaan alat 2. Kaji kemampuan 2. Untuk mengetahui
focus pada 5. bantu untuk pasien dalam seberapa kuat
ketunadayaan/aktivitas mobilisasi (walker) mobilisasi aktivitas pasien
sebelum sakit ) secara mandiri atau
4. Dispnea setelah dibantu keluarga
beraktivitas
5. Perubahan cara berjalan 3. Bantu kllien 3. Untuk mejaga
6. Gerakan bergetar untuk supaya resiko jatuh
7. Keterbatasan kemampuan menggunakan tidak terjadi
melakukan motorik kasar tongkat saat
8. Tremor akibat pergerakan berjalan dan
9. Ketidakstabilan postur cegah terhadap
10. Pergerakan lambat cedera
11. Pergerakan tidak
tekoordinasi 4. Bantu atau 4. Meningkatkan
perawatan kekuatan otot
Faktor yang berhubungan : diri/kebersihan sirkulasi,meningkatk
(contoh mandi an control pasien
1. Intoleransi aktivitas atau mencukur) dalam situasi,
2. Perubahan metabolisme meningkatkan
selular kesehatan diri
3. Ansietas langsung.
4. Indeks masa tubuh diatas
perentil ke- 75 sesuai usia
32

N Diagnosa keperawatan NOC NIC Rasional


o
5. Ganguan kongnitif 5. Dorong 5. Kontraksi otot
6. Kontraktur penggunaan isometerik tanpa
7. Kepercayaan budaya latihan isometric menekuk sendi atau
tentang aktivitas sesuai mulai dengan menggerakkan
usia tungkai yang tungkai dan
8. Fisik tidak bugar tidak sakit membantu
9. Penurunan ketahanan mempertahankan
tubuh dan masa otot
10. Penurunan kendali otot
11. Penurunan massa otot 6. Ubah posisi 6. Mencegah/menurun
12. malnutrisi secara periodik kan insiden
13. Ganguan muskuluskuletal dan dorong untuk komplikasi kulit /
14. Gangguan latihan batuk atau pernapasan
neuromuskular, nyeri napas dalam
15. Agnes obat
16. Penurunan kekuatan otot 7. Ciptakan suasana 7. Agar pasien dapat
17. Kurang pengetahuan yang aman dan beristirahat yang
tentang aktivitas fisik nyaman tenang dan aman.
18. Keadaan mood depresif
19. Keterlambatan 8. konsul dengan 8. Berguna dalam
perkembangan ahli terapi fisik / menbuat aktivitas
20. Ketidaknyamanan okupasi dan atau individual atau
21. Disuse, kaku sendi rehabilitas. program latihan.
22. Kerusakan integritas
struktur tulang
23. Program pembatasan
gerak
24. Keengganan memulai
pergerakan
25. Gaya hidup monoton
26. Gangguan sensori
perseptual

5. Resiko infeksi 1. Klien bebas dari 1. Kaji sisi pen / 1. Dapat mengindikasi
Faktor faktor resiko : tanda dan gejala kulit perhatian timbul infeksi lokal/
1. Penyakit kronis infeksi keluhan nekrosis jaringan,
a) DM 2. Mendeskripsikan peningkatan nyeri yang dapat
b) Obesitas proses penularan / rasa terbakar menimbulkan
2. Pengetahuan yang tidak penyakit, faktor atau adanya osteomielitis.
cukup untuk menghindari yang mempengaruhi edema, eritema,
pernanjanan patogen penularan serta drainase, / bau
3. Pertahanan tubuh primer penatalaksaannya tidak enak
yang tidak ade kuat 3. Menunjukan
a) Ganguan peristaltik kemampuan untuk 2. Kaji tonus otot, 2. Kekakuan otot,
b) Kerusakan integritas mencegah refleks tendon spasme tonik otot
kulit terjadinya infeksi dalam dan rahang dan disfagia
c) Perubahan sekresi ph 4. Jumlah leukosit kemampuan menunjukan
d) Penurunan kerja dalam batas normal untuk berbicara terjadinya tetanus.
siliaris 5. Menunjukan prilaku
hidup sehat
33

N Diagnosa keperawatan NOC NIC Rasional


o
4. Ketidak adekuatan 3. Observasi luka 3. Tanda perkiraan
pertahanan sekunder untuk infeksi gas gangrene
a) Penurunan pembentukan
hemoglobin bula,krepitasi
b) Imunosupresi ,perubahan warna
5. Vaksinasi tidak adekuat kulit
6. Pemanjanan terhadap kecoklatan,bau
patogen drainase yang
7. lingkungan meningkat tidak enak dan
a) wabah asam
8. Prosedur invasi
Malnutrisi 4. Pertahankan 4. Adanya drainase
teknik isolasi purulen akan
memerlukan
kewaspadaan luka
atau linen untuk
mencegah
kontaminasi

5. Berikan 5. Dapat mencegah


perawatan pen / kontaminasi silang
kawat steril dan kemungkinan
sesuai protocol infeksi.
dan latihan
mencuci tangan

6. Ajarkan cara 6. Untuk mempercepat


mengindari penyembuhan
infeksi

7. Batasi 7. Untuk menghindari


pengunjung bila terjadinya
perlu kebisingan

8. Intruksikan pada 8. Untuk menghindari


pengunjung terjadinya infeksi
untuk mencuci
tangan saat
berkunjung dan
setelah
berkunjung
meninggalkan
pasien

9. Kolaborasi 9. Mempercepat proses


dengan tim medis penyembuhan
lainnya
34

4. Implementasi
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien
(Murwani, 2007).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
evaluasi merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang
berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai
atau perlu pendekatan lain ( Muwarni, 2007).
Setelah melakukan tindakan keperawatan maka hasil evaluasi yang
diharapkan untuk pasien post op fraktur tertutup ekstremitas bawah yaitu :
1. Melaporkan nyeri terkontrol
a. Menggunakan banyak pendekatan untuk mengurangi nyeri
b. Menyatakan bahwa obat yang dipakai efektif dalam mengontrol nyeri
2. Memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat
a. Warna kulit normal dan kulit hangat
b. Respon pengisisan kapiler normal
c. Bengkak berkurang
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4. Klien mampu meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat
yang memungkinkan dan mampu memenuhi ADL secara bertahap.
5. Peningkatan kesehatan
a. Makan diet seimbang yang memadai
b. Memelihara hidrasi yang kuat
c. Berhenti merokok
d. Melakukan latihan napas
e. Melibatkan diri dalam latihan yang dianjurkan
35

6. Infeksi tidak terjadi atau terkontrol


Tujuan dari evaluasi antara lain:
1) Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
2) Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan
keperawatan yang telah diberikan.
3) Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
4) Mendapatkan umpan balik.
5) Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan.
Perawat menggunakan berbagai kemampuan dalam memutuskan efektif
atau tidaknya pelayanan keperawatan yang diberikan. Untuk memutuskan hal
tersebut dalam melakukan evaluasi seorang perawat harus mempunyai
pengetahuan tentang standar pelayanan, respon klien yang normal, dan konsep
model teori keperawatan.
Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa kegiatan yang harus
diikuti oleh perawat, antara lain:
1) Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2) Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan.
3) Mengukur pencapaian tujuan.
4) Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan.
5) Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.
Evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Evaluasi struktur.
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau
keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek
lingkungan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam
pemberian pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, ratio
perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan
kompetensi staf keperawatan dalam area yang diinginkan.
2) Evaluasi proses.
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan
apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok,
36

tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada
evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat
wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa
keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.
3) Evaluasi hasil.
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku
klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat
pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
(a) Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
(b) Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan
sebahagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
(c) Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa
keperawatan baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak
teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Subjective adalah informasi
berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan.
Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan. Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective
dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa data.
37

C. Kerangka Teori

Post op Fraktur tertutup


ekstremitas bawah

Etiologi :
1) Trauma langsung
2) Trauma tidak langsung
3) Trauma patologis

Manifestasi Klinis :
a. Deformitas.
b. Pembengkakan.
c. Memar (ekimosis).
d. Spasme otot.
e. Nyeri.
f. Ketegangan.
g. Kehilangan fungsi.
h. Gerakan abnormal.
i. Perubahan neurovaskuler.
j. Syok.

Asuhan keperawatan pada


post op fraktur tertutup
ekstremitas bawah :
1) Pengkajian keperawatan
2) Diagnosa keperawatan
3) Intervensi keperawatan
4) Implementasi
5) Evaluasi

Gambar 2.2
Kerangka teori menurut Muttaqin (2008), Padila (2012),
Nurarif & Kusuma,(2016).
38

D. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah pengkajian keperawatan pada pasien dengan Post op
fraktur tertutup ekstremitas bawah di Ruang Bedah RSUD Dr. Abdul Aziz
Kota Singkawang tahun 2017?
2. Bagaimanakah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien
dengan Post op fraktur tertutup ekstremitas bawah di Ruang Bedah RSUD
Dr. Abdul Aziz Kota Singkawang pada tahun 2017 ?
3. Bagaimanakah intervensi keperawatan yang efektif untuk mengatasi Post
op fraktur tertutup ekstremitas bawah di Ruang Bedah RSUD Dr. Abdul
Aziz Kota Singkawang tahun 2017 ?
4. Bagaimanakah implementasi keperawatan yang efektif untuk mengatasi
Post op fraktur tertutup ekstremitas bawah di Ruang Bedah RSUD Dr.
Abdul Aziz Kota Singkawang tahun 2017 ?
5. Bagaimanakah hasil evaluasi asuhan keperawatan pada pasien Post op
fraktur tertutup ekstremitas bawah di Ruang Bedah RSUD Dr. Abdul Aziz
Kota Singkawang tahun 2017 ?
6. Bagaimanakah dokumentasi asuhan keperawatan pada pasien dengan Post
op fraktur tertutup ekstremitas bawah di Ruang Bedah RSUD Dr. Abdul
Aziz Kota Singkawang tahun 2017 ?

Anda mungkin juga menyukai