TINJAUAN TEORI
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Pasca atau dikenal dengan kata post berarti setelah. Operasi diambil
dari kata operation (kamus kedokteran) yang berarti setiap tindakan yang
dilakukan dengan alat atau dengan tangan seorang ahli bedah. Sehingga
pasca operasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan setelah dilakukan
tindakan pembedahan.( Dorland, 2011). Sedangkan Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.fraktur
terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang
diabsorpsinya.Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak,dan bahkan kontraksi otot
ekstem.Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh,
mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh
darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang di sebabkan
oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Smeltzer & Bare,2013). Menurut
Wijaya & Putri (2013) Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas
struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu
pengisutan atau primpilan korteks; biasanya patahan lengkap dan fragmen
tulang bergeser.
Definisi lain menjelaskan bahwa Fraktur adalah patah tulang,
biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut
dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang
akaan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap (Price & Wilson, 2006 dalam Nurarif dan Kusuma,2016). Dan
Fraktur tertutup (simple fraktur) adalah fraktur yang fragmen tulangnya
tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan/tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar (Muttaqin,
2008)
8
9
1) Trauma Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang
dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifatkomunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
Misalnya karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu
menahan trauma tersebut sehingga terjadi patah.
2) Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke
daerahyang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya jatuh dengan
tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur klavikula. Pada keadaan
ini jaringan lunak tetap utuh, tekanan membengkok yang
menyebabkan fraktur tranversal, tekanan berputar yang menyebabkan
fraktur bersifat spiral atau oblik.
3) Trauma patologis
Trauma patologis adalah suatu kondisi rapuhnya tulang karena
proses patologis. Contohnya :
a. Osteoporosis
Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsorbsi tulang melebihi
kecepatan pembentukan tulang, sehingga tulang menjadi keropos
secara cepat dan rapuh sehingga mengalami patah tulang, karena
trauma minimal.
b. Osteomilitis
Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang yang
disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal
dari focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis
Ostheoartritis disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan
sendi dan tulang rawan.
4. Patofisiologi
Fraktur ganguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
ganguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, ganguan fisik, ganguan
11
darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah didalam sistem
vena sistemik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan kardiak pada
tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak
mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme
aerobik normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadi
kompensasi dengan berpindah ke metabolisme anaerobik, hal ini
mengakibatkan pembemtukan asam laktat dan berkembangnya asidosis
metabolik. Bila syok berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk
pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak memadai, maka membran
sel tidak dapat lagi mempertahankan integritas nya dan gradientnya
elektrik normal hilang. Pembengkakan retikulum endoplasmik merupakan
tanda ultra struktural pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama
lagi akan diikuti sedera mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan
enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan
terus, terjadilah pembengkakan sel. Juga terjadi penumpukan kalsium
intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler yang
progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini
memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi (Purwadinata,
2000 dalam Wijaya & Putri, 2013).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak
yang biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melakukan aktivitas ostreoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsobsi dan sel-sel tulang
baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin 2000
dalam Wijaya & Putri, 2013).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
13
5. Pathway
Berikut ini adalah pathway fraktur adalah sebagai berikut :
fraktur
Tekanan sumsung
Pergeseran fragmen Spasme otot tulang lebih tinggi dari
tulang kapiler
Peningkatan tekanan
kapiler Melepaskan
s
Deformitas katekolamin
Pelepasan histamin
Metabolisme asam
Gangguan fungsi
lemak
ekstremitas Protein plasma hilang
Bergabung dengan
Hambatan mobilitas fisik Edema trombosit
Resiko syok
perdarahan Kehilangan volume cairan (hipovolemik)
6. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut Black & Hawks ( 2014) adalah sebagai
berikut :
a. Deformitas.
Pembengkakan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas
pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan
tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang
sehat yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan.
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa
pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar (ekimosis ).
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Kerusakan integritas kulit
kerusakan integritas kulit terjadi karena adanya tindakan pembedahan
atau benturan lainnya yang membuat terjadinya kerusakan integritas kulit
e. Spasme otot.
Sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntar sebenarnya berfungsi
sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen
fraktur.
f. Nyeri.
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
frraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-
masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat jika fraktur tidak
diimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang
bertindihan, atau cedera pada struktur sekitarnya.
g. Ketegangan.
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
h. Kehilangan fungsi.
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabakan fraktur atau
karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
16
8. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun beberapa pemeriksaan diagnostik fraktur menurut Suratun, dkk.
(2008) adalah sebagai berikut :
1) Hitung darah lengkap, apakah ada peningkatan hematokrit dan leukosit.
2) Pemeriksaan sinar-X
Pemeriksaan sinar-X penting untuk mengevaluasi kelainan
muskuloskletal. Sinar-X menggambarkan kepadatan tulang, tekstur,
erosi, dan perubahan hubungan tulang. Sinar-X multiple diperlukan
untuk pengkajian paripurna struktur yang sedang di periksa. Sinar-X
korteks tulang dapat menunjukkan adanya pelebaran, penyempitan, dan
tanda iregularitas. Sinar-X ssendi dapat menunjukkan adanya cairan,
iregulitas, penyempitan, dan perubahan struktur sendi.
3) Mielografi
Pemeriksaan mielografi dilakukan dengan penyuntikan zat kontras
kedalam rongga subaraknoid spinal lumbal.pemeriksaan ini dilakukan
untuk melihat adanya : herniasi diskus, stenosis spinal (penyempitan
kanalis spinal), adanya tumor.
4) Computed tomography (CT scan)
Prosedur ini menunjukkan rincian bidang tertentu dari tulang yang sakit
dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligamen atau
tendon. Pemeriksaaan ini digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi misalnya
asetabulum.
5) Biopsi
Spesimen pada tulang diambil secara mikroskopik. Biopsi dilakukan
untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot, sinovium, untuk
membantu menentukan penyakit tertentu.
6) Elektromiografi (EMG)
Pemeriksaaan ini memberi infoermasi mengenai potensi listrik otot dan
sarafnya. Tujuan prosedur ini adalah menentukan setiap abnormalitas
fungsi unit.
19
7) Atroskopi
Atroskopi Merupakan prosedur endoskopis yang memungkinkan
pandangan langsung ke dalam sendi. Prosedur ini dilakukan dikamar
operasi dalam kondisi steril dan perlu injeksi anastesi lokal atau astesi
umum. Jarum dengan lubang besar dimasukkan dan sendi
direnggangkan dengan memasukkan cairan salin. Atroskop kemudian
dimasukkan.struktur sendi, sinovium, dan permukaan send dapat dilihat
melalui atroskop.
8) Magnetik resonance imaging (MRI)
Magnetik resonance imaging adalah teknik pencitraan khusus yang
non-invasif menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
komputer untuk melihat abnormalitas berupa tumor atau penyempitan
jalur jaringan lunak seperti otot, tendon, dan tulang rawan.
9) Ultrasonografi (USG)
Prosedur Ultrasonografi dilakukan untuk mendenteksi gangguan pada
jaringan lunak (adanya massa, dll). USG merupakan sebuah teknik
diagnostik pencitraan menggunakan suara ultra yang digunakan untuk
mencitrakan organ internal dan otot, ukuran, struktur, dan luka patologi,
membuat teknik ini berguna untuk memeriksa organ.
10) Angiografi
Angiografi pemeriksaan struktur vaskuler. Arteriografi adalah
pemeriksaan sistem arteri. Prosedur ini sangat bermanfaat untuk
mengkaji perfusi arteri dan untuk tingkat amputasi yang dilakukan.
11) Atrografi
Penyuntikan bahan radioopague atau udara kedalam rongga sendi untuk
melihat struktur jaringan lunak dan kontur sendi.
12) Artrosentesis (aspirasi sendi)
Prosedur ini dilakukan untuk memperoleh cairan sinovial
untukkeperluan pemeriksaan atau untuk menghilangkan nyeri akibat
efusi.
20
9. Penatalaksanaan Medis
a. Prinsip penanganan fraktur tertutup menurut Muttaqin (2008) adalah
sebagai berikut :
1) Rekognisi
Prinsip utama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologi. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi
yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
2) Reduksi
Reduksi fraktur adalah mengembalikan fungsi normal dan
mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan
osteoarthritis dikemudian hari.Reduksi fraktur apabila perlu, pada
fraktur intra-artikulas diperlukan reduksi anatomis, sedapat
mungkin mengembalikan fungsi normal, dan mencegah komplikasi
seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan oseoartritis
dikemudian hari.
3) Retensi (imobilisasi fraktur)
Adalah metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan
fragmen-fragmen tersebut selama masa penyembuhan dengan cara
imobilisasi.
4) Rehabilitasi
Adalahmengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin. Program rehabilitasi dilakukan dengan mengoptimalkan
seluruh keadaan klien pada fungsinya agar aktivitas dapat
dilakukan kembali.
b. Pelaksanaan fraktur tertutup menurut Mansjoer (2003) dalamWijaya &
Putri (2013) adalah :
1) Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan
kesadaran, baru periksa patah tulang.
2) Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman.
21
4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain.
5) Pola Kebersihan
Berisi tentang personal hygine kehidupan sehari – hari pasien
tersebut mulai dari sebelum sakit sampai masuk rumah sakit.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Tanda-tanda vital terdiri dari : tekanan darah, pernapasan, nadi,
dan suhu.
2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk, tidak ada lesi, simetris, tak oedema.
e) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan)
26
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
2) Palpasi
Detak jantung terasa, iktus tidak teraba.
3) Perkusi
Terdengar bunyi jantung normal lub dub
4) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
27
l) Abdomen
1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4) Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
m) Genetalia dan Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
e. Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan body image).
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nurarif& Kusuma (2016) diagnosa pada pasien dengan
Post op fraktur tertutup ekstremitas bawah adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
c. Kerusakan integritas kulit
d. Hambatan mobilitas fisik
e. Resiko infeksi
28
3. Intervensi keperawatan
Tabel 2.1 Intervensi keperawatan menurut Nurarif & Kusuma (2016) pada pasien
post op fraktur tertutup adalah sebagai berikut :
N Diagnosa keperawatan NOC NIC Rasional
o
1. Nyeri akut 1. Mampu mengontro 1. Melakukan 1. Mempengaruhi
nyeri (tahu pengkajian nyeri pilihan atau
Batasan karakteristik : penyebab nyeri, secara pengawasan
mampu komperhensif keefektifan
1. Perubahan selera makan menggunakan termasuk lokasi, intervensi.tingkat
2. Perubahan tekanan darah tekhnik karakteristik, ansietas dapat
3. Perubahan frekuensi nonfarmakologi durasi, frekuensi, mempengaruhi
jantung untuk mengurangi kualitas dan persepsi atau reaksi
4. Perubahan frekuensi nyeri, mencari faktor presifitasi terhadap nyeri.
nafas bantuan)
5. Laporan isyarat 2. Melaporkan bahwa 2. Berikan alternatif 2. Meningkatan
6. Diaforesis nyeri tindakan sirkulasi
7. Prilaku distraksi berkurangdengan kenyamanan. umum,menurunkan
( misalnya : berjalan menggunakan area tekanan lokal
mondar-mandir mencari manajemen nyeri dan kelelahan otot.
orang lain dan atau 3. Mampu mengenali
aktivitas lain, aktivitas nyeri (skala, 3. Dorong pasien 3. Membantu untuk
yang berulang) intensitas, frekunsi untuk mendiskusi menghilangkan
8. Mengekspresikan dan tanda nyeri) masalah ansietas,pasien dapat
perilaku ( misalnya : 4. Menyatakan rasa sehubungan merasakan
gelisah, merengek, nyaman setelah dengan cedera. kebutuhan untuk
menangis) nyeri berkurang menghilangkan
9. Masker wajah pengalaman
( misalnya : mata kurang kecelakaan.
bercahaya, tampak
kacau, gerakan mata 4. Kontrol 4. Membantu
berpencar, atau tetap lingkungan yang mengurangi rasa
pada satu fokus dapat nyeri
meringis) mempengaruhi
10. Sikap melindungi area nyeri seperti suhu
nyeri ruangan,
11. Fokus menyempit pencahayaan dan
( misalnya : gangguan kebisingan
persepsi nyeri, hambatan
proses berpikir, 5. berikan obat 5. Diberikan untuk
penurunan interaksi sesuai indikasi: penurunan nyeri
dengan orang dan narkotika dan atau spasme otot.
lingkungan) analgestik non
12. Indikasi nyeri yang karkotik :NSAID
diamati injeksi contohnya
13. Perubahan posisi untuk ketoralak
menghindari nyeri
14. Sikap tubuh melindungi
15. Dilatasi pupil
29
5. Resiko infeksi 1. Klien bebas dari 1. Kaji sisi pen / 1. Dapat mengindikasi
Faktor faktor resiko : tanda dan gejala kulit perhatian timbul infeksi lokal/
1. Penyakit kronis infeksi keluhan nekrosis jaringan,
a) DM 2. Mendeskripsikan peningkatan nyeri yang dapat
b) Obesitas proses penularan / rasa terbakar menimbulkan
2. Pengetahuan yang tidak penyakit, faktor atau adanya osteomielitis.
cukup untuk menghindari yang mempengaruhi edema, eritema,
pernanjanan patogen penularan serta drainase, / bau
3. Pertahanan tubuh primer penatalaksaannya tidak enak
yang tidak ade kuat 3. Menunjukan
a) Ganguan peristaltik kemampuan untuk 2. Kaji tonus otot, 2. Kekakuan otot,
b) Kerusakan integritas mencegah refleks tendon spasme tonik otot
kulit terjadinya infeksi dalam dan rahang dan disfagia
c) Perubahan sekresi ph 4. Jumlah leukosit kemampuan menunjukan
d) Penurunan kerja dalam batas normal untuk berbicara terjadinya tetanus.
siliaris 5. Menunjukan prilaku
hidup sehat
33
4. Implementasi
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien
(Murwani, 2007).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
evaluasi merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang
berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai
atau perlu pendekatan lain ( Muwarni, 2007).
Setelah melakukan tindakan keperawatan maka hasil evaluasi yang
diharapkan untuk pasien post op fraktur tertutup ekstremitas bawah yaitu :
1. Melaporkan nyeri terkontrol
a. Menggunakan banyak pendekatan untuk mengurangi nyeri
b. Menyatakan bahwa obat yang dipakai efektif dalam mengontrol nyeri
2. Memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat
a. Warna kulit normal dan kulit hangat
b. Respon pengisisan kapiler normal
c. Bengkak berkurang
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4. Klien mampu meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat
yang memungkinkan dan mampu memenuhi ADL secara bertahap.
5. Peningkatan kesehatan
a. Makan diet seimbang yang memadai
b. Memelihara hidrasi yang kuat
c. Berhenti merokok
d. Melakukan latihan napas
e. Melibatkan diri dalam latihan yang dianjurkan
35
tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada
evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat
wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa
keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.
3) Evaluasi hasil.
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku
klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat
pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
(a) Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
(b) Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan
sebahagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
(c) Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa
keperawatan baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak
teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Subjective adalah informasi
berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan.
Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan. Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective
dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa data.
37
C. Kerangka Teori
Etiologi :
1) Trauma langsung
2) Trauma tidak langsung
3) Trauma patologis
Manifestasi Klinis :
a. Deformitas.
b. Pembengkakan.
c. Memar (ekimosis).
d. Spasme otot.
e. Nyeri.
f. Ketegangan.
g. Kehilangan fungsi.
h. Gerakan abnormal.
i. Perubahan neurovaskuler.
j. Syok.
Gambar 2.2
Kerangka teori menurut Muttaqin (2008), Padila (2012),
Nurarif & Kusuma,(2016).
38
D. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah pengkajian keperawatan pada pasien dengan Post op
fraktur tertutup ekstremitas bawah di Ruang Bedah RSUD Dr. Abdul Aziz
Kota Singkawang tahun 2017?
2. Bagaimanakah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien
dengan Post op fraktur tertutup ekstremitas bawah di Ruang Bedah RSUD
Dr. Abdul Aziz Kota Singkawang pada tahun 2017 ?
3. Bagaimanakah intervensi keperawatan yang efektif untuk mengatasi Post
op fraktur tertutup ekstremitas bawah di Ruang Bedah RSUD Dr. Abdul
Aziz Kota Singkawang tahun 2017 ?
4. Bagaimanakah implementasi keperawatan yang efektif untuk mengatasi
Post op fraktur tertutup ekstremitas bawah di Ruang Bedah RSUD Dr.
Abdul Aziz Kota Singkawang tahun 2017 ?
5. Bagaimanakah hasil evaluasi asuhan keperawatan pada pasien Post op
fraktur tertutup ekstremitas bawah di Ruang Bedah RSUD Dr. Abdul Aziz
Kota Singkawang tahun 2017 ?
6. Bagaimanakah dokumentasi asuhan keperawatan pada pasien dengan Post
op fraktur tertutup ekstremitas bawah di Ruang Bedah RSUD Dr. Abdul
Aziz Kota Singkawang tahun 2017 ?