Anda di halaman 1dari 8

LKPD 1 :Mengidentifikasi dan Mengontruksi Nilai-Nilai dari Informasi Teks Cerita Sejarah

Tujuan
Pada akhir kegiatan ini, peserta diharapkan dapat mengidentifikasi informasi dan mengontruksi
nilai-nilai dari informasi teks cerita sejarah.

Petunjuk Kegiatan
a. Kerjakanlah tugas secara berkelompok.
b. Setiap kelompok bertugas membaca teks cerita sejarah.
c. Setiap kelompok membaca dan mendata informasi yang terdapat cuplikan dua teks, teks cerita
sejarah dengan teks sejarah yang tersedia pada bahan ajar ini dengan cermat!
d. Secara individu, peserta didik mengontruksi nilai-nilai dari informasi teks cerita sejarah yang
sudah didata dan dirancang dalam sebuah teks eksplanasi.

LKPD 1.1 : Menentukan Isi Informasi Teks Cerita Sejarah Gemuruh Paregreg
TerbelahnyaSinggasana Kerajaan Majapahit karya Wahyu H.R. (2013: 329)
Tetapi sebetulnya yang membuat gusar pihak Kadaton Kulon adalah hubungan Kedaton Wetan
dan Dinasti Ming Cina. Sebagaimana diketahui, semenjak Kaisar Yung Lo berkuasa, Cina mulai
melebarkan sayap kekuasaannya. Serangan militer Majapahit ke Swarnabhumi tahun 1397 setelah
menghancurkan Dharmasraya lalu memindahkan ibu kota ke Palembang berjalan mulus tanpa
gangguan Cina, karena pada waktu itu Cina sedang mengalami situasi dalam negeri yang sulit. Pada
waktu itu Kaisar Hung Wu sering sakit-sakitan dan mulai ada kasak-kusuk mengenai pergantian
kekuasaan. Kematian Kaisar Hung Wu pada tahun 1398 mengakibatkan pemberontakan di dalam
negeri. Oleh karena itu, setelah Kaisar Yung Lo berkuasa ia segera mengubah kebijakan politik luar
negerinya menjadi agresif. Ia tidak ingin Majapahit menjadi jaya seperti dulu lagi. Sekarang adalah
saatnya Cina bangkit memimpin dunia. Perlahan namun pasti, pengaruhnya mulai terasa
menggerogoti kekuasaan negeri-negeri selatan.

Untuk mengukur kemampuan menentukan isi informasi dari teks cerita sejarah, peserta didik
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berada dalam kolom di bawahnya!
Pertanyaan Teks Cerita Sejarah Jawaban
1. Kapan dan di manakah latar waktu cerita
dalam kutipan novel sejarah tersebut dibuat?
2. Peristiwa apa saja yang dikisahkan?

3. Siapa saja tokoh yang terlibat dalam


penceritaan?
4. Apakah latar waktu, tempat, tokoh, dan
peristiwa sudah dikenal atau belum?
5. Di bagian apa saja yang menandakan bahwa
novel tersebut tergolong ke dalam novel
sejarah?
LKPD 1.2 : Menjelaskan dan Mengidentifikasi Informasi dari Struktur Teks Cerita Sejarah

Bacalah cuplikan teks cerita sejarah Dyah Pitaloka Senja di Langit Majapahit karya Hermawan Aksan
(2005: 315-321) berikut ini.
Langit yang menaungi Negeri Sunda tetap kelabu, mega-mega ikut berduka, dan gerimis turun
tatkala menghadap Bunisora serombongan utusan dari Majapahit Wilwatikta. Ketiga pemimpin
urusan itu, masing-masing Sang Dharmmadhyaksa Ring Kacaiwan (kepala agama Siwa),
Dharmmadhyaksa Ring Kasogatan (kepala agama Buddha), dan Dharmmadhyaksa Ring Waisnawa
(kepala agama Wisnu), yang disertai pengiring masing-masing, disambut gembira Mangkubumi
Bunisora dan para pangagung negeri.
Para utusan menyampaikan surat prabu Hayam Wuruk yang tertulis di lembar-lembar lontar.
Bunisora mengurai empat lembar surat lontar Prabu Hayam wuruk.
Prabu Hayam Wuruk bercerita tentang kesalahpahaman antara Mahapatih Gajah Mada dan utusan
Negeri Sunda sehingga terjadi perang di Tegal Bubat. Semua orang Negeri Sunda, termasuk Prabu
Maharaja Linggabuana dan sang putri Dyah Pitaloka, gugur. Jumlahnya 93 orang. Di pihak lain,
Majapahit kehilangan 1.274 prajuit dan perwira, 9 ekor gajah, dan 18 ekor kuda.
Raja Majapahit juga memohon maaf atas segala kesalahan dan perbuatan yang telah dilakukan oleh
para senapati dan pasukannya, seraya berharap semoga gugurnya sang Prabu Maharaja tidak
membawa celaka dan melenyapkan kesentosaan hidup penduduk Negeri Majapahit.
Karena itu, Sri Rajasanagara Hayam Wuruk berjanji dengan sepenuh hati kepada wakil raja Sunda,
yaitu Mangkubumi Bunisora dan segenap pangagung kerajaan, angkatan perang, keluarga raja,
serta penduduk di seluruh wilayah Negeri Sunda, bahwa Majapahit tidak akan menyerang Negeri
Sunda dan tidak ingin menguasainya. Sebaliknya, Negeri Sunda diharapkan tidak melakukan
serangan balasan kepada Majapahit dan menganggap peristiwa Bubat itu sebagai peristiwa yang
sudah lewat.
Majapahit ingin bekerja sama dan bersahabat dengan Negeri Sunda, masing-masing sebagai
negera merdeka yang tidak akan bertentangan. Majapahit berjanji tidak akan menyakiti hati
penduduk Negeri Sunda untuk kedua kalinya.
Mangkubumi Bunisora Suradipati dan para petinggi serta keluarga raja terpaku tanpa kata setelah
membaca surat Raja Wilwatikta.
Air mata pun tertahan lagi tumpah bersama-sama.
Mereka merasakan duka sangat dalam.
Mangkubumi Suradipati segera mengutus dutanya pergi ke Wilwatikta, mengambil jenazah Prabu
Maharaja, putri Dyah Pitaloka, para kesatria, dan semua prajurit Negeri Sunda yang gugur
di Palagan Bubat.
Ketika berhari-hari kemudian semua jenazah tiba di istana, permaisuri Nay Lara Lisning dan
Mangkubumi Suradipati hanya bisa menatap nanar, dan kemudian sama-sama terisak tak mampu
menahan lagi duka yang tak terkira.
“Hina sekali perilaku Sang Patih Gajah Mada, sama sekali tak punya rasa kasihan,” batin
Mangkubumi Suradipati.
Tubuh Prabu Maharaja yang tanpa nyawa itu tetap memancarkan bau harum kembang empat
puluh rupa.
Dan di wajah sang putri Dyah Pitaloka masih tersungging senyum yang penuh cinta.
Besoknya, semua jenazah dibakar dengan upacara keagamaan yang khidmat.
Jenazah Prabu Maharaja dibakar di atas tumpukan kayu cendana yang wanginya semerbak
memenuhi udara. Sesudah itu, jenazah sang putri Dyah Pitaloka. Disusul yang lain-lainnya.
Mengelilingi lapangan upacara, ribuan penduduk Negeri Sunda menyaksikan dengan penuh duka.
Selain menggemparkan di negeri sendiri, peristiwa Bubat juga menjadi heboh bagi negeri-negeri
lain di Nusantara sehingga Prabu Maharaja Linggabuana menjadi masyhur. Karena itulah, semua
yang
mengetahui dan mengenalinya memberikan gelar kepada Prabu Maharaja Linggabuana sebagai
Prabu Wangi. Namanya wangi semerbak ke segenap pelosok wilayah Nusantara, sebagai raja yang
berani membela martabat negeri dan rakyatnya, dan gugur sebagai bunga Negeri Sunda.
Sementara itu, sang Dyah Pitaloka terus dikenang sebagai sumber ilham di sepanjang zaman.
Di istana Majapahit, Sri Rajasanagara jatuh sakit yang lama, karena kahyun ira masteri lawan Dyah
Pitaloka tan siddha, akibat duka dan penyesalan, tak tercapai hasratnya mempersunting Dyah
Pitaloka tercinta. Ayah sang Prabu, Kertawardana, ibunya Tribhuanattunggadewi, dan adik-
adiknya, Bre Lasem dan sang suami Raja Mataram Rajasawardana serta Bre Pajang dan sang suami
Raja Paguhan Prabu Singawardana, yakin bahwa nama buruk Majapahit akibat peristiwa Bubatlah
yang membuat Sri Rajasanagara sakit parah. Semua akibat prakarsa dan ulah Mahapatih Gajah
Mada. Mereka memutuskan bahwa Gajah Mada harus ditangkap guna mendapatkan hukuman
yang setimpal.
Namun, rencana keluarga keraton dapat diketahui terlebih dulu oleh kaki tangan Mahapatih Gajah
Mada. Karena itu, ketika pasukan Bhayangkara Majapahit tiba di puri tempat tinggalnya,
Mahapatih
Gajah Mada lolos, tanpa seorang pun yang mengetahui tempat persembunyiannya. Gajah Mada,
pahlawan terbesar sepanjang sejarah Majapahit Wilwatikta, orang pertama yang mempersatukan
seluruh Nusantara, kemudian hanya menjadi orang buruan. Rusak susu sebelanga karena nila
setitik. Namanya menjadi tercela karena terlalu mementingkan cita-cita besarnya tanpa memiliki
satu hal
yang tak kalah besar.
Cinta.
Bardasarkan cuplikan teks cerita sejarah tersebut, lakukan kegiatan penjelasan dan
pengidentifikasian struktur teks cerita sejarah ke dalam kolom berikut ini.
Identifikasi Struktur Teks Cerita Sejarah
Kutipan Novel Sejarah Struktur Keterangan
Orientasi

Pengungkapan
peristiwa

Menuju konflik
(rising action)

Puncak Konflik

Resolusi

Koda
LKPD 1.3 : Menentukan Informasi dari Dua Teks yang Berbeda, Teks Cerita Sejarah dengan
Teks sejarah

Bacalah cuplikan Teks Cerita Sejarah Gajah Mada Hamukti Palapa karya Langit Kresna Hariadi
(2007)
“Aku bersumpah untuk tidak akan beristirahat,” Gajah Mada berteriak. “Lamun huwus kalah
Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ing Haru, ring
Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasek, samana ingsun amukti palapa.”

Senyap pendapa Bale Maguntur mendengar sumpah yang disaksikan matahari yang panas
menggila. Sumpah itu terlampau mengerikan bagi sahabat-sahabat Gajah Mada karena betapa
keras kerja yang harus dilakukan untuk mewujudkan. Namun, orang seperti Gagak Bongol,
Aditiawarman, dan bahkan Pancaksara yang memahami pikiran Gajah Mada bisa memahami dan
menganggapnya sangat masuk akal (Hariadi, 2007:677-681).

Selanjutnya, bacalah cuplikan teks sejarah Gajah Mada Sistem Politik dan Kepemimpinan karya
Enung Nurhayati
Sumpah Palapa Manifestasi Sistem Politik Gajah Mada

Gajah Mada mengucapkan sumpah palapa dengan ikhlas oleh karenanya dia amat marah ketika
diejek sewaktu mengucapkan
sumpahnya itu di balairung Majapahit. Kesungguhan sumpah Gajah Mada terlihat dari
perbuatannya dalam melaksanakan program politik penyatuan Nusantara, karena hakikatnya,
sumpahnya itu merupakan pengumuman resmi tentang program politik pemerintahan yang
dipimpinnya. Gajah Mada bisa dinyatakan sebagai pemimpin di dalam menentukan dan
melaksanakan program politik pemerintahan, karena dia sebagai Mahapatih Amangkhubumi
Majapahit yang semasa itu kerajaan dipimpin oleh seorang Rani Tribhuwanottunggadewi. Berikut
kutipan dari Serat Pararaton yang menjelaskan sumpah Gajah Mada (Brandes, 1920: 36 dalam
kutipan Nurhayati, 2018:40).

Sira Gajah mada patih amangkhubumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: “Lamun huwus
kalah nuṣantara isun amukti palapa; lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Taňjung pura, sira Haru,
ring Pahang, Dompo, ring Bali, Suṇḍa, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”. Sira sang
mantri samalungguh ring panangkilan pěpěk. Sira Kěmbar apaměleh, sira Jabung terewes, sira
Lěmbu pětěng gumuyu. Tumurin sira Gajah mada matur ing talampakan bhaṭara ring Koripan,
runtik sira kataḍahan kabuluhan denira arya Tadah. Akweh doṣanira Kěmbar, sira Warak ingilakěn,
tan ucapěn sira Kěmbar, sami mati.
Berdasarkan kedua cuplikan teks yang berbeda tersebut, tentukanlah informasi dari teks cerita
sejarah dengan teks sejarah dengan mengisi kolom berikut.

Informasi Teks Cerita Sejarah Gajah Mada Hamukti Palapa


No Teks Cerita Sejarah Teks Sejarah
(Gajah Mada Hamukti Palapa) (Gajah Mada Sistem Politik dan Kepemimpinan)
1

5
LKPD 1.4 : Mendata dan Merancang Nilai-Nilai dari Informasi Teks Cerita Sejarah

Bacalah kutipan novel sejarah Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer karya Pramoedya Ananta
Toer (2011a) berikut ini.
Jadi aku hendak bercerita tentang buangan yang lain lagi, tentang sejumlah orang yang terbuang
hanya karena mereka itu perawan remaja yang diinginkan. Cerita ini aku himpun dari teman-
teman yang pernah bertemu dengan mereka, baik langsung atau tidak.

Pada senja hari 16 Agustus 1969 kami, sekitar 800 orang, telah berada di atas Kapal “Adri” 15,
meninggalkan Pelabuhan Sodong, Nusa Kambangan. Kapal berangkat. Kami berangkat ke
pembuangan di Pulau Buru. Besok adalah 17 Agustus 1969, ulang tahun proklamasi ke-24. Ada di
antara kami yang waktu belum lahir (Toer, 2011a:46-53).

Berdasarkan cuplikan teks cerita sejarah tersebut, lakukanlah pendataan nilai-nilai dari informasi
teks cerita sejarah keterkaitannya dengan kehidupan saat ini.
Pendataan Keterkaitan Teks Cerita Sejarah Dengan Kehidupan Saat Ini
No Kutipan Novel Nilai-nilai dalam Keterkaitannya
Novel dengan kehidupan
1

5
LKPD 1.5 : Mengontruksi Nilai-Nilai dari Informasi Teks Cerita Sejarah dalam sebuah teks
eksplanasi

Berdasarkan hasil pengerjaan LKPD 1.4. peserta didik selanjutnya secara individu mengontruksi
nilai-nilai dari informasi teks cerita sejarah dalam sebuah teks eksplanasi.

………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………

Anda mungkin juga menyukai