Dalam Pasal 1320 ayat (4) KUHPer mengenai syarat sahnya perjanjian bahwa kawin
kontrak tersebut adalah tidak sah, hal ini diperkuat oleh Pasal 1335 KUHPer yang
berbunyi suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang
palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.
Namun pada Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan telah diuji materi di Mahkamah Konstitusi
melalui putusan No.46/PUU-VIII/2010, yang bunyi putusannya adalah anak yang
dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan
keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum
mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.”
Hukum waris bagi yang beragama Islam diatur dalam KHI, sedangkan bagi yang tidak
beragama islam diatur dalam KUHper. Untuk yang tidak beragama islam, berdasarkan
Pasal 852 KUHPer, yang berhak mewaris, Golongan I, yaitu suami/isteri yang hidup
terlama dan anak-anak beserta keturunannya terus kebawah tanpa batas. Sedangkan
untuk yang beragama islam, berdasarkan Pasasl 174 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam
atau KHI, kelompok ahli waris menurut hubungan darah yaitu : (a) golongan laki-laki
terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek, dan (b) golongan
perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek. Apabila
semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya : anak, ayah, ibu, janda
atau duda, sesuai dengan Pasasl 174 ayat (2) . Sehingga, anak yang lahir dari luar
perkawinan berhak untuk mendapatkan warisan dari ayahnya.
Jika dilihat dari Pasal 26 ayat (1) UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak , berbunyi :
(1) Orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk :
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
b. menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; dan
d. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
Berdasarkan uraian diatas, hal ini bisa menjadi salah satu alasan agar seorang anak bisa
mendapatkan warisan dari ayah biologisnya, sepanjang dia bisa membuktikan bahwa
memang benar anak biologis dari ayahnya.
Sedangkan, Pasal 144 berbunyi 'Setiap orang yang melakukan perkawinan mutah
sebagaimana dimaksud Pasal 39 dihukum dengan penjara selama-lamanya 3 (tiga tahun,
dan perkawinannya batal karena hukum.' Jika RUU KUHP tersebut disahkan DPR, maka
akan ada tindak pidana untuk pihak yang melakukan perkawinan kontrak.