Pendahuluan
Saat ini pemerintah melalui Kementerian Pertanian menggalakkan program optimalisasi
pemanfaatan pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). KRPL
merupakan suatu rancangan yang diharapkan rumah agar masyarakat mengusahakan
pekarangan secara intensif untuk dimanfaatkan dengan berbagai sumberdaya lokal secara
bijaksana yang menjamin kesinambungan penyediaan bahan pangan rumah tangga yang
berkualitas dan beragam. Prinsip-prinsip pengembangan KRPL yaitu pemanfaatan pekarangan
yang ramah lingkungan dan dirancang untuk ketahanan serta kemandirian pangan, diversifikasi
pangan berbasis sumber daya lokal, konservasi sumberdaya genetik pangan (tanaman, ternak,
ikan), dan menjaga kelestariannya melalui kebun bibit desa (KBD) dan pada akhirnya
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dampak dari program ini diharapkan
dapat terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi
pemanfaatan pekarangan secara lestari, meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat
dalam pemanfaatan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman
pangan, buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), ternak dan ikan, serta pengolahan
hasil dan limbah rumah tangga menjadi kompos, terjaganya kelestarian dan keberagaman
sumber pangan lokal serta berkembangnya usaha ekonomi produktif keluarga untuk menopang
kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan lestari dan sehat.
Selain prinsip-prinsip pengembangan KRPL yang telah disebutkan, prinsip estetika juga
penting dalam pengembangan KRPL. Prinsip estetika dalam KRPL dimaksudkan bahwa
pemanfaatan pekarangan tidak hanya untuk kemandirian pangan saja tetapi juga menjadikan
pekarangan lebih indah, lebih nyaman dan tentunya lingkungan menjadi lebih berkualitas.
Estetis berhubungan langsung dengan nilai keindahan, tanaman bisa dijadikan objek
yang memiliki nilai keindahan. Menurut Richard (1982) nilai estetika dari tanaman diperoleh dari
perpaduan antara warna (daun, batang, bunga), bentuk fisik tanaman (batang, percabang,
tajuk), tekstur tanaman, skala tanaman, dan komposisi tanaman, nilai estetika juga dapat
diperoleh dari satu tanaman, sekelompok tanaman yang sejenis, kombinasi tanaman berbagai
jenis ataupun kombinasi antara tanaman dengan element lainnya misalnya pot. Kesan estetis
dalam konteks lingkungan itu menyebabkan nilai kualitasnya bertambah. Robinette (1984)
menyatakan bahwa tanaman tidak hanya mempunyai nilai estetika saja tetapi juga sebagai
penyatu atau penekan, pelengkap, penanda, pelunak, dan sebagai pemigura pemandangan.
Penampilan dari tanaman sendiri menjadi penting agar tidak mengurangi keindahan yang sudah
tercipta dan kenyamanan.
Pekarangan menjadi lebih indah berkaitan dengan pola penataan atau peletakan
tanaman di pekarangan. Penataan atau perletakan tanaman harus disesuaikan dengan tujuan
perencanaan tanpa melupakan fungsi tanaman sebagai pendukung program KRPL. Pekarangan
menjadi lebih nyaman dan menjadi lebih berkualitas, menurut Hermin dalam Aprilia (2012)
bahwa saat ini sayuran juga bisa dijadikan tanaman pengganti tanaman hias. Tanaman sayur
yang hijau dari unsur disain bisa lebih memberi kesegaran pekarangan dan pemilik rumah pun
dapat menikmati hasilnya saat panen. Banyak manfaat yang diperoleh dengan memiliki taman
sayur. Bukan hanya dari nilai estetis dan produktifnya, tetapi bisa memberikan udara segar di
lingkungan rumah. Pekarangan pun akan terlihat lebih hijau.
Dalam pengembangan program KRPL, prinsip estetika bukan menjadi tujuan akhir,
namun demikian sebagian besar pelaksanan program KRPL khususnya di wilayah perkotaan
menganggap bahwa estetika mempunyai nilai tersendiri. Misalnya KRPL sebagai sarana rekreasi
keluarga, media belajar anak-anak, sarana penyaluran hobi, sumber inspirasi. Faktor-faktor
yang mendukung pelaksanaan KRPL terkait dengan nilai estetika antara lain pemilihan
komoditas dan penataan atau peletakan tanaman.
Pemilihan Komoditas
Pemilihan jenis komoditas yang dikembangkan dalam KRPL adalah komoditas yang
tentunya dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga, kemudian komoditas tersebut
berbasis sumber pangan lokal, serta bernilai ekonomi. Komoditas hortikultura sangat
“prospektif” untuk dikembangkan mengingat kuantitas dan kualitas sumber daya lahan yang
besar seperti tanaman sayuran, buah-buahan, dan obat-obatan (Lakitan, 1995).
Agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik maka pemilihan komoditas tersebut
harus disesuaikan dengan faktor agroklimat serta perlu dipertimbangkan faktor luas pekarangan
yang dimiliki.
Tabel 1. Jenis-jenis sayuran menurut ketinggian tempat, jenis tanah, cara perbanyakan, dan
panen
a. Agroklimat
Faktor agroklimat dapat diubah sesuai dengan keperluan sayuran yang kita tanam
apabila kita menanam sayuran dalam pot atau posisi ketinggian lokasi tempat tinggal kita tidak
sesuai dengan syarat tumbuh ketinggian tempat. Faktor-faktor tersebut antara lain jenis tanah,
pH tanah, curah hujan dan banyaknya sinar matahari, sedangkan suhu dan kelembaban udara
sangat sulit untuk diubah. Contoh 1) jenis tanah : media tanam yang terdiri dari campuran
tanah subur, pupuk kandang dan pasir dapat diatur perbandingannya sesuai dengan keperluan
masing-masing jenis sayuran yang ditanam, 2) pH tanah dapat diturunkan dengan menambah
kapur pada media tanamnya, atau 3) curah hujan dan sinar matahari dapat diatur banyaknya
dengan mengontrol penyiraman dan memberi naungan. Suhu dan kelembaban udara hanya
dapat diubah dengan menggunakan rumah kaca, sehingga untuk penanaman sayuran di
pekarangan, jenis sayuranlah yang disesuaikan dengan kedua faktor tersebut, dimana kedua
faktor tersebut sangat terkait dengan ketinggian tempat dari permukaan laut. Penanaman
dengan skala besar, gunakanlah benih/biji, untuk skala kecil dapat digunakan stek atau anakan
(Binyamina, 2009). Pada Tabel 1 dapat dilihat beberapa jenis sayuran dengan kondisi tanah dan
iklim yang diperlukannya. Tabel tersebut dapat sebagai acuan untuk memilih komoditas
berdasarkan agroklimat lokasi penanaman.
Pemilihan komoditas perlu memperhatikan luas lahan pekarangan yang dimiliki dan
disesuaikan dengan kebutuhan terutama untuk mencukupi kebutuhan pangan. Contoh
pemilihan komoditas berdasarkan strata yang memperhatikan nilai estetika yaitu pada strata I
sebaiknya komoditas yang dipilih yaitu sawi, kucai, pakcoi, kangkung, bayam, kemangi, caisim,
seledri, selada bokor, bawang daun. Dapat pula mananam tanaman yang bertajuk lebar tetapi
harus dibatasi jumlahnya. Tanaman tersebut misalnya cabai, terong, tomat, buncis tegak. Bila
dalam pemilihan komoditas pada strata I banyak menanam tanaman tinggi dan tanjuknya lebar
sehingga tanaman itu akan menutupi rumah maka dari segi estetika tanaman tersebut
menjadikan rumah terlihat rungkut (tidak indah). Berikut adalah tabel pengelompokan
komoditas berdasarkan strata.
4 • Tipe 54 m2 atau • Sayuran: Sawi, Kucai, Pakcoi, • Sayuran : Cabai, Sawi, Kenikir,
60 m2 dengan Bayam, Kangkung, Kemangi, Terong, Tomat, Bayam,
total luas tanah Caisim, Seledri, Selada Bokor Kangkung, Kacang panjang,
kurang lebih 120 • Toga: Kencur, Antana Gempur Kecipir, Buncis Tegak &
m2 Batu, Daun Jinten, Sambiloto, Rambat, Katuk, Kelor, Labu
Jahe merah, Binahong, Sirih. Kuning
• Pekarangan luas • Sayuran: Cabai, Terong, Tomat, • Toga : Jahe, Kencur, Lengkuas,
(> 400 m2) Kecipir, Kacang panjang, Kunyit, Temulawak, Sirih, Lidah
Mentimun, Kenikir, Buncis Tegak Buaya
dan Buncis Rambat Katuk, Kelor, • Ternak Kambing, Domba
Labu Kuning dan/atau ayam buras
• Toga : Jahe, Kencur, Kunyit, • Pemeliharaan ikan atau lele:
Temulawak, Sirih Hijau/Merah, Lele/Nila/Gurame
Pegagan, Lidah Buaya, • Intensifikasi pekarangan:
Sambiloto, Kumis Kucing. Sayuran/Buah/Umbi/ Kacang-
• Buah : Pepaya, Jambu biji, kacangan
Srikaya, Sirsak Belimbing, Jeruk Sayuran
Nipis/Limau, Mangga, Pisang • Tanaman Pangan
• Tanaman pangan: Talas, • Intensifikasi pagar : Kaliandra,
Ubijalar, Ubikayu, Ubikelapa, Dadap, Gliriside, Rumput,
Garut, Ganyong, Jagung, atau Garut, Talas, Pisang, Nenas ,
tanaman pangan lokal lainnya. Melinjo, Ganyong, Garut,
• Pemeliharaan ikan : Katuk, Kelor, Labu Kuning
Lele/Nila/Gurame
• Ayam buras
Sumber : Kementerian Pertanian (2012)
Penataan atau Peletakan Tanaman
Penataan dan peletakan tanaman di pekarangan ditentukan berdasarkan kondisi dan
kebutuhan masyarakat setempat. Tanaman yang ditanam di pekarangan tidak hanya dapat
ditanam langsung ke tanah, namun dapat dikreasikan. Contohnya seperti penanaman tanaman
buat dalam pot (tabulampot), atau penanaman dengan memanfaatkan media secara vertikal
seperti verticulture atau vertical garden. Dengan begitu pekarangan dapat terlihat lebih indah
dan bervariasi (Arifin, 2013). Arifin juga mengatakan bahwa umumnya keberadaan pekarangan
masih terorientasi pada desa padahal halaman kecil di depan rumah di perkotaan pun masih
bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan potensi pekarangan. Pemanfaatan pekarangan yang
sempit di perkotaan kini sudah teratasi dengan hadirnya variasi penanaman tanaman yang tidak
perlu menggunakan lahan luas misalnya tabulapot (tanaman buah dalam pot), vertikiultur yang
memanfaatkan lahan pekarangan secara vertikal dengan menanam tanaman rambat ataupun di
dalam pot gantung. Sedangkan pada lahan pekarangan di pedesaan hal-hal tersebut akan
semakin meningkatkan potensi lahan pekarangan yang ada. Biasanya lahan pekarangan rumah
di desa cukup luas, sehingga masih banyak pekarangan di desa yang mengkombinasikan antara
penanaman tanaman yang bermanfaat yang bisa langsung diambil untuk konsumsi dengan
beternak unggas ataupun memelihara ikan. Pemanfaatan lahan pekarangan seperti itu dapat
menjadikan lahan pekarangan sebagai sumber vitamin hidup bagi pemilik pekarangan. Berikut
ini alternatif pola penataan berdasarkan strata luas pekarangan.
Penutup
DAFAR PUSTAKA
Agus Hermawan et al . 2012. 313 Kreasi Inspiratif Masyarakat Karomah Pari (Kawasan Rumah
Pangan Lestari)di Jawa Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Ungaran
Arifin, Hadi Susilo. 2013. Task: Write a synopsis of the above slide presentation of rural
landscape services. http://hsarifin.staff.ipb.ac.id/2013/09/26/task-for-landscape-
management-students/ diunduh 11 Maret 2014
Lakitan, B., 1995. Hortikultura Teori Budidaya dan Pasca Panen. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Mardiharini, Maesti., Purnomo, Sudarmadi., Hanifah, Vyta Wahyu., Andrianyta, Harmi. 2013,
Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m KRPL)
dan sinergi program TA 2013. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Robinette, Garry O. 1984. How to Make Cities Liveable. Van Nostrard Reinhold Company.
Richard L. Austin. 1982. Designing with Plant. New York : Van Nostrand Reinhold, c1982.