Anda di halaman 1dari 54

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan yang pesat dari teknologi informasi membutuhkan sebuah

sistem dimana dapat digunakan untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan, dan

menyalurkan informasi yang memiliki keakuratan yang tinggi. Manusia sebagai homo

socius diberikan kemampuan untuk berkomunikasi dalam mengatasi lingkungannya.

Tidak hanya dalam lingkaran kecil kekerabatan, tapi meluas hingga pemanfaatan

potensi alam raya. Tata cara komunikasi yang dilakukan manusia memiliki riwayat

tumbuh kembang yang panjang dan beraneka raga, sejak zaman prasejarah hingga era

teknologi satelit dewasa ini. Sejarah mencatat, manusia tradisional telah

menggunakan lambang – lambang isyarat sebagai alat komunikasi. Sekitar 500 tahun

sebelum Masehi, Darius, raja Persia menempatkan prajuritnya di tiap puncak bukit

lalu saling berteriak satu sama lain dalam menyalurkan informasi. Sementara itu,

Bangsa Indian dapat berkomunikasi pada jarak puluhan mil dengan teknik hembusan

asap.1

Demikian pula dengan usaha di bidang penyiaran (Radio), yang mengalami

perkembangan yang pesat sejak tahun 80-an, seiring dengan berkembangnya promosi

perusahaan-perusahaan. Pemunculan radio-radio baru, menjadikan persaingan di

bidang ini dan menjadi suatu hal yang sangat ketat, sehingga lahan bisnis ini menjadi

1
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=2a
hUKEwih4dzasI_lAhUOeisKHZo7BvwQFjAAegQIBBAC&url=https%3A%2F%2Fjurnal.usu.ac.id%
2Findex.php%2FHukumNegara%2Farticle%2Fdownload%2F19674%2F8405&usg=AOvVaw2FI73m
1R4JukfZLV_C377W, diakses 28 mei 2018
2

sempit, karena pelanggan dalam hal ini perusahaan-perusahaan pemasang iklan

memiliki banyak pilihan atau alternative untuk menjadikannya media dalam

penyampaian dalam promosi produk mereka.

Dengan adanya fenomena tersebut selain diperlukan kreatifitas yang tinggi,

bisnis radio pun memerlukan izin siar yang baik untuk memperoleh keuntungan dan

agar tetap bertahan. Untuk memperoleh keuntungan maka diperlukan sikap

profesionalisme yang tinggi dari radio tersebut juga harus mengetahui prosedur yang

telah ditetapkan dalam pendirian sebuah radio.

Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara

modulasi dan radiasi elektromagnetik (gelombang elektromagnetik). Gelombang ini

melintas dan merambat lewat udara dan bisa juga merambat lewat ruang angkasa

yang hampa udara, karena gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkut

(seperti molekul udara). Ketika gelombang radio dikirim melalui kabel kemudian

dipancarkan oleh antena, osilasi dari medan listrik dan magnetik tersebut dinyatakan

dalam bentuk arus bolak-balik dan voltase di dalam kabel. Dari pancaran gelombang

radio ini kemudian dapat diubah oleh radio penerima (pesawat radio) menjadi signal

audio atau lainnya yang membawa siaran dan informasi. 2

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran menyebutkan

bahwa frekuensi radio merupakan gelombang elektromagnetik yang diperuntukkan

bagi penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar

2
file:///C:/Users/USER/Downloads/jbptunikompp-gdl-hanyannim5-33907-8-unikom_h-i(1).pdf,
diakses 28 mei 2018
3

buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas. Seperti spektrum

elektromagnetik yang lain, gelombang radio merambat dengan kecepatan 300.000

kilometer per detik. Perlu diperhatikan bahwa gelombang radio berbeda dengan

gelombang audio. Gelombang radio merambat pada frekuensi 100,000 Hz sampai

100,000,000,000 Hz, sementara gelombang audio merambat pada frekuensi 20 Hz

sampai 20,000 Hz. Pada siaran radio, gelombang audio tidak ditransmisikan langsung

melainkan ditumpangkan pada gelombang radio yang akan merambat melalui ruang

angkasa. Ada dua metode transmisi gelombang audio, yaitu melalui modulasi

amplitudo (AM) dan modulasi frekuensi (FM)

Meskipun kata 'radio' digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan alat

penerima gelombang suara, namun transmisi gelombangnya dipakai sebagai dasar

gelombang pada televisi, radio, radar, dan telepon genggam pada umumnya. Dasar

teori dari perambatan gelombang elektromagnetik pertama kali dijelaskan pada 1873

oleh James Clerk Maxwell dalam papernya di Royal Society mengenai teori dinamika

medan elektromagnetik, berdasarkan hasil kerja penelitiannya antara 1861 dan 1865.

Pada 1878 David E. Hughes adalah orang pertama yang mengirimkan dan menerima

gelombang radio ketika dia menemukan bahwa keseimbangan induksinya

menyebabkan gangguan ke telepon buatannya. Dia mendemonstrasikan penemuannya

kepada Royal Society pada 1880 tapi hanya dibilang itu cuma merupakan induksi.

Adalah Heinrich Rudolf Hertz yang, antara 1886 dan 1888, pertama kali

membuktikan teori Maxwell melalui eksperimen, memperagakan bahwa radiasi radio


4

memiliki seluruh properti gelombang (sekarang disebut gelombang Hertzian), dan

menemukan bahwa persamaan elektromagnetik dapat diformulasikan ke persamaan

turunan partial disebut persamaan gelombang.

Banyak penggunaan awal radio adalah maritim, untuk mengirimkan pesan

telegraf menggunakan kode Morse antara kapal dan darat. Salah satu pengguna awal

termasuk Angkatan Laut Jepang memata-matai armada Rusia pada saat Perang

Tsushima di 1901. Salah satu penggunaan yang paling dikenang adalah pada saat

tenggelamnya RMS Titanic pada 1912, termasuk komunikasi antara operator di kapal

yang tenggelam dan kapal terdekat, dan komunikasi ke stasiun darat mendaftar yang

terselamatkan. Radio digunakan untuk menyalurkan perintah dan komunikasi antara

Angkatan Darat dan Angkatan Laut di kedua pihak pada Perang Dunia II; Jerman

menggunakan komunikasi radio untuk pesan diplomatik ketika kabel bawah lautnya

dipotong oleh Britania. Amerika Serikat menyampaikan Empat belas Pokok Presiden

Woodrow Wilson kepada Jerman melalui radio ketika perang. 3

Bagi lembaga penyiaran baik radio dan televisi yang belum mengantongi izin

stasiun radio (ISR) untuk legalitas penggunaan frekuensi maupun rekomendasi

kelayakan (RK) dari KPI, maka harus segera menghentikan siarannya pada 1

September 2008. Hal itu tertulis jelas dalam pengumuman Menkominfo tentang

Pelaksanaan Penegakan Hukum Atas Penggunaan Frekuensi Radio Untuk

3
file:///C:/Users/USER/Downloads/jbptunikompp-gdl-hanyannim5-33907-8-unikom_h-i(1).pdf,
diakses 28 mei 2018
5

Penyelenggaraan Penyiaran Nomor 196\/M.KOMINFO\/8\/2008. Dalam situs resmi

Dirjen Pos dan Telekomunikasi, dikatakan upaya penegakan hukum ini terpaksa

dilakukan karena dilatarbelakangi kondisi makin banyaknya ketidakteraturan

penggunaan frekuensi radio yang disebabkan banyaknya pelanggaran oleh pengguna

frekuensi radio yang tidak memenuhi persyaratan teknis serta tidak dilengkapi dengan

izin penggunaan frekuensi radio atau izin stasiun radio (ISR) pada pita frekuensi yang

telah diperuntukkan untuk keperluan penyiaran televisi, sebagaimana diatur dalam

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 76 Tahun 2003 tentang Rencana Induk

(Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Untuk

Keperluan Televisi Siaran Analog Pada Pita Ultra High Frequency (UHF).

Penegakan hukum ini baru efektif 1 September 2008. Yang akan menjadi

obyek penegakan hukum ini adalah yang menyebabkan terjadinya gangguan terhadap

pengguna frekuensi radio lain yang memiliki izin penggunaan frekuensi radio,

pengguna yang tidak dilengkapi dengan izin penggunaan frekuensi radio (ISR) dari

Ditjen Postel, serta yang tidak dilengkapi dengan rekomendasi kelayakan (RK) dari

KPI\/KPID. Selanjutnya disebutkan pula dalam pengumuman tersebut, bahwa

penegakan hukum tersebut akan dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:4

4
https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-995081/tv-dan-radio-yang-tak-berizin-dan-tak-miliki-rk-
harus-off-air, diakses 28 mei 2018
6

1. Bagi yang telah memiliki RK, namun belum memiliki ISR, menggunakan

frekuensi radio sesuai dengan Master Plan, dan tidak mengganggu kanal lainnya,

akan diberi ISR sesuai dengan prosedur yang berlaku.

2. Bagi yang telah memiliki RK, namun belum memiliki ISR, menggunakan

frekuensi radio tidak sesuai dengan Master Plan dan tidak mengganggu kanal

lainnya akan diberi ISR Sementara\/Sekunder sesuai dengan prosedur yang

berlaku dan pada saat digitalisasi diharuskan segera pindah ke siaran digital.

3. Bagi yang belum memiliki RK dan ISR diharuskan menghentikan siarannya (OFF

AIR).

4. Bagi yang telah memiliki ISR dan RK, tetapi mengganggu kanal lainnya,

diharuskan segera mentaati ketentuan teknis yang telah ditetapkan pada izinnya.

5. Bagi yang telah memiliki RK, belum memiliki ISR, menggunakan frekuensi radio

sesuai Master Plan tetapi mengganggu kanal lainnya, sepanjang memungkinkan

diharuskan mentaati ketentuan teknis untuk mencegah terjadinya gangguan.

Apabila tidak mungkin, maka diharuskan menghentikan siarannya (OFF AIR).

Penegakan terhadap stasiun radio yang tidak memiliki izin resmi dari

pemerintah perihal perizinan Spektrum Frekuensi Radio.5 Spektrum Frekuensi Radio

merupakan sumber daya alam yang terbatas yang mempunyai nilai strategis dalam

penyelenggaraan telekomunikasi dan dikuasi oleh negara. Pemanfaatan Spektrum

Frekuensi Radio sebagai sumber daya alam tersebut perlu dilakukan secara tertib,

5
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3345/Perizinan+Spektrum+Frekuensi+Radio/0/layanan
_kominfo, diakses 28 mei 2018
7

efisien dan sesuai dengan peruntukannya sehingga tidak menimbulkan gangguan

yang merugikan. Masih dalam laman yang sama, disebutkan bahwa penggunaan

spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya serta tidak saling

menganggu mengingat sifat spektrum frekuensi radio dapat merambat ke segala arah

tanpa mengenal batas wilayah negara. Penggunaan spektrum frekuensi radio antara

lain untuk keperluan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan

telekomunikasi khusus, penyelenggaraan penyiaran, navigasi dan keselamatan,

Amatir Radio dan KRAP, serta sistem peringatan dini bencana alam yang sangat

dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pelaksanaan pelayanan perizinan spektrum

frekuensi radio dilaksanakan dengan dukungan teknologi informasi berupa sistem

data processing dan database penggunaan frekuensi radio nasional (Sistem Informasi

Manajemen Frekuensi/SIMF), serta sistem pengawasan/monitoring penggunaan

frekuensi radio yang tersebar di seluruh ibu kota propinsi.

Mengenai aturan khusus yang dapat menjerat pelaku yang tidak memiliki izin

resmi dari pemerintah perihal perizinan penggunaan spektrum frekuensi radio, maka

kita mengacu pada ketentuan dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36

Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (“UU Telekomunikasi”) yang berbunyi:

“Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan

izin Pemerintah.”

Berdasrkan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi sanksi bagi mereka yang melanggar ketentuan pasal tersebut adalah

sanksi administrasi berupa pencabutan izin. Selain itu, pelanggar juga dikenakan
8

sanksi pidana Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi berupa pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda

paling banyak Rp400 juta. Kemudian, apabila tindak pidana dalam Pasal 33 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi tersebut

mengakibatkan matinya seseorang, berdasarkan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dipidana dengan pidana penjara

paling lama 15 tahun.

Kota Balikpapan merupakan salah satu kota yang paling meiliki potensi

besar dalam pendirian radio. Sampai sekarang sudah ada puluhan radio yang pernag

dan masih bertahan dalam frequensi penyiarannya, salah satunya adalah “Radio ozon

FM” yang masih bertahan hingga saat ini tidak memiliki izin spektrum frekuensi

radio . Bukanlah sebuah hal gampang di era globalisasi ini mendirikan suatu radio

swasta, tentunya banyak sekali prosedur yang harus dipenuhi perusahaan radio dalam

mendirikan dan menyelenggarakan sebuah perusahaan radio. Hal inilah yang

membuat penulis berkeinginan untuk mengkaji lebih lanjut dalam skripsi maka

penulis tertarik umtuk mengkaji mengenai tentang bagaimana hal yang

mengandung unsur tindak pidana pelangaran perizinan spektrum frekuensi radio bisa

semakin marak padahal sudah adanya penegakan hukumnya, yang mana kita ketahui

bahwa hal tersebut bertentangan dengan hukum. Oleh karena itu dalam penulisan

hukum ini penulis mengambil judul penulisan:


9

“PENEGAKAN HUKUM TERHADAP STASIUN RADIO YANG TIDAK


MEMILIKI IZIN PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO MENURUT
UNDANG UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMONIKASI “
10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang permasalahan di atas, penulis mengkaji

beberapa permasalahan pokok yang menjadi dasar pertanyaan dalam penelitian untuk

mengungkap kebenaraan terhadap pelaksanaan ahli ilmu pengetahuan tersebut

didasarkan pada pernyataan penelitian yang diantaranya :

1. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap stasiun radio yang tidak memiliki izin

penggunaan spektrum frekuensi radio menurut Undang Undang Nomor 36 Tahun

1999 tentang Telekomonikasi?

2. Bagaimanakah pertanggungjawaban hukum terhadap stasiun radio yang tidak

memiliki izin penggunaan spektrum frekuensi radio menurut Undang Undang

Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomonikasi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan

yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah:

Pertama, untuk mengetahui penegakan hukum terhadap stasiun radio yang

tidak memiliki izin penggunaan spektrum frekuensi radio menurut Undang Undang

Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomonikasi.

Kedua, untuk mengetahui pertanggungjawaban hukum terhadap stasiun radio

yang tidak memiliki izin penggunaan spektrum frekuensi radio menurut Undang

Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomonikasi.


11

D. Kegunaan Penelitian

Dalam suatu penelitian diharapkan akan memberikan manfaat yang

berguna,khususnya bagi ilmu pengetahuan di bidang penelitian tersebut. Adapun

manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :

1. Kegunaan Teoritis:

Untuk mengembangkan khsanah ilmu pengetahuan tentang penerapan

sanksi terhadap stasiun radio yang tidak memiliki izin penggunaan spektrum

frekuensi radio di Kota Balikpapan dan refrensi bagi mahasiswa..

2. Kegunaan praktis:

a. Menambah ilmu pengetahuan bagi masyarakat luas tentang penegakan hukum

sanksi terhadap stasiun radio yang tidak memiliki izin penggunaan spektrum

frekuensi radio di Kota Balikpapan.

b. Menambah pengetahuan bagi penulis tentang upaya penegakan hukum

terhadap stasiun radio yang tidak memiliki izin penggunaan spektrum

frekuensi radio di Kota Balikpapan agar merasa jera dan tidak akan

melakukan tindakan pelengaran izin siar di Kota Balikpapan.

c. Dapat menambah dan sebagai inventarisasi bagi kepustakaan Universitas

Balikpapan sebagai rujukan bagi insan yang ingin mengembangkan ilmu

pengetahuan lebih jauh.


12

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Radio siaran

Radio merupakan suatu medium komunikasi, dimana pesan berupa suara

diubah menjadi sinyal suara, dipancarkan dari suatu sumber (a sender) dengan

antene pemancar, tanpa perangkat kabel, melalui gelombang elektromagnetik,

kemudian diterima oleh antene penerima, pada pesawat penerima (a receiver),

yang mengubah sinyal suara menjadi berupa suara kembali.6 Radio adalah suara.

Suara merupakan modal utama terpaan radio ke khalayak, suara juga menjadi

karakteristik radio yang membedakannya dengan media penyiaran lainnya. Radio

merupakan alat komunikasi massa yang menggunakan lambang komunikasi yang

berbunyi, suatu pemancar radio yang sedang in operation tidak membawa

pengaruh apa – apa pada audiens atau pendengar kalau gelombang –

gelombangnya tidak dimuati sesuatu yang berarti, entah itu berupa sinyal, kata –

kata terucapkan maupun nada – nada, atau sesuatu yang berirama.7

Radio terlahir dari kebutuhan informasi publik. Dalam hal ini radio

memiliki beban tuntutan publik sebagai saluran informasi dalam hubungan sosial,

yang lebih berkecenderungan mengembangkan dan memajukan

kebudayaan.8Radio siaran sebagai media massa, mengemban kewajiban

menjadikan masyarakat well – informed akan lingkungan sosialnya. Itulah

6
Fred, Wibowo. 2012. Teknik Produksi Program Radio Siaran. Yogyakarta , Grasia Book Publisher,
hlm 1
7
Masduki. 2004. Menjadi Broadcaster Profesional. Yogyakarta, LkiS Yogyakarta, hlm 16
8
Opcit. hlm. 17
13

sebabnya radio sebagai institusi masyarakat harus seimbang menjalankan

fungsinya. Meskipun sebagai medium, radio siaran juga menyiarkan dan persuasi

komersial, namun tetap saja memiliki kewajiban sebagai pengemban informasi

bagi masyarakat.9

Radio siaran sebagai media masaa memilki karateristik unik dan khas,

yang juga tentunya mempunyai keunggulan dan kelemahan. Dalam penyampaian

pesan atau isi pernyataanya yang dikemas dalam suatu programradio mempunyai

cara tersendiri yang disebut gaya radio meliputi bahasakata-kata lisan,

musik/lagu, dan efek suara, yang menjadi kunci utama identitas sebuah stasiun

radio dalam menyajikan programnya untuk memikat pendengarnya. Bahasa atau

kata-kata lisan yang digunakan penyiar dalam penyampaian pesannya disebabkan

apa yang disebut dengan “gaya radio” atau radio style. Menurut Effendy, gaya

radio siaran dapat timbul karena dua faktor yaitu Sifat radio siaran dan sifat

pendengar radio. Sifat radio siaran, gaya radio secara karakteristiknya

mencakup:10

a. . Imajinatif

Karena radio siaran hanya bisa didengar, ketika penyiar berbicara di

depan mikropon, maka pendengar hanya bisa membayangkan suaranya tanpa

mengetahui sosoknya seperti apa. Imajinasi pendengar bisa beragam

9
Ibid, hlm. 34
10
Masduki. 2004. Menjadi Broadcaster Profesional. Yogyakarta, LkiS Yogyakarta, hlm 32-35
14

persepsinya. Radio dapat menciptakan theatre of mind. Pendengar bisa

terhanyut perasaanya saat ia mendengarkan drama radio yang disiarkan.

b. Auditori

Radio adalah bunyi atau suara yang hanya bisa dikonsumsi oleh

telinga. Maka itu, apa yang didengar oleh telinga kemampuanya cukup

terbatas. Ada sebuah istilah berbunnyi; lebih baik memiliki satu catatac

daripada seribu ingatan. Begitupun telinga memiliki keterbatasan dalam

mengingat pesan yang didengarnya. Untuk itu pesan radio siaran harus jelas,

singkat dan sepintas lalu.

c. Akrab

Media radio siaran adalah intim, karena penyiar menyampaikan

pesannya secara personal/individu, walaupun radio itu didengarkan oleh orang

banyak. Sapaan penyiar yang khas seolah ditujukan kepada diri pendengar

secara seorang diri, menjadikan si penyiar seakan – akan berada di sekitarnya.

Sehingga radio bisa menjadi “teman” di kala seorang sedang sedih ataupun

gembira. Itulah sifat akrab radio.

d. Gaya Percakapan

Bahasa yang digunakan bukan tulisan, tapi gaya obrolan sehari – hari.

Tak heran juga banyak pameo atau bahasa – bahasa percakapan yang unik

muncul dari dunia radio yang diperkenalkan oleh penyiar menjadi sesuatu

yang nge-trend
15

Sedangkan sifat pendengar radio itu memliputi ; kesukaan, kegemaran,

kebiasaan, minat, serta keinginannya. Untuk itu ciri-cirinya dapat dirinci sebagai

berikut:

a. Heterogen (beragam)

Pendengar radio sangat beragam. Maka dari itu, ada sejumlah radio

siaran mencoba membatasi sasaran pendengarnya agar lebih homogen, meski

pada kenyataanya tidak ada pendengar yang satu dengan yang lain adalah

sama, pasti selalu ada perbedaan. Namun, agar sasaran menjadi lebih fokus

maka dibuatlah pembatasan sasaran berdasarkan faktor : demografis (usia,

pendidikan, jenis kelamin), letak geografis (perkotaan, pedesaa, pesisir),

Psikografis (kesukaan, kebiasaan, hobi, gaya hidup). Hal tersebut

dimaksudkan, agar program yang disajikan dapat dipahami oleh sasaran yang

dituju dan pesan – pesan programnya memuat hal-hal yang berkaitan dengan

minat dan keinginanya.

b. Personal (pribadi)

Penyampaian pesan atau bahasa lisan radio siaran melalui penyiar

bersifat personal (pribadi) sesuai dengan situasi dan kondisi pendengar ketika

ia mendengarkan siaran radio.

c. Aktif

Semula, teori awal komunikasi menganggap khalayak adalah

sekumpulan orang yang pasif ketika diterpa pesan media massa. Namun
16

penelitian lanjutan telah membuktikan bahwa khalayak tidaklah pasif seperti

yang dianggap. Semenjak teknologi telekomunikasi semakin berkembang

pesat, khalayak semakin aktif terlibat dan menanggapi di dalam proses

penyampaian komunikasi massa yaitu telpon genggam yang dimiliki oleh

masing – masing khalayak.

d. Selektif (pemilih)

Khalayak radio siaran cenderung dalam memilih program atau pesan

yang menerpa dirinya. Pendengar akan memilih program yang disuka atau

memenuhi kebutuhan rohaniah dirinya. Ini bisa disebabkan kondisi psikis,

ruang (spesial), lingkungan sosialnya sehingga si pendengar bisa tergerak

untuk memilih program

Setiap media massa memiliki kekuatan dan kelemahan, tidak ada satu pun

media massa yang sanggup memenuhi kepuasan dari khalayak yang heterogen

terhadap segala keinginan dan kebutuhanya. Radio Siaran sebagai media massa

juga memiliki kekuatan dan kelemahan sebagai berikut:11

a. Kekuatan Radio Siaran

Radio siaran dijuluki sebagai kekuasaan ke-5 (the fifth estate), setelah

lembaga eksekutif, legislatif, eksekutif dan pers di dalam suatu negara. Radio

sebagai kekuasaan ke-5 memiliki karakeristik fungsional. Menurut Effendy

pada awalnya, radio siaran hanya mempunyai fungsi yaitu (1) sarana hiburan,

11
Ibid, hlm. 35-39
17

(2) sarana penerangan, (3) sarana pendidikan. Namun, sejak zaman Nazi

Hitler fungsi radio siaran bertambah menjadi sarana propaganda. Mulai saat

itu, akhirnya kekuatan radio sebagai media massa tak diragukan.

Menurut Effendy, radio memiliki kekuasaan yang sangat hebat

disebabkan oleh tiga faktor,sebagai berikut :

1) Radio siaran bersifat langsung, ini artinya program yang disampaikan

tidak mengalami proses yang kompleks. Berita, informasi, atau pesan

yang disampaikan oleh penyiar dapat diterima pendengar secara langsung

pada waktu itu juga.

2) Radio siaran menembus jarak dan rintangan, artinya bahwa radio siaran

dapat menembus jarak yang jauh walau dirintangi oleh gunung, lembah,

padang pasir, maupun lautan. Jarak tidak menjadi soal dan rintangan dapat

ditembus.

b. Kelemahan Radio Siaran

Setiap media pasti memiliki kelemahan, begitu pula dengan radio

siaran. Radio hanya bisa didengar, pesannya terbatas dan sekilas dengar,

sehingga informasi radio tidak bisa detail. Informasi yang terlanjur

disampaikan secara siaran langsung tidak bisa diulang, atau dalam kata lain

radio tidak mengenal ralat. Untuk itu pula idealnya, awak program produksi

program radio perlu melakuakan cek dan cek ulang tentang apapun informasi

maupun berita yang akan disampaikan ke publik agar terhindar dari kesalahan

yang fatal.
18

Secara lebih rincinya, kelemahan radio siaran dapat dijabarkan sebagai

berikut :

1) Durasi program radio terbatas, radio siaran dalam setiap programnya

dibatasi durasi waktu. Setiap programnya memiliki rentang waktunya

masing-masing. Biasanya durasi maksimal program selama 240 menit

atau 4 jam, yang dibagi bagi dalam segmen acara.

2) Sekilas dengar, Sifat radio siaran adalah auditori, untuk didengar, maka isi

siaran yang sampai ke telingan pendengar hanya sekilas dan sepintas lalu

saja. Isi pesan atau informasi radio siaran gampang lenyap dari ingatan

pendengar. Pendengar tidak bisa meminta mengulang informasi atau lagu

yang sudah disiarkan, ini artinya pesan yang telah lalu tetaplah berlalu.

3) Mengandung gangguan, setiap penyampaian komunikasi dengan

menggunakan bahasa lisan/ucap melalui media mengalami gangguan.

Radio siaran sebagai media massa juga tak lepas dari gangguan yang

sifatnya teknis. Karena kekuatan utama radio siaran adalah suara atau

bunyi, maka unsur ini pula yang bisa menjadi kelemahan karena adanya

gangguan sinyal suara terdengar menghilang, atau suara menjadi tidak

jelas.

2. Pengertian Izin Penggunaan Frekuensi Radio Atau Izin Stasiun Radio (ISR)

Di Indonesia sendiri terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan

yang mengatur tentang pelaksanaan penegakan hukum terhadap penyelenggaraan

penyiaran, khususnya penggunaan spektrum frekuensi radio. Hal ini sesuai


19

dengan yang terdapat dalam Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika

Nomor 4 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Penegakan Hukum Terhadap

Penyelenggaraan Penyiaran Tanpa Izin Serta Penggunaan Spektrum Frekuensi

Radio Tanpa Izin Untuk Keperluan Penyiaran. Tujuan surat edaran tersebut

adalah sebagai bentuk nyata komitmen Pemerintah untuk menjalankan ketentuan

peraturan perundang-undangan dalam melindungi masyarakat pada umumnya dan

pengguna spektrum frekuensi radio yang sudah memiliki izin pada khususnya.

Surat Edaran ini ditetapkan dalam rangka penegakan hukum terhadap

penyelenggara penyiaran tanpa izin dan/atau pengguna spektrum frekuensi radio

untuk keperluan penyiaran yang belum memiliki Izin Stasiun Radio (ISR) demi

terciptanya kepastian hukum dan tertib administrasi.12

Definisi spektrum frekuensi radio itu sendiri dapat kita temukan dalam

Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (“UU

Penyiaran”) yang berbunyi:

“Spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang

dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa

tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya

alam terbatas.”

Mengutip dari laman resmi Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan

Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi, Spektrum Frekuensi Radio

12
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt519cd7ef1eb70/jerat-hukum-penyelenggara-
radio-ilegal/, diakses 28 mei 2018.
20

merupakan sumber daya alam yang terbatas yang mempunyai nilai strategis

dalam penyelenggaraan telekomunikasi dan dikuasi oleh negara. Pemanfaatan

Spektrum Frekuensi Radio sebagai sumber daya alam tersebut perlu dilakukan

secara tertib, efisien dan sesuai dengan peruntukannya sehingga tidak

menimbulkan gangguan yang merugikan.

Masih dalam laman yang sama, disebutkan bahwa penggunaan spektrum

frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya serta tidak saling menganggu

mengingat sifat spektrum frekuensi radio dapat merambat ke segala arah tanpa

mengenal batas wilayah negara. Penggunaan spektrum frekuensi radio antara lain

untuk keperluan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan

telekomunikasi khusus, penyelenggaraan penyiaran, navigasi dan keselamatan,

Amatir Radio dan KRAP, serta sistem peringatan dini bencana alam yang sangat

dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pelaksanaan pelayanan perizinan

spektrum frekuensi radio dilaksanakan dengan dukungan teknologi informasi

berupa sistem data processing dan database penggunaan frekuensi radio nasional

(Sistem Informasi Manajemen Frekuensi/SIMF), serta sistem

pengawasan/monitoring penggunaan frekuensi radio yang tersebar di seluruh ibu

kota propinsi.

3. Tinjauan Umum Tentang Komisi Penyiaran Indonesia

a. Pengertian Komisi Penyiaran Indonesia

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah sebuah lembaga independen

diIndonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya


21

yang berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia.

Komisi ini berdiri sejak tahun 2002 berdasarkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah atau KPID adalah sebuah lembaga negara independen di

Indonesia yang didirikan di setiap provinsi berfungsi sebagai regulator

penyelenggaraan penyiaran di setiap Provinsi di Indonesia. Dasar hukum

pembentukannya adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32

Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran merupakan

dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah

publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur

tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan. Berbeda dengan semangat

dalam undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor

24 Tahun 1997 pasal 7 yang berbunyi "Penyiaran dikuasai oleh negara yang

pembinaan dan pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah", menunjukkan

bahwa penyiaran pada masa itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan

yang digunakan untuk semata-mata bagi kepentingan pemerintah.

Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan publik sebagai

pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi adalah milik

publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya

bagi kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi kepentingan publik artinya


22

adalah media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik

yang sehat. Informasi terdiri dari bermacam-macam bentuk, mulai dari berita,

hiburan, ilmu pengetahuan, dll. Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang

sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Penyiaran Nomor

32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) dan

Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan).

Kedua prinsip tersebut menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang

dirumuskan oleh KPI. Pelayanan informasi yang sehat berdasarkan prinsip

keberagaman isi adalah tersedianya informasi yang beragam bagi publik baik

berdasarkan jenis program maupun isi program. Sedangkan prinsip

keberagaman kepemilikan adalah jaminan bahwa kepemilikan media massa

yang ada di Indonesia tidak terpusat dan dimonopoli oleh segelintir orang atau

lembaga saja. Prinsip ini juga menjamin iklim persaingan yang sehat antara

pengelola media massa dalam dunia penyiaran di Indonesia. Apabila ditelaah

secara mendalam, Undang-Undang nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

lahir dengan dua semangat utama, pertama pengelolaan sistem penyiaran

harus bebas dari berbagai kepentingan karena penyiaran merupakan ranah

publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Kedua

adalah semangat untuk menguatkan entitas lokal dalam semangat otonomi

daerah dengan pemberlakuan sistem siaran berjaringan.

Maka sejak disahkannya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2002

tentang Penyiaran terjadi perubahan fundamental dalam pengelolaan sistem


23

penyiaran di Indonesia, di mana pada intinya adalah semangat untuk

melindungi hak masyarakat secara lebih merata. Perubahan paling mendasar

dalam semangat Undang-Undang nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

adalah adanya limited transfer of authority dari pengelolaan penyiaran yang

selama ini merupakan hak ekslusif pemerintah kepada sebuah badan pengatur

independen (independent regulatory body) bernama Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI). Independen yang dimaksudkan adalah untuk mempertegas

bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus

dikelola oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi modal maupun

kepentingan kekuasaan. Belajar dari masa lalu di mana pengelolaan sistem

penyiaran masih berada ditangan pemerintah (pada masa rezim orde baru),

sistem penyiaran sebagai alat strategis tidak luput dari kooptasi negara yang

dominan dan digunakan untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan.

Sistem penyiaran pada waktu itu tidak hanya digunakan untuk mendukung

hegemoni rezim terhadap publik dalam penguasaan wacana strategis, tetapi

juga digunakan untuk mengambil keuntungan dalam kolaborasi antara

segelintir elitpenguasa dan pengusaha.

Terjemahan semangat yang kedua dalam pelaksanaan sistem siaran

berjaringan adalah, setiap lembaga penyiaran yang ingin menyelenggarakan

siarannya di suatu daerah harus memiliki stasiun lokal atau berjaringan

dengan lembaga penyiaran lokal yang ada didaerah tersebut. Hal ini untuk

menjamin tidak terjadinya sentralisasi dan monopoli informasi seperti yang


24

terjadi sekarang. Selain itu, pemberlakuan sistem siaran berjaringan juga

dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi daerah dan menjamin

hak sosial-budaya masyarakat lokal. Selama ini sentralisasi lembaga

penyiaran berakibat pada diabaikannya hak sosial-budaya masyarakat lokal

dan minoritas. Padahal masyarakat lokal juga berhak untuk memperolah

informasi yang sesuai dengan kebutuhan polik, sosial dan budayanya.

Disamping itu keberadaan lembaga penyiaran sentralistis yang telah mapan

dan berskala nasional semakin menghimpit keberadaan lembaga-lembaga

penyiaran lokal untuk dapat mengembangkan potensinya secara lebih

maksimal.13

b. Tugas Dan Wewenang Komisi Penyiaran Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang nomor 32 Tahun 2002 tentang

Penyiaran pasal 8 ayat 1 eksistensi KPI adalah bagian dari wujud peran serta

masyarakat dalam hal penyiaran, baik sebagai wadah aspirasi maupun

mewakili kepentingan masyarakat . Menurut Undang-Undang nomor 32

Tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 7 ayat 2 berbunyi legitimasi politik bagi

posisi KPI dalam kehidupan kenegaraan berikutnya secara tegas diatur oleh

Undang-undang nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran sebagai lembaga

negara independen yang mengatur hal-hal mengenai penyiaran. Secara

konseptual posisi ini mendudukkan KPI sebagai lembaga kuasi negara atau

dalam istilah lain juga biasa dikenal dengan auxilarry state institution.

13
https://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Penyiaran_Indonesia, diakses 28 mei 2018.
25

Dalam rangka menjalankan fungsinya KPI memiliki kewenangan

(otoritas) menyusun dan mengawasi berbagai peraturan penyiaran yang

menghubungkan antara lembaga penyiaran, pemerintah dan masyarakat.

Pengaturan ini mencakup semua daur proses kegiatan penyiaran, mulai dari

tahap pendirian, operasionalisasi, pertanggungjawaban dan evaluasi. Dalam

melakukan kesemua ini, KPI berkoordinasi dengan pemerintah dan lembaga

negara lainnya, karena spektrum pengaturannya yang saling berkaitan. Ini

misalnya terkait dengan kewenangan yudisial dan yustisial karena terjadinya

pelanggaran yang oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang

Penyiaran dikategorikan sebagai tindak pidana. Selain itu, KPI juga

berhubungan dengan masyarakat dalam menampung dan menindaklanjuti

segenap bentuk apresiasi masyarakat terhadap lembaga penyiaran maupun

terhadap dunia penyiaran pada umumnya.

Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002

tentang Penyiaran Pasal 8 tugas dan kewenangan KPI:

(1) KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi

serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran.

(2) Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI

mempunyai wewenang:

a. menetapkan standar program siaran;

b. menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran;


26

c. mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran

serta standar program siaran;

d. memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman

perilaku penyiaran serta standar program siaran;

e. melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah,

lembaga penyiaran, dan masyarakat.

(3) KPI mempunyai tugas dan kewajiban :

a. menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan

benar sesuai dengan hak asasi manusia;

b. ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran;

c.ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga

penyiaran dan industri terkait;

d.memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan

seimbang;

e.menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta

kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penye-lenggaraan

penyiaran; dan

f..menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang

menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.

Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002

tentang Penyiaran Pasal 53 kewenangan kpi dalam perizinan penyiaran:


27

(1)Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib

memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.

(4)Izin dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh

negara setelah memperoleh:

a.masukan dan hasil evaluasi dengar pendapat antara pemohon dan KPI;

b. rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI;

c. hasil kesepakatan dalam forum rapat bersama yang diadakan khusus

untuk perizinan antara KPI dan Pemerintah; dan

d. izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh Pemerintah

atas usul KPI.

(5) Atas dasar hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf

c, secara administratif izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh

Negara melalui KPI.

(8)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan perizinan

penyelenggaraan penyiaran disusun oleh KPI bersama Pemerintah.

4. Tinjauan Umum Tentang Perizinan

a. Pengertian Perizinan

Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku

usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.

Izin ialah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum
28

administrasi, untuk mengemudikan tingkah laku para warga.14Selain itu izin

juga dapat diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu

larangan. Terdapat juga pengertian izin dalam arti sempit maupun luas:15

1) Izin dalam arti luas yaitu semua yang menimbulkan akibat kurang lebih

sama, yakni bahwa dalam bentuk tertentu diberi perkenaan untuk

melakukan sesuatu yang mesti dilarang.

2) Izin dalam arti sempit yaitu suatu tindakan dilarang, terkecuali

diperkenankan, dengan tujuan agar ketentuan-ketentuan yang

disangkutkan dengan perkenaan dapat dengan teliti diberikan batas-batas

tertentu bagi tiap kasus.

Pada umumnya sistem izin terdiri dari:16

1) Larangan.

2) Persetujuan yang merupakan dasar kekecualian (izin).

3) Ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan izin.

Terdapat istilah lain yang memiliki kesejajaran dengan izin yaitu:17

1) Dispensasi ialah keputusan administrasi Negara yang membebaskan suatu

perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut.

14
Philipus M. Hadjon, 2003, Pengantar Hukum Perizinan, Surabaya: Yuridika, , hlm.2.
15
Ibid., hlm. 2-3.
16
Y. Sri Pudyatmoko, 2009, Perizinan Problem dan Upaya Pembenahan, Jakarta: Grasindo, , hlm 17--
18
17
Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm. 196-197
29

Sehingga suatu peraturan undang-undang menjadi tidak berlaku bagi

sesuatu yang istimewa (relaxation legis).

2) Lisensi adalah suatu suatu izin yang meberikan hak untuk

menyelenggarakan suatu perusahaan. Lisensi digunakan untuk

menyatakan suatu izin yang meperkenankan seseorang untuk menjalankan

suatu perusahaan denngan izin khusus atau istimewa.

3) Konsesi merupakan suatu izin berhubungan dengan pekerjaan

yang besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya

pekerjaan itu menjadi tugas pemerintah, tetapi pemerintah diberikan hak

penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan pejabat

pemerintah. Bentuknya bisa berupa kontraktual atau kombinasi antaran lisensi

dengan pemberian status tertentu dengan hak dan kewajiban serta syarat-syarat

tertentu.

b. Motif dan Tujuan Perizinan

Secara umum tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk

pengendalian dari aktivitas aktivitas pemerintah terkait ketentuan-ketentuan

yang berisi pedoman yang harus dilaksanakan baik oleh yang berkepentingan

ataupun oleh pejabat yang diberi kewenangan. Tujuan dari perizinan dapat

dilihat dari dua sisi yaitu :18

18
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta: Sinar Grafika, 2011,
hlm. 200
30

a) Dari sisi pemerintah

Melalui sisi pemerintah tujuan pemberian izin adalah :

1) Untuk melaksanakan peraturan

Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut

sesuai dengan kenyataan dalam praktiknya atau tidak dan sekalipun

untuk mengatur ketertiban.

2) Sebagai sumber pendapatan daerah

Dengan adanya permintaan permohonan izin, maka secara langsung

pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang

dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi dahulu. Semakin

banyak pula pendapatan di bidang retribusi tujuan akhirnya yaitu

untuk membiayai pembangunan.

b) Dari sisi masyarakat

Adapun dari sisi masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah sebagai

berikut.

1) Untuk adanya kepastian hukum.

2) Untuk adanya kepastian hak.

3) Untuk mendapatkan fasilitas setelah bangunan yang didirkan

mempunyai izin
31

Dengan mengikatkan tindakan-tindakan pada suatu system perizinan,

pembuatan undang-undang dapat mengejar berbagai tujuan dari izin.

Adapun motif-motif untuk menggunakan system izin dapat berupa :19

1) Mengendalikan perilaku warga

2) Mencegah bahaya bagi lingkungan hidup

3) Melindungi objek-objek tertentu

4) Membagi sumber daya yang terbatas

5) Mengarahkan aktivitas

Perizinan dapat berbentuk tertulis maupun tidak tertulis, dimana di

dalamnya harus termuat unsur-unsur antara lain:20

a) Instrumen yuridis

Izin merupakan instrument yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat

konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau

mentapkan peristiwa konkret,sebagai ketetapan izin itu dibuat dengan

ketentuan dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya.

b) Peraturan perundang-undangan

Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum

permerintahan,sebagai tindakan hukum maka harus ada wewenang yang

diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan

pada asas legalitas, tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi

19
Philipus M. Hadjon , op.cit, hlm. 4.
20
Adrian Sutedi, op.cit, hlm.201-202.
32

tidak sah,oleh karena itu dalam hal membuat dan menerbitkan izin

haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan

peruUUan yang berlaku, karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut

ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah.

c) Organ pemerintah

Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintah baik

ditingkat pusat maupun di tingkat daerah.Menurut Sjahran Basah,dari

badan tertinggi sampai dengan badan terendah berwenang memberikan

izin.

d) Peristiwa konkret

Izin merupakan instrument yuridis yang berbentuk ketetapan yang

digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa kongkret dan

individual, peristiwa kongkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu

tertentu, orang tertentu ,tempat tertentu dan fakta hukum tertentu.

e) Prosedur dan persyaratan

Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang

ditentukan oleh pemerintah,selaku pemberi izin. Selain itu pemohon juga

harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara

sepihak oleh pemerintah atatu pemberi izin.prosedur dan persyaratan

perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi

pemberi izin. Menurut Soehino, syarat-syarat dalam izin itu bersifat


33

konstitutif dan kondisional,konstitutif,karena ditentukan suatu perbuatan

atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi,

kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta

dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu

terjadi.

c. Prosedur Pemberian Izin

1) Proses dan prosedur perizinan

Proses penyelesaian perizinan merupakan proses internal yang dilakukan

oleh aparat/petugas. Pada umumnya permohonan izin harus menempuh

prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin

serta pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu

yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin.

Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin,

tujuan izin, dan instansi pemberi izin. Inti dari regulasi dan deregulasi

adalah tata cara prosedur perizinan adalah tata cara dan prosedur

perizinan. Isi regulasi dan deregulasi harus memenuhi nilai : sederhana,

jelas, tidak melibatkan banyak pihak, meminimalkan kontak fisik antar

pihak yang melayani dan dilayani, memiliki prosedur operasional standar,

dan wajib dikomunikasikan secara luas.

2) Persyaratan

Merupakan hal yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin yang

dimohonkan, yang berupa dokumen dan kelengkapan atau surat-surat.


34

Menurut Soehino, syaratsyarat dalam izin bersifat konstitutif dan

kondisional.21

a) Konstitutif yaitu ditentukan suatu perbuatan tertentu yang harus

dipenuhi terlebih dahulu, yaitu dalam pemberian izin ditentukan suatu

perbuatan konkret yang bila tidak dipenuhi dapat dikenai sanksi.

b) Kondisional artinya penilaian tersebut baru ada dan dapat dinilai

setelah perbuatan atau tingkah laku yang diisyaratkan terjadi.

3) Waktu penyelesaian izin

Waktu penyelesaian izin harus ditentukan oleh instansi yang

bersangkutan. Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan

permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan. Dengan demikian

regulasi dan deregulasi harus memenuhi kriteria:

a) Disebutkan dengan jelas.

b) Waktu yang ditetapkan sesingkat mungkin.

c) Diinformasikan secara luas bersama-sama dengan prosedur dan

persyaratan.

4) Biaya perizinan

Tarif pelayanan termasuk rinciannya ditetapkan dalam proses pemberian

izin, dimana pembiayaan menjadi hal mendasar dari pengurusan perizinan.

Oleh karena itu harus memenuhi syarat-syarat :

a) Disebutkan dengan jelas.

21
Ibid, hlm. 187.
35

b) Mengikuti standar nasional.

c) Tidak ada pengenaan biaya lebih dari sekali untuk setiap objek

tertentu.

d) Perhitungan berdasar pada tingkat real cost.

e) Besarnya biaya diinformasikan secara luas.

5. Tinjauan Umum Tentang Pengertian Pertanggung jawaban Hukum

a. Pengertian Pertanggungjawaban Hukum

Pertanggung jawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang berarti

keadaan wajib menanggung bahwa segala sesuatunya kalau ada suatu hal,

boleh dituntut, dipersilahkan, diperkarakan dan sebagainya. Dalam kamus

hukum ada dua istilah yang menunjuka pada pertanggungjawaban hukum

yakni liability (the state or fact being responsile). Liability merupakan istilah

hukum yang luas (a bord legal term)didalamnya antara lain mengandung

makna bahwa liability menunjuk pada makna yang paling komperhensif,

meliputi hampir setiap karekater resiko atau tanggung jawab, yang pasti ,yang

beruntung, atau yang mungkin, liability didifiniskan untuk menujuk semua

karakter hak dan kewajiban.22Disamping itu, liability juga merupakan; (hal

dapat dipertanggung jawabkan atas suatu kewajiban dan termasuk putusan

keterampilan, kemampuan dan kecakpan). Responbility juga berarti “the

obligation, to answer for act done, and to repair or otherwise make restitution

for any injury it may have caused” (kewajiban bertangung jawab atas

22
Ridwan Hr, Hukum Administrasi Negara, 2002 , Jakarta, Raja Grando Persada, hlm 318
36

Undang-Undang yang dilaksanakan,dan memperbaiki atau sebaliknya

memberi ganti rugi atas kerusakan apapun yang telah ditimbulkannya).23

Pertanggung jawaban hukum menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia,24 tanggung jawab hukum adalah kewajiban menangung segala

sesuatu bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan.

Dalam kamus hukum tanggung jawab adalah suatu keharusan bagi seorang

untuk melaksanakan apa yang telah di wajibkan kepadanya. Menurut hukum

tanggung jawab adalah suatu akibat atau konsekuensi kebebasan seseorang

tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam

melakukan suatu perbuatan.

b. Bentuk Bentuk Pertanggungjawaban Hukum

Menurut hukum perdata, dasar pertanggung jawaban dibagi menjadi

dua macam yaitu kesalahan dan resiko. Dengan demikian dikenal dengan

pertanggung jawaban atau dasar kesalahan (libality without based on fault)

dan pertanggung jawaban tanpa kesalahan yang dikenal (libality without fault)

yang dikenal dengan tanggung jawab resiko atau tanggung jawab mutlak

(strick liabily) prinsip dasar tanggung jawab atas dasar kesalahan mengandung

arti bahwa sesorang harus bertanggung jawab karena ia telah melakukan

kesalahan karena merugikan orang lain. Menurut Abdulkadir Muhammad

23
Ibid, hlm 319
24
https://www.kbbi.web.id/ Pertanggung jawaban, diakses 28 mei 2018
37

teori tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum (tort liability) dibagi

menjadi beberapa teori yaitu:

a. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan

dengan sengaja (intertionsl tort liability) tergugat harus sudah melakukan

perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau

menegtahui bahwa apa yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan

kerugian.

b. Tanggung jawab akibat perbuatan mealnggar hukum yang dilakukan

karena kelalain (negligence tort liability) didasarkan pada konsep

kesalahan (conpt of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang

sudah yang bercampur baur (intermingled).

c. Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa

mempersoalkan kealihan (strick liability) didasarkan pada perbuatanya

baik secara sengaja maupun tidak sengaja ,artinya meskipun bukan

kesalahannya tetap bertangung jawab atas kerugian yang timbul akibat

perbuatannya.

d. Pertanggungjawaban hukum pidana dalam hukum pidana konsep liability

atau pertanggung jawaban itu merupakan konsep sentral yang dikenal

dengan ajaran kesalahan.Suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang

bersalah kecuali jika pikiran orang itu jahat.25

25
Hanafi, Reformasi Sistem Pertanggung Jawaban Pidana, 2015, Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm 27
38

Secara lebih rinci, Sudarto menyatakan bahwa agar sesorang

memiliki aspek pertanggungjawaban pidana, dalam arti dipidananya

pembuat, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

1) Adanya suatu tindak pidana yang dilakukanya oleh pembuat;

2) Adanya unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan

3) Adanya pembuat yang mampu bertanggung jawab

4) Tidak ada alasan pemaaf

Oleh karena itu, pertanggungjawaban pidana adalah

pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya,

terjadinya pertangungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang

dilakukan oleh sesorang.26

e. Pertanggungjawaban hukum perdata

Pertanggungjawaban perdata mengenal dua jenis

pertanggungjawaban,yaitu:

1) pertanggungjawaban yang mengisyratkan adanya unsur kesalahan

(foult based liability).

2) pertanggungjawaban mutlak(strictliabilty)suatu pertanggung jawaban

tanpa harus dibuktikan adanya unsur kesalahan.

Dalam pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, memuat

konsep pertama dari pertanggungjawaban perdata menyatakan bahwa

26
Hanafi Amrani, 2015, Sistem Pertanggung Jawaban Pidana:Perkembangan danPenerapan , Jakarta,
Rajawali Pers, hlm 21
39

:”tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada

orang lain,mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian

itu,mengganti kerugian tersebut mengandung pengertian dari perbuatan

melawan hukum (onrechtmaatige daad)”. Berdasarkan pasal diatas,

setidaknya ada lima unsur yang harus dipenuhi yaitu:

1) Adanya perbuatan

2) Perbuatan itu melawan hukum

3) Adanya kerugian

4) Adanya kesalahannya; dan

5) Adanya hubungan sebap akibat(kausalitas)antar perbuatan melawan

hukum dengan akibat yang ditimbulkannya.27

6. Tinjauan Umum Tentang Penegakan Hukum

a. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan hal yang sangat esensial dan substansial

dalam negara hukum, penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya

untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai

pedoman prilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum yang

berhubungan dengan masyarakat dan bernegara.28 Penegakan hukum dapat

ditinjau dari dua sudut yaitu dari sudut subjek dan objek.Dari sudut subjek

27
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4d1cdbcfd06b6/perbuatan-melawan-hukum-oleh
penguasa, diakses 28 mei 2018
28
http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf, Hlm 1, diakses 28 mei 2018
40

penegakan hukum dapat diartikan sebagai penegakan hukum secara luas dan

secara sempit.

Dalam arti luas, proses penegakan hukum dapat melibatkan seluruh

subjek hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif dengan

melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri

pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti yang bersangkutan telah

melakukan atau menjalankan aturan hukum.

Dalam arti sempit, penegakan hukum hanya dilaksanakan oleh aparat

hukum untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan

sebagaimana mestinya, dan dalam memastikan tegaknya hukum itu, aparatur

penegak hukum diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. Uraian di

atas memberikan pengertian penegakan hukum adalah upaya yang dilakukan

untuk melaksanakan suatu aturan, baik dalam arti formil yang sempit maupun

dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman prilaku dalam setiap perbuatan

hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparat

penegak hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang

untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara.29

29
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara terjemahan Muttaqien Raisul, 2011,
Bandung, Nusa Media, hlm 89.
41

Tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang

tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan.30Dengan tercapainya

ketertiban dalam masyarakat diharapakan kepentingan manusia akan

terindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan

kewajiaban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan

mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian

hukum. Hal tersebut di atas tidak mungkin terwujud dalam masyarakat jika

aparat penegak hukum tidak memainkan perannya dengan maksimal sebagai

penegak hukum. Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut

mempunyai kedudukan dan peranan. Kedudukan (sosial) merupakan posisi

tertentu dalam struktur kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-sedang

saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah,

yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu.

Suatu hak merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat,

sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Hak- hak dan kewajiban-

kewajiban tertentu tersebut merupakan peran(role). Oleh karena itu, seseorang

yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya disebut pemegang

peranan(role occupant).

30
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, 2013, Yogyakarta, Cahaya Atma, hlm
71.
42

b. Bentuk Bentuk Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku

dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara31.

Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan

konsep-konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan.

Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.32

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan

hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah/pandangan nilai

yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian

penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Penegakan hukum secara

konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana

seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu

perkara berarti memutuskan hukum in concreto dalam mempertahankan dan

menjamin di taatinya hukum materiil dengan menggunakan cara procedural

yang ditetapkan oleh hukum formal.33

Menurut Satjipto Raharjo penegakan hukum pada hakikatnya

merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan ,

31
digilib.unila.ac.id/2827/12/BAB%20II.pdf, diakses tanggal 4 April 2019
32
Dellyana Shant. 2008, Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty, hlm 32
33
Ibid hal. 33
43

kebenaran, kemamfaatan sosial, dan sebagainya. Jadi Penegakan hukum

merupakan usaha untuk mewujudkan ide dan konsep-konsep tadi menjadi

kenyataan. Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau

kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum

bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah di kenal

secara konvensional , tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun

demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik pemerintahlah yang

bertanggung jawab. Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:34

1) Ditinjau dari sudut subyeknya

Dalam arti luas, proses penegakkan hukum melibatkan semua

subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang

menjalankan aturan normative atau melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum

yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum.

Dalam arti sempit, penegakkan hukum hanya diartikan sebagai upaya

aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan

bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.

2) Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya

Dalam arti luas, penegakkan hukum yang mencakup pada nilai-

nilai keadilan yang di dalamnya terkandung bunyi aturan formal maupun

34
Ibid hal. 34
44

nilai-nilai keadilan yang ada dalam bermasyarakat. Dalam arti sempit,

penegakkan hukum itu hanya menyangkut penegakkan peraturan yang

formal dan tertulis.

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide

keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi

penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide.

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku

dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum merupakan usaha untuk

mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapakan rakyat

menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang

melibatkan banyak hal.35

Joseph Goldstein membedakan penegakan hukum pidana menjadi 3

bagian yaitu:

1) Total enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana

sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif (subtantive

law of crime). Penegakan hukum pidana secara total ini tidak mungkin

dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum

acara pidana yang antara lain mencakup aturanaturan penangkapan,

35
Ibid hal. 37
45

penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan pendahuluan.

Disamping itu mungkin terjadi hukum pidana substantif sendiri

memberikan batasan-batasan. Misalnya dibutuhkan aduan terlebih dahulu

sebagai syarat penuntutan pada delik-delik aduan (klacht delicten). Ruang

lingkup yang dibatasi ini disebut sebagai area of no enforcement.

2) Full enforcement, setelah ruang lingkup penegakan hukum pidana yang

bersifat total tersebut dikurangi area of no enforcement dalam penegakan

hukum ini para penegak hukum diharapkan penegakan hukum secara

maksimal.

3) Actual enforcement, menurut Joseph Goldstein full enforcement ini

dianggap not a realistic expectation, sebab adanya

keterbatasanketerbatasan dalam bentuk waktu, personil, alat-alat

investigasi, dana dan sebagainya, yang kesemuanya mengakibatkan

keharusan dilakukannya Discretion dan sisanya inilah yang disebut

dengan actual enforcement. Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik,

maka penegakan hukum pidana menampakkan diri sebagai penerapan

hukum pidana (criminal law application) yang melibatkan pelbagai sub

sistem struktural berupa aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan

pemasyarakatan. Termasuk didalamnya tentu saja lembaga penasehat

hukum.
46

Dalam hal ini penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 dimensi:

1) penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif (normative system)

yaitu penerapan keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilai-

nilai sosial yang didukung oleh sanksi pidana.

2) penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif (administrative

system) yang mencakup interaksi antara pelbagai aparatur penegak hukum

yang merupakan sub sistem peradilan diatas.

penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system),

dalam arti bahwa dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula

diperhitungkan pelbagai perspektif pemikiran yang ada dalam lapisan

masyarakat.

c. Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi Penegakan Hukum

Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut

soerjono soekanto adalah;36

1) Faktor Hukum

Praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan

oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak,

sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah

36
Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum; Cetakan
Kelima. Jakarta : Raja Grafindo Persada, hal. 42
47

ditentukan secara normatif. Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang

tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat

dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan

dengan hukum. Maka pada hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan

hanya mencakup law enforcement, namun juga peace maintenance, karena

penyelenggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian

antara nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk

mencapai kedamaian.

2) Faktor Penegakan Hukum

Fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak

hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi

kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu

kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau

kepribadian penegak hokum

3) Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak

dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan.

Pendidikan yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada hal-hal

yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami

hambatan di dalam tujuannya, diantaranya adalah pengetahuan tentang


48

kejahatan computer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini masih

diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis

yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum siap. Walaupun disadari

pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi begitu luas dan banyak.

4) Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau

kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan

yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang

tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat

terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum

yang bersangkutan.

5) Faktor Kebudayaan

Berdasarkan konsep kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering

membicarakan soal kebudayaan. Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto,

mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu

mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak,

berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan

orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok


49

tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang

harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian mengunakan pendekatan hukum yuridis

empiris, yang dimaksud dengan yuridis empiris adalah yakni suatu metode

penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan

meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyrakat. Dengan

pendekataan penelitian tersebut, maka penulis dalam penyusunan penelitian ini

lebih mengarahkan pada pengkajian fakta-fakta yang terdapat dilapangan terkait

permasalahan penegakan hukum terhadap stasiun radio yang tidak memiliki izin

penggunaan spektrum frekuensi radio di Kota Balikpapan

2. Sumber Data

a. Data Primer adalah data yang berupa informasi yang diperoleh di lokasi

penelitian di Kota Balikpapan.

b. Data Sekunder yang terdiri dari bahan hukum sebagai berikut:

1) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yaitu bahasan hukum yang dikeluarkan oleh

pemerintah dan isinya mempunyai kekuatan hukum mengikat berupa

norma atau kaidah dasar aturan perundang-undangan. Dalam penulisan ini


50

yang digunakan adalah Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomonikasi.

2) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primier seperti buku-buku,jurnal hasil penelitian

ilmiah para sarjana serta berbagai bahan lain yang relevan dengan pokok

bahasan.

3) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primier dan bahan hukum sekunder

yaitu kamus, indeks komulatif, dan seterusnya.37

3. Prosedur Pengumpulan Data

Didalam penelitian ini, penulis menggunakan data primer dan data

sekunder, data hukum sekunder terdiri dari tiga bahan hukum yakni, bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier.

Pertama, prosedur pengumpulan data primer diperoleh langsung dari

wawancara dengan pihak stasiun radio yang tidak memiliki izin penggunaan

spektrum frekuensi radio di Kota Balikpapan, penulis wawancarai pemilik

stasiun radio yang tak memiliki izin penggunaan spektrum frekuensi radio

merupakan representasi dari informasi yang mengetahui terkait permasalahan

37
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normative, 2003, Jakarta, Pt Raja Grafindo
Persada, hlm 13
51

penegakan hukum terhadap stasiun radio yang tidak memiliki izin penggunaan

spektrum frekuensi radio di Kota Balikpapan itu sendiri.

Kedua, prosedur pengumpulan data sekunder berupa bahan hukum primer

diperoleh dengan cara ketentuan peraturan perundang-undangan yang relevan

dangan rumusan masalah dalam penelitian ini, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tersier diperoleh dengan cara mengumpulkan bahan-bahan hukum dari

sumber refrensi buku-buku hukum dan berbagai bentuk tulisan ilmiah lainnya

yang berkaitan dengan permasalahan penegakan hukum terhadap stasiun radio

yang tidak memiliki izin penggunaan spektrum frekuensi radio di Kota

Balikpapan.

4. Analisis Data

Data yang diperoleh atau dikumpulkan dalam penelitian ini baik primer,

sekunder dan tersier maupun data lainnya dianalisis secara kualitatif kemudian

disajikan dengan cara deskriftif yaitu dengan menguraikan, menjelaskan serta

menggambarkan mengenai tinjauan yuridis penegakan hukum terhadap stasiun

radio yang tidak memiliki izin penggunaan spektrum frekuensi radio di Kota

Balikpapan.

Pertama, penulis melakukan indentifikasi fakta yang berasal dari data

primer dan sekunder dan data tersier maupun data lainnya yang digunakan dalam

penelitian ini, indetifikasi tersebut mengenai konsep penegakan hukum terhadap

stasiun radio yang tidak memiliki izin penggunaan spektrum frekuensi radio di

Kota Balikpapan.
52

Kedua, penulis dalam penyusunan data setelah mengelompokan fakta-

fakta kedalam klafikasi-klafikasi tertentu kemudian dijabarkan sesuai dengan

rumusan masalah yang akan diteliti tentang penegakan hukum terhadap stasiun

radio yang tidak memiliki izin penggunaan spektrum frekuensi radio di Kota

Balikpapan. Dalam penulisan ini, penulis menguraikannya sebagai berikut untuk

menjawab permasalahan. Pertama, mengenai masalah penegakan hukum

terhadap stasiun radio yang tidak memiliki izin penggunaan spektrum frekuensi

radio di Kota Balikpapan, penulis memfokuskan pada Undang Undang Nomor 36

Tahun 1999 Tentang Telekomonikasi. Kedua, penulis memfokuskan pada

pertangungjawaban hukum terhadap terhadap stasiun radio yang tidak memiliki

izin penggunaan spektrum frekuensi radio di Kota Balikpapan.


53

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Anwar,Yesmil dan Adang. 2010. Kriminologi. P.T.Refika Aditama: Bandung


Hanafi, Reformasi Sistem Pertanggung Jawaban Pidana, 2015, Jakarta, Ghalia
Indonesia
Hanafi Amrani, Sistem Pertanggung Jawaban Pidana:Perkembangan
danPenerapan, 2015, Jakarta, Rajawali Pers
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara terjemahan Muttaqien
Raisul, 2011, Bandung, Nusa Media
Ismu Gunadi dan Joenadi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana,
2014, Jakarta, PT Fajar Interpratama Mandiri
Jur Andi Hamzah. Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP.
Sinar Grafika, 2009: Jakarta
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, 2009, Jakarta, PT Grafindo
Persada
Ridwan Hr, Hukum Administrasi Negara, 2002 , Jakarta, Raja Grando Persada

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normative, 2003,


Jakarta, Pt Raja Grafindo Persada
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, 2013, Yogyakarta,
Cahaya Atma
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normative, 2003,
Jakarta, Pt Raja Grafindo Persada
B. Peraturan-Peraturan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 4 Tahun 2013 tentang

Pelaksanaan Penegakan Hukum Terhadap Penyelenggaraan Penyiaran Tanpa Izin


54

Serta Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Tanpa Izin Untuk Keperluan

Penyiaran.

C. Sumber Lain

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16266/4/Chapter%2001
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4d1cdbcfd06b6/perbuatan-melawan-
hukum-oleh penguasa
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123423-S-5540-Faktor-faktor%20yang-
Literatur.pdf
https://www.kbbi.web.id/ Pertanggungjawaban
http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf,
file:///C:/Users/USER/Downloads/FILE%2520III(1).pdf
file:///C:/Users/USER/Downloads/Bab%202(2).pdf

Anda mungkin juga menyukai