Anda di halaman 1dari 5

Hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan dari pekarangan komersial per tahunnya lebih

tinggi dibandingkan pekarangan nonkomersial. Penyetaraan dengan beras, pendapatan dari


pekarangan komersial rata-rata sekitar 14 ton, sedangkan pendapatan dari pekarangan non
komersial hanya setara dengan 2,5 ton beras per hektar per tahun. Tanaman sayuran dan bahan
bangunan dipekarangan komersial merupakan penyumbang terbesar pendapatan tahunan
pemiliknya. Sementara pekarangan nonkomersial berasal dari tanaman buah-buahan. Tingginya
pendapatan dari pekarangan komersial menunnjukkan telah berubahnya fungsi pekarangan yang
awalnya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (subsisten) menjadi produksi komersial.
Besarnya sumbangan pendapatan dari pekarangan komersial terhadap pendapatan rumah tangga
disebabkan oleh pengolahan secara intensif oleh pemiliknya. Hal ini dilakukan seperti budaya
tanaman komersial dilahan kebun pada umumnya. Misalnya ada kegiatan rutin penyiraman air,
penyiangan, dan pemberian pupuk serta pestisida. Berbeda dengan perlakuan terhadap
pekarangan nonkomersial, asupan pupuk kimia dan pestisida pada pekarangan komersial cukup
tinggi. Sekitar 94% responden diwawancara mengakui menggunakan pupuk kimia dan pestisida
untuk meningkatkan hasil pekarangannya. Sementara itu, pekarangan nonkomersial sama sekali
tidak mengalami permasalahan, komersialisasi pekarangan mengakibatkan peningkatan
ketergantugan petani terhadap asupan ekstrenal.
Di sisi lain, pada pekarangan komersial hamper seluruh pemilik membuat pagar di
pekarangannya. Lagi-lagi alasannya ekonomi, yaitu untuk mencegah orang lain mengambil
produk pekarangan tanpa ijin dan mencegah masuknya ternak yang dapat merusak tanaman
komersialnya. Hal ini merupakan tantangan terhadap norma kebiasaan terkait pekarangan.
Fungsi ekonomi yang kuat melunturkan fungsi sosial pekarangan. Pada pekarangan non
komersial terdapat norma bahwa siapapun tetangga atau kerabat yang memerlukan sesuatu dari
produk pekarangan dapat mengmbil atau memperoleh tanpa izin terlebih dahulu dari pemiliknya,
sedangkan pada pekarangan komersial norma itu tidak ada lagi.
Dari seluruh pemilik pekarangan komersial 80% tidak memelihara ternak seperti unggas, domba,
atau kambing dipekarangannya. Sementara itu, sekitar 71% pemilik pekarangan nonkomersial
memelihara ternak. Terbatasnya ruang menjadi factor penyebab para pemilik pekarangan
komersial tidak memelihara ternak. Dengan demikian, ruang lebih yang tersedia dapat digunakan
untuk intensifikasi tanaman komersialnya. Tanaman ternak memakan ruang dan pemeliharaan
ternak memerlukan waktu relative lebih lama dibandingkan hasil yang bisa diperoleh dari
tanaman komersialnya. Selain itu, kemungkinan adanya gangguan dari ternak tehadap tanaman
pun merupakan alasan lain para pemilik pekarangan komersial tidak memelihara ternak. Dalam
upaya memaksimalkan pemanfaatan lahan untuk meningkatkan produksi pekarangan komersial,
hamper 72% pekarangan komersial tidak mempunyai buruan, tempat biasanya anak-anak
bermain (letaknya di depan rumah) yang juga menjadi ruang interaksi sosial. Lebih dari 86%
pekarangan nonkomersial memiliki buruan. Tidak adanya buruan dihalaman rumah disebabkan
tidak adanya tempat dan adanya ketakutan bahwa kehadiran anak-anak yang sedang bermain
akan merusak tanaman komersialnya. Namun, bagi bagi pemilik pekarangan nonkomersial,
keberadaan buruan lebih diprioritaskan dalam upaya memenuhi fungsi sosial budaya dari
pekarangannya.

Pekarangan dan Pasar


Berdasarkan temuan penelitian, meskipun rata-rata jumlah spesies di kedua jenis pekarangan
tidak memiliki perbedaan yang signifikan, komposisi tanaman begitu berbeda. Pada pekarangan
komersial , hanya ada peningkatan jumlah individu tanaman sayuran dan penurunan indeks
keanekaan secara nyata. Perbedaan ini menunjukan bahwa pemilik dari dua jenis pekarangan
(komersial dan nonkomersial) mempunyai pandangan yang berbeda terhadap struktur dan fungsi
pekarangannya. Bagi pemilik pekarangan komersial terlihat adanya dorongan untuk setia kepada
permintaan pasar yang cenderung homogen.
Dibanding dengan hasil penelitian sebelumnya di DAS Citarum (Christanty et al, 1986),jumlah
keseluruhan spesies di pekarangan desa diteliti tidak menunjukan perbedaan yang berarti kecuali
bahwa penelitian sekarang ditemukan adanya perbedaan yang signifikan terhadap spesies
dominan. Hal ini, lagi-lagi kemungkinan, terkait dengan orientasi sekadar memenuhi kebutuhan
subsisten ke orientasi pasar yang jelas mendahulukan tanaman untuk memenuhi pasar.
Tidak seperti di daerah perdesaan dataran rendah, struktur pekarangan komersial di desa tineliti
ditandai dengan penutup tajuk yang kompleksitasnyalebih rendah. Beberapa pekarangan
didominasi beberapa jenis tanaman menempati strata bawah (dibawah satu meter). Bahkan,
sebagian lainnya justru monokultur, layaknya kebun dengan jenis tanaman dominan yang terkait
dengan pasar. Tampilan ini agak berbeda dengan pekarangan nonkomersial yang mempunyai
struktur vertical dan horizontal. Kebutuhan dan pilihan ekonomi pemilik lahan jelas merupakan
factor penting yang memengaruhi susunan dan jumlah lapisan vegetasi yang dipelihara (lihat
juga De Clerck dan Negreros- Castillo, 2000).
Penelitian sebelumnya telah menunjukan bahwa struktur vegetasi pekarangan dipengaruhi
kondisi fisik, karakteristik ekologis, kondisi ekonomi masyarakat, dan kehidupan sosial
budayanya (Christanty et al, 1986; Abdoellah, 1990; Karyono, 1990; Soemarwoto dan Conway,
1992; Wezel dan Bender, 2003). Walaupun demikian, pemilik pekarangan tinggal ditempat yang
kondisi biofisiknya hampir sama, struktur dan pola penutupan tajuk berbeda antara pekarangan
komersial dan nonkomersal. Pepohonan dengan tinggi 10 meter atau lebiih ditemukan di
pekarangan komersial dan nonkomersial, tetapi lebih umum ditemukan dipekarangan
nonkomersial.Pohon tersebut ditanami pemiliknya, tanpa pengaturan ruang yang jelas.
Pepohonan besar bisa ditanam dimana saja disekitar pekarangannya. Penanaman pohon tahunan
merupakan kebiasaan, terutama untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga akan kayu dan juga
peneduh untuk kenyamanan hunian. Berbeda dengan beberapa pemilik pekarangan komersial,
keberadaan pepohonan justru dianggap mengaggu sehingga mereka memilih untuk menanamnya
atau kalaupun ada, ditanam dibelakang rumah sebagai peneduh pekarangannya.Bagi mereka
yang memilih menanam, keberadaan pepohonan menghalangi pancaran sinar matahari yang
sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman sayurannya. Perbedaan tersebut menunjukkan
bahwa pola struktur vegetasi di pekarangan sangat kuat dipengaruhi oleh kebutuhan dan
keinginan pemiliknya. Dengan demikian, struktur dari pekarangan lebih tergantung pada tujuan
manajemen pemiliknya (lihat juga De Clerck dan Negreros Castillo, 2000; Mendes et al, 2001;
Kumar dan Nair, 2004)
Banyak peneliti menyatakan bahwa peningkatan budidaya dan dominasi spesies tertentu
dipekarangan telah mengurangi keseluruhan jumlah spesies tanaman pekarangan secara umum.
Temuan penelitian ini menunjukan bahwa jumlah spesies tidak berkurang signifikan sebagai
akibat dari adanyakomersialisasi pekaranganmeski tentu saja ada penurunan dalam indeks
keanekaan. Hal itu disebabkan oleh adanya peningkatan yang signifikan dari jumlah individu
spesies tertentu. Salah satu akibat adanya peningkatan untuk mendapatkan tanaman sayuran yang
baik adalah adanya penurunan indeks pemerataan dipekarangan komersial. Kenyataan ini dapat
meningkatkan adanya ancaman hama dan penyakit tanaman terhadap tanaman pekarangan.
Artinya, komersialisasi yang berujung pada penurunan indeks keanekaragaman tanaman dan
indeks pemerataan dapat mengakibatkan kelabilan ekonomi, melalui peningkatan kejadian
serangan hama dan penyakit tanaman.
Secara ekonomis, komersialisasi pekarangan memang menghasilkan perbaikan dalam jangka
pendek bagi pendapatan petani. Namun, hal lain ini disertai ketidakpastian produktivitas yang
sehingga berujung pada semakin besarnya ketergantungan kepada asupan pupuk dan pestisida
yang dimasukkan dari luar. Jadi, meskipun pendapatan kotor dari pekarangan komersial lebih
tinggi, sifatnya hanya janga pendek. Sementara itu, yang bersifat jangka panjang, pendapatan
bersih akan berkurang seiring meningkatnya meningkatnya ketergantungan asupan dari luar.
Ketergantungan penggunaan asupan pupuk dan pestisida tidak hanya mengurangi pendapatan
bersih, tetapi meningkatkan kerentanan financial rumah tangga. Hal ini disebabkan oleh
ketergantungan pada pasokan uang dari luar, terutama dengan semakin kuatnya jaringan
perbankan di pedesaan. Apalagi produk yang dihasilkan sangat ditentukan oleh fluktuasi harga
pasar, akibatnya semakin tergantunglah petani kepada pedagang perantara yang memiliki
jaringan di pasar perkotaan.
Terkait dengan persoalan asupan gizi keluarga, terdesaknya tanaman pangan bergizi tinggi tapi
berekonomi rendah akan memunculkan persoalan jangka panjang asupan gizi memadai bagi
keluarga ( Abdoellah dan Marten, 1986; Soemarwoto dan Conway, 1992; Wezel dan Bender,
2003; Blanckaert et al, 2004). Selain itu, komersialisasi pekarangan melalui intensifikasi
tanaman sayuran juga cenderung mengurangi kegiatan pemeliharaan ternak yang sebelumnya
menyediakan pasokan gizi bagi tanah dan keluarga serta merupakan cadangan ekonomi yang
diperlukan saat krisis.
Di tingkat kehidupan sosial, fungsi sosial pekarangan juga menurun seiring dengan
komersialisasi. Sebelumnya, beberapa jenis buah sayuran dan umbi secara tradisional berfungsi
sebagai alat tukar sosial dalam konteks resprositas saling bantu antara tetangga (Abdoellah,
1990). Bahkan menurut Soemarwoto dan Conway (1992), cara penting menampilkan diri dalam
kehidupan sosial yang rukun ialah dengan saling member hasil pekarangan, santunan bagi
tetangga atau kerabatan yang miskin. Kebiasaan ini, meningkatkan jaminan hidup bagi golongan
miskin pada tahap selanjutnya meningkatkan keeratan sosial yang berguna dalam membangun
ketahanan sosial hidup bersama. Komersialisasi pekarangan telah mengurangi atau justru dalam
beberapa kasus menghilangkan fungsi sosial pekarangan. Hal ini karena masing-masing pemilik
pekarangan komersial cenderung hanya memikirkan keuntungan sendiri. Pada pekarangan
komersial, fungsi sosial sepenuhnya terhapus oleh keberadaan pagar yang berfungsi menghalangi
aktivitas memungut hasil selain oleh si pemilik. Meskipun fungsi sosial pada pekarangan
nonkomersial masih berlaku, namun kecenderungan menyusutnya jenis pekarangan ini disertai
oleh nilai komersial yang mengatasi nilai sosial akan berujung pada ketiadaan fungsi sosial
dalam ekosistem perdesaan secara umum.

Penutup
Persoalan-persoalan yang telah diulas tersebut tidak diragukan lagi menurunkan keberlanjutan
ekologis, sosial dan ekonomis dan ekosistem perdesaan. Ekosistem desa tineliti telah banyak
berusaha selama dua dasawarsa terakhir. Karakteristik ekologis dan fungsi sosial pekarangan
telah berubah sedemikian rupa mengikuti proses komersialisasi dan norma serta nilai yang
berorientasi pasar. Sistem pekarangan yang sejak lama memungkikan pola budi daya yang
berkelanjutan dan otonom kini tidak lagi mungkin tanpa asupan dari luar, baik terkait dengan
pupuk dan pestisida maupun uang. Meskipun pendapatan dari pekarangan komersial meningkat
dalam jangka pendek, namun kelabilan ekologis dan financial berdampak buruk pada
keberlanjutan system pekarangan jangka panjang. Supaya proses perubahan ini tidak
berujunghasil yang menghancurkan, baik secara ekologis maupun dalam ekonomi masyarakat,
harus ada upaya perbaikan.
Pertama, terkait dengan persepsi atau pemahaman penduduk setempat mengenai keberlanjutan
model komersial yang terbatas dan prospek budi daya pekarangan yang menguntungkan. Hal ini
dapat dilakukan melalui intensifikasi tanaman pekarangan nokomersial, seperti kayu-kayuan dan
buah-buahan atau jenis-jenis tanaman yang tidak hanya melayani kebutuhan ekonomi jangka
pendek, tetapi juga kebutuhan ekologis jangka panjang.
Kedua, upaya perbaikan juga bisa dikaitkan dengan mempertimbangkan pengintegrasian
kegiatan pertanian berbasis tanaman bernilai ekonomi dan peternakan skala kecil dipekarangan.
Teknologi produksi pascapanen juga perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan nilai ekonomi
produk pekarangan tanpa mengabaikan keberlanjutan budi daya. Akhirnya, pada tingkat
kebijakan pemerintah diperlukan perencanaan matang penggunaan lahan yang bisa mendorong
pemilik lahan menjaga struktur dan keragaman fungsi pekarangan tradisional.

Anda mungkin juga menyukai