Anda di halaman 1dari 4

SURVEILANS KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (GHPR)

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KERAMBITAN I

Penyakit rabies merupakan penyakit menular akut dari susunan syaraf pusat yang
disebabkan oleh virus rabies. Ditularkan oleh hewan penular rabies terutama anjing, kucing dan
kera melalui gigitan, aerogen, transplantasi atau kontak dengan bahan yang mengandung virus
rabies pada kulit yang lecet atau mukosa.

1. Gambaran Klinis
Gejala klinis rabies berdasarkan diagnosa klinik :
a. Stadium prodromal : demam, malaise, nyeri tenggorokan selama beberapa hari.
b. Stadium sensoris : penderita merasa nyeri, panas disertai kesemutan pada tempat bekas
luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap
rangsangan sensorik.
c. Stadium eksitasi : tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala
hiperhidrosis, hipersalivasi, pupil dilatasi. Stadium ini mencapai puncaknya dengan
muncul macam – macam fobi seperti hidrofobi, fotofobi, aerofobi. Tindak tanduk
penderita tidak rasional dan kadang-kadang maniakal. Pada stadium ini dapat terjadi
apneu, sianosis, konvulsa dan takikardi.
d. Stadium Paralyse : terjadi inkontinentia urine, paralysis flaksid di tempat gigitan,
paralyse ascendens, koma dan meninggal karena kelumpuhan otot termasuk otot
pernafasan.
2. Etiologi
Etiologi : Virus Rabies termasuk golongan Rhabdovirus dan berbentuk peluru.
3. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dari penyakit rabies di Indonesia masa inkubasi berkisar antara 2 – 8 minggu.

4. Sumber dan Cara Penularan


Sumber penyakit rabies adalah anjing (98%), kucing dan kera (2%). serta hewan liar lainnya
(serigala, raccoon/rakun, harimau, tikus, kelelawar). Cara penularan melalui gigitan dan non
gigitan (aerogen, transplantasi, kontak dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet
atau mukosa).
5. Pengobatan
Setiap kasus gigitan hewan penular rabies ditangani dengan cepat melalui pencucian luka
gigitan dengan sabun / detergen dengan air mengalir selama 15 menit, kemudian diberikan
antiseptik. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR) dihentikan
bila
hewan penggigit tetap sehat selama 14 hari observasi dan hasil pemeriksaan laboratorium
negatif.
Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) dilakukan berdasarkan :
a. Luka Risiko Rendah :
Yang termasuk luka risiko rendah adalah jilatan pada kulit luka, garukan, atau lecet, luka
kecil di sekitar tangan, badan dan kaki.
Pemberian VAR diberikan pada hari ke-0 sebanyak 2 dosis secara intramuskuler (i.m) di
lengan kiri dan kanan. Suntikan kedua dilanjutkan pada hari ke-7, sebanyak 1 dosis dan
hari ke-21 sebanyak 1 dosis. Bila kasus GHPR 3 bulan sebelumnya mendapat VAR lengkap
tidak perlu diberikan VAR, bila lebih dari 3 bulan sampai 1 tahun diberikan VAR 1 kali dan
bila lebih dari 1 tahun dianggap penderita baru yang harus diberikan VAR lengkap.
b. Luka Resiko Tinggi
Yang termasuk luka resiko tinggi jilatan/luka di mukosa, luka diatas daerah bahu,
(mukosa, leher, kepala), luka pada jari tangan dan kaki,genetalia, luka lebar/dalam dan luka
yang banyak (multiple wound).
Pengobatan melalui kombinasi VAR dan SAR, Serum Anti Rabies (SAR) diberikan saat
bersamaan dengan VAR pada hari ke-0, sebagian besar disuntikan pada luka bekas gigitan dan
sisanya disuntikan secara i.m pada bagian tubuh lain yang letaknya berbeda dengan penyuntikan
VAR. Pemberian VAR sebanyak 4 kali pemberian secara i.m pada hari ke-0 dengan 2x
pemberian, hari ke-7 (1x) dan hari ke-21 (1x). Pemberian booster VAR pada hari ke 90 sebanyak
1 dosis.

Kegiatan Surveilans Kasus Gigitan Anjing Penular Rabies (GHPR) di wilayah kerja
Puskesmas Kerambitan I
Hasil surveilans Puskesmas Kerambitan I menunjukkan bahwa kasus gigitan hewan penular
rabies (GHPR) masih tetap ada. Sebelumnya yaitu 5 tahun yang lalu terjadi kasus rabies dari
gigitan anjing di desa Pangkung Karung,Kerambitan.Karena itu,kewaspadaan terhadap penyakit
rabies perlu terus ditingkatkan mengingat rabies merupakan penyakit zoonosis bersifat fatal dan
ditularkan melalui gigitan dari hewan tertular rabies dan setiap ada kasus gigitan anjing patut
dicurigai sebagai rabies mengingat masa inkubasi penyakit rabies cukup lama dan kadang-
kadang tanpa menimbulkan gejala klinis (asymtomatis).
Kegiatan surveilans di Puskesmas Kerambitan I :
a. Pengumpulan data / pencatatan kejadian .
Pada saat terjadi kasus gigitan hewan penular rabies,maka kejadian tersebut dilaporkan ke
puskesmas oleh bidan desa atau masyarakat untuk mendapatkan penanganan medis dan di data
oleh petugas puskesmas. Pengumpulan data di puskesmas dilakukan secara pasif (data
sekunder) berdasarkan laporan mingguan berupa laporan penyakit potensial wabah (W2).
Setiap ada kasus GHPR, petugas surveilans puskesmas berkoordinasi dengan bidan desa,
kepala
dusun dan petugas Dinas Peternakan di kecamatan terutama pada kasus yang beresiko (GHPR
anjing liar,karena sudah pasti anjingnya tidak divaksin). Tetapi dinas peternakan sudah bekerja
sama dengan pihak desa jika ada kasus gigitan anjing liar maka pihak dusun/desa langsung
menghubungi Dinas Peternakan untuk melaporkan kasusnya.
b. Pengolahan, analisa dan interpretasi data
Data yang terkumpul kemudian diiterpretasikan secara sederhana dalam bentuk laporan
mingguan kasus berpotensi wabah dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Tabanan. Data kemudian diolah,dianalisis,dan diinterpretasikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Tabanan.
c.Penyebarluasan informasi dan umpan balik.
Infomasi lebih lanjut dikirimkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan sebagai
umpan
balik (feed back) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan ke Puskesmas Kerambitan I.
Dan
informasi tersebut bisa dijalankan oleh Puskesmas sebagai bentuk intervensi terhadap
masalah kesehatan yang terjadi.
d.Investigasi penyakit berpotensi KLB
Jika terjadi peningkatan kasus gigitan hewan tersangka rabies, maka Dinas
Kesehatan bersama petugas surveilans puskesmas, petugas P2 rabies, koordinator
P2M,bidan desa,kepala dusun, dan petugas Dinas Peternakan di kecamatan melakukan
penyelidikan epidemiologi (PE). Penegakan diagnosa dilakukan secara konfirmasi
laboratorium pada hewan penular rabies dengan cara memotong kepala hewan yang menggigit
dan mengirimnya ke Balai Besar Penelitian Veteriner (BBvet) untuk diperiksa otaknya apakah
di otak ditemukan Negri Bodies, bila ditemukan kasus tersebut adalah kasus konfirm diagnose
Rabies.
Tindakan Penanggulangan
a. Berkoordinasi dengan Dinas Peternakan setempat jika ada kasus GHPR (anjing)
b. Penanganan segera pada penderita dengan pencucian luka gigitan hewan penular rabies
dengan sabun atau detergen dengan air mengalir selama 10-15 menit.
c. Merujuk ke rumah sakit untuk pemberian VAR dan SAR sesuai prosedur (pengobatan).
d. Penyuluhan tentang bahaya rabies, apa yang harus dilakukan masyarakat bila terjadi
kasus gigitan/ kasus rabies,serta pencegahannya kepada masyarakat.
e.Evaluasi
Hasil evaluasi terhadap data sistem surveilans selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan,
penanggulangan khusus serta program pelaksanaannya, untuk kegiatan tindak lanjut (follow up),
untuk melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan program dan pelaksanaan program, serta
untuk kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil kegiatan.

Anda mungkin juga menyukai